PERBANDINGAN DOSIS TOKSIK ANTARA PEMBERIAN AMOKSISILIN GENERIK BERLOGO DENGAN GENERIK BERMEREK TERHADAP AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM KATALASE PADA HATI TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN DOSIS TOKSIK ANTARA PEMBERIAN

AMOKSISILIN GENERIK BERLOGO DENGAN GENERIK BERMEREK TERHADAP AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM KATALASE PADA HATI

TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley Oleh:

NICO ALDRIN AVESINA

Amoksisilin merupakan antibiotik yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena obat ini sangat murah dan mudah didapat, namun banyak masyarakat membelinya tanpa resep dari dokter. Amoksisilin adalah obat yang dimetabolisme dihati, sehingga sering dikaitkan dengan peristiwa merugikan bagi hati. Efek pemberian amoksisilin salah satunya dapat dilihat dari aktivitas enzim katalase di hati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efek pemberian obat generik berlogo dan obat generik bermerek amoksisilin dosis toksik terhadap aktivitas enzim katalase dan mengidentifikasi amoksisilin yang memberikan efek toksik maksimum dan minimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel berjumlah 27 hewan coba yang dibagi menjadi 9 kelompok dengan 3 kelompok kontrol dan 6 kelompok perlakuan. Sampel hati diukur aktivitas katalase spesifiknya. Kemudian dilakukan uji statistik dengan one way ANOVA untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut.

Hasil penelitian menunjukan rerata aktivitas spesifik katalase hati kelompok yaitu kelompok kontrol (KN=0.0039U/mg, KA=0.0019U/mg, KB=0.0018U/mg), kelompok generik berlogo (A1=0.0024U/mg, A2=0.0020U/mg, A3=0.0016U/mg), dan kelompok generik bermerek (B1=0.0018U/mg, B2=0.0017U/mg dan B3=0.0014U/mg).

Kesimpulan dari penelitian ini terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara amoksisilin generik berlogo dan amoksisilin generik bermerek, dan obat generik bermerek dengan dosis tertinggi memiliki aktivitas katalase spesifik terendah dan amoksisilin generik berlogo dosis terendah memiliki aktivitas katalase spesifik tertinggi.


(2)

ABSTRACT

COMPARISON OF TOXIC DOSE ADMINISTRATION OF GENERIC AMOXICILLIN AND BRANDED AMOXICILLIN TOWARD CATALASE

ACTIVITY SPESIFIC ENZYME OF RAT LIVER (Rattus norvegicus) Sprague dawley STRAINS

By:

NICO ALDRIN AVESINA

Amoxicillin is an antibiotics that widely used by Indonesian society because of it is affordable and easy to obtain, although many people buy it without prescription. Amoxicillin is metabolized in the liver, so often associated by adverse events to the liver. One of the effects amoxicillin administration is seen from the liver catalase activity. The sole purpose of this study is to know the difference between the effect of toxic dose generic and branded amoxicillin administration toward catalase enzyme activity and to identify which gives maximum and minimum toxic effect in terms of catalase enzyme activity. This is an experimental study. Samples numbered 27 experimental animals divided into 9 groups, with 3 control groups and 6 treatment groups. Activity catalase spesific be measured from liver samples. Then performed a one way ANOVA statistical test to determine the correlation of two variables.

Result showed the mean liver catalase specific activity, that is control groups

(KN=0.0039U/mg, KA=0.0019U/mg, KB=0.0018U/mg), generic groups

(A1=0.0024U/mg, A2=0.0020U/mg, A3=0.0016U/mg), and branded groups (B1=0.0018U/mg, B2=0.0017U/mg dan B3=0.0014U/mg).

The conclusion of this study, there is significant difference statistically between generic amoxicillin with branded amoxicillin, and the highest dose of branded amoxicillin has the lowest liver catalase spesific activity and the lowest dose of generic amoxicillin have the highest liver catalase specific activity.


(3)

TERHADAP AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM KATALASE PADA HATI TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

Oleh:

NICO ALDRIN AVESINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

(5)

(6)

(7)

Untuk Keluarga ZDTNC Tercinta,

yang selalu menemani,

mendukung, dan mendoakan untuk

keberhasilanku.

IKHTIAR DAN TAWAKAL

“Orang

-orang yang beriman dan mengerjakan

kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan

tempat kembali yang lebih baik”


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 13 Juli 1994 sebagai anak kedua dari Bapak Dr. sc. H. Zainal Nur Arifin, Dipl.-Ing. HTL, M.T. dan Hj. Kusumani Dewi Panji Haryati, S.E.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kemala Bhayangkari 18, Jakarta Barat. Pendidikan sekolah dasar (SD) di SD Negeri 03, Jakarta Barat pada tahun 2000-2002 dan dilanjutkan di SD Negeri 02 Cibubur, Jakarta Timur dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) di SMP Negeri 147 Jakarta Timur yang diselesaikan pada tahun 2009, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di SMA Negeri 14 Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2012.

Tahun 2012, terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina Fk Unila, dan PMPATD Pakis Rescue Team.


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Perbandingan Dosis Toksik Antara Pemberian Amoksisilin Generik Berlogo dengan Generik Bermerek terhadap Aktivitas Spesifik Enzim

Katalase pada Hati Tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Dr. dr. Muhartono, S. Ked., M.Kes., Sp.PA. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. Dr. dr. Asep Sukohar, M. Kes. selaku pembimbing pertama atas kesediannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(10)

4. dr. Tiwuk Susantiningsih, M. Biomed. selaku pembimbing kedua atas kesediannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Evi Kurniawaty, M. Sc. selaku pembahas atas kesdiaannya untuk ilmu, saran-saran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. dr. Susianti, M. Sc. selaku pembimbing akademik atas semua bimbingan,

saran dan nasehat selama perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi. 7. Bapak (Dr. sc. H. Zainal Nur Arifin, Dipl.-Ing. HTL, M.T.) dan Ibu (Hj.

Kusumani Dewi Panji Haryati, S.E.) tercinta yang selalu memberikan mendukung, membantu, membimbing, mendoakan, dan memotivasi untuk saya menjadi lebih baik.

8. Kakak (dr. Tiffano Taufan Firdaus) dan Adik (Clarissa Maharani Putri) tercinta yang juga telah menghibur, membantu, mendoakan, dan memotivasi hingga saat ini.

9. Seluruh staf Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan motivasi dalam menjalani pendidikan kedokteran. 10.Kepala laboratorium biokimia dan biomolekuler Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah membantu pengambilan data penelitian: Nuriah, A.md.

11.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah membantu dalam penyelenggaraan seminar proposal hingga ujian skripsi.

12.Keluarga Besar Nurhendy dan Soemarno, terima kasih banyak untuk semua dukungan, hiburan dan nasehat hingga saat ini.


(11)

Andika Yusuf Ramadhan, Ade Marantika, Airi Firdausia Kudsi, Dyah Kartika Utami, dan Fetiara Nur Anisa;

14.Sahabat-sahabat lainnya yang telah memberikan semangat, dukungan, dan canda tawa dalam menyelesaikan skripsi: Intan Siti Hulaima, Septina Ashariani, Zygawindi Nur Hidayati, dan Muhammad Farrash Hadyan; 15.Sahabat-sahabat “bugenk” yang terus membantu, mendoakan dan

memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi: Fairuz Rabbaniyah, Desti Nurul Q, Farida Hakim, Ferina Nur Haqiqi, Gheavani Legowo, Hani Zahiyyah, Hanifah Rahmania, Idzni Mardhiyah, Nindriya Kurniandari, dan Ratna Agustina;

16.Sahabat-sahabat “GP” lainnya yang telah memberikan semangat, dukungan, dan canda tawa dalam menyelesaikan skripsi: Adietya Bima, Alexander Dicky, Bobi Kurnia, Ivani Ridwan, Luqmanul Hakim, M. Ridho Anshori, Radian Pandhika, dan Karina Nelova;

17.Sahabat-sahabat “babons” yang terus membantu, mendoakan, dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi: Aulia Rahma N, Indriasari Nurul P, Nani Indah, Radita Prasetyani, Ratu Balqis A, Seffia Riandini, Silvia Marischa, Suci Widya P, Yvonne, dan Zahra Zettira; 18.Sahabat-sahabatku lainnya yang telah membantu saat penelitian,

memberikan semangat dan doa: Agam Anggoro, Andrian Prasetya, Andrian Rivanda, Guntur Sulistiyo, M. Syahrezki, Restiko Maleo F, Galih Prasetyo,


(12)

Giovani Martin, Singgih Suhananto, Asoly Giovanno, Anasthasia F, dan Stefani Gista Luvika;

19.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah berjuang bersama dan memotivasi satu sama lain dari awal mulai masuk kedokteran hingga sekarang dan seterusnya.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Amoksisilin ... 6

2.1.1. Pengertian Amoksisilin ... 6

2.1.2. Amoksisilin Generik Berlogo ... 6

2.1.3. Amoksisilin Generik Bermerek ... 7

2.1.4. Farmakokinetik ... 8

2.1.5. Farmakodinamik ... 10

2.1.6. Toksikologi ... 11

2.2. Hati ... 12

2.2.1. Fisiologi Hati ... 12

2.2.2. Hepatotoksisitas ... 13

2.3. Oksidan dan Antioksidan ... 15

2.3.1. Stress Oksidatif ... 15

2.3.2. Oksidan ... 16

2.3.3. Antioksidan ... 17

2.4. Hewan Coba ... 19

2.5. Kerangka Teori ... 20


(14)

ii

2.7. Hipotesis ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi Penelitian ... 25

3.3.1. Populasi ... 25

3.3.1.1.Kriteria Inklusi ... 26

3.3.1.2.Kriteria Eksklusi ... 26

3.3.1.3.Kriteria Drop Out ... 26

3.3.2. Besar Sampel ... 26

3.4. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.4.1. Alat Penelitian ... 29

3.4.2. Bahan Penelitian ... 29

3.5. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3.5.1. Variabel Penelitian ... 29

3.5.2. Definisi Operasional Variabel ... 30

3.6. Cara Kerja ... 31

3.6.1. Aklimatisasi Hewan Coba ... 31

3.6.2. Perhitungan Dosis ... 32

3.6.3. Perlakuan Induksi dengan Amoksisilin ... 33

3.6.4. Terminasi dan Penyimpanan ... 34

3.6.5. Pembuatan Homogenat Sampel ... 34

3.6.6. Penentuan Kinetik Katalase ... 35

3.6.7. Penentuan Kurva Standar Protein ... 36

3.6.8. Penentuan Konsentrasi Protein Hati ... 36

3.6.9. Penentuan Aktivitas Katalase ... 36

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 37

3.8. Diagram Alir ... 39

3.9. Etika Penelitian ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Hasil Penelitian ... 41

4.1.1. Hasil Uji Pendahuluan ... 41

4.1.2. Hasil Uji Lanjutan ... 44

4.2. Pembahasan ... 47

4.2.1. Uji Pendahuluan ... 47

4.2.2. Uji Lanjutan ... 49

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1. Simpulan ... 57

5.2. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Definisi operasional variabel ... 30 Tabel 2. Rerata aktivitas katalase spesifik pada jaringan hati ... 45


(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Etik Penelitian 2. Tabel Dummy

3. Kurva Standar Protein 4. Tabel Hasil Uji Pendahuluan 5. Tabel Hasil Uji Lanjutan 6. Uji Statistik


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori ... 23

Gambar 2. Bagan hubungan antar variabel ... 24

Gambar 3. Diagram alir... 39


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Menteri Kesehatan RI, 2006). Obat-obat yang beredar di pasaran/masyarakat beragam jenis dan harganya, dari obat generik yang murah sampai dengan obat bermerek yang mahal harganya.

Obat generik adalah salinan (dari obat yang disetujui, innovator/ produk dagang) yang sama dengan obat generik bermerek, dalam dosis, keselamatan, kekuatan, daya absorbsi, kualitas, performa, dan tujuan penggunaan. Obat generik lebih murah karena pembuatan generik tidak memiliki harga investasi dari pengembangan obat baru. Obat generik bermerek adalah produk inovator/original yang telah mengalami dan melewati tes teliti dan terlibat evaluasi dalam pengembangan produk obat (Rohilla et al., 2011).


(19)

Amoksisilin adalah antibiotik spektrum luas, secara farmakologi antibiotik beta-laktam aktif efektif melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik merupakan salah satu jenis obat yang sering diresepkan untuk mengobati infeksi bakteri dan beberapa infeksi oleh parasit tertentu. Amoksisilin (amoxicillin) merupakan antibiotik yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena obat ini sangat murah dan mudah didapat di apotik maupun toko yang menjual obat, namun banyak masyarakat membelinya tanpa resep dari dokter. (Ramos et al., 2012). Ampisilin dan amoksisilin menyebabkan kerusakan hati dengan insidensi 0,3/10.000 peresepan, dan ketika amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat insidensi kerusakan hati meningkat menjadi 1.7/10.000 peresepan (Murray

et al., 2008).

Hepatotoksisitas obat adalah penyebab utama dari gagal hati akut di amerika serikat (Chang dan Schiano, 2007). Drug-induced liver injury (DILI) didefinisikan sebagai cedera hati dikarenakan oleh berbagai obat yang menyebabkan kelainan dalam pemeriksaan hati atau disfungsi hati dengan alasan eksklusi dari etiologi lain (Suk dan Kim, 2012). Pemberian amoksisilin kepada penderita fungsi hati perlu diperhatikan untuk mencegah hepatotoksisitas karena metabolisme obat ini didominasi di hati, sehingga apabila terjadi kesalahan pemberian dosis maka dapat mengakibatkan kerusakan sel hati. Obat yang metabolismenya sebagian besar di hati lebih sering dikaitkan dengan peristiwa merugikan bagi hati dibanding obat yang tidak mengalami metabolisme signifikan di hati (Fisher et al., 2015).


(20)

3

Adapun efek pemberian amoksisilin salah satunya dapat dilihat dari aktivitas enzim katalase di hati (Li et al., 2007; Łukaszewicz-Hussain dan Moniuszko-Jakoniuk, 2004; Olayinke, 2012).

Dari penjelasan di atas terkait obat amoksisilin dengan aktivitas spesifik enzim katalase hati pada hepatotoksisitas. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan efek pemberian dosis toksik obat generik dan obat generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase hati tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat menjadi fokus dari penelitian ini adalah

1.2.1 Apakah terdapat perbedaan pemberian dosis toksik antara obat amoksisilin generik berlogo dengan generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase pada hati tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley?

1.2.2 Manakah yang memberikan efek toksik maksimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase?

1.2.3 Manakah yang memberikan efek toksik minimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase?


(21)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Mengetahui perbedaan efek pemberian dosis toksik antara obat amoksisilin generik berlogo dengan obat generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase pada hati tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley.

1.3.2 Mengidentifikasi amoksisilin yang memberikan efek toksik maksimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase.

1.3.3 Mengidentifikasi amoksisilin yang memberikan efek toksik minimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

1.4.1.1Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

1.4.1.2Menambah pengetahuan mengenai perbedaan efek pemberian obat generik berlogo dan obat generik bermerek amoksisilin dosis toksik terhadap aktivitas enzim katalase hati tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley.

1.4.1.3Mendapatakn pengalaman dalam melakukan penelitian dan agar dapat melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.


(22)

5

1.4.2 Bagi Instansi

1.4.2.1Sebagai sumber pengetahuan dan referensi mahasiswa lain untuk melanjutkan penelitian terkait perbedaan efek pemberian obat generik dan obat generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase pada hati.

1.4.3 Bagi Masyarakat

1.4.3.1Mengetahui perbedaan efek antara obat generik dengan obat generik bermerek.

1.4.3.2Mengetahui perbedaan efek antara amoksisilin generik dan amoksisilin bermerek terhadap enzim katalase pada hati. 1.4.3.3Menambah wawasan dalam memilih antibiotik yang


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Amoksisilin

2.1.1 Pengertian Amoksisilin

Amoksisilin memiliki nama lain D(-)-a-amino-p-hydroxybenzylpenicillin, amoksisilin atau amoksisiline. Rumus kimia amoksisilin adalah (2S,5R, 6R)-6[[(2R)-2-Amino-2-(4- hydroxyphenyl)acetyl]amino]-3,3-dimetyl-7oxo-4-thia-1-aza-bicyclo[3.2.0] heptane-2-carboxylic acid (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2014; Moffat et al., 2004). Amoksisilin termasuk antibiotik spektrum luas yang sering diresepkan pada anak untuk pengobatan pneumonia dan penyakit lain, termasuk infeksi bakteri pada telinga, sinus, tenggorokan, saluran kemih, kulit, abdomen dan darah. Amoksisilin diformulasikan dalam kapsul konvesional, tablet, bubuk untuk suspensi oral, dan tablet dispersibel (UNICEF, 2013).

2.1.2 Amoksisilin Generik Berlogo

Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang


(24)

7

dikandungnya (Menteri Kesehatan RI, 2010). Obat generik memiliki kesamaan daftar nama referensi obat dengan berhubungan pada kondisi penggunaan, bahan aktif, rute administrasi, bentuk dosis, kekuatan, keselamatan, karakteristik performa dan labeling (Rohilla

et al., 2011).

Obat generik harus sama tujuan penggunaan dengan produk pelopor yang menyediakan prototipe. Terkadang obat generik memiliki warna, rasa, dan bahan aktif berbeda dan juga tidak terlihat sama satu merek dengan yang lainnya karena merek dagang. Obat generik juga telah melalui ulasan ilmiah yang ketat untuk memastikan keamanan dan kemanjuran, tetapi ada banyak kesalahpahaman tentang kualitas, efektivitas, durasi tindakan, dan khasiat mengenai produk obat generik (Rohilla et al., 2011).

2.1.3 Amoksisilin Generik Bermerek

Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Menteri Kesehatan RI, 2010). Obat generik bermerek adalah produk inovator/pelopor yang mengalami dan melewati tes teliti dan terlibat evaluasi dalam pengembangan produk obat. Obat generik bermerek/inovator lebih mahal dibanding obat generik (Rohilla et al., 2011).


(25)

Obat generik bermerek dasarnya produk obat generik dan dipasarkan oleh perusahaan farmasi dibawah nama merek yang popular dan terkenal dalam perdagangan (Rohilla et al., 2011). Contoh nama dagang amoksisilin antara lain amolin, amopenixin, amoxa, amoxycillin, amoxypen, sumox, piramox, amoxil, amoxican (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2014).

2.1.4 Farmakokinetik

Absorpsi dari amoksisilin tidak terganggu oleh makanan. Amoksisilin berikatan dengan protein dalam plasma sekitar 20% dan diekskresi dalam bentuk aktif didalam urin (Brunton et al., 2008; Harvey et al., 2009).

Amoksisilin memiliki kegunaan klinik yang luas tidak hanya karena sebagai antibakteri spektrum luas tetapi juga karena bioavailability

yang tinggi (70-90%) dengan kadar puncak pada plasma terjadi dengan waktu 1–2 jam dan dosisnya tergantung, umumnya 1,5–3 kali lebih besar dibanding ampisillin setelah dosis oral. Amoksisilin terdistribusi pada banyak jaringan termasuk hati, paru, prostat, otot, empedu, asites, cairan pleura dan sinovial dan cairan okular, terakumulasi dalam cairan amnion dan melewati plasenta tapi buruk melewati sistem saraf pusat (Kaur et al., 2011).


(26)

9

Amoksisilin memiliki oral availability 93%. Amoksisilin berikatan dengan protein didalam plasma 18%. Amoksisilin diekskresikan pada urine sekitar 86% dan pembersihannya 10,8 L/h/70kg. Amoksisilin memiliki volume distribusi 19 L/70kg dan waktu paruh 1,7 jam (Katzung, 2006). Amoksisilin dapat melewati plasenta, sedikit diekskresikan pada air susu ibu (ASI) dan sedikit melewati

cerebrospinal fluid (CSF) (Adesanoye et al., 2014).

Amoksisilin generik memiliki waktu paruh absorbsi 2,25 jam, laju absorbsi (Ka) 0,308/jam, waktu paruh eliminasi 3,25 jam, laju eliminasi (K) 0,185/jam, intersep 580 mg/jam, bioavailabilitas per oral 93%, dan laju ekskresi 0,498/jam. Amoksisilin generik bermerek memiliki waktu paruh absorbs 1,75 jam, laju absorbsi (Ka) 0,396/jam, waktu paruh eliminasi 5 jam, laju eliminasi (K) 0,139/jam, intersep 320 mg/jam, bioavalabilitas amoksisilin per oral 93% dan laju ekskresi amoksisilin 0,477/jam. Perbedaan dalam farmokinetik antara obat generik dan generik bermerek dapat mempengaruhi efikasi dan keamanan pada resipien obat (Wahyudin

et al., 2010).

Hasil penelitian menunjukan dua amoksisilin generik memiliki area under curve 50,2 dan 51,9 hmg/l, konsentrasi plasma maksimal 14,1 dan 15,7 mg/l dan waktu untuk konsentrasi maksimal 2,08 dan 1,96 jam. Sedangkan amoksisilin generik bermerek memiliki area under


(27)

curve 54,9 hmg/l, konsentrasi plasma maksimal 16,1 mg/l dan waktu untuk konsentrasi maksimal 2,04 jam (Tacca et al., 2009).

2.1.5 Farmakodinamik

Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme melalui penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap penggandaan bakteri (Imoisili, 2008). Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme gram positif dibanding gram negatif, dan mendemonstrasikan efikasi lebih baik dibanding penisillin, penisillin V dan dibanding antibiotik lain dalam pengobatan penyakit atau infeksi yang beragam (Kaur et al., 2011).

Amoksisilin bekerja dengan mengikat pada ikatan penisilin protein 1A (PBP-1A) yang berlokasi didalam dinding sel bakteri. Penisillin (amoksisilin) mengasilasi penisilin-mensensitifkan transpeptidase C-terminal domain dengan membuka cincin laktam menyebabkan inaktivasi enzim, dan mencegah pembentukan hubungan silang dari dua untai peptidoglikan linier, menghambat fase tiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri, yang berguna untuk divisi sel dan bentuk sel dan proses esensial lain dan lebih mematikan dari penisillin untuk bakteri yang melibatkan mekanisme keduanya litik dan non litik (Kaur et al., 2011).


(28)

11

2.1.6 Toksikologi

Amoksisilin menunjukan efek samping sebagai reaksi hipersensitivitas seperti urtikaria, demam nyeri sendi, diare, syok anafilaksis, ruam eritematosus, leukemia limfatik kronik, dan iritasi gastrointestinal (Adesanoye et al., 2014). Studi farmacovigilance

dilakukan untuk mendokumentasikkan efek samping obat dalam program WHO untuk International Drug Monitoring (IDM) dari Januari 1988 sampai Juni 2005, database Pharmacovigilance Inter-regional Group (GIF) mengumpulkan 37,906 laporan, yang 1095 terkait dengan amoksisilin. Persentase reaksi efek samping pada kulit 82%, gastrointestinal 13%, hepatik 4%, dan hematologi 2% (Kaur et al., 2011).

Beberapa dosis amoksisilin yang umum digunakan untuk per oral yaitu 0,25–0,5 g tid untuk dosis dewasa, dan 20–40 mg/kg/hari dalam tiga dosis untuk dosis anak (Katzung, 2006). Amoksisilin memiliki toksisitas akut pada tikus, lethal dose oral pada referensi Beecham Research Laboratories untuk tikus jantan lebih besar dari 5000mg/kgBB, lethal dose oral pada referensi Hardy, Palmer dan Cozens untuk tikus jantan lebih besar dari 5500 mg/kgBB atau untuk tikus betina lebih besar dari 8200 mg/kgBB (WHO, 2012).


(29)

2.2Hati

2.2.1 Fisiologi Hati

Hati merupakan organ yang sangat penting bagi kehidupan karena melakukan berperan dalam penyusunan biokimia yang luas dan fungsi metabolik, termasuk membersihkan tubuh dari zat yang merugikan jika dibiarkan menumpuk dan mengeluarkan metabolit obat. Hati merupakan tempat pertama bagi sebagian besar nutrisi yang diserap oleh dinding usus, pasokan sebagian besar protein plasma dan mensintesis empedu yang optimal dalam penyerapan lemak serta untuk mengekskresikan cairan Hati memiliki peran dalam inaktivasi variasi substansi meliputi racun, steroid dan hormon lainnya, dan sintesis protein (Barrett et al., 2010).

Hati memiliki peran penting dalam menentukan toksisitas obat karena berperan dalam metabolisme, transportasi, dan pembersihan zat asing. Metabolisme obat dapat digambarkan melalui dua fase yaitu tahap I bioaktivasi/toksifikasi, dan tahap II reaksi detoksifikasi. Pada reaksi fase I, biotransformasi dari obat induk melibatkan penambahan dari hidroksi, karboksi, amino atau kelompok thiol fungsional yang diperlukan untuk menyelesaikan fase berikutnya dari detoksifikasi dan yang membuat senyawa lebih hidrofilik. Reaksi Fase II melibatkan konjugasi dengan substansi kecil endogen, yang selanjutnya meningkatkan hidrofilitas,


(30)

13

memungkinkan metabolit akan diekspor ke sirkulasi sinusoidal untuk pembersihan, atau ke empedu (Corsini dan Bortolini, 2013).

2.2.2 Hepatotoksisitas

Drug-induced liver injury (DILI) didefinisikan sebagai cedera hati dikarenakan oleh berbagai obat, jamu atau xenobiotika lainnya, yang menyebabkan kelainan dalam pemeriksaan hati atau disfungsi hati dengan alasan eksklusi dari etiologi lain. DILI adalah salah satu dari penyebab utama gagal hati akut di Amerika Serikat, terhitung sekitar 13% dari kasus akut gagal hati. Antimikroba dan agen untuk sistem saraf pusat adalah penyebab paling umum dari DILI dan kesehatan makanan atau suplemen makanan terhitung sekitar 7% dari kasus DILI di Amerika Serikat (Suk dan Kim, 2012).

Obat yang metabolismenya didominasi di hati lebih sering dikaitkan dengan peristiwa merugikan bagi hati dibandingkan dengan obat yang tidak mengalami metabolisme signifikan di hati (Fisher et al., 2015). Metabolisme dari xenobiotika seperti obat dapat mengarah pada biotransformasinya menjadi substansi reaktif yang mencederai sel dan kadar seluler. Obat dan xenobiotik juga dapat memberikan peningkatan radikal bebas dan spesies reaktif yang berimplikasi pada banyak kondisi dan keadaan patologi (Adesanoye et al., 2014).


(31)

Tanda klinis hepatotoksisitas dapat terprediksi atau tidak terprediksi. Reaksi terprediksi biasanya terkait dosis dan terjadi pada kebanyakan orang yang terpapar setelah beberapa rentang untuk toksisitas telah tercapai. Reaksi hepatotoksisitas tidak terprediski terjadi tanpa tanda, tidak terkait dengan dosis, dan memiliki variasi periode laten, rentang dari beberapa hari sampai 12 bulan. Banyak obat membuat pola cedera yang memiliki karakteristik biokimia, klinis, histologis, dan ciri kronologi atau kombinasinya (Navarro dan Senior, 2006).

Tiga kelas antibakterisidal seperti quinolon, aminoglikosida, dan beta-laktam menginduksi produksi Reactive Oxygen spesies (ROS) pada sel mamalia, menyebabkan kerusakan DNA, protein dan lipid. Antibiotik bakterisidal menghambat kompleks electron transport chain (ETC) mitokondria, yang mengidentifikasikan sebagai sumber major dari bentuk ROS. Gangguan pada ETC menyebabkan penurunan membran potensial mitokondria, kadar adenosin trifosfat (ATP), dan aktivitas metabolik rerata. Hal tersebut dapat menyebabkan antibiotik bakterisidal menginduksi disfungsi mitokondria (Kalghati et al., 2013).


(32)

15

2.3Oksidan dan Antioksidan 2.3.1 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang berpotensi menyebabkan kerusakan sel (Birben et al., 2012; Sies, 1997). Reactive Oxygen Species (ROS) memiliki peran penting dalam patogenesis banyak penyakit, khususnya dalam penyakit neurologik karena sistem saraf dan otak rentan terhadap stres oksidatif (Nazıroğlu, 2012).

Peningkatan stres oksidatif meningkatkan ROS yang akan meningkatkankan proses fosforilasi (Sukohar dan Muhartono, 2015). Ketika stres oksidasi terjadi, sel mencoba melawan efek oksidan dan mengembalikan keseimbangan redoks dengan aktivasi atau inaktivasi gen penyandi enzim pertahanan, faktor transkripsi dan protein struktura. Stres oksidatif berkontribusi pada banyak kondisi patologi termasuk kanker, gangguan neurologi, aterosklerosis, hipertensi, iskemia, diabetes, sindrom distres pernafasan akut, fibrosis pulmonary idiopatik, penyakit pulmonary obstruktif kronik, dan asma (Birben et al., 2012).

Reactive Oxygen spesies dapat menyebabkan modifikasi DNA dalam beberapa cara, yang melibatkan degradasi basa, pemutusan DNA untai ganda atau tunggal, modifikasi, mutasi, delesi purin, pirimidin, atau ikatan gula, dan penyilangan dengan protein.


(33)

Sebagian besar modifikasi DNA ini sangat relevan dengan karsinogen, aging, neurodegenerative, kardiovaskular, dan penyakit autoimun (Birben et al., 2012).

2.3.2 Oksidan

Oksidan adalah bentuk produk normal dari metabolisme aerobik tapi diproduksi pada kadar tinggi dibawah kondisi patofisiologi. Oksidan dapat berasal dari endogen berasal dari ROS dan eksogen berasal dari oksidan. Sumber endogen dari ROS dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu radikal bebas dan non radikal. Sumber eksogen oksidan dapat berasal dari asap rokok, paparan ozon, dan hiperoksia (Birben et al., 2012; Sies, 1997).

Reactive Oxygen spesies diproduksi dari molekul oksigen sebagai hasil metabolisme sel normal. Reactive Oxygen spesies pada konsentrasi rendah atau sedang, memiliki proses fungsi sel fisiologi, tapi pada konsentrasi tinggi, memproduksi modifikasi terbalik pada komponen sel seperti lemak, protein dan DNA (Birben et al., 2012).

Obat dapat menginduksi stres oksidatif merupakan implikasi mekanisme toksisitas dalam berbagai jaringan dan sistem organ termasuk hati, ginjal, telinga, sistem kardiovaskular dan sistem saraf. Mekanisme obat menginduksi stres oksidaktif dapat bervariasi. Metabolisme obat dapat meningkatkan reaktif rerata


(34)

17

yang dapat menurunkan oksigen molekuler secara langsung meningkatkan ROS (Deavall et al., 2012).

Amoksisilin menyebabkan peningkatan cepat ROS pada 30 menit selama terapi obat. Kadar ROS menurun secara signifikan saat 1 jam. Amoksisilin atau antibiotik lain yang biasanya dianggap tidak genotoksik memiliki potensi untuk mencederai DNA genomik kemungkinan melalui induksi intraseluler ROS (Li et al., 2007).

2.3.3 Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang ketika dalam konsentrasi rendah dibandingkan dengan subtrat teroksidasinya, secara signifikan dapat menghambat oksidasi dari substrat (Sies, 1997). Antioksidan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu enzimatik, dan nonenzimatik. Antioksidan enzimatik utama adalah SODs, katalase, dan GSH-Px. Antioksidan non enzimatik termasuk komponen dengan berat molekuler rendah seperti vitamin (vitamin C dan E), B-carotene, asam urat, dan GSH (Birben et al., 2012).

Katalase adalah salah satu enzimatik antioksidan utama (Murray dan Davis, 2009). Katalase adalah antioksidan enzimatik yang umum ditemukan pada hampir semua organisme hidup yang terpapar oksigen (Nazıroğlu, 2012). Katalase memiliki aktivitas peroksidase, dan dapat menggunakan satu molekul dari H2O2 sebagai substrat


(35)

donor elektron dan molekul lain dari H2O2 sebagai oksidan atau

penerima elektron. Katalase dapat ditemukan dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati (Murray dan Davis, 2009).

Katalase menggunakan H2O2 untuk mengoksidasi toksin termasuk

fenol, asam formik, formaldehid, dan alkohol. Katalase mungkin berperan dalam bagian dengan menekan stres oksidasi mengaktivasi aktivitas saluran potensial reseptor transien (TRP), sehingga berpotensi menekan remodelling seluler yang tidak diinginkan

(Nazıroğlu, 2012).

Katalase dapat dihambat oleh ROS seperti anion superoksida yang mengkonversi menjadi keadaan ferro dan feri yang merupakan bentuk inaktivasi dari enzim. Katalase yang menerima H2O2

umumnya dapat didetoksifikasi oleh katalase yang menghapusnya ketika pada konsentrasi tinggi (Olayinke, 2012). Peningkatan aktivitas katalase hepatik dapat dijelaskan sebagai respon dari hati terhadap tingginya kadar H2O2 (Łukaszewicz-Hussain dan


(36)

19

2.4Hewan Coba

Adapun taksonomi hewan coba yang akan digunakan adalah sebagai berikut (Suckow et al., 2006):

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Ratus

Jenis : Rattus norvegicus

Rattus norvegicus dan Mus musculus adalah yang paling sering digunakan sebagai hewan eksperimen dalam banyak bidang penelitian medis dan biologis (Suckow et al., 2006). Tikus menghindari daerah terbuka, dan menggunakan urin sebagai penanda teritorinya. Indera penciuman dan pendengarannya cepat berkembang dan sensitive pada ultrasound. Penglihatan siang hari buruk, tapi penglihatan cahaya redup lebih efektif pada beberapa galur pigmen tertentu. Tikus albino (putih) menghindari daerah dengan kadar cahaya lebih dari 25 lux. Aktivitas tikus putih lebih hebat pada waktu gelap (Aller dan Arias, 2009).

Hati pada tikus terdiri dari lobus kiri, lobus kanan dan lobus kaudatus. Lobus kiri dibagi menjadi lobus lateral kiri dan lobus medial kiri, lobus kanan dibagi menjadi lobus lateral kanan, dan lobus medial kanan, lalu lobus


(37)

kaudatus dibagi menjadi prosesus papilaris, prosesus papilaris anterior dan prosesus kaudatus (Thoolen et al., 2010). Vena porta dibentuk oleh pertemuan antara mesentrika superior dan vena splenikus. Hati tikus diperdarahi oleh dua arteri yaitu arteri hepatik proria, dan arteri hepatik sinistra (Aller dan Arias, 2009).

Hati memiliki dua perdarahan yaitu vena porta dan arteri hepatik. Hal yang mendeskripsikan untuk unit struktural yaitu lobulus hepatik, dan unit fungsional yaitu asinus hepatik. Selain hepatosit, hati memiliki berbagai tipe sel termasuk sel biliaris, sel endotel, sel kuppfer, sel stellate, sel penyimpan lemak dan sel pit selain sel hematopoetik dalam sinusoid dan pembuluh darah (Thoolen et al., 2010).

2.5Kerangka Teori

Obat generik merupakan salinan (dari obat yang disetujui, inovator/ produk dagang) yang sama dengan obat dagang, dalam dosis, keselamatan, kekuatan, absorpsi, kualitas, performa, dan tujuan penggunaan. Ada banyak kesalahpahaman tentang kualitas, efektivitas, durasi tindakan, dan khasiat mengenai produk obat generik.

Obat generik bermerek dasarnya produk obat generik dan dipasarkan oleh perusahaan farmasi dibawah nama merek yang popular dan terkenal dalam perdagangan. Pada penelitian sebelumnya terdapat perbedaan farmakokinetik antara obat generik dan generik bermerek. Perbedaan dalam


(38)

21

farmokinetik antara obat generik dan branded dapat mempengaruhi efikasi dan keamanan pada resipien obat.

Obat yang metabolismenya didominasi di hati lebih sering dikaitkan dengan peristiwa merugikan bagi hati dibanding obat yang tidak mengalami metabolisme signifikan di hati. Obat dan xenobiotik juga dapat memberikan peningkatan generasi dari radikal bebas dan spesies reaktif yang berimplikasi pada banyak kondisi dan penyakit patologi.

Obat menginduksi stres oksidatif merupakan implikasi sebagai mekanisme dari toksisitas dalam berbagai jaringan dan sistem organ termasuk hati, ginjal, telinga, dan sistem kardiovaskular dan saraf. Reactive Oxygen spesies

dapat menyebabkan modifikasi DNA dalam beberapa cara, yang melibatkan degradasi basa, pemutusan DNA untai ganda atau tunggal, modifikasi, mutasi, delesi purin, pirimidin, atau ikatan gula, dan penyilangan dengan protein.

Amoksisilin menyebabkan peningkatan cepat ROS pada 30 menit selama terapi obat. Kadar ROS menurun secara signifikan saat 1 jam. Amoksisilin atau antibiotik lain yang biasanya dianggap tidak genotoksik memiliki potensi untuk mencederai DNA genomik kemungkinan melalui induksi intraseluler ROS.


(39)

Katalase dapat ditemukan dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati. Katalase diketahui menjadi dihambat oleh ROS seperti anion superoksida yang mengkonversi menjadi keadaan ferro dan feri yang bentuk inaktivasi dari enzim. Katalase yang menerima H2O2 umumnya dapat

didetoksifikasi oleh katalase yang menghapusnya ketika pada konsentrasi tinggi.


(40)

23

Gambar 1. Kerangka teori.

Farmakokinetik

Amoksisilin generik Amoksisilin generik

bermerek

Farmakokinetik

Metabolisme di Hati

Dosis Toksik Hepatosit

Oksidasi dalam sel hati (mitokondria)

ROS Meningkat

Aktivitas Spesifik Katalase Menurun

Ketidakseimbangan antioksidan dan oksidan menyebabkan

kerusakan Sel hati

Diteliti Tidak diteliti


(41)

2.6Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2. Bagan hubungan antar variabel.

2.7Hipotesis (H1) :

2.7.1 Terdapat perbedaan efek pemberian dosis toksik antara amoksisilin generik berlogo dengan amoksisilin generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase pada hati tikus

2.7.2 Obat yang memberikan efek toksik maksimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase adalah amoksisilin generik bermerek.

2.7.3 Obat yang memberikan efek toksik minimum ditinjau dari aktivitas enzim katalase adalah amoksisilin generik berlogo.

Dosis amoksisilin Generik

Aktivitas enzim katalase Dosis amoksisilin


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Pengambilan data hanya dilakukan pada akhir penelitian setelah dilakukan perlakuan dengan membandingkan hasil kelompok yang diberikan perlakuan dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan (kontrol).

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama bulan September-Desember 2015.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah tikus (Rattus novergicus) galur

Sprague Dawley berusia 6-7 minggu dengan berat antara 100-200 gram. Sampel adalah jaringan hati tikus populasi yang telah diberikan perlakuan amoksisilin dosis toksik.


(43)

3.3.1.1Kriteria Inklusi

a) Tikus putih jantan galur Sprague dawley.

b) Sehat dan tidak memiliki kelainan anatomis (cacat). c) Berusia 6-7 minggu.

d) Memiliki berat 100-200 gram.

3.3.1.2Kriteria Eksklusi

a) Tikus sakit sebelum dilakukan penelitian. b) Tikus mati sebelum dilakukan penelitian.

3.3.1.3Kriteria Drop Out

a) Tikus mati selama diberikan perlakuan.

b) Tikus tampak sakit selama diberikan perlakuan.

3.3.2 Besar Sampel

Pada uji eksperimental rancangan acak lengkap, besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus Federer yaitu (t) (n-1) ≥ 15, (t) adalah jumlah kelompok perlakuan, (n) jumlah ulangan pada masing-masing kelompok

(t) (n-1) ≥ 15 (9) (n-1) ≥ 15 9n - 9 ≥ 15

9n ≥ 24 n ≥ 2,67


(44)

27

Berdasarkan perhitungan tersebut, dibutuhkan jumlah sampel minimal sebanyak 3 ekor tikus untuk tiap kelompok. Untuk menghindari dropout, ditambahkan 1 ekor tikus tiap kelompok sehingga jumlah sampel adalah 4 ekor tiap kelompok.

Dalam penelitian ini digunakan 36 tikus yang terbagi dalam 9 kelompok (masing masing kelompok terdiri dari 4 ekor) yaitu :

a. Kelompok kontrol negatif (kelompok PKN) adalah kelompok tikus dengan pemberian aquades 1 ml setiap hari selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

b. Kelompok kontrol positif A (kelompok PKA) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik A dengan dosis yaitu 10 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung (Adesanoye et al., 2014).

c. Kelompok kontrol positif B (kelompok PKB) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik bermerek B dengan dosis 10 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung (Adesanoye et al., 2014).

d. Kelompok perlakuan PA1 (obat A) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik dosis 102,8 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan frekuensi 3


(45)

kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

e. Kelompok perlakuan PA2 (obat A) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik dosis 205,6 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

f. Kelompok perlakuan PA3 (obat A) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik dosis 411,2 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

g. Kelompok perlakuan PB1 (obat B) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik bermerek dosis 102,8 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

h. Kelompok perlakuan PB2 (obat B) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik bermerek dosis 205,6 mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

i. Kelompok perlakuan PB3 (obat B) adalah kelompok tikus dengan pemberian amoksisilin generik bermerek dosis 411,2


(46)

29

mg/kg BB dalam 1 ml dengan aquades selama 14 hari dengan dengan frekuensi 3 kali per hari diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

3.4Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah sonde lambung, neraca analitik, mikropipet volume 0.5-10μL, 10-100 μL, 100-1000 μL, mikrotube

1.5 mL dan 2 mL, micropestle, freezer -80oC, spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 210 nm, vortex, alat sentrifugasi, kuvet kaca, alumunium foil, sarung tangan karet, alat tulis, dan alat laboratorium lain seperti gelas kimia, pipet, pinset, sendok, labu ukur, batang pengaduk, alat bedah minor, dan tabung reaksi.

3.4.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah Organ hati tikus yang diberikan perlakuan, H2O2 30%, PBS 0.05 pH 7, PBS 0.1 pH 7.4, bovine serum albumin (BSA), aquadest, amoksisilin generik bermerek, dan amoksisilin generik.

3.5Indentifikasi Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas : dosis amoksisilin generik berlogo dan bermerek. Variabel terikat : aktivitas spesifik enzim katalase jaringan hati tikus.


(47)

3.5.2 Definisi Operasional Variabel Tabel 1. Definisi operasional variabel

Variabel Definisi Skala

Dosis toksik amoksisilin generik berlogo

Ada 3 kelompok dengan pemberian dosis amoksisilin generik berlogo yang menyebabkan stres oksidatif pada jaringan hati tikus, yaitu ;

1. Kelompok kontrol A (PKA) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik A selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 10 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung (Adesanoye et al., 2014). 2. Kelompok perlakuan A-1 (PA1) adalah kelompok tikus

yang diberikan amoksisilin generik A selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 102,8 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

3. Kelompok perlakuan A-2 (PA2) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik A selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 205,6 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

4. Kelompok perlakuan A-3 (PA3) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik A selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 411,2 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

Numerik

Dosis toksik amoksisilin generik bermerek

Ada 3 kelompok dengan pemberian dosis amoksisilin generik bermerek yang menyebabkan stres oksiatif pada jaringan hati tikus yaitu :

1. Kelompok kontrol B (PKB) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik B selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 10 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung (Adesanoye et al., 2014). 2. Kelompok perlakuan B-1 (PB1) adalah kelompok tikus

yang diberikan amoksisilin generik bermerek B selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 102,8 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

3. Kelompok perlakuan B-2 (PB2) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik bermerek B selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 205,6 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

4. Kelompok perlakuan B-3 (PB3) adalah kelompok tikus yang diberikan amoksisilin generik bermerek B selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali per hari dengan dosis 411,2 mg/kg BB dalam 1 ml aquades tikus diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

Numerik

Aktivitas enzim katalase

Katalase adalah antioksidan enzimatik umum. Katalasa salah satu enzim yang dapat ditemukan di hati terutama pada peroksisom. Aktivitas spesifik katalase dihitung berdasarkan penguraian H2O2

dan O2 pada panjang gelombang 210 nm. Dekomposisi H2O2

diamati secara spektofotometri, dan pengukuran dilakukan pada pH 7,0 (Susantiningsih, 2015. Peningkatan aktivitas katalase hepatik dapat dijelaskan sebagai respon dari hati terhadap tingginya kadar ROS (Łukaszewicz-Hussain dan Moniuszko-Jakoniuk, 2004)


(48)

31

3.6Cara Kerja

Penelitian diawali dengan uji pendahuluan untuk melihat apakah dosis maksimum dapat digunakan sebagai dosis toksik. Jika dosis maksimum menunjukan kerusakan yang bermakna, maka penelitian dilanjutkan dengan menggunakan prinsip ½–1–2 kali dosis toksik dengan populasi tikus yang sama dengan pengulangan sesuai rumus frederer. Jika tidak terdapat kerusakan yang bermakna, maka 2 kali dosis maksimum akan dibuat menjadi 3 variasi kembali menggunakan prinsip ½–1–2 kali dosis toksik dengan pengulangan sesuai dengan rumus frederer dengan mengikuti prosedur dibawah ini (Arome dan Chinedu, 2014).

3.6.1 Aklimatisasi Hewan Coba

Tikus percobaan diadaptasikan selama satu minggu. Kemudian dilakukan penyeragaman cara hidup dan makanan sebelum dilakukan percobaan. Tikus diberi makanan makanan dan minuman secara ad libitum. Tikus ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembab, dan suhu kandang dijaga sekitar 250C sesuai dengan suhu ruangan. Masing-masing kelompok tikus diletakkan dalam kandang tersendiri dan dijaga sedemikian rupa sehingga tidak saling berinteraksi. Kesehatan tikus dipantau setiap hari dan berat badan tikus ditimbang setiap minggu sampai tikus diterminasi (Ratya, 2014).


(49)

3.6.2 Perhitungan Dosis

Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 jenis obat amoksisilin yaitu tipe generik dan generik bermerek yang dipilih secara acak dan terdapat di apotek di Bandar Lampung. Dosis amoksisilin yang digunakan merupakan dosis maksimum untuk manusia yaitu 1000 mg yang dikonversikan menjadi dosis toksik tikus menggunakan rumus BSA (Body Suraface Area) yang terangkum pada rumus dibawah ini (Reagan-Shaw et al., 2008).

HED (mgKg) = dosishewancoba ��hewancoba

��manusia

HED ( Human Equivalent Dose) merupakan dosis yang digunakan pada manusia. Satuan yang digunakan dalam HED berupa mg/kg BB (Reagan-Shaw et al., 2008). Berat badan yang digunakan sebagai pembagi merupakan rerata berat badan manusia yang digunakan dalam konversi HED, yaitu 60 Kg. Sehingga jumlah HED amoksisilin sebesar :

HED (mg/kg) = dosis obat / berat badan HED (mg/kg) = 1000 mg / 60 kg

HED (mg/kg) = 16,67 mg/kg

HED yang didapat dikonversikan ke dosis hewan coba menggunakan rumus BSA. Pada rumus BSA, Km berperan sebagai konstanta (Reagan-Shaw et al., 2008). Km untuk manusia dewasa normal sebesar 37 dan Km untuk hewan coba (tikus) sebesar 6. Sehingga didapat dosis hewan coba sebesar :


(50)

33

HED (mg/kg) = dosis hewan x (Km hewan coba/ Km manusia) 16,67 mg/kg = dosis hewan coba x 6/37

Dosis hewan coba = 37 x 16,67 mg/kg Dosis hewan coba = 102,79 mg/kg

Dosis yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 102,79 mg/kg dan dibulatkan menjadi 102,8 mg/kg BB. Dosis tikus dibuat menjadi 3 variasi dosis menggunakan prinsip ½-1-2 kali dosis tersebut sehingga didapatkan dosis yaitu 51,4 mg/kg BB, 102,8 mg/kg BB dan 205,6 mg/kg BB.

3.6.3 Perlakuan Induksi dengan Amoksisilin

Setelah 1 minggu aklimatisasi hewan coba atau tikus putih. Tikus diberikan perlakuan dengan amoksisilin sesuai variasi dosis kelompoknya baik amoksisilin generik berlogo maupun generik bermerek dengan dosis 102,8 mg/kgBB tikus, 205,6 mg/kgBB tikus dan 411,2 mg/kgBB tikus, masing masing dalam 1 ml dengan aquades dengan frekuensi 3 kali per hari selama 14 hari pada kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok diberikan amoksisilin secara per oral menggunakan sonde lambung. Hal tersebut bertujuan agar dosis amoksisilin yang diberikan sesuai.


(51)

3.6.4 Terminasi dan Penyimpanan

Setelah perlakuan induksi pada setiap kelompok selama 14 hari, tikus diterminasi dengan anastesi menggunakan ketamine:xylazine

dosis 75-100mg/kg : 5-10 mg/kg (perbandingan 10:1) secara Intra peritoneal, kemudian di euthanasia dengan metode cervical dislocation dan dilakukan laparotomi untuk mengambil organ hati (Leary et al., 2013).

Berat hati masing-masing tikus ditimbang dan dicatat. Hati ditempatkan ke dalam wadah steril pada suhu -4ºC dan disimpan di dalam freezer (80ºC) sampai dilakukan pembuatan homogenat. (Susantiningsih, 2015).

3.6.5 Pembuatan Homogenat Sampel

Sampel jaringan hati diambil dari upright freezer lalu dimasukkan ke dalam lemari es dengan suhu -4oC selama 1 hari. Sampel jaringan

yang telah diambil kemudian dipotong dan ditimbang sebanyak 100 mg. Homogenat dibuat dengan menambahkan PBS 0,1 M dengan PH 7.4 sebanyak 0,5 mL pada sampel dengan perbandingan sampel:PBS = 1:1 secara bertahap sambil terus dihaluskan menggunakan vortex dan micropleste. Homogenat kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Lalu supernatan dipisahkan dari pelet. Pindahkan supernatan


(52)

35

ke testube kosong dan simpan pada suhu -20OC (Susantiningsih,

2015).

3.6.6 Penentuan Kinetik Katalase

Dilakukan pengukuran absorbansi H2O2 oleh blanko dan sample

setiap menit selama 2 menit. Pengukuran absorbansi blanko dilakukan dengan memasukan 950 μl larutan H2O2 ke dalam kuvet

dengan pengenceran optimal adalah 1:4000 (Febrianti, 2009). Kemudian ditambahkan dengan 50 μl PBS 0.05 M dengan pH 7, lalu dilakukan homogenisasi dengan pengocokkan manual dan diukur serapannya pada panjang gelombang 210 nm. Pada pengukuran absorbansi sampel, 50 μL sampel ditambahkan pada 950 μL H2O2

dengan pengenceran 1:4000, untuk selanjutnya dilakukan prosedur serupa dengan pengukuran blanko. Selanjutnya penguraian H2O2,

baik oleh blanko maupun sampel didapat dengan cara mengurangkan absorbansi di awal (t1) dengan absorbansi pada menit-menit selanjutnya (menit ke-x, tx). Selisih penguraian oleh sampel dikurangkan dengan selisih penguraian H2O2 oleh blanko, kemudian

dihitung kecepatan reaksi setiap menit sehingga didapatkan waktu terbaik penguraian H2O2 oleh sampel. Kemudian hasil pengamatan

dicatat (Susantiningsih, 2015).

Seluruh sampe diukur dengan prinsip triplet (tiga kali pengukuran untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan.


(53)

3.6.7 Penentuan Kurva Standar Protein

Untuk menentukan kurva standar protein, 50 mg BSA ditimbang kemudian dilarutkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:1. Kemudian larutan BSA diencerkan dengan perbandingan 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, dan 0,8 dan diukur serapannya pada panjang gelombang 280 nm. Hasil aktivitas spesifik pengukuran dicatat dalam tabel dan dibuat kurvanya. Dari kurva tersebut dicari rumus untuk menghitung konsentrasi protein jaringan.

3.6.8 Penentuan Konsentrasi Protein Hati

Untuk menentukan konsentrasi protein pada hati, dilakukan pengukuran absorbansi homogenat yang telah diencerkan dengan PBS pada pengenceran optimal pada 1:100 (Putri, 2009). Dengan panjang gelombang 210 nm. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel. Konsentrasi protein (mg/ml) hati kemudian dihitung dengan menggunakan rumus yang didapat dari kurva standar protein. Hasil pengukuran dan penghitungan dicatat dalam bentuk tabel.

3.6.9 Penentuan Aktivitas Katalase

Katalase adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis dekomposisi H2O2 menjadi H2O dan molekul O2.

2 H2O2→H2O + O2

Dekomposisi H2O2 diamati secara spektrofotometri berdasarkan


(54)

37

Pengukuran aktivitas katalase dilakukan pada pH 7,0 karena suasana yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan hilangnya aktivitas katalase.

Perhitungan aktivitas katalase adalah sebagai berikut (Susantiningsih, 2015):

Aktivitas Katalase (U/ml)=

((ΔAbsorbansi Uji-ΔAbsorbansi Blanko)/menit x faktor pengencer) / ((molaritas H2O2) x (volume sampel yang diukur))

Hasil perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik katalase (U/mg). semua hasil dicatat dalam tabel.

Aktivitas spesifik katalase (U/mg) =

Aktivitas Katalase (U/mL) / Kadar Protein dalam Sampel (mg/mL)

3.7Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis dengan membandingkan rerata aktivitas enzim katalase antara kelompok. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk menilai apakah data yang didapat memiliki distribusi normal atau tidak. Analisis univariat yang digunakan adalah uji normalitas Shapiro-Wilk dikarenakan jumlah sampel kurang dari 50. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji parametrik One Way ANOVA apabila varians data berdistribusi normal dan homogen, namun apabila distribusi data tidak normal dan tidak homogen


(55)

dilanjutkan dengan analisis non-parametrik uji Kruskal-Wallis. Jika pada uji

One Way ANOVA memberikan hasil p<0,05 (hipotesis dianggap bermakna) maka akan dilakukan dengan analisis post-hoc LSD untuk menilai kebermaknaan antar kelompok. Apabila pada uji Kruskal-Wallis


(56)

39

3.8Diagram Alir

Gambar 3. Diagram alir Aklimatisasi Hewan

Coba

Persiapan Penelitian

Uji Pendahuluan

Perlakuan

PKN PKA PKB PA1 PA2 PA3 PB1 PB2 PB3

Terminasi, dibedah, dan diambil jaringan

hati

Penyimpanan organ

Homogenat sampel

Perhitungan Aktivitas Spesifik Katalase

Pengamatan dan analisis data


(57)

3.9Etika Penelitian

Ethical clearance untuk penelitian ini akan didapatkan dari Komisi Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan akan mengajukan ethical approval ke Komisi Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Terminasi tikus dilakukan setelah perlakuan terakhir. Tikus diterminasi dengan mengikuti prinsip 3R yaitu replacement, reduction dan refinement, dan menggunakan prinsip 5F yaitu freedom of hunger and thrist, freedom of discomfort, freedom of pain, freedom to express natural behavior dan freedom of distres.


(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat perbedaan efek pemberian dosis toksik antara obat amoksisilin generik berlogo dengan obat generik bermerek terhadap aktivitas enzim katalase pada hati tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley, yang bermakna secara stastistik yaitu kelompok A1 dengan B1.

2. Obat yang memberikan efek toksik maksimum yaitu obat generik bermerek dengan dosis 822,4 mg/kgBB, dengan hasil aktivitas katalase spesifik yaitu 0,0014 U/mg.

3. Obat yang memberikan efek toksik minimum yaitu obat generik berlogo dengan dosis 205,6 mg/kgBB, dengan hasil aktivitas katalase spesifik yaitu 0,0024 U/mg.

5.2. Saran

Saran bagi peneliti lain adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan antara aktivitas katalase spesifik hati Rattus


(59)

norvegicus yang diinduksi Amoksisilin generik berlogo dan Amoksisilin generik bermerek.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang dosis toksik pada amoksisilin. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan obat generik berlogo


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Adesanoye OA, Ifezue AOC, & Farombi EO. 2014. Influence of Chloramphenicol and Amoxicillin on Rat Liver Microsomal Enzymes and Lipid Peroxidation.

African Journal of Biomedical Research, 17(March), 135–142.

Adnyana IK, Murtini S, Roni a, & Wardani IGK. 2013. Evaluation of antibacterial activity and determination amoxicillin concentration on generic and branded products. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,

5(3), 1–5.

Aller M-A, & Arias J. 2009. Microsurgery in Liver Research. Madrid: Bentham Science.

Ameri MNAl, Nayuni N, Anil KKG, Perrett D, Tucker A, & Johnston A. 2012. The differences between the branded and generic medicines using solid dosage forms: In-vitro dissolution testing. Pharma Sciences, 2(1), 1–8.

Arome D, & Chinedu E. 2014. The importance of toxicity testing. Journal of Pharmaceutical and Biosciences, 4(2013), 146–148.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2014. Amoksisilin (pp. 1–12).

Barrett KE, Barman SM, Boitano S, & Brooks HL. 2010. Ganong’s Review of

Medical Physiology (23rd ed.). New York: McGraw-Hill’s.

Bhaskar RK. 2015. Hepatotoxicity Induced By Antibiotics In Experimental Animals. Journal of Technological Advances and Scientific Research, 1(04), 283–292.

Birben E, Sahiner UM, Sackesen C, Erzurum S, & Kalayci O. 2012. Oxidative Stress and Antioxidant Defense. World Allergy Organization Journal.

Brunton L, Parker K, Blumenthal D, & Buxton L. 2008. Manual of Pharmacology and Therapeutics. New York: McGraw-Hill Companies.

Chang CY, & Schiano TD. 2007. Review article: Drug hepatotoxicity. Alimentary Pharmacology and Therapeutics, 25(10), 1135–1151.


(61)

Toxicological Sciences, (919), 1–47.

Corsini A, & Bortolini M. 2013. Drug-induced liver injury: The role of drug metabolism and transport. Journal of Clinical Pharmacology.

Deavall DG, Martin Ea, Horner JM, & Roberts R. 2012. Drug-induced oxidative stress and toxicity. Journal of Toxicology.

Del Tacca M, Pasqualetti G, Di Paolo A, Virdis A, Massimetti G, Gori G, et al. 2009. Lack of pharmacokinetic bioequivalence between generic and branded amoxicillin formulations. A post-marketing clinical study on healthy volunteers. British Journal of Clinical Pharmacology, 68(1), 34–42.

Del Tacca M, Pasqualetti G, Gori G, Pepe P, Di Paolo A, Lastella M, et al. 2013. Comparative pharmacokinetic and pharmacodynamic evaluation of branded and generic formulations of meloxicam in healthy male volunteers.

Therapeutics and Clinical Risk Management, 9, 303–311.

Dey P, Saha MR, & Sen A. 2013. An overview on drug-induced hepatotoxicity.

Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 6(4), 1–4.

El-Sherbiny G, Taye A, & Abdel-Raheem I. 2009. Role of ursodeoxycholic acid in prevention of hepatotoxicity caused by amoxicillin-clavulanic acid in rats. Ann Hepatol, 134–140.

Febrianti S. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Jantung Tikus Putih yang Diinduksi Hipoksia Akut Berulang [Skripsi]. Universitas Indonesia.

Fisher K, Vuppalanchi R, & Saxena R. 2015. Drug-Induced Liver Injury. Archives of Pathology & Laboratory Medicine, 139(7), 876–887.

Fontana RJ, Shakil AO, Greenson JK, Boyd I, & Lee WM. 2005. Acute Liver Failur Due To Amoxicillin and Amoxicillin/Clavulanate. Digestive Diseases and Sciences, 50(10), 1785–1790.

Harvey RA, Champe PC, Finkel R, Cubeddu LX, & Clark MA. 2009.

Pharmacology (4th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hassan ZK, Elobeid Ma, Virk P, Omer Sa, ElAmin M, Daghestani MH, &

AlOlayan EM. 2012. Bisphenol A induces hepatotoxicity through oxidative stress in rat model. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 2012, 194829. Imoisili MA. 2008. Clinical Review Amoxicillin, (50813), 1–132.


(62)

Kalghati S, Spina CS, Costello JC, Liesa M, Morones-Ramirez JR., Slomovic S, et al. 2013. Bactericidal Antibiotics Induce Mitochondrial Dysfunction and Oxidative Damage in Mammalian Cells. Science Translation Medicine,

5(192).

Katzung BG. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. San Francisco: McGraw-Hill’s.

Kaur SP, Rao R, & Nanda S. 2011. Amoxicillin: A broad spectrum antibiotic.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.

Kim JS, Jang YR, Lee JW, Kim JY, Jung YK, Chung DH, et al. 2011. A case of amoxicillin-induced hepatocellular liver injury with bile-duct damage. The Korean Journal of Hepatology, 17(3), 229–32.

Leary S, Underwood W, Lilly E, Anthony R, Cartner S, Corey D, et al. 2013.

Euthanasia.

Li PY, Chang YC, Tzang BS, Chen CC, & Liu YC. 2007. Antibiotic amoxicillin induces DNA lesions in mammalian cells possibly via the reactive oxygen species. Mutation Research - Genetic Toxicology and Environmental Mutagenesis, 629(2), 133–139.

Lin, P. (2014). A Case of Amoxicillin Induced Hepatocellular Injury, 18, 3–5.

Łukaszewicz-Hussain a, & Moniuszko-Jakoniuk J. 2004. Liver catalase,

glutathione peroxidase and reductase activity, reduced glutathione and hydrogen peroxide levels in acute intoxication with chlorfenvinphos, an organophosphate insecticide. Polish Journal of Environmental Studies, 13(3), 303–309.

Menteri Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional.

Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

Moffat AA, Osselton MD, & Widdop B. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and

Poisons 3e (Pharma, 2007).

Murray KF, Hadzic N, Wirth S, Bassett M, & Kelly D. 2008. Drug-related hepatotoxicity and acute liver failure. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 47(4), 395–405.

Murray RK, & Davis JC. 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry (28th ed., Vol. 28). New York: McGraw-Hill Companies.


(63)

Nazıroğlu M. 2012. signaling and TRP cation channel activation in nervous system.

Journal of Receptors and Signal Transduction, 32(3), 134–141.

Olayinka ET, & Ore a. 2014. Influence of Azithromycin Treatment on Hepatic Lipid Peroxidation and Antioxidant Defence Systems of Rats. British Journal of Pharmaceutical Research, 4(2), 240–256.

Olayinke ET. 2012. Amoxycillin/clavulanic acid combinations (Augmentin® 375 and 625 tablets) induce - oxidative stress, and renal and hepatic damage in rats.

African Journal of Pharmacy and Pharmacology.

Putri W. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Hati Tikus Putih yang Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang [Skripsi]. Universitas Indonesia. Ramos F, Boison J, & G Friedlander L. 2012. Amoxicillin (Vol. 9).

Ratya A. 2014. Pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (annona muricata l.) terhadap kadar malondialdehid pada jaringan hati tikus putih yang diinduksi DMBA [Skripsi]. Universitas Lampung.

Reagan-Shaw S, Nihal M, & Ahmad N. 2008. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal : Official Publication of the

Federation of American Societies for Experimental Biology, 22(3), 659–661. Rohilla S, Marwaha RK, Singal GL, & Nanda A. 2011. Quality of branded-generics versus branded products for Amoxicillin trihydrate and Potassium clavulanate tablets. IntRJPharmSci, 02(01), 1–4.

Rose MH, Sudha PN, & Sudhakar K. 2014. Effect of Antioxidants and Hepatoprotective Activities of Methanol, 5(6), 2546–2555.

Russmann S, Kullak-Ublick Ga, & Grattagliano I. 2009. Current concepts of mechanisms in drug-induced hepatotoxicity. Current Medicinal Chemistry,

16(23), 3041–3053.

Salvo F, Polimeni G, Moretti U, Conforti A, Leone R, Leoni O, et al. 2007. Adverse drug reactions related to amoxicillin alone and in association with clavulanic acid: Data from spontaneous reporting in Italy. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 60(1), 121–126.

Sies H. 1997. Physiological Society Symposium : Impaired Endothelial and Smooth Muscle Cell Function In Oxidative Stress Oxidative Stress : Oxidants and Antioxidants.


(64)

Suckow MA, Weisbroth SH, & Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat (2nd ed.). San Diego: Elsevier.

Suk KT, & Kim DJ. 2012. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and Molecular Hepatology, 18(3), 249.

Sukohar A, & Muhartono. 2015. Comparative effects of chlorogenic acid and doxorubic in against expression of caspase3 in cell lines Hep-G2. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(1), 187–192.

Susantiningsih T. 2015. Biokimia Stress Oksidatif dan Prosedur Laboratorium. Bandar Lampung: Aura Printing & Publishing.

Thoolen B, Maronpot RR, Harada T, Nyska A, Rousseaux C, Nolte T, et al. 2010. Proliferative and Nonproliferative Lesions of the Rat and Mouse Hepatobiliary System. Toxicologic Pathology, 38(7 Suppl), 5S–81S.

UNICEF. 2013. Amoxicillin Dispersible Tablets ( DT ): Product Profile , Availability and Guidance.

Wahyudin E, Naid T, & Leboe DW. 2010. Studi Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks Urin.

WHO. 2012. Toxicological evaluation of certain veterinary drug residues in food. Geneva.


(1)

58

norvegicus yang diinduksi Amoksisilin generik berlogo dan Amoksisilin generik bermerek.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang dosis toksik pada amoksisilin. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan obat generik berlogo


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adesanoye OA, Ifezue AOC, & Farombi EO. 2014. Influence of Chloramphenicol and Amoxicillin on Rat Liver Microsomal Enzymes and Lipid Peroxidation. African Journal of Biomedical Research, 17(March), 135–142.

Adnyana IK, Murtini S, Roni a, & Wardani IGK. 2013. Evaluation of antibacterial activity and determination amoxicillin concentration on generic and branded products. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5(3), 1–5.

Aller M-A, & Arias J. 2009. Microsurgery in Liver Research. Madrid: Bentham Science.

Ameri MNAl, Nayuni N, Anil KKG, Perrett D, Tucker A, & Johnston A. 2012. The differences between the branded and generic medicines using solid dosage forms: In-vitro dissolution testing. Pharma Sciences, 2(1), 1–8.

Arome D, & Chinedu E. 2014. The importance of toxicity testing. Journal of Pharmaceutical and Biosciences, 4(2013), 146–148.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2014. Amoksisilin (pp. 1–12).

Barrett KE, Barman SM, Boitano S, & Brooks HL. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology (23rd ed.). New York: McGraw-Hill’s.

Bhaskar RK. 2015. Hepatotoxicity Induced By Antibiotics In Experimental Animals. Journal of Technological Advances and Scientific Research, 1(04), 283–292.

Birben E, Sahiner UM, Sackesen C, Erzurum S, & Kalayci O. 2012. Oxidative Stress and Antioxidant Defense. World Allergy Organization Journal.

Brunton L, Parker K, Blumenthal D, & Buxton L. 2008. Manual of Pharmacology and Therapeutics. New York: McGraw-Hill Companies.

Chang CY, & Schiano TD. 2007. Review article: Drug hepatotoxicity. Alimentary Pharmacology and Therapeutics, 25(10), 1135–1151.


(3)

Chen M-K, Tsai Y-C, Li P-Y, Liou C-C, Taniga ES, Chang D-W, et al. (2011). Delay of Gap Filling During Nucleotide Excision Repair by Base Excision Repair : The Concept of Competition Exemplified by The Effect of Propolis. Toxicological Sciences, (919), 1–47.

Corsini A, & Bortolini M. 2013. Drug-induced liver injury: The role of drug metabolism and transport. Journal of Clinical Pharmacology.

Deavall DG, Martin Ea, Horner JM, & Roberts R. 2012. Drug-induced oxidative stress and toxicity. Journal of Toxicology.

Del Tacca M, Pasqualetti G, Di Paolo A, Virdis A, Massimetti G, Gori G, et al. 2009. Lack of pharmacokinetic bioequivalence between generic and branded amoxicillin formulations. A post-marketing clinical study on healthy volunteers. British Journal of Clinical Pharmacology, 68(1), 34–42.

Del Tacca M, Pasqualetti G, Gori G, Pepe P, Di Paolo A, Lastella M, et al. 2013. Comparative pharmacokinetic and pharmacodynamic evaluation of branded and generic formulations of meloxicam in healthy male volunteers. Therapeutics and Clinical Risk Management, 9, 303–311.

Dey P, Saha MR, & Sen A. 2013. An overview on drug-induced hepatotoxicity. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 6(4), 1–4.

El-Sherbiny G, Taye A, & Abdel-Raheem I. 2009. Role of ursodeoxycholic acid in prevention of hepatotoxicity caused by amoxicillin-clavulanic acid in rats. Ann Hepatol, 134–140.

Febrianti S. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Jantung Tikus Putih yang Diinduksi Hipoksia Akut Berulang [Skripsi]. Universitas Indonesia.

Fisher K, Vuppalanchi R, & Saxena R. 2015. Drug-Induced Liver Injury. Archives of Pathology & Laboratory Medicine, 139(7), 876–887.

Fontana RJ, Shakil AO, Greenson JK, Boyd I, & Lee WM. 2005. Acute Liver Failur Due To Amoxicillin and Amoxicillin/Clavulanate. Digestive Diseases and Sciences, 50(10), 1785–1790.

Harvey RA, Champe PC, Finkel R, Cubeddu LX, & Clark MA. 2009. Pharmacology (4th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hassan ZK, Elobeid Ma, Virk P, Omer Sa, ElAmin M, Daghestani MH, &

AlOlayan EM. 2012. Bisphenol A induces hepatotoxicity through oxidative stress in rat model. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 2012, 194829. Imoisili MA. 2008. Clinical Review Amoxicillin, (50813), 1–132.


(4)

Kalghati S, Spina CS, Costello JC, Liesa M, Morones-Ramirez JR., Slomovic S, et al. 2013. Bactericidal Antibiotics Induce Mitochondrial Dysfunction and Oxidative Damage in Mammalian Cells. Science Translation Medicine, 5(192).

Katzung BG. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. San Francisco: McGraw-Hill’s.

Kaur SP, Rao R, & Nanda S. 2011. Amoxicillin: A broad spectrum antibiotic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.

Kim JS, Jang YR, Lee JW, Kim JY, Jung YK, Chung DH, et al. 2011. A case of amoxicillin-induced hepatocellular liver injury with bile-duct damage. The Korean Journal of Hepatology, 17(3), 229–32.

Leary S, Underwood W, Lilly E, Anthony R, Cartner S, Corey D, et al. 2013. Euthanasia.

Li PY, Chang YC, Tzang BS, Chen CC, & Liu YC. 2007. Antibiotic amoxicillin induces DNA lesions in mammalian cells possibly via the reactive oxygen species. Mutation Research - Genetic Toxicology and Environmental Mutagenesis, 629(2), 133–139.

Lin, P. (2014). A Case of Amoxicillin Induced Hepatocellular Injury, 18, 3–5.

Łukaszewicz-Hussain a, & Moniuszko-Jakoniuk J. 2004. Liver catalase,

glutathione peroxidase and reductase activity, reduced glutathione and hydrogen peroxide levels in acute intoxication with chlorfenvinphos, an organophosphate insecticide. Polish Journal of Environmental Studies, 13(3), 303–309.

Menteri Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional.

Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

Moffat AA, Osselton MD, & Widdop B. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons 3e (Pharma, 2007).

Murray KF, Hadzic N, Wirth S, Bassett M, & Kelly D. 2008. Drug-related hepatotoxicity and acute liver failure. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 47(4), 395–405.

Murray RK, & Davis JC. 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry (28th ed., Vol. 28). New York: McGraw-Hill Companies.


(5)

Navarro VJ, & Senior JR. 2006. Drug-related hepatotoxicity. The New England Journal of Medicine, 354, 2191–2193;

Nazıroğlu M. 2012. signaling and TRP cation channel activation in nervous system.

Journal of Receptors and Signal Transduction, 32(3), 134–141.

Olayinka ET, & Ore a. 2014. Influence of Azithromycin Treatment on Hepatic Lipid Peroxidation and Antioxidant Defence Systems of Rats. British Journal of Pharmaceutical Research, 4(2), 240–256.

Olayinke ET. 2012. Amoxycillin/clavulanic acid combinations (Augmentin® 375 and 625 tablets) induce - oxidative stress, and renal and hepatic damage in rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology.

Putri W. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Hati Tikus Putih yang Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang [Skripsi]. Universitas Indonesia. Ramos F, Boison J, & G Friedlander L. 2012. Amoxicillin (Vol. 9).

Ratya A. 2014. Pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (annona muricata l.) terhadap kadar malondialdehid pada jaringan hati tikus putih yang diinduksi DMBA [Skripsi]. Universitas Lampung.

Reagan-Shaw S, Nihal M, & Ahmad N. 2008. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal : Official Publication of the Federation of American Societies for Experimental Biology, 22(3), 659–661. Rohilla S, Marwaha RK, Singal GL, & Nanda A. 2011. Quality of branded-generics versus branded products for Amoxicillin trihydrate and Potassium clavulanate tablets. IntRJPharmSci, 02(01), 1–4.

Rose MH, Sudha PN, & Sudhakar K. 2014. Effect of Antioxidants and Hepatoprotective Activities of Methanol, 5(6), 2546–2555.

Russmann S, Kullak-Ublick Ga, & Grattagliano I. 2009. Current concepts of mechanisms in drug-induced hepatotoxicity. Current Medicinal Chemistry, 16(23), 3041–3053.

Salvo F, Polimeni G, Moretti U, Conforti A, Leone R, Leoni O, et al. 2007. Adverse drug reactions related to amoxicillin alone and in association with clavulanic acid: Data from spontaneous reporting in Italy. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 60(1), 121–126.

Sies H. 1997. Physiological Society Symposium : Impaired Endothelial and Smooth Muscle Cell Function In Oxidative Stress Oxidative Stress : Oxidants and Antioxidants.


(6)

Suckow MA, Weisbroth SH, & Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat (2nd ed.). San Diego: Elsevier.

Suk KT, & Kim DJ. 2012. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and Molecular Hepatology, 18(3), 249.

Sukohar A, & Muhartono. 2015. Comparative effects of chlorogenic acid and doxorubic in against expression of caspase3 in cell lines Hep-G2. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(1), 187–192.

Susantiningsih T. 2015. Biokimia Stress Oksidatif dan Prosedur Laboratorium. Bandar Lampung: Aura Printing & Publishing.

Thoolen B, Maronpot RR, Harada T, Nyska A, Rousseaux C, Nolte T, et al. 2010. Proliferative and Nonproliferative Lesions of the Rat and Mouse Hepatobiliary System. Toxicologic Pathology, 38(7 Suppl), 5S–81S.

UNICEF. 2013. Amoxicillin Dispersible Tablets ( DT ): Product Profile , Availability and Guidance.

Wahyudin E, Naid T, & Leboe DW. 2010. Studi Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks Urin.

WHO. 2012. Toxicological evaluation of certain veterinary drug residues in food. Geneva.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN HIDROGEL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague Dawley

1 14 71

PERBANDINGANTINGKATKESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU DENGAN TUMBUKAN DAUN BINAHONG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

3 27 79

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP PEMBENGKAKAN HEPATOSIT DAN KONGESTI SINUSOID HATI PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 8 81

PENGARUH PAPARAN KRONIK GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL TERHADAP NILAI KECEMASAN DAN AKTIVITAS ENZIM KATALASE TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

7 37 66

PERBEDAAN ANGKA RESORPSI FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY TERHADAP PEMBERIAN ASAM FOLAT

1 14 63

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71

PENGARUH HIPOKSIA ISKEMIK PRENATAL TERHADAP UKURAN MIOKARDIUM TIKUS RATTUS NORVEGICUS GALUR SPRAGUE-DAWLEY

2 23 87

Perbandingan Pemberian Dosis Toksik Amoksisilin Generik Berlogo dengan Amoksisilin Generik Bermerek terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Hepar Rattus norvegicus Galur Sprague Dawley

0 0 6