43
Gambar 4.3 Peserta SBC mulai tampil di jalan Slamet Riyadi
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta Dampak terhadap pariwisata dan perekonomian kota Solo sangat
besar. Penyediaan paket tour wisata dari biro perjalanan, penginapan yang selalu penuh ketika SBC dihelat dan publikasi wisata kota Solo yang kian
luas. Bahkan, pedagang kaki lima pun merasakan berkah dengan larisnya dagangan yang ia jajakan.
4.1.2. Kereta Kencana World Music Festival
Keterkaitan antara event Kereta Kencana World Music Festival KWF dengan slogan “Solo, The Spirit Of Java” yaitu bahwa Kota Solo
merupakan sumber seni budaya, khususnya musik ethnic. Dalam pelaksanaan event Kereta Kencana World Music Festival KWF para
musisi Kota Solo yang mengusung musik tradisional Kota Solo seperti keroncong, kerawitan dan lain sebagainya berusaha memperkenalkan
kepada para musisi dunia. Sehingga dengan adanya event Kereta Kencana World Music Festival KWF dapat mendukung adanya program “Solo,
The Spirit Of Java” yang berusaha memperkenalkan kota Solo melalui
seni musik tradisional kepada dunia internasional. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan peserta Kereta
Kencana World Music Festival KWF yang menyatakan bahwa:
9
9
Hasil Wawancara dengan Peserta SIEM, tanggal 12 Agustus 2014.
44 “Dalam event Kereta Kencana World Music Festival KWF
tersebut, para musisi local Kota Solo juga ikut memeriahkan dengan menampilkan seni musik tradisional Kota Solo, seperti
keroncong dan kerawitan”. Berawal mula dari Solo International Ethic Music, pertama kali
diselenggarakan di kota Solo pada tahun 2007. Pencetus event Solo International Ethic Music tersebut adalah Dinas Pariwisata Kota Surakarta
yang disetujui oleh Pemerintah Kota Surakarta dan menjadi agenda tahunan. Acara yang masuk dalam calender event pemerintah kota
Surakarta ini rutin diadakan dua tahun sekali. Berbagai musisi dari Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan lokal Indonesia seperti Gilang
Ramadhan, Syaharani, Banda Naira, Reza Artamevia, Viki Sianipar dan lain-lain telah tampil untuk memeriahkan SIEM Festival ini.
Namun sejak tahun 2012 Event Solo International Ethic Music berubah nama dengan nama Kereta Kencana World Music Festival.
Seperti yang diungkapkan oleh Bambang Sutejo : “Perubahan konsep dan nama acara itu tujuannya agar lebih
fleksibel, baik dari sisi pemilihan tempat penyelenggaraan maupun jenis musik yang ditampilkan. Kami tidak ingin festival ini dibatasi
oleh administrasi kewilayahan, dalam arti festival ini bisa
diselenggarakan di manapun, tak hanya di Solo”. Mengenai fleksibelitas dari sisi jenis musik, Bambang Sutejo
mengakui kata ethnic juga sengaja dihilangkan sehingga diharapkan semua jenis music bisa ikut serta dalam festival itu. Dalam perkembangannya,
acara KWF Festival yang sukses digelar dari tahun ke tahun ini bukan hanya ajang untuk menampilkan karya etnik masing-masing, tetapi juga
merupakan forum kreatif untuk saling berbagi dan berkreasi antar musisi. Dari acara ini kita semua tahu bahwa alat musik etnik dan perkusi apabila
dipadukan dengan irama yang tepat akan menghasilkan sebuah karya yang menakjubkan.
Berikut merupakan dokumentasi dalam kegiatan KWFSIEM Festival yang diselenggarakan di Kota Solo.
45
Gambar 4.4. Penampil Kereta Kencana World Music Festival dari lokal Indonesia
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
Gambar 4.5. Penampil dari Afrika dengan alat musik etnik negaranya
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta Pemerintah Kota Surakarta sebagai mitra KWF mendorong dan
memfasilitasi agar tetap hadir di tengah-tengah masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai salah satu strategi Solo City Branding, Pemerintah
Kota menaruh harapan kepada KWF. Beban tidak ringan bagi KWF, di satu pihak mengemban fungsi sebagai ajang capaian prestasi para musisi
etnik dari berbagai latar belakang kultural, dan di lain pihak menjadi salah satu strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Solo dan
sekitarnya. Event Kereta Kencana World Music Festival merupakan salah satu
bukti nyata tentang keberhasilan strategi komunikasi city branding yang mampu membawa nama Kota Solo ke kancah internasional. Event Kereta
Kencana World Music Festival menegaskan brand Kota Solo sebagai seni
46 budaya. Strategi komunikasi City branding melalui Event Kereta Kencana
World Music Festival merupakan penegasan perwujudan visi dan identitas suatu kota yaitu Solo Kota Seni Budaya.
Identitas kota Solo sebagai Kota Seni Budaya diperkuat dengan menonjolkan salah satu unsur kebudayaan, yaitu kesenian sebagai
landasan untuk menjadikan Solo Kota Festival. Agar hal ini dapat terlaksana Pemkot Solo telah melaksanakan berbagai festival-festival seni
budaya yang besar. Bahkan hampir disetiap eventnya Pemkot Solo selalu melibatkan dan mengundang delegasi asing untuk terlibat dan ikut ambil
bagian. Hal ini dilakukan agar masyarakat internasional pun mengakui Solo sebagai Kota Festival dan hal ini dapat menguntungkan karena dapat
menjadi salah satu nilai jual kota Solo dalam bidang pariwisata. Melalui aneka kegiatan yang dilakukan dalam Event Kereta
Kencana World Music Festival dapat meningkatkan minat masyarakat luas dan generasi muda untuk lebih mengenal kebudayaan. Salah satunya
melalui kegiatan Event Kereta Kencana World Music Festival yang tidak hanya bertaraf nasional tetapi internasional sebagai upaya Pemkot Solo
untuk melakukan city branding “Solo Kota Festival Seni Budaya”.
Citra kota memiliki kekuatan dalam membentuk merk untuk sebuah kota, mempengaruhi bahkan membentuk kota itu sendiri, dan merk
yang melekat pada kota sangat bergantung pada identitas kota. Setiap kota akan memiliki identitasnya seperti halnya sebuah mata uang dengan dua
sisinya, bahwa pembangunan fisik sebuah kota tidak terlepas dari masyarakat dan budaya yang dimiliki. Membangun fisik city pada
dasarnya adalah membangun roh dan jiwa masyarakatnya. Kota yang berhasil membangun identitas yang kuat tidak hanya dari segi fisik tetapi
juga kehidupan sosial masyarakatnya. Apabila
Pemkot Solo menciptakan identitas “Solo Kota Festival Seni Budaya” dan “Solo Kota Budaya” maka hal ini dapat menjadi
keuntungan besar. Seperti yang telah di tulis, keuntungan ini berupa masyarakat luas baik nasional maupun international mengenal kota Solo
47 sebagai kota tempat tujuan wisata budaya. Budaya yang disuguhkan di sini
bukan saja hanya dengan kebudayaan kearifan lokal yaitu budaya jawa, akan tetapi juga kebudayaan secara global. Hal ini ditujukan dengan cita
cita “Solo Kota Festival Seni Budaya” dengan arti kota Solo dijadikan pusat Festival Seni dan kebudayaan dunia. Serta “Solo Kota Budaya” yang
menjadi local identity bagi masyarakat Solo, untuk menjaga kebudayaan asli leluhur sehingga tidak terdesak oleh budaya-budaya luar yang masuk
melalui festival-festival seni budaya yang ditampilkan dengan mengundang banyak budayawan dan seniman nasional bahkan
internasional. Tempat dimana kota Solo dapat menjadi tempat berkumpulnya
kebudayaan-kebudayaan yang dapat melebur secara harmonis dan dijaga bersama-sama demi lestarinya budaya-budaya di dunia. Hal ini tentunya
harus tetap sesuai dengan nilai-nilai identitas kebudayaan lokal yaitu Budaya Jawa sebagai pusatnya. Di samping itu, kota juga dapat menjadi
sebuah simbol kualitas yang dapat menyakinkan pengunjung, kualitas yang dapat merepresentasikan kepribadian pengunjungnya
yang ditunjukkan melalui tampilan-tampilan yang disampaikan oleh merk
sebuah kota. 4.1.3
Solo Eco Cultural City
Keterkaitan event Solo Eco Cultural City dengan slogan “Solo, The
Spirit Of Java” yaitu sebuah konsep pengembangan kota dengan menggabungkan karakter budaya dan lingkungan serta nuansa budaya
dengan kota berwawasan lingkungan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakatnya secara berkelanjutan. Sikap Menghargai
Keindahan, Perilaku hidup sehat serta Tidak membuang sampah sembarangan sebagai latar motif keterlibatan masyarakat di dalamnya,
sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Dinas Tata Kota Solo, yaitu bahwa:
10
10
Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Tata Kota Solo pada tanggal 14 Febuari 2015.
48 ”Salah satu bentuk konsep ke depan adalah membangun kota
dalam kebun dengan sebanyak mungkin penghijauan di ruang- ruang kosong dan meminimalisasi kesan pada bangunan di Kota.
Dengan demikian, Surakarta sebagai kota budaya sebagaimana city branding yang telah digagas pemerintah kota akan dapat berjalan
seiring sejalan dengan harapan semua orang.” Solo Eco Cultural City bermula dari gagasan Joko Widodo selaku
Walikota Solo pada tahun 2010. Visi “Solo Eco Cultural City” yang dicanangkan sejak tahun 2010 menjadi nilai daya jual brand image dan
daya tarik seluruh media massa dalam mengawasi perkembangan Kota Solo. “Solo Eco Cultural City” yaitu merupakan pembangunan kota yang
menggabungkan nuansa budaya dengan kota berwawasan lingkungan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakatnya secara
berkelanjutan. Penataan kota Surakarta secara keseluruhan dengan konsep eco-
cultural city, sebuah konsep pengembangan kota dengan menggabungkan karakter budaya dan lingkungan. Salah satu bentuk konsep ke depan
adalah membangun “kota dalam kebun” dengan sebanyak mungkin penghijauan di ruang-ruang kosong dan meminimalisasi kesan panas
dengan menutup belantara tembokbeton dengan pohon dan tanaman rindang.
11
Sehingga dalam jangka panjang, konsep “kota dalam hutan” akan terwujud, sehingga akan tercipta sebuah lingkungan kota yang sejuk
dan asri. Revitalisasi taman kota terkait dalam upaya Pemerintah Kota untuk
menjadikan Solo sebagai Kota Hijau Green City dan kota Bunga Flower City dimana kota ini akan tumbuh tanaman pelindung atau tanaman bunga
yang indah, sementara di kampung-kampung diproyeksikan bertumbuhan tanaman buah.
12
Jenis tanaman pelindung yang dikembangkan kali ini memiliki masa tumbuh sangat cepat dan belum banyak dikembangkan di
daerah lain, yakni jenis eucalyptus. Penataan kawasan sabuk hijau dan
11
Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Tata Kota Solo pada tanggal 14 Febuari 2015.
12
Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Tata Kota Solo pada tanggal 14 Febuari 2015.
49 upaya penghijauan kota memang menjadi titik tolak pengembangan kota
hijau yang berbudaya. Artinya bahwa pengembangan konsep eco-cultural city merupakan salah satu strategi penggabungan konsep pengembangan
antara budaya dan lingkungan sebagai ikon baru Kota Surakarta. Dengan demikian, Surakarta sebagai kota budaya sebagaimana city branding yang
telah digagas pemerintah kota akan dapat berjalan seiring sejalan dengan harapan semua orang.
Selain pembuatan hutan kota, konsep Eco Budaya juga diwujudkan dengan pagar hijau baik di instansi pemerintah maupun swasta serta rumah
warga.
13
Sebagai contoh penggantian pagar beton menjadi pagar hijau yang dilaksanakan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan bulan Juni lalu.
Lalu juga
dilaksanakan Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan Disperindag, Dinas Koperasi dan UKM, serta Kantor Pemadam
Kebakaran. Pembangunan pagar hijau ini telah dimulai dari bulan Juni 2010.
Gambar 4.6. Penataan Taman Kota di Depan Kantor DPRD
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
13
Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Tata Kota Solo pada tanggal 14 Febuari 2015.
50
Gambar 4.7. Penataan Taman Kota di Depan PDAM
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
Gambar 4.8. Penataan Taman Kota di Depan Kantor Pemadam Kebakaran
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta Hutan kota didefinisikan oleh Peraturan Menteri Kehutanan nomor
P.03MENHUT-V2004 sebagai suatu hamparan lahan yang menjadi tempat tumbuhnya pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah
perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang http:www.knpisolo.
comartikelpohon-dan-identitas-kota-32.html, diakses
tanggal 14
November 2014. Gagasan kota di dalam kebun disebut lebih maju karena lokasi penanamannya dilakukan di manapun, tidak hanya memanfaatkan
sedikitnya 10 persen dari total keseluruhan luas wilayah. Namun dilakukan di lokasi yang lebih luas. Lokasi yang diatur oleh menteri kehutanan tetap
menjadi wilayah yang wajib dijadikan sebagai lokasi hijau. Namun pada
51 prinsipnya setiap jengkal tanah termasuk pagar bangunan sekalipun juga
dimanfaatkan sebagai daerah hijau. Di tahun pertama sejak pencanangannya, walikota meminta agar
kawasan perkantoran menjadi pelopor untuk mengubah dari pagar tembok permanen ke pagar hidup. Ide pembuatan pagar dengan pohon hidup
sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Bahkan sampai sekarang masih bisa ditemui di desa-desa. Pagar hidup memang menampilkan suasana yang
lebih bersahabat, ramah dan terkesan asri. Namun pagar hidup baru awal dari penciptaan kesan hijau dari sebuah kota sebagai target awal
implementasi kota di tengah kebun. Gagasan Eco Cultural City pada dasarnya menyentuh dua isu besar
yaitu isu pengembangan berperspektif ekologis untuk pertumbuhan kota dan pengembangan kota dengan perspektif kultural. Dalam periode
pertama pemeritahan Jokowi-Rudy menitikberatkan penguatan tradisi. Terutama penguatan konsep “Solo Masa Lalu adalah Solo Masa Kini. Di
periode kedua ini, Jokowi-Rudy nampaknya menggabungkan isu tradisi akan semakin dimantapkan dengan menambahi unsur ekologis
http:www.knpisolo.comartikelpohon-dan-identitas-kota-32.html, diakses tanggal 14 November 2014.
Peraturan Menteri Kehutanan cukup tegas terkait pohon apa saja yang
direkomendasikan untuk
ditanam. Jenis
tanaman yang
direkomendasikan didominasi oleh tanaman pohon hutan, serta disesuaikan dengan bentuk dan tipe penghijauan kota. Salah satu pohon
yang direkomendasikan oleh peraturan menteri kehutanan adalah pohon- pohon langka dan menjadi pohon unggulan setempat.
Sejarah pertumbuhan Kota Solo cukup dekat dengan aneka tetumbuhan. Nama Solo sendiri yang berasal dari nama tokoh Solo yaitu
Ki Gede Sala sesungguhnya juga merupakan nama pohon legendaris yaitu pohon sala Couroupita guianensis. Pohon sala saat ini termasuk salah
satu pohon langka. Pohon sala dikenal juga sebagai pohon body, pohon yang digunakan Siddhartha Gautama untuk bermeditasi. Keberadaannya di
52 Kota Solo hanya bisa ditemui di beberapa lokasi. Salah satunya bisa kita
lihat di halaman Balaikota Solo. Beberapa daerah di Kota Solo juga ditandai dengan penamaan
sesuai nama pohon, seperti Warung Pelem, Pasar Nongko, Kleco, Miri, Salam, Sekar Pace dan beberapa lagi yang menunjukkan identitas Kota
Solo juga
dibentuk oleh
berbagai macam
tetumbuhan http:www.knpisolo.comartikelpohon-dan-identitas-kota-32.html,
diakses tanggal 14 November 2014. Sekali merengkuh dua pulau terlampau. Ada baiknya jika penanaman pohon untuk menjadikan Solo di
tengah kebun juga mengusung misi pelestarian pohon langka atau pelestarian plasma nutfah. Pohon yang dikategorikan pohon langka di
antaranya Sawo Kecik Manilkara kauki yang sering merupakan alih-alih dari penyebutan sarwo becik, Buah Kepel Stelechocarpus burahol pohon
kegemaran putri keraton, ketapang, kenari, asem, kantil dan lain sebagainya. Dengan demikian menanam pohon bukan hanya menjadikan
segala sesuatunya lebih teduh, namun akan menjaga agar pohon khas yang menjadi identitas Kota Solo tidak hilang.
Mengembalikan keberadaan pohon pada tempat tumbuhnya hingga dikenal dengan penyebutan nama daerah, barangkali juga layak dilakukan
untuk memperkuat pencitraan kota. Meskipun nampaknya cukup sulit juga untuk dilakukan karena tidak semua pohon-pohon tersebut sesuai dengan
kriteria jenis pohon sebagai hutan kota. Selain itu, sejumlah sekolah dijadikan pilot project pembentukan pagar hijau dalam rangka
mewujudkan program Walikota Solo, Joko Widodo, untuk menjadikan Kota Solo sebagai kota hijau. Sekolah-sekolah tersebut yakni SDN
Cemara 2, SMKN 4, SMKN 5, SMKN 6, SMKN 7, dan SMAN 7. Di SMAN 4 kini telah dimulai penanaman bambu kuning di depan pagar
sekolah dan tanaman rambat di sepanjang pagar sekolah. Sekretaris Musyawarah Kerja Kepala Sekolah MKKS tingkat
SMA, Edy Pudiyanto juga mengatakan bahwa pihaknya telah menghimbau seluruh SMA di Solo untuk memulai penanaman pohon pada
53 pagar-pagar sekolah. Biaya pembuatan tanamannya juga tidak mahal,
untuk SMAN 4 sendiri, butuh dana sekitar Rp 2 juta untuk membeli tanaman sekaligus pupuknya. Ada sekitar 125 batang bambu taman yang
telah ditanam. Rencananya, pagar tidak akan dirobohkan. Banyak keuntungan dari adanya pagar hidup. Selain mendapatkan pengamanan
berlapis, tembok tidak perlu dicat dan tidak ada corat-coret.
14
Secara geografis letak kota Solo sangat strategis dan merupakan titik persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai daerah
tujuan dan bangkitan pergerakan. Sebagai pusat WP VIII Kota Solo mempunyai tingkat pertumbuhan kota yang sangat pesat yang dapat dilihat
dan pertumbuhan ekonomi dan sistem aktivitas kota sentra pertumbuhan fisik kota. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi melebihi persentase
pentumbuhan penduduk akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang ditandai dengan semakin tingginya pendapatan perkapita
masyarakat. Sarana dan prasarana transportasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, tentunya dengan tuntutan bahwa
fasilitas transportasi dengan segala pendukungnya haruslah terjangkau dan segala arah. Disamping itu pertumbuhan sektor transportasi yang tinggi
akan rnerangsang peningkatan pembangunan ekonomi, karena diantara keduanya mempunyai hubungan kausal yang positif.
Kota Solo dibawah kepemimpinan Walikota Joko Widodo menapak maju untuk meningkatkan pamor dan mempercantik wajah kota.
Berbagai kebijakan pembangunan wilayah kota diberbagai sektor terus digalakkan. Salah satunya yang paling nampak adalah penataan kota
melalui pengadaan pembangunan taman kota sebagai sarana ruang publik public space bagi masyarakat. Adapun pembangunan public space
tersebut diantaranya renovasi dan pembangunan Taman Monumen 45 Banjarsari, Taman Balekambang, Taman Tirtonadi, Taman Sekartaji
14
Hasil Wawancara dengan Bapak Edy Pudiyanto selaku Sekretaris Musyawarah Kerja Kepala Sekolah MKKS tingkat SMA, tanggal 16 Oktober 2014.
54 maupun taman-taman lain di wilayah Kota Solo.
15
Hal ini merupakan bentuk pembenahan penataan kota untuk memberikan penambahan ruang
sosial bagi masyarakat Kota Solo pasca keberhasilan penataan Pedagang Kaki Lima khususnya di kawasan Banjarsari.
Gambar 4.8. Gambar Taman Monumen 45 Banjarsari
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
Gambar 4.9. Gambar Taman Balekambang
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
Gambar 4.10. Gambar Taman Air Tirtonadi
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta
15
https:taufikzk.wordpress.compage6, diakses tanggal 16 November 2015.
55
Gambar 4.11. Gambar Taman Sekartaji
Sumber Data: Dinas Pariwisata Kota Surakarta Pembangunan wilayah Kota tentunya harus mendasarkan kepada
UU No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang Kota yang didalamnya mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan Tata Ruang Wilayah Kota.
Demikian pula Kota Solo dalam pembangunan bebarapa ruang publik selama ini tentu wajib mengacu kepada regulasi tersebut. Salah satu acuan
penting dalam regulasi penataan ruang tersebut mensyaratkan bahwa pembangunan kota haruslah mengikutsertakan peran masyarakat atau lebih
dikenal dengan sebutan “pembangunan yang partisipatif”. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Partoyo selaku Penarik
Becak di daerah Gilingan mengatakan bahwa:
16
”Selama ada program pembangunan taman kota, setiap penarik becak juga harus mendukungnya mbak, misalnya kita tidak boleh
ngetem sembarangan, terus becak yang kita miliki harus tertata rapi, sehingga sesuai dengan program pemerintah untuk
mewujudkan kota Sol
o yang Berseri, yaitu bersih rapi indah”. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Suparno selaku
masyarakat di wilayah Kadipiro Kota Surakarta mengatakan bahwa:
17
16
Hasil Wawancara dengan Bapak Partoyo selaku Penarik Becak di daerah Gilingan Solo, tanggal 22 Maret 2015.
17
Hasil Wawancara dengan Bapak Suparno selaku masyarakat di wilayah Kadipiro Kota Surakarta, Tanggal 22 Maret 2015.
56 “Adanya program Solo Eco Culture memang perlu didukung
oleh masyarakat secara menyeluruh, sebagai contoh di wilayah kami juga memiliki program penghijauan dan pembuatan taman
di wilayah RW kami. Di tingkat kelurahan setiap tahun juga diadakan lomba kebersihan yang pesertanya adalah masing-
masing RW di wilayah Kelurahan Kadipiro. Jadi semua masyarakat sangat mendukung sekali program pemerintah
tentang Solo Eco Culture.”
4.1.4. SIPA Solo International Performing Art