Sejarah Dataran Tinggi Dieng

56 BAB IV SAJIAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Lokasi penelitian

1. Gambaran Umum Dataran Tinggi Dieng

a. Sejarah Dataran Tinggi Dieng

Nama Dieng berasal dari bahasa Jawa kuno Dihyang, ardi artinya tempat dan kata hyang dapat diartikan arwah leluhur atau dapat juga diartikan dewa. Dengan demikian Dihyang berarti tempat bersemayamnya arwah leluhur, atau tempat bersemanyam para dewa. Kata Dihyang terdapat dalam Kitab Tantu Panggelaran yang ditulis pada masa kejayaan Majapahit disebut adanya gunung Dihyang sebagai tempat berhubungan dengan Dewa Siwa. Kyai Kolodete dipercaya sebagai orang pertama yang bertempat tinggal dan membuka hutan di dataran tinggi Dieng. Pada awalnya Kyai Kolodete, Kyai Walik, dan Kyai Jogonegoro dipercaya sebagai cikal bakal pendiri kota Wonosobo. Kyai Kolodete adalah anak Kyai Badar, perangkat desa di masa kejayaan Mataram. Kyai Kolodete saat masih muda dikenal memiliki rambut gimbal. Selain mempunyai ilmu tinggi, Kolodete juga dikenal sebagai sosok Kyai pengayom yang disegani musuh, dicintai teman dan warganya. Ketika berlangsung pemilihan kepala desa di daerah Wonosobo, Kolodete didorong mencalonkan diri. Tapi tanpa diketahui sebabnya, Mataram menolak pencalonan Kyai Kolodete. Akhirnya untuk menghilangkan kekecewaan, Kyai Kolodete memutuskan untuk menyepi. Dataran tinggi Dieng merupakan hutan belantara yang tidak ada penghuninya sama sekali, pada saat itu Kyai Kolodete babak atau bubak di dataran tinggi Dieng. Kyai kolodate dipercaya merupakan orang yang mendirikan pemukiman penduduk dan tinggal di dataran tinggi Dieng. Saat Kyai Kolodete meninggal, Kyai Kolodete tidak meninggalkan jasad. Menurut kepercayaan masyarakat dataran tinggi Dieng, Kyai Kolodete moksa, hilang tanpa bekas. Roh atau sukma Kyai Kolodete menitis atau menurun pada anak kecil sehingga menjadi gimbal. Kemudian Kyai Kolodete mencoba mendalami makna hidup di tengah kesepian dan memohon kepada Sang Khaliq agar pada masa 58 57 yang akan datang masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Dieng diberi kemakmuran.Kyai Kolodete diyakini masyarakat dataran tinggi Dieng masih hidup dan masih sering memberikan nasehat melalui media perantara baik merasuk pada jiwa orang atau dengan cara lain. Di dataran tinggi Dieng banyak ditemukan situs purbakala berupa bangunan candi. Kelompok bangunan candi Dieng dikunjungi pertama kali pada tahun 1814 oleh H.C Cornelius berkewarganegaraan Belanda. Cornelius membuat catatan yang menyatakan bahwa daerah komplek candi Dieng merupakan danau sehingga diantara candi-candi tersebut ada yang terendam air. Pada tahun 1856, J.Van Kinsbergen membuat gambar-gambar candi dan air yang menggenangi komplek candi dialirkan sehingga menjadi kering. Kemudian pada tahun 1911- 1916 penyelidikan Komplek candi Dieng dilakukan secara mendalam oleh H.L Leydie Melville. Pada tahun 1911-1920, situs Dieng mulai dipromosikan sebagai objek wisata di Eropa. Selanjutnya pada tahun 1937, pemerintah Hindia Belanda melakukan Zonasi yang membagi situs dieng menjadi 3. Kelompok Dwarawati, kelompok Arjuna dan kelompok Bhima. Pada tahun 1960, objek Wisata Dieng Dikelola Oleh Pemda Wonosobo. Kemudian pada tahun 1977, pemprov Jateng secara resmi menetapkan Dieng menjadi objek wisata. Pada tahun 1977-1994, situs Dieng dimuat di monografi Kab. Wonosobo. Selanjutnya pada tahun 1993- 1994, Pemda Banjarnegara berupaya untuk bisa mengelola sebagian wilayah Dieng dengan cara pendekatan pada Pemrov Jateng. Pada tahun 1994-1995 merupakan masa transisi pengelolaan objek wisata Dieng dari Pemda Wonosobo kepada Pemda Banjarnegara. Kemudian tahun 1995, BP3 Jateng melakukan ekskavasi atas permintaan Pemda Banjarnegara untuk rencana pembangunan fasilitas wisata. Selanjutnya, tahun 1996-1997 Pemda Banjarnegara membangun fasilitas wisata di kompleks Candi Arjuna. Pada tahun 1995-2000, Pengelolaan objek wisata Dieng dilakukan bersama antara Pemda Wonosobo dan Pemda Banjarnegara dengan sistem bagi hasil. Tahun 1997-1998, penjarahan lahan milik BP3 Jateng oleh masyarakat. Pada tahun 2001, BP3 Jateng menyewakan lahan di sekitar candi kepada petani serta BP3 Jateng dan staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang berdomisili di Dieng. Kemudian, tahun 2001-sekarang, 58 pengelolaan obyek wisata di masing-masing Pemda. Pada tahun 2003 Pemda Banjarnegara membuat taman di sekitar komplek candi Arjuna dan Gatotkaca. Pada tahun 2004, Pemprov Jateng turun tangan membenahi obyek wisata Dieng yang menurun kualitasnya dengan rencana membangun Dieng Plateu Theatre. BP3 Jateng dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara merencanakan pengembangan lansekap di sekitar museum untuk kepentingan pariwisata dan penyelamatan tinggalan arkeologi yang masih terpendam di dalam tanah.

b. Keadaan Geografis