menopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen Kakkar et al., 2007
2.1.2.5 Senium Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca menopause
lanjut sampai usia 65 tahun Baziad, 2002.
2.1.3 Fisiologi menopause
Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon-hormon
hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia, jumlah
folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 folikel, yang disebabkan oleh adanya
proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-
menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai jumlah
yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan hormon yaitu terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik dan pada akhirnya
terjadi oligomenore Burger, 2005. Perubahan-perubahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat
proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya
proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak
mampu menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid Goodman, 2011.
Bila pembentukan estrogen turun sampai tingkat kritis, estrogen tidak dapat lagi menghambat pembentukan FSH dan LH yang cukup untuk
menyebabkan siklus ovulasi. Akibatnya, FSH dan LH terutama FSH setelah itu dihasilkan dalam jumlah besar dan tetap. Dari kedua gonadotropin itu yang paling
tinggi peningkatannya adalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause adalah 30- 40mIuml Guyton, 2002.
2.1.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause
Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalahestradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pulaestron yang berasal
dari konversi androstenedion di jaringan perifer.Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara40-80 pgml, pada pertengahan fase
folikuler berkisar antara 60-100pgml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pgml dan padafase luteal berkisar antara 100-200 pgml. Kadar rata-rata
estradiol selamasiklus haid normal adalah 80 pgml sedangkankadar estron berkisar antara 40-400 pgml Baziad, 2002.
Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovariummulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhentimemproduksi
estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovariumuntuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH.Terdapat peningkatan 10-20
kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipatpada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelahmenopause. Peningkatan kadar FSH dan LH adalah
bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan inimulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogenoleh ovarium baru
tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause Goodman et al., 2011. Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan
dengan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklushaidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal darikonversi androgen adrenal di
hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, danjaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungandengan berat badan wanita. Kadar estradiol sirkulasi
setelahmenopause adalah sekitar 10-20 pg mL, yang sebagian besar berasaldari konversi perifer dari estrone. Kadar estrone sirkulasi padawanita menopause lebih
tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg mL. Rata-ratatingkat produksi estrogen pascamenopause adalah sekitar 45μg24jam. Rasio androgen estrogen berubah
drastissetelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen,dan terjadinya hirsutisme ringan adalah umum, yang mencerminkanpergeseran yang
bermakna dalam rasio hormon Baziad, 2002. Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron.Setelah
menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar 1,5 dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besarandrostenedion menopause ini berasal dari
kelenjar adrenal, denganhanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipunandrostenedion
adalah steroid
utama yang
disekresi oleh
ovariumpascamenopause. Dehydroepiandrosterone DHEA dan sulfat- nyaDHAS, yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam denganpenuaan,
dalam satu dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHA menurun sampai 70
dan kadar DHAS menurun sampai 74 dibandingkan kadar dalam masa reproduksi Speroff, 2005.
Produksi testosteron menurun sekitar 25 setelah menopause,tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebihbanyak testosterone
dibandingkan dengan ovarium pada masapremoenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahunpertama periode pascamenopause . Dengan
hilangnya folikel danestrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yangtersisa ke level peningkatan sekresi testosteron. Supresi
gonadotropindengan pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin –
releasinghormone GnRH pada wanita pascamenopause menghasilkanpenurunan yang signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi,yang menunjukkan
ovarium menopause
tergantung gonadotropin.
Kadar androstenedion
sirkulasipascamenopause awal menurun sekitar 62 dari kehidupan dewasa muda Jameson, 2006.
Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukurdalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate DHAS dandehydroepiandrosterone DHA
sirkulasi, sedangkan kadarandrostenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopausetetap relatif konstan Speroff, 2005.
Gambar 2.1. Perubahan hormonal pada masa menopause Sumber: Burger et al., 2005
Tabel 2.1. Kadar hormon pada masa menopause
Hormon Premenopause
Postmenopause Estradiol
40-400 pgml 10-20 pgml
Estrone 30-200 pgml
30-70 pgml Testosterone
20-80 ngml 15-70 ngml
Androstenedione 60-300 ngml
30-150 ngml Sumber: Goodman, et al., 2011
2.1.5 Gejala menopause
Ketika akan menopause, terjadi perubahan-perubahan pada tubuh yang dapat menimbulkan keluhan-keluhan pada wanita menopause. Gejala awal yang
terjadi pada masa menopauseadalah menstruasi menjadi tidak teratur, cairan haid menjadi semakin sedikit atau semakin banyak, hot flushes yang kadang-kadang
menyebabkan insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemah. Gangguan seksual perubahan libido dan disparenia. Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi,
frekwensi, nyeri saat berkemih, infeksi saluran kemih, dan inkontinensiaShimp Smith, 2004.
Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait dengan penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen dalam masa
klimakterik yaitu: 2.1.5.1Perubahan pola haid
Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90 wanita perimenopause akan mengalami perubahan
dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas Shifren, 2007.
Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah lonjakan estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan
korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak teratur Shifren, 2007. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan
dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi, kemudian menjadi lebih
sedikit Nirmala, 2003. Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal
selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan mengharuskan dokter
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk
menegakkan diagnosis, terutamauntuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau
riwayat infertilitas Takasihaeng, 2010. 2.1.5.2. Keluhan vasomotor
Gejala vasomotor mempengaruhi sampai 75 wanita perimenopause. Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah menopause pada sebagian
besar wanita, namun dapat terus sampai 10 tahun atau lebih wanita lainnya. Hot flashes adalah alasan utama mengapa perempuan mencari perawatan saat
menopause dan permintaan akan pengobatan terapi hormonal. Banyak wanita yang melaporkan kesulitan berkonsentrasi dan terjadinya ketidakstabilan
emosional selama masa transisi menopause. Insiden penyakit tiroid meningkat seiring dengan pertmbahan usia wanita, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus
dilakukan jika dijumpai gejala vasomotor yang khas atau resisten terhadap terapi yang diberikan Shifren, 2007.
Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flushes masih belum sepenuhnya dipahami. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai di hipotalamus,
mendorong peningkatan suhu inti tubuh, tingkat metabolisme, dan suhu kulit. Hal ini mengakibatkan reaksi ini dalam terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat
pada beberapa wanita. Peristiwa sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau aktivasi dopaminergik Bachmann, 2007.
2.1.5.3 Atrofi urogenital Produksi estrogen yang sangat rendah pada usia menopause akhir, atau
bertahun-tahun setelah ovarektomi, atrofi permukaan mukosa vagina akan terjadi,
yang disertai dengan vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Atrofi genitourinari menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas hidup.
Uretritis dengan disuria, inkontinensia urgensi, dan frekuensi urinarius adalah hasil lebih lanjut dari penipisan mukosa, dalam hal ini, dari uretra dan kandung
kemih Baziad, 2002. Kehilangan estrogen menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan
adiposa, dan kemampuan untuk menahan air, sehingga dinding vagina menyusut, rugae akan merata dan menghilang. Epitel permukaan akan kehilangan lapisan
luar yang berserat dan kemudian menipis ke beberapa lapisan sel, dan berkurangnya rasio antara sel superfisial dan sel basal. Akibatnya, permukaan
vagina rentan terhadap perdarahan dengan trauma minimal. Pembuluh darah di dinding vagina berkurang dan sekresi dari kelenjar sebaceous berkurang. pH
menjadi lebih alkali yang menyebabkan rentan terhadap infeksi oleh patogen urogenital dan fekal. Dispareunia yang kadang-kadang disertai dengan perdarahan
pascakoitus, adalah konsekuensi dari berkurangnya lubrikasi vagina Speroff et al., 2005.
2.1.5.4 Efek Psikologi Kestabilan emosi selama masa perimenopause dapat terganggu oleh pola
tidur yang buruk. Hot flushes memiliki dampak yang merugikan pada kualitas tidur. Terapi estrogen meningkatkan kualitas tidur, mengurangi waktu onset tidur
dan meningkatkan waktu tidur rapideye movement REM Nirmala, 2003. Gangguan mood sering terjadi pada wanita menopause. Dalam penelitian
SWAN Amerika, prevalensi perubahan mood meningkat dari premenopause ke
perimenopause awal, dari sekitar 10 menjadi sekitar 16,5 . Ada tiga kemungkinan:
penurunan estrogen
saat menopause
mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur mood, mood dipengaruhi oleh gejala vasomotor
dan mood dipengaruhi oleh perubahan hidup yang umumnya lazim disekitar masa menopause Browell, 2011.
2.1.5.5 Gangguan fungsi seksual Banyak wanita menopause mengalami disfungsi seksual , meskipun
insidensi danetiologi yang tepat masih belum diketahui. Disfungsi seksual meliputi gangguan pada dorongan dan terjadinya bangkitan seksual. Etiologi
disfungsi seksualdisebabkan oleh banyak faktor, termasuk masalah psikologis sepertidepresi atau gangguan kecemasan , konflik dalam hubungan , masalahyang
berkaitan dengan penyimpangan seksual, penggunaan obat, ataumasalah fisik yang membuat aktivitas seksual menjadi tidak nyaman, seperti endometriosis atau
atrofi vaginitis . Latihan khusus sering dilakukan di bawahbimbingan seorang terapi seks, membantu banyak perempuan danpasangan dengan disfungsi seksual.
Terapi androgen mungkin memiliki peran dalam pengobatandisfungsi seksual pada wanita menopause yang memiliki tingkat androgen rendah dan tidak ada
penyebab lain yang dapat diidentifikasi terhadapmasalah seksual Goodman et al.,
2011.
2.1.5.6 Gejala somatik Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause adalah
lain; sakit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut
umum terjadi dan bersifat fisiologis. Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan edukasi dan pemberian dukungan harus dilakukan pada awal timbulnya
gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan
tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup Baziad, 2002. 2.1.6.7 Osteoporosis
Osteoporosisatau menurunnya kepadatan tulang, dialami sekitar 30 juta wanita di Amerika Serikat, atau sekitar 55 dari wanita diatas usia 50 tahun.
Faktor risiko terhadap terjadinya osteoporosis antara lain usia, ras Asia atau Kaukasia, riwayat keluarga, kerangka tubuh kecil, riwayat fraktur sebelumnya,
menopause dini, dan ooforektomi sebelumnya. Faktor risiko yang lain termasuk penurunan asupan kalsium dan vitamin D, merokok, dan gaya hidup. Kondisi
medis yang terkait dengan peningkatan risiko osteoporosis meliputi anovulasi selama masa reproduksi misalnya, sekunder untuk latihan berlebih atau gangguan
makan, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, penyakit ginjal kronis, dan penyakit yang memerlukan penggunaan kortikosteroid sistemikShifren, 2007.
Osteoporosis ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan microarchitectural jaringan tulang, yang menyebabkan peningkatan kerapuhan
tulang dan peningkatan resiko terjadinya patah tulang bahkan dengan sedikit atau tanpa trauma. Ketika kadar estrogen menurun, remodeling tulang meningkat.
Setiap unit remodeling dimulai oleh pelepasan osteoklas diikuti oleh pengisian osteoblast. Estrogen memelihara keseimbangan antara aktivitas osteoklastik dan
osteoblastik, dengan tidak adanya estrogen, aktivitas osteoklastik mendominasi, yang berakibat pada resorbsi tulang Sperrof, 2005.
2.1.5.8 Kelainan kardiovaskular Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian pada
wanita, terhitung sekitar 45 dari angka mortalitas. Faktor risiko terjadinya
kelainan kardiovaskular adalah usia, riwayat keluarga, merokok, obesitas, gaya hidup, diabetes, hipertensi, dan hiperkolesterolemia Baziad, 2002.
Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mgdL
risiko akan menurun sampai 50. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit
jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi estrogen
adalah pada kadar lipid serum Kakkar et al., 2007.
2.2 Hormone Replacement Therapy HRT