Latar Belakang LATAR BELAKANG

1

BAB I LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue DBD atau Dengue Hemorrhagic Fever DHF merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena jumlah penderitanya terus bertambah dan penyebarannya semakin luas serta menimbulkan suatu kejadian luar biasa dengan kematian yang besar Suyasa et al., 2008. Nyamuk Aedes aegypti telah diketahui sebagai penyebar virus dengue, nyamuk ini merupakan vektor yang paling dominan dalam penularan DBD. Di Indonesia ada 2 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus Wati, 2015. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini terdapat di rumah maupun di luar rumah. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 meter di atas permukaan laut Kemenkes RI, 2014. Nyamuk Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan DBD, dalam kasus demam berdarah dengue DBD di Indonesia seringkali muncul di musim pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita. Meskipun secara umum terjadi penurunan kasus pada tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya namun beberapa Provinsi mengalami peningkatan jumlah kasus DBD khususnya Provinsi Bali Kemenkes RI, 2014. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi sebagai penyumbang kasus DBD di Indonesia. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali tiga tahun terakhir dari 2013-2015 terjadi peningkatan jumlah kasus DBD pada setiap tahunnya. Pada tahun 2013 tercatat dengan jumlah kasus sebanyak 7.077 , angka kesakitan IR= 172,45 per 100.000 penduduk dan angka kematian kasus CFR= 0,11, Tahun 2014 dengan jumlah kasus 8.629, IR= 205,3 per 100.000 penduduk CFR= 0,20, dan tahun 2015 terjadi peningkatan dengan jumlah kasus 9.907, IR= 246,0 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,293 Dinkes Prov Bali, 2015. Kabupaten Tabanan adalah salah satu daerah endemis di Provinsi Bali. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 terdapat 794 kasus. Pada tahun 2014 terdapat 477 kasus, sedangkan untuk data tahun 2015 terdapat peningkatan kasus sebesar 846 kasus. Kabupaten Tabanan memiliki 20 puskesmas yang tersebar di masing-masing kecamatan. Kecamatan Kediri merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah kasus DBD paling tinggi. Kecamatan Kediri dibagi menjadi tiga puskesmas, yaitu puskesmas Kediri I, Kediri II, dan Kediri III. Dari ke tiga puskesmas yang ada di kecamatan tersebut, Kediri I merupakan penyumbang DBD terbanyak. Data dari tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2013 terdapat 235 kasus, tahun 2014 sebanyak 122 kasus, dan tahun 2015 terjadi peningkatan sebanyak 152 kasus dengan angka bebas jentik ABJ sebesar 88. Puskesmas Kediri I memiliki wilayah kerja sebanyak 6 desa terdiri dari Desa Kediri, Pandak Bandung, Nyitdah, Abiantuwung, Pejaten dan Banjar Anyar. Salah satu desa dengan jumlah DBD tertinggi yaitu Desa Kediri. Dalam 3 tahun terakhir, pada tahun 2013 jumlah kasus sebanyak 113 kasus, tahun 2014 sebanyak 57 kasus dan tahun 2015 terdapat 25 kasus Dinkes Kabupaten Tabanan, 2015. Meskipun terjadi penurunan kasus, namun Desa Kediri merupakan desa endemis DBD. Berbagai upaya telah dilakukan puskesmas dalam upaya penanggulangan DBD seperti penggunaan insektisida dengan melakukan pengasapan, abatisasi, pemberantasan sarang nyamuk serta penyuluhan kesehatan, namun hasilnya kurang optimal hal ini dilakukan pada saat kasus dilaporkan dan belum berjalannya kegiatan kader jumantik di Kabupaten Tabanan sehingga kurangnya upaya preventif yang dilakukan oleh masyarakat dalam menekan jumlah kasus DBD. Banyaknya jumlah perkembangbiakan nyamuk potensial yang sulit dipantau seperti kaleng bekas, drum, ban bekas, lubang pohon dan penggunaan wadah air suci yang terbuka ditempatkan di Pura oleh masyarakat Hindu Bali dapat menjadi salah satu faktor risiko yang mempengaruhi penyebaran nyamuk Purnama, 2012. Perilaku masyarakat dalam membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk tidak dilakukan secara rutin dan banyaknya wadah yang dapat menjadi tempat penampungan air terutama pada musim hujan sehingga berdampak pada rendahnya angka bebas jentik ABJ dan berisiko dalam menyebarkan demam berdarah dengue di lingkungan. Berbagai informasi yang didapatkan oleh masyarakat tentang tempat perkembangbiakan nyamuk dan penanggulangan demam berdarah akan mempengaruhi sikap dan tindakannya dalam memberantas demam berdarah. Sehingga evaluasi pengetahuan, sikap dan tindakan sangat penting untuk meningkatkan upaya penanggulangan vektor demam bedarah dengue secara efektif dan efisien. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian tentang survei entomologi, maya index, dan perilaku pemberantasan sarang nyamuk terhadap kepadatan larva Aedes spp di Desa Kediri.

1.2 Rumusan Masalah