28
BAB III PENELITIAN SENDIRI
LATAR BELAKANG
Infeksi bakteri dipercaya sebagai salah satu pencetus eksaserbasi yang sangat penting. Hurst et al. bahkan mendapati 76 eksaserbasi
disebabkan oleh bakteri, namun bagaimana sesungguhnya peran infeksi bakteri menimbulkan gejala eksaserbasi masih kontroversi. Hal ini
disebabkan karena pada pasien PPOK stabil juga sudah terdapat kolonisasi bakteri, sehingga sulit menentukan apakah bakteri yang
ditemukan merupakan kolonisasi atau penyebab eksaserbasi.
34-36
Bakteri tersering pada eksaserbasi adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Selain
itu terdapat pula Pseudomonas aeruginosa, Klebsiela spp,
Staphylococcus. aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp.
1
Pseudomonas aeruginosa tampaknya memegang peranan penting pada saat eksaserbasi, karena beberapa laporan menunjukkan outcome
yang buruk dan mortalitas yang tinggi sehubungan infeksi bakteri ini.
5
Lin dkk. mendapati kuman ini sebagai kuman terbanyak ke-2 setelah
Klebsiella pneumonia dan sebagian besar ditemukan pada PPOK derajat berat di Taiwan.
5
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya hubungan jenis kuman dengan derajat obstruksi PPOK, dimana dilaporkan kuman
Pseudomonas aeruginosa dan kuman Gram negatif lainnya cenderung lebih sering ditemukan pada PPOK dengan derajat obstruksi berat ,
sedangkan Streptococcus sp. Dan kuman Gram positif lainnya sering ditemukan pada PPOK derajat obstruksi lebih ringan.
24
Pemeriksaan sputum sering digunakan untuk mencari etiologi infeksi saluran napas bawah, karena mudah dan murah. Namun banyak ahli
menganggap nilai diagnostiknya rendah akibat kontaminasi kuman orofarofaring. Sehingga dikembangkanlah berbagai teknik untuk
meningkatkan kualitas sputum, agar dapat menggambarkan kuman pada saluran napas bawah. Bartlett dan Murray-Washington membuat skor
Universitas Sumatera Utara
29
kriteria untuk meningkatkan validitas sputum layak kultur dengan menilai dan menghitung jumlah sel epitel dan netrofil.
32
Cara lain dengan teknik pencucian sputum, kultur kuantitatif, dan lain-lain.
31
Mengingat pentingnya Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi, maka kami merasa perlu dilakukan penelitian mengenai
peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi akut di ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP. H.Adam Malik Medan dan
hubungannya dengan derajat keparahan PPOK. Penelitian ini memakai sputum ekspektorasi sebagai sampel, yang
disaring dengan Kriteria Bartlett untuk menentukan kelayakan sampelnya. Dilakukan penilaian hubungan jenis kuman dengan fungsi paru dan tipe
eksaserbasi.
PERUMUSAN MASALAH
• Bagaimana peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi akut di ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP.
H.Adam Malik Medan? • Apakah Pseudomonas aeruginosa lebih sering ditemukan pada
PPOK derajat berat yang mengalami eksaserbasi ?
HIPOTESIS:
Pseudomonas aeruginosa lebih sering ditemukan pada PPOK derajat berat VEP1VEP1 pred 50 yang mengalami eksaserbasi.
TUJUAN Tujuan Umum
Mengetahui pola kuman pada PPOK eksaserbasi akut dan antibiotika yang masih sensitif sesuai hasil uji sensitivitas.
Tujuan Khusus
- Mengetahui peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi akut dan hubungan Pseudomonas aeruginosa dengan
Universitas Sumatera Utara
30
PPOK derajat berat. - Mengetahui distribusi Pseudomonas aeruginosa terhadap tipe
eksaserbasi.
MANFAAT PENELITIAN
Dengan diketahuinya pola kuman dan peranan Pseudomonas aeruginosa pada saat eksaserbasi, diharapkan dapat memberikan
antibiotika yang lebih rasional, khususnya pada kasus-kasus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa.
KERANGKA KONSEP
METODOLOGI PENELITIAN
a. Rancangan penelitian: penelitian dilakukan secara potong
lintang yang bersifat deskriptif analitik. b.
Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di bangsal RSUP. H. Adam Malik Medan
yang memenuhi kriteria inklusi mulai Agustus 2009 - selesai. c.
Subjek penelitian Penderita PPOK eksaserbasi yang berobat jalan dan rawat inap
di RSUP. H. Adam Malik di Medan. d.
Kriteria inklusi:
i. Penderita PPOK eksaserbasi.
ii. Berusia di atas 40 tahun.
PPOK
Eksaserbasi
Th Antibiotik empiris
Th antibiotik definitif
Kultur sputum dan uji sensitivitas
Universitas Sumatera Utara
31
iii.
Bersedia ikut dalam penelitian. e.
Kriteria eksklusi:
i. Pasien Immunocompromised penderita HIVAIDS
ii.
Pemakaian antibiotika sebelumnya
iii. Menderita Tuberkulosis paru, pneumonia
iv. Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya.
v. Penderita dengan penurunan kesadaran dan
pemakaian ventilator. f.
Kriteria drop out:
i. Tidak mengikuti prosedur protokol penelitian.
ii.
Penderita meminta berhenti dan tidak meneruskan penelitian.
g. Penelitian ini dilakukan setelah ada persetujuan komite etik riset
FK USU h. Besar sampel
Rumus : n=Z
2
p 1-p d
2
Keterangan: n
: besar sampel Z
2 :
1,96 pada interval IK Æ95
p : prevalensi yang diperkirakan
Æ0,50
13,14,21
1-p : 1-prevalensi
d
2
: kesalahan maksimum yang masih ditolerir Æ0,15
n=1,96
2
x 0,50 1-0,50 0,15
2
n= 42,6= 43 orang
Universitas Sumatera Utara
32
KERANGKA OPERASIONAL
DEFINISI OPERASIONAL
a. Penderita PPOK eksaserbasi adalah subyek yang ditegakkan sebagai PPOK melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks dan
spirometri yang memenuhi kriteria Anthonisen, yaitu
6
: i. Meningkatnya sesak nafas
ii. Meningkatnya purulensi sputum iii. Meningkatnya volume sputum
b. Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari paru-paru, bronkus dan trakea. Pada infeksi sal. nafas bawah sputum dapat berbentuk
cair sampai purulen, berwarna putih, abu-abu atau kuning kehijauan. Subyek perlu batuk untuk memdorong sputum dari paru-paru, bronkus
dan trakea ke mulut dan mengeluarkan ke wadah penampung sputum ekspektorasi spontan.
30
c. Cara pengambilan sputum umumnya di pagi hari, saat bangun tidur subyek mengeluarkan sputum yang diakumulasi sejak semalam. Bila
diperlukan dapat dipakai sputum sewaktu. Langkah-langkah pengambilan spesimen sebagai berikut
34
: -Dilakukan perawatan mulut kumur-kumur dengan air.
-Pasien diminta berdiri tegak atau duduk tegak. -Pasien diminta untuk menarik napas dalam 2-3 kali
kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang
Pasien PPOK eksaserbasi sesuai
kriteria inklusi
Foto toraks Kultur sputum dan uji sensitivitas
Bukan PPOK dikeluarkan
PPOK Uji bronkodilator
Diambil sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett
Diambil sebagai sampel penelitian
Universitas Sumatera Utara
33
kuat berulangkali sampai sputum keluar. -Sputum ditampung langsung di dalam wadah penampung,
dengan cara mendekatkan wadah ke mulut. Amati keadaan sputum. Sputum yang berkualitas baik akan tampak kental
purulen dengan volume cukup 3-5 ml. -Tutup wadah penampung dan dibawa ke laboratorium
Mikrobiologi FK USU RSUP HAM secepatnya untuk diperiksa.
Spesimen harus sudah tiba di laboratorium dalam waktu 1 jam. Jika hal ini tidak dapat dilaksanakan, spesimen harus disimpan dalam
lemari es 2-8
o
C. Pengiriman sputum dilakukan dalam cool box 2- 8
o
C kecuali jika waktu pengiriman kurang dari 1 jam.
34
d. Kriteria Bartlett
32
: hapusan sputum diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran
kecil x 10, jumlah sel PMN dan epitel skuamous dihitung tiap lapangan pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang.
PMN: 10lpb nilai 0, 10-25lpb nilai +1, 25lpb nilai +2, beserta mukus nilai +1.
Epitel: 10-25lpb nilai -1, 25lpb nilai -2. Skor total 0 atau negatif menggambarkan terjadi inflamasi atau kontaminasi orofaring sehingga
spesimen tidak layak kultur. e. Kultur sputum merupakan pembiakan kuman dengan menggunakan
media tempat pembiakan.
27
f. Media
kultur yang dipakai
33
:
• media agar darah : media kultur yang lazim dipakai untuk bakteri aerob, pengeraman dilakukan selama 24 jam pada 37
C.
• media coklat agar : media kultur khusus untuk bakteri- bakteri tertentu seperti Moraxella catarrhalis dan
Hemophillus influenzae, media dimasukkan ke dalam candle jar CO
2
,5-10, dieramkan 37°C,18-24 jam.
• Mannitol Salt Agar : media untuk menanam kuman Gram +.
Universitas Sumatera Utara
34
• McConkey Agar : media untuk menanam kuman Gram -
g. Pola kuman merupakan gambaran kuman yang paling sering muncul.
35
h. Uji sensitivitas adalah tes untuk mengetahui kuman yang masih sensitif terhadap suatu antibiotika.
36
Dilaporkan dengan tiga kategori, yaitu:
sensitif, intermediate, resisten, berdasarkan besarnya diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram antibiotik, yang diukur dari
cakram sepanjang daerah yang terlihat bersih clear zone. Nilainya berbeda-beda untuk tiap jenis antibiotik, sehingga akhirnya
diinterpretasikan sebagai sensitif, intermediate atau resisten berpedoman pada Clinical and Laboratory Standard Institute yang
dipakai di Departemen Mikrobiologi FK-USURSUP.H. Adam Malik Medan.
36
Antibiotik yang digunakan pada uji sensitivitas ini tercantum pada Tabel 3 lihat lampiran 6.
i. Uji bronkodilator
37
i. Dilakukan dengan pemeriksaan spirometri Chest Graph HI-701
ii. Pasien sebelumnya tidak boleh menggunakan obat- obatan bronkodilator selama 6 jam untuk bronkodilator
yang kerja singkat, dan 12 jam untuk bronkodilator kerja panjang, dan 24 jam untuk teofilin yang lepas lambat.
iii. Dilakukan pengukuran VEP
1
sebelum pemakaian bronkodilator.
iv. Kemudian diberikan 400 μg bronkodilator β
2
agonis kerja singkat melalui Metered-Dose Inhaler dalam hal ini
dengan memakai fenoterol. v. Dilakukan pengukuran setelah 10-15 menit pemberian
inhalasi bronkodilator. vi. Bila didapati peningkatan kurang dari 12 atau kurang
dari 200 ml paska bronkodilator dibandingkan dengan hasil pre bronkodilator, maka dipastikan didapati adanya
hambatan aliran udara yang bersifat nonreversibel.
Universitas Sumatera Utara
35
j. Derajat keparahan penderita PPOK ditentukan dengan klasifikasi menurut kriteria GOLD 2007, seperti terlihat
pada tabel 4 berikut ini : k.
Tabel 4. Kasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri.
Derajat PPOK Hasil pemeriksaan spirometri Post
bronkhodilator
I : RINGAN VEP
1
KVP 0,70 VEP
1
KVP 80 pred II : SEDANG
VEP
1
KVP 0,70 50 VEP
1
KVP 80 pred III : BERAT
VEP
1
KVP 0,70 30 VEP
1
KVP 50 pred IV : SANGAT BERAT
VEP
1
KVP 0,70 VEP
1
30 pred atau VEP
1
50 pred + gagal nafas kronik
VEP
1
: Volume Ekspirasi Paksa satu detik; KVP: Kapasitas Vital Paksa; Gagal nafas: Tekanan Oksigen Parsial Arteri PaO
2
kurang 8,0 kPa 60mmHg dengan atau tanpa Tekanan Karbondioksida Parsial Arteri PaCO
2
6,7 kPa 50 mmHg saat bernafas pada ketinggian rata-rata air.
Dikutip dari 1
k. Derajat keparahan penderita secara klinis ditentukan dengan klasifikasi dari Anthonisen seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria klinis PPOK eksaserbasi
Tipe eksaserbasi
Karakteristik Tipe I
eksaserbasi berat
Sesak nafas bertambah, volume sputum meningkat dan sputum menjadi purulen
Tipe II eksaserbasi
sedang Dijumpai 2 dari gejala di atas
Tipe III eksaserbasi
ringan Dijumpai satu gejala di atas ditambah infeksi saluran nafas atas
lebbih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi, atau peningkatan frekuensi pernafasan 20
baseline atau frekuensi nadi 20 baseline Dikutip dari 7
Universitas Sumatera Utara
36
Alur Penelitian
Seluruh subyek penelitian yang selama ini menderita PPOK , saat ini diduga mengalami PPOK eksaserbasi dilakukan:
1. Anamnesis meliputi keluhan utama, riwayat paparan asap rokok atau merokok, jumlah rokok per hari, dan lama merokok. Riwayat
serangan sehingga subyek pernah masuk rumah sakit karena sesak nafas, riwayat penyakit lainnya, riwayat pemakaian obat-
obatan. 2. Foto toraks untuk menyingkirkan tuberkulosis dan pneumonia.
3. Pemeriksaan fisik, meliputi tanda vital, tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh IMT, pemeriksaan sistem; khususnya sistem
pernafasan. 4. Pengambilan sampel sputum. Kultur sputum dan uji sensitivitas:
a. Untuk setiap sampel sputum ekspektorasi yang diperoleh dibuat hapusan Gram untuk melihat kuman Gram positif atau
negatif, dan menghitung jumlah sel epitel dan PMN sesuai Kriteria Bartlett.
b. Sampel yang memenuhi Kriteria Bartlett, kemudian di bagi 2: i. Satu bagian di tanam pada media agar darah.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37
C dan keesokan harinya ada pertumbuhan koloni dilanjutkan identifikasi jenis kuman berdasarkan
pengecatan Gram. Bakteri gram positif akan diteruskan dengan MSA Mannitol Salt Agar
sedangkan gram negatif akan dibiakkan lagi pada media MacConkey dan dilakukan pemeriksaan
biokimia. Selanjutnya dilakukan identifikasi kuman. ii. Satu bagian lagi ditanam pada coklat agar
Ædimasukkan ke dalam candle jar CO2,5-10, dieramkan 37°C,18-24 jam. Identifikasi dibuat dengan
pewarnaan Gram, morfologi koloni, tes biokimia. c. Setelah identifikasi kuman dilakukan uji kepekaan bakteri
Universitas Sumatera Utara
37
terhadap antibiotik dengan metode difusi cakram. 6. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah rutin.
7. Diagnostik PPOK ditentukan dengan uji bronkodilator, kemudian dilakukan penilaian derajat keparahan PPOK sesuai dengan GOLD
2007.
Pengolahan Data
Seluruh data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diedit menggunakan program excel 2007, diberi kode untuk mempermudah pengelompokan
data dan membaca hasil. Disajikan sebagai mean, dan simpangan baku memakai software SPSS Statistical Product and Science Service versi
15.0. Analisa deskriptif untuk melihat gambaran karakteristik penderita meliputi umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, riwayat merokok,
indeks Brinkman, tipe eksaserbasi, derajat PPOK, kadar hemoglobin, lekosit, pendidikan, dan pekerjaan. Untuk melihat hubungan parameter
fungsi paru dengan pola kuman dipakai uji one way analysis of variance ANOVA. Untuk melihat hubungan pola kuman dengan derajat keparahan
PPOK VEP1VEP pred 50 atau VEP1VEP pred ≥ 50 digunakan
uji chi-square. Hasil dianggap bermakna bila p ≤ 0,05.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB IV HASIL PENELITIAN