secara damai dahulu, hal ini dapat melalui perdamaian yang dilakukan sendiri oleh kedua belah pihak atau melalui lembaga di luar pengadilan.
Pada saat merasa dirugikan, hendaknya konsumen langsung melaporkannya kepada lembaga penyelesaian sengketa agar pelaku usaha
tersebut tidak melakukan hal yang merugikan tersebut berulang-ulang. Seperti yang terjadi pada kasus sengketa antara toko hokky sebagai pelaku usaha
melawan ibu Fony yang bertindak sebagai konsumen.
2.2. Analisa Kasus Sengketa Ibu Fony dengan Toko Hokky Surabya
Sengketa ini berawal pada tanggal 10 November 2005. di mana pada saat itu Ibu Fony yang sebagai konsumen mendatangi toko Hokky Surabaya
untuk membeli Madu. Toko Hokky di sini bertindak sebagai Pelaku usaha yang masuk dalam kriteria penjual yang berhubungan langsung dengan
konsumen. Ibu Fony membeli madu sebanyak 2 botol, kemudian keesokan harinya
Ibu Fony menyadari bahwa salah satu botol madu yang dia beli ternyata sudah tidak utuh lagi, dan mengandung unsur cacat produk dimana dalam pelabelan
tidak sesuai dengan kondisi barang yang sebenarnya. Setelah melakukan komplain kepada toko Hokky, pihak dari toko Hokky bersikeras mengatakan
bahwa barang-barang yang ada di toko tersebut telah diperiksa semua. Karena terjadi perselisihan, maka Ibu Fony memutuskan untuk mengadukannya ke
Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya untuk mencari keadilan yang berdasarkan pada Pasal 45 ayat 1 yang menyatakan bahwa :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
“ Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.” .
Setelah mengadu, akhirnya sesuai dengan tugas yang tercantum dalam UUPK, maka LPKS mengadakan Mediasi untuk memecahkan permasalahan
tersebut. Dan akhirnya masalah tersebut selesai dengan hasil pelaku usaha memberikan ganti rugi dengan barang yang baru dan disetujui oleh konsumen,
hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain. Mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. “ Dalam kasus ini Pelaku usaha telah melakukan kesalahan yang telah
diatur dalam UU No.2 tahun 1981 tentang Metrologi Pasal 22 ayat 1 yang pada intinya adalah dimana pada produk yang dijual atau diedarkan harus
memuat tulisan yang jelas dan benar mengenai isi, ukuran, dan apapun yang manyangkut dengan kondisi barang yang sebenarnya.
Kasus tersebut merupakan salah satu contoh di mana sebagai konsumen jangan mau selalu dirugikan oleh pelaku usaha walaupun itu hanya
sekedar hal kecil yang nilainya tidak banyak. Karena apabila hal itu dibiarkan saja, maka kerugian yang mulanya kecil akan terulang dan apabila
diakumulasikan maka akan menjadi jumlah yang besar dan akan menjadi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sangat merugikan bagi para konsumen. Seperti yang tercantum pada lampiran 3, dimana masih banyaknya terjadi kasus-kasus timbangan yang tidak sesuai
dengan ukuran yang seharusnya. Oleh karena itu dibutuhkan peran aktif konsumen dalam melakukan upaya hukum non litigasi terhadap pelaku usaha
sehingga nantinya akan bisa menjadikan perhatian yang lebih lanjut.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
47
BAB III TANGGUNG JAWAB OLEH PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN
Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis, adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar
norma oleh pihak lain. Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yamg
menimpa harta benda seseorang. Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang
diharapkan. Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri fisik seseorang atau
kerugian yang menimpa harta benda, namun jika dikaitkan dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan uang atau harta kekayaan. Demikian pula
karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan, maka pengertian kerugian seharusnya adalah berkurangnyatidak
diperolehnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatanyang melanggar hukum oleh pihak yang lain.
Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen, baik berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa dapat didasarkan pada
beberapa ketentuan yang telah diuraikan dalam bab III UUPK tentang tanggung jawab pelaku usaha tehadap konsumen., yang secara garis besarnya didasarkan
pada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melanggar
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.