RKA-SKPD kemudian disampaikan kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dievaluasi. Tim anggaran pemerintah daerah mengevaluasi dan
menganalisis: 1 Kesesuaian antara rancangan anggaran unit kerja dengan program dan
kegiatan berdasarkan yang direncanakan unit kerja. 2 Kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi unit
kerja. 3 Kewajaran antara anggaran dengan target kinerja berdasarkan Standar
Analisa Biaya SAB yang telah diperhitungkan. 5. Penyusunan RAPBD
Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD. 6. Penetapan APBD
Pemerintah daerah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama
bulan Oktober sebelum tahun anggaran untuk dibahas. RABPD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah
daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai.
2.4 Penganggaran Partisipatif
Penganggaran partisipatif adalah tingkat seberapa besar keterlibatan dan pengaruh para pejabat Eselon III dan Eselon IV dalam proses menentukan dan
menyusun anggaran yang ada dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah, baik secara periodik maupun tahunan.
Partisipasi penganggaran diperlukan karena bawahan yang lebih mengetahui kondisi langsung bagiannya Suprasto, 2006. Dengan demikian,
tujuan perusahaan akan lebih dapat diterima jika seluruh anggota organisasi dapat bersama-sama dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat dan
informasi mengenai tujuan perusahaan dan terlibat dalam menentukan langkah- langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Murray 1990 menyatakan bahwa
partisipasi dari bawahan dalam penyusunan anggaran mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi yang selanjutnya akan
mempengaruhi kinerja dari anggota organisasi tersebut.
2.5 Budgetary slack
Anthony dan Govindarajan 2007 mendefinisikan budgetary slack sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai
dengan estimasi yang sesungguhnya, tujuannya agar target dapat lebih mudah dicapai oleh bawahan, karena itu dapat disimpulkan bahwa budgetary slack, yaitu
suatu tindakan bagian dalam menyusun anggaran cenderung menurunkan tingkat penjualan dari biaya yang seharusnya dicapai, sehingga anggaran yang dihasilkan
lebih mudah dicapai. Menurut Ikhsan 2007, slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk efisien menyelesaikan suatu tugas dan
jumlah sumber daya yang lebih besar yang diperuntukkan bagi tugas tersebut.
Budgetary slack juga digambarkan sebagai dysfunctional behavior karena manajer berusaha untuk memuaskan kepentingannya yang nantinya akan
merugikan organisasi. Merchant 1985, Lukka 1988, dan Young 1985 mempunyai pengertian yang sama mengenai slack anggaran, yaitu sebagai
pengungkapan yang dimasukkan dalam anggaran yang memungkinkan mudah dicapai. Jika anggaran lebih mudah dicapai karena adanya slack atau faktor-faktor
lain sebagai akibat adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran, yang terjadi adalah
menurunnya atau
menghilangnya keuntungan
motivator yang
sesungguhnya. Budgetary slack disebabkan oleh empat kondisi, yaitu; 1 terdapat
informasi asimetri antara manajer bawahan dengan atasan mereka; 2 kinerja manajer tidak pasti, jika terdapat kepastian dalam kinerja, maka atasan dapat
menduga usaha manajer melalui output mereka sehingga senjangan anggaran sulit untuk dilakukan; 3 manajer mempunyai kepentingan pribadi; 4 adanya konflik
tujuan antara manajer dengan atasan mereka Fitri, 2007.
2.6 Komitmen Organisasi