dikaji. Metode analisis yang terakhir dalam penelitian ini adalah metode taraf sinkronisasi. Bahan-bahan yang telah diketahui isi atau muatannya, dan telah dilakukan komparasi
sehingga diketahui unsur-unsur perbedaan dan kesamaan-kesamaannya, kelebihan dan kelemahannya, maka perlu dikaji dan analisis mengenai keselarasannya sinkronisasi antara
isi atau muatan bahan yang satu dengan yang lainnya. Dengan melalui tiga metode analisis tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menarik atau menemukan desain pemilu
serentak yang tepat dilihat dari perspekstif yuridis dan politik.
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Idenfitikasi Problem Penataan Pemilu Serentak
Pemilu merupakan sebuah agenda rutin demokratisasi Indonesia dalam ajang pemilihan pemimpin. Demokrasi adalah konsepsi pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh
rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi di Indonesia mengalami berbagai perkembangan dalam konteks pembangunan kebebasan sebuah negara untuk menentukan
pemimpinnya. Pemimpin yang baik menjadi dambaan masyarakat dalam menggerakkan sendi-sendi pemerintahan untuk kesejaheraan rakyat sebagai konsekuensi konkrit daam
sebuah negara. Melalui pemilu, masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih para wakil di pemerintahan seagai aspirasi dan perwakilan bagi rakyat dalam berbagai kebijakan dan
implementasi kenegaraan. Demokrasi selama lebih dari 15 tahun yang dibangun atas kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan, semakin hilang kendali dan keluar dari jalur orientasinya. Pembangunan demokrasi tidak bisa dipisahkan dari sistem pemerintahan Indonesia saat ini,
yaitu sistem presidensiil. Sistem presidensiil memberikan wewenang secara penuh kepada presiden dalam pengambilan kebijakan strategis yang sudah diatur dalam ketentuan undang-
undang. Realitasnya, parlementer mendominasi segala bentuk formalasi kebijakan presiden. Sistem presiden menjadi ―dangkal‖ dengan semakin menguatnya ‗tangan‖ parlemen dalam
mengatur dan merancang formulasi kebijakan. Setiap formula kebijakan harus melalui DPR, apakah program itu layak atau tidak, apakah dapat diimplementasikan atau tidak, apakah
bermanfaat atau tidak.
52
Hal ini terjadi akibat implikasi dari sistem pemilu yang memisahkan antara pemilu legislatif DPR, DPD, DPRD dan pemilu eksekutif Presiden dan Wakil
Presiden dengan ketentuan
presidential threshold
dan suara suara terbanyak. Begitu pula dengan sistem partai politik multipartai yang ada di Indonesia, menjadi problematika
tersendiri dalam menjalankan sistem presidensiil. Terlalu bayaknya parpol dalam parlemen, menjadikan in efisiensi di dalam sistem presidensiil.
Menurut Lili Romli yang dikutip oleh Hayat bahwa problematika desain konstitusi bersifat ambiguitas, sehingga demokrasi presidensial yang terbentuk tidak berjalan efektif.
Selain itu, amandemen konstitusi melakukan purifikasi demokrasi presidensial, tetapi dalam praktek pemerintahan ciata rasa yang dibangun masih terasa parlementer. Ditambah dengan
sistem partai yang multipartai masih belum kompatibel dengan sistem presidensiil. Untuk
52
Hayat, Korelasi Pemilu Serentak Dengan Multi Partai Sederhana Sebagai Penguatan Sistem Presidensiil, jurnal konstitusi volume 11 nomor 3 September 2014, hlm.470
menghasilkan sistem presidensiil yang efektif, diperlukan korelasi antara sistem pemilu dan sistem parpol yaitu sistem pemilu serentak, antara pemilu legilatif dan pemilu eksekutf dalam
waktu yang bersamaan, kemdian apda pemilukada juga dilakukan secara serentak dengan ketentuan teknis yang harus diatur lebih lanjut. Korelasi kedua sistem tersebut, mampu
meningkatkan penguatan sistem presidensial dan menghasilkan pemimpin-pemimpin politik yang berkualitas dan berintegritas dengan akuntabilitas dan kapabilitas yang dimilikinya.
53
Dalam acara diskusi, Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI, Fitra Arsil menjelaskan penyelenggaraan pemilu dikatakan serentak jika pemilihan presiden putaran
pertama atau satu-satunya putaran dalam pemilihan presiden dilaksanakan pada hari yang sama dengan pemilihan anggota legislative. Pelaksanaan pemilu serentak berpotensi menjadi
masalah jika pilpres berlangsung dua putaran. Menurut Fitra, pilpres dua putaran akan membawa konsekuensi banyaknya pasangan capres-cawapres yang bertarung. Dampak
lanjutannya adalah parlemen akan terfragmentasi cukup tinggi karena konfigurasi ini memberikan peluang kepada banyak partai untuk mendudukkan calonnya di parlemen.
Apabila banyak partai di parlemen, maka kemungkinan munculnya partai dominan menjadi kecil dan terjadi fragmentasi yang tinggi multipartism. Dengan demikian, lanjut Fitra,
konsensus dalam proses pengambilan putusan di parlemen akan
menjadi sulit.
54
Permasalahan Kombinasi Kebijakan Sistem Presidensiil, Sistem Pemilu Proporsional dan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung
Ketiga kebijakan tersebut merupakan upaya reformasi sistem politik untuk menyelenggarakan pemerintahan yang lebih demokratis. Ketiga kebijakan sekaligus juga
untuk mengoreksi kelemahan-kelemahan dalam praktek demokrasi sebelumnya. Dengan ketiga kebijakan tersebut, penyelenggaraan pemerintahan memang lebih demokratis,
khususnya dalam menentukan para pemimpin politik, baik di tingkat nasional maupun lokal, namun praktek politik tersebut juga membawa sejumlah permasalahan, yaitu 1 kurang
efektifnya penyelenggaraan pemerintahan, 2 tidak efisiennya penyelenggaraan pemilu, 3 lemahnya sinkronisasi antara pemerintah dan pemerintah daerah.
1. Permasahan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
Pemilihan presiden secara langsung memang memperkuat posisi presiden, dalam arti masa jabatan Presiden tidak tergantung kepada DPR. Namun dalam sistem presidensiil
53
Ibid, hlm. 471
54
http:www.hukumonline.comberitabacalt53024d7539efaakademisi-ungkap-kelemahan-pemilu-serentak ,
diaksek pada tanggal 5 Mei 2014