IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK
Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan oli bekas dan minyak jelantah tanpa penambahan demulsifier guna
menjadi patokan dalam melakukan pengamatan terhadap sampel pengujian selanjutnya. Pengujian terhadap blanko yang telah dibuat, meliputi waktu pemisahan, warna, busa, rasio volume pemisahan minyak, air,
emulsi, kekeruhan, nilai pH, dan fraksi polar minyak. Data hasil pengujian dari blanko tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Hasil Pengujian Karakterisasi Limbah Minyak dan Proses Demulsifikasi
Parameter Oli Bekas
Minyak Jelantah
Waktu Pemisahan 40 menit
55 menit Warna Fase Air
Keruh Sangat Keruh
Busa +++ ++++
Minyak:Air 23:75 mL
21:76 mL Lapisan Emulsi yang Terbentuk
2 mL 2 mL
Turbiditas Fase Air 720 FTU
960 FTU Nilai pH Fase Air
8 4
Turbiditas Fase Minyak 13.480
1.770 Fraksi Polar Minyak
2,45 5,85
Keterangan: ++++: Sangat Banyak
+++ : Banyak ++ : Cukup
+ : Sedikit Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa sampel oli bekas yang diujikan berwarna keruh, memiliki busa
yang banyak, antara lapisan minyak, air, dan emulsi dapat terpisah pada menit ke-40 dengan perbandingannya berturut-turut 23:75:2 mL, nilai turbiditasnya sebesar 720 FTU dan nilai pH adalah 8.
Untuk sampel minyak jelantah sendiri menunjukkan warna sampel sangat keruh dengan busa yang sangat banyak, antara lapisan minyak, air, dan emulsi baru dapat terpisah pada menit ke-55 dengan
perbandingannya berturut-turut 21:76:3 mL, nilai turbiditasnya adalah 960 FTU dengan nilai pH yang didapat sebesar 4. Dari hasil pengujian kedua sampel tersebut dapat disimpulkan bahwa pemisahan emulsi
antara minyak dan air dapat saja terjadi dengan sendirinya, tetapi diperlukan waktu yang cukup lama antara 40-55 menit dengan hasil pemisahan yang kurang sempurna. Oleh karena itu, perlu ditambahkan
demulsifier yang bekerja memecah emulsi menjadi minyak dan air dengan cara menurunkan stabilitas emulsi Wasirnuri, 2008.
Dari data hasil pengamatan pada Tabel 4 diketahui nilai kekeruhan turbiditas pada oli bekas adalah 13.480 FTU, sedangkan pada minyak jelantah sebesar 1.770 FTU. Apri 2008, menerangkan bahwa
selain berfungsi sebagai pelumasan, oli mesin juga berfungsi membersihkan sisa pembakaran yang bertumpuk pada dinding blok silinder. Pada dinding itu menempel unsur kimia, seperti asam belerang dan
hidrokarbon, serta sisa bahan bakar yang tidak terbakar sempurna. Oleh karena itu, oli mesin setelah melewati masa pakai tertentu akan mengalami perubahan warna menjadi hitam kelam. Hal inilah yang
membuat nilai kekeruhan dari oli bekas lebih besar daripada nilai turbiditas minyak jelantah yang diujikan. Minyak goreng yang telah dipakai berulang-ulang tak peduli apakah warnanya sudah berubah
menjadi coklat tua sampai hitam atau belum biasa disebut sebagai minyak jelantah, terutama yang
digunakan oleh para pedagang untuk menggoreng. Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak. Komponen utama dari minyak goreng adalah berupa trigliserida dan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh. Selama proses penggorengan, terjadi kontak antara minyak dengan udara dan pengaruh suhu yang relatif tinggi yang mengakibatkan minyak tersebut mudah mengalami
oksidasi termal, apalagi bila proses penggorengan dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan berulang- ulang dapat menyebabkan ikatan rangkap dalam minyak menjadi jenuh, teroksidasi, membentuk gugus
peroksida, dan monomer siklik yang dapat mengakibatkan penyakit kanker Boediharnowo, 1997. Dari data hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa tingginya nilai fraksi polar
yang dimiliki oleh minyak jelantah sebesar 5,85 yang berarti sebagian besar partikel-partikel yang terkandung dalam minyak jelantah tersebut ikut menguap bersama dengan pelarut non polar etanol yang
digunakan, sehingga menyebabkan nilai kekeruhan turbiditas minyak jelantah menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan oli bekas. Persentase nilai fraksi polar pada minyak jelantah yang tinggi ini juga
menunjukkan tingkat oksidasi yang dimiliki juga sangat tinggi Boediharnowo, 1997. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak, sehingga menyebabkan
terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton, dan asam- asam lemak bebas. Ini menandakan bahwa minyak yang digunakan telah rusak dan seharusnya tidak
digunakan kembali untuk proses penggorengan. Berbagai jenis demulsifier diujikan pada penelitian ini, baik itu yang termasuk golongan garam
NaCl, KCl, dan CaCl
2
, asam CH
3
COOH, CH
2
O
2
, dan C
3
H
7
COOH, surfaktan jenis MES 8011, 8012, dan 8013, serta demulsifier komersial 5011, 5012, dan 5013 dengan konsentrasi yang sama, yaitu 0,05 M
guna didapatkan jenis demulsifier yang cocok untuk memisahkan emulsi antara minyak dan air yang diukur pada menit ke-5 meliputi warna, busa, pH, rasio volume pemisahan minyak dan emulsi, serta
kekeruhannya.
4.2 PROSES DEMULSIFIKASI