PENGARUH PAPARAN KRONIK GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL TERHADAP NILAI KECEMASAN DAN AKTIVITAS ENZIM KATALASE TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

(1)

dawley

(SKRIPSI)

Oleh BELDA EVINA

1118011020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

By

BELDA EVINA

The high usage of tools that produce electromagnetic waves such as mobile phone cause potential health problems. Exposure to mobile phone electromagnetic waves can damage various body systems, ranging from behavioral disorders to biochemical balance disorders. This study aims to determine the effect of mobile phone electromagnetic waves exposure on the anxiety level and catalase enzyme activities of male rats (Rattus norvegicus)Sprague dawleystrain. In this study, we used 18 rats were divided into 3 groups. Control group (C) didn’t expose to electromagnetic waves, P1 group exposed to one hour a day, and P2 group exposed to 3 hours a day exposure to electromagnetic waves for 21 days. Then, the rats were examined by elevated plus maze (EPM) for anxiety level. After behavioral test, the rats were euthanized and blood samples were collected through cardiac puncture. The blood samples were analyzed by spectrophotometer for catalase enzyme activity. The result for the time spent in open arm EPM average (second) were obtained at K: 0,18; P1: 0,03; dan P2: 0,1. The average of catalase enzyme activity were obtain at 1,98; 0,76; dan 0,73 Unit/mL for C, P1, and P2 group. Analysis by One Way Anova showed no significant difference in anxiety level (p=0,127) and showed significant differences in the catalase enzyme activity (p=0,019). The conclusion of this study are chronic mobile phone electromagnetic waves exposure may not affects the anxiety level and may decreases the catalase enzyme activity of male rats (Rattus norvegicus) Sprague dawleystrain.


(3)

PENGARUH PAPARAN KRONIK GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL TERHADAP NILAI KECEMASAN DAN AKTIVITAS ENZIM KATALASE TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALURSprague

dawley

Oleh

BELDA EVINA

Tingginya penggunaan alat-alat yang menghasilkan gelombang elektromagnetik, seperti ponsel, berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel dapat merusak berbagai sistem tubuh, mulai dari gangguan perilaku hingga gangguan keseimbangan biokimiawi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan gelombang elektromagnetik ponsel terhadap nilai kecemasan dan aktivitas enzim katalase tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galurSprague dawley yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok kontrol (K) tidak dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel, kelompok perlakuan 1 (P1) dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel 1 jam per hari, dan kelompok perlakuan 2 (P2) dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel 3 jam per hari selama 21 hari. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap nilai kecemasan dengan labirin elevated plus maze (EPM). Kemudian tikus putih dieutanasia dan diambil sampel darahnya untuk diperiksa aktivitas enzim katalasenya menggunakan spektrofotometer. Hasil rerata waktu pada lengan EPM terbuka yaitu K: 0,18; P1: 0,03; dan P2: 0,1. Rerata aktivitas enzim katalase darah pada kelompok K,P1, dan P2 berturut-turut adalah 1,98; 0,76; dan 0,73 Unit/mL. Analisis denganOne Way Anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada nilai kecemasan (p=0,127) dan menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada aktivitas enzim katalase tikus (p=0,019). Kesimpulan penelitian ini yaitu paparan gelombang elektromagnetik ponsel tidak berpengaruh pada nilai kecemasan namun berpengaruh menurunkan aktivitas enzim katalase darah tikus putih.


(4)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TK Al-Kautsar Bandarlampung diselesaikan pada tahun 2000, SD diselesaikan di SD Al-Kautsar Bandarlampung pada tahun 2006, SMP diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2008, dan SMA diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandarlampung pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) FK Unila sebagai anggota bidang kaderisasi periode 2012/2013 dan aktif sebagai asisten dosen bidang anatomi FK Unila.


(9)

Papa, Mama, Kakak, Adik

& Keluarga Besarku tercinta


(10)

Skripsi dengan judul Pengaruh Paparan Kronik Gelombang Elektromagnetik Ponsel Terhadap Nilai Kecemasan dan Aktivitas Enzim Katalase Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung;

3. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(11)

proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Ermin Rachmawati, M.Biomed., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan; 6. dr. Reni Zuraida, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas motivasi, waktu,

ilmu, serta saran-saran yang telah diberikan;

7. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., dr. Rekha Nova Iyos, dr. Catur Ariwibowo, dan Pak Habudin atas nasihat dan bimbingannya terutama di bidang anatomi;

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Unila atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;

9. Seluruh staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

10. Mbak Nuriah yang telah memberikan waktu dan tenaganya dalam proses penyelesaian penelitian ini;

11. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada papa dan mama atas kiriman do’anya setiap saat, kerja kerasnya, kesabarannya, keikhlasannya, kasih sayangnya, dan atas segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis agar tak pernah putus asa dalam meraih harapan dan cita-cita; 12. Teruntuk Kakakku tercinta, Agitha Melita Putri, dan adikku tersayang, Hendi

Ridho Rindana yang tak henti-henti selalu memberikan motivasi, dorongan, semangat, dan do’a bagi penulis;


(12)

dan Prianggara Rostu atas bantuan dan kerjasama mulai dari awal hingga skripsi ini selesai;

16. Teman-teman penelitian Laboratorium Biomolekuler, Annisa Ratya, Berta Yolanda S, Ani Yulianti, Taufiqurrahman, yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam proses penelitian ini;

17. Teman-teman tercinta bercucok ria, Miranda Rades, Mirna Candra Dewi, dan Sugma Epri Setyawati yang selalu berbagi kebahagiaan, keceriaan dan kesedihan bersama;

18. Teruntuk teman, sahabat, tetangga, yang tercinta, Hani Ervina Pansa, yang selalu setia, sabar, menemani, memotivasi, sejak SMA hingga sekarang dan selamanya;

19. Teman seperjuangan asisten dosen anatomi, Prianggara Rostu, Anisa Nuraisa Djausal, Roseane Maria V, Desta Eko I, Selvia Farahdina, Annisa Ratya, Fauzia Andini atas kerjasama dan kebersamaannya di bidang anatomi;

20. Teman-teman sepenelitian tikus dan mencit di Animal HouseFK Unila, Oci, Caca, Erot, Baji, Pad, Kak Tir, Dila, Nayuv, Emon, Ate, Diano, Topas, Mahe, Wayan, Gede, Lian, Yolci yang menghilangkan kejenuhan dan menyebarkan keceriaan selama penelitian;


(13)

tahun perkuliahan;

22. Teruntuk kakak bimbingan, Kharisma Wibawa, terima kasih atas nasihat, semangat dan motivasinya untuk kami semua;

23. Seluruh kakak-kakak 2008, 2009, dan 2010 serta adik-adik tingkat 2012, 2013, dan 2014 yang selalu memberikan motivasi dan semangatnya dalam satu kedokteran;

24. Teman-teman KKN Lamtim Desa Nabang Baru, Astri, Arista, Seza, Ayub, Audi, Asmara, Viani, Assova, dan Nila atas kerjasama, semangat, kekompakkan, keceriaan, dan kebersamaan selama 40 hari merantau di Lampung Timur;

25. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima kasih.

Bandar Lampung, 5 Februari 2015

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR...iv

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Penelitian ... 10

1. Kerangka Teori... 10

2. Kerangka Konsep ... 11

F. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

A. Gelombang Elektromagnetik ... 12

B. Ponsel (Handphone)... 14

C. Kecemasan ... 15

D. Enzim Katalase ... 22

E. Tikus Putih ... 24

III. METODE PENELITIAN... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

C. Identifikasi Variabel Penelitian... 27

D. Definisi Operasional ... 28

E. Populasi dan Sampel ... 29

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 31


(15)

H. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data... 38

I. Diagram Alur Penelitian ... 40

J. Etika Penelitian... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. Hasil Penelitian ... 43

1. Nilai Kecemasan ... 43

2. Aktivitas Enzim Katalase ... 48

B. Pembahasan ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Data Biologis Tikus Putih GalurSprague dawley... 26 2. Definisi Operasional... 28 3. Rerata durasi pada lengan EPM pada tikus putih yang dipaparkan

gelombang elektromagnetik ponsel ... 44 4. Rerata jumlah lengan EPM yang dimasuki tikus putih yang

dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 44 5. Hasil uji normalitas data rerata durasi pada lengan EPM ... 47 6. Hasil uji normalitas data jumlah lengan EPM

yang dimasuki hewan coba... 47 7. Hasil uji varians data durasi pada lengan EPM dan jumlah

lengan EPM yang dimasuki tikus putih ... 47 8. Hasil ujiOne Way Anova... 48 9. Rerata aktivitas enzim katalase pada darah tikus putih yang

dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 49 10.Hasil uji normalitas data aktivitas enzim katalase pada darah

tikus putih yang dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 50 11.Hasil ujiPost-HocLSD aktivitas enzim katalase pada darah

tikus putih yang dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 51 12.Hasil Uji KorelasiPearsonNilai Kecemasan dengan Aktivitas Enzim


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. BaganKerangkaTeori ... 10

2. BaganKerangkaKonsep ... 11

3. Gelombang Elektromagnetik... 12

4. Penangkapan Endogen Peroksida Seluler ... 23

5. Tikus Putih (Rattus norvegicus) GalurSprague dawley... 25

6. Kandang Modifikasi Perlakuan ... 32

7. Elevated Plus Maze... 36

8. Bagan Alur Penelitian ... 40

9. Grafik rerata durasi pada lengan EPM pada tikus putih yang dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 45

10. Grafik rerata jumlah lengan EPM yang dimasuki tikus putih yang dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel ... 46

11. Grafik perbandingan rerata aktivitas enzim katalase pada darah tikus putih yang dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel... 49


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan kecemasan/ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. The Anxiety and Depression Association of America (dalam Kaplan & Sadock, 2012) menuliskan bahwa gangguan kecemasan dan depresi di derita oleh 40 juta populasi orang dewasa di Amerika pada usia 18 tahun atau lebih (18% dari populasi). Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan (Gailet all.,2002) dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Haryadi, 2007). Prevalensi gangguang kecemasan menurut Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2011 sebesar lebih dari 15%. National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan dan terdapat angka prevalensi 12 bulan per 17,7% (Kaplan & Sadock, 2012).

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, Azrul Azwar, mengatakan bahwa satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa seperti cemas, depresi, stres sampai skizofrenia (Yosep, 2009). Suatu studi yang dilakukan di RSJ Daerah Propinsi Sumatra Selatan mengemukakan bahwa terjadi peningkatan 10-15% kasus gangguan jiwa yang dirawat dari tahun sebelumnya dimana pada tahun 2003 sebanyak 4.101 kasus dan pada tahun


(19)

2004 naik menjadi 4.384 kasus. Kecenderungannya yaitu pada kasus-kasus psikotik yang tetap tinggi dan kemudian kasus neurosis, seperti kecemasan dan stres, yang cenderung meningkat (Mardiono, 2009).

Di Indonesia, masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa secara nasional mencapai 11,6%. Pada seminar dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta, 28 September 2011, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro mengatakan bahwa populasi orang dewasa mencapai sekitar 150 juta, dengan demikian ada 1.740.000 orang di Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi. Angka tersebut diperoleh dari Survei Kesehatan Daerah tentang gangguan jiwa mental dan emosional oleh Kementerian Kesehatan (Kompas, 2011).

Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut patologis bila gejalanya menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu ketentraman individu. Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian (Maramis, 2005).

Kecemasan akan meningkatkan neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin, dan gama aminobuyric acid (GABA) sehingga peningkatannya akan mengakibatkan terjadinya gangguan: a) fisiologis, antara lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik


(20)

kehilangan ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2001).

Penelitian sebelumnya telah banyak mengemukakan bahwa sistem saraf baik pada hewan maupun manusia sangat sensitif terhadap gelombang elektromagnetik. Perubahan terhadap fungsi otak, status emosional dan perilaku dihubungkan dengan perkembangan teknologi termasuk penggunaan ponsel. Penelitian pada tahun 1960 oleh Vyalov menemukan bahwa adanya efek psikologis berupa fatigue, sakit kepala, dan perubahan pola tidur pada pekerja lapangan perusahaan listrik tegangan tinggi. Lai, et al. (1992) juga melakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik. Dalam penelitiannya ditemukan adanya peningkatan reseptor benzodiazepine yang terlibat dalam respon stres dan kecemasan pada otak tikus. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik dapat menginduksi stres pada hewan maupun manusia (Salunke,et.al., 2013).

Pada kehidupan modern saat ini, penggunaan alat-alat yang menghasilkan medan elektromagnetik, seperti ponsel, baik sebagai dampak samping maupun pemanfaatan medan elektromagnetik itu sendiri sudah meluas sehingga tingkat paparan medan elektromagnetik juga meningkat. Dikutip dari BBC Indonesia (Amarullah, 2014), Indonesia menempati urutan teratas di dunia dalam penggunaan ponsel dengan waktu pemakaian rata-rata 181 menit per hari. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, paling tidak


(21)

ke depannya sudah 25 juta penduduk yang menggunakan ponsel (Swamardika, 2009). Penggunaan ponsel yang semakin meningkat ini sesuai dengan peningkatan paparan medan elektromagnetik yang dipancarkan oleh ponsel, yang tentu saja berdampak negatif bagi pemakai.

Secara teoritis radiasi elektromagnetik menimbulkan gangguan pada kesehatan jika melebihi ambang batas. Potensi gangguan kesehatan yang timbul akibat pajanan medan elektromagnetik dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh, antara lain: (1) sistem darah, (2) sistem reproduksi, (3) sistem saraf, (4) sistem kardiovaskular, (5) sistem endokrin, (6) psikologis, dan (7) hipersensitivitas (Anies, 2003). Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan pada mencit atau tikus dengan tujuan mengetahui pengaruh paparan gelombang elektromagnetik terhadap tubuh.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sokolovic et al., (2012) menggunakan gelombang microwave dengan lama paparan 4 jam perhari selama 20,40 dan 60 hari pada tikus. Hasilnya didapatkan tikus menunjukkan perilaku terkait ansietas/kecemasan setelah 10 hari paparan. Selain itu, gelombang elektromagnetik ditemukan berpengaruh pada sistem reproduksi pria seperti pada penelitian Ghanbariet al. (2012) yang mengemukakan bahwa terdapat penurunan motilitas dan viabilitas sperma setelah dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 3 minggu. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti tertarik mengetahui efek paparan gelombang elektromagnetik ponsel terhadap perilaku kecemasan pada tikus.

Pada penelitian Achudume, dkk (2009), terdapat penurunan antioksidan glutation reduktase yang ditunjukkan dengan peningkatan stres oksidatif pada


(22)

mendapatkan hasil penurunan jumlah hemoglobin dan sel darah merah pada tikus setelah dipapar 41 hari. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengukur aktivitas enzim katalase dalam darah tikus sebagai petunjuk adanya stres oksidatif yang diakibatkan oleh paparan gelombang elektromagnetik.

Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, seperti pada kadar oksidan meningkat pesat atau kadar antioksidan berkurang, yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan jika berlangsung secara massif. Radikal bebas (oksidan) adalah atom atau kelompok atom yang sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, asam nukleat, lipid, dan molekul lain dan menyebabkan kerusakan jaringan. Oksidan ini mencakup superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), radikal peroksil (ROO-), dan radikal hidroksil (OH-) yang disebut sebagai spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, ROS). Sel tubuh manusia akan menjaga keseimbangan dengan meningkatkan pembentukan senyawa antioksidan endogen seperti enzim katalase, glutation peroksidase, dan superoksida dismutase untuk mencegah kerusakan tersebut.(Murray, 2009).

Enzim katalase adalah antioksidan endogen yang dapat menangkap dan menguraikan radikal bebas di dalam sel menjadi zat yang kurang reaktif. Enzim katalase akan mengikat radikal bebas dan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya. Enzim katalase dapat menguraikan hidrogen


(23)

peroksida menjadi air (H20) dan oksigen (O2) (Murray, 2009). Aktivitas antioksidan tubuh dapat menjadi petunjuk adanya kerusakan sel yang diakibatkan oleh oksidan, termasuk aktivitas enzim katalase, sehingga aktivitas enzim katalase dapat dijadikan parameter tingkat stres oksidatif (Harahap, 2005).

Ruslan dan Suhartono (2005) melakukan penelitian mengkaji status oksidatif pada autisme dengan menggunakan aktivitas katalase, kadar methemoglobin dan karbonil sebagai parameter. Hasilnya didapatkan bahwa aktivitas katalase lebih rendah pada anak autis sedangkan kadar methemoglobin lebih tinggi daripada anak normal. Pemantauan aktivitas ROS akibat pengaruh hipoksia dengan mengukur aktivitas enzim katalase ginjal tikus juga dilakukan oleh Asni, et al.(2009). Hasilnya didapatkan peningkatan aktivitas enzim katalase secara bermakna pada hipoksia 3 dan 14 hari dibandingkan normoksia. Pada penelitian Achudume, et al. (2009), aktivitas biokimia enzim-enzim antioksidan dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh berbagai paparan stres salah satunya gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari stasiun pemancar selama 60 hari menyebabkan penurunan aktivitas enzim glutation peroksidase pada jaringan otak tikus.

Penelitian mengenai efek gelombang elektomagnetik ponsel terhadap kecemasan dan aktivitas enzim katalase telah banyak dilakukan di negara di dunia dengan durasi pemaparan yang berbeda-beda, namun di Indonesia sendiri belum pernah dilakukan. Oleh karena itu Peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui “Pengaruh Paparan Kronik Gelombang Elektromagnetik


(24)

dengan rerata durasi pemakaian ponsel di Indonesia yaitu 181 menit atau sekitas 3 jam per hari (BBC Indonesia, 2014). Pada penelitian ini akan dilakukan paparan gelombang elektromagnetik ponsel 0, 1, dan 3 jam perhari terhadap 18 ekor tikus putih jantan pada periode kronik selama lebih dari 21 hari (Tishkina,et al., 2009 dan Uygur,et al., 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap nilai kecemasan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurSprague dawley?

2. Apakah terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap aktivitas enzim katalase tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurSprague dawley?

3. Apakah terdapat korelasi antara nilai kecemasan dengan aktivitas enzim katalase tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurSprague dawley?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap perilaku dan biokimiawi tubuh manusia.


(25)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap nilai kecemasan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurSprague dawley.

b. Untuk mengetahui pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap aktivitas enzim katalase tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurSprague dawley.

c. Untuk mengetahui korelasi antara nilai kecemasan dengan aktivitas enzim katalase tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley?

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat tidak hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat luas. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai tata cara penulisan karya ilmiah yang baik, mengetahui pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik terhadap nilai kecemasan dan aktivitas enzim katalase tikus putih (Rattus norvegicus).

2. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik terhadap nilai kecemasan dan aktivitas


(26)

3. Bagi Ilmu Kedokteran

Dapat mendukung teori-teori kedokteran yang berhubungan dengan pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan tubuh manusia serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(27)

E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori

Gambar 1.1Bagan Kerangka Teori (Modifikasi dari Kaplan dan Saddock, 2012; Murray, et al. 2009; Ratnaningtyas, 2010).

Paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel

Abnormalitas neurotransmitter di SSP

(Norepinefrin, GABA, Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan

Gejala-Gejala Kecemasan/Ansietas pada tikus putih Peningkatan senyawa oksigen reaktif dan stres

Penurunan aktivitas enzim katalase

Peningkatan peroksidasi lipid pada membran sel

Kortek serebri & sistem limbik

Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal

Stimulasi sistem saraf otonom

Peningkatan Nilai Kecemasan/Ansietas pada tikus putih


(28)

Gambar 1.2Bagan Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap peningkatan nilai kecemasan pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)galurSprague dawley.

2. Terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel terhadap penurunan aktivitas enzim katalase tikus putih jantan (Rattus norvegicus)galurSprague dawley.

3. Terdapat korelasi positif antara peningkatan nilai kecemasan dengan penurunan aktivitas enzim katalase tikus putih jantan (Rattus norvegicus)galurSprague dawley.

Gelombang Elektromagnetik Ponsel

Aktifitas enzim katalase tikus putih Nilai kecemasan tikus


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus (Rahmatullah, 2009).

Gambar 2.1Gelombang Elektromagnetik (Anonim, 2013) Inti teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah: 1) Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan magnet.

2) Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Cepat rambat gelombang elektromagnetik (c) tergantung dari permitivitas (I) dan permeabilitas (m) zat (Gornick, 2005). Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman (Wardhana, 2000).


(30)

medan elektromagnet alam dan elektrolisis industrial.

2. Extremely Low-Frequency (ELF) Electro-Magnetic Field (EMF) (0-300 Hz). Gelombang elektromagnetik ini dihasilkan tidak hanya ketika aliran listrik dihantarkan melalui kabel listrik, tetapi juga ketika digunakan dalam alat elektronik. Frekuensi gelombang ini ketika dihasilkan oleh alat elektronik adalah sekitar 50-60 Hz.

3. Intermediate Frequency Electro-Magnetic Field (EMF) (300 Hz 100 kHz). Sumbernya antara lain detektor metal danhands free.

4. Radio Frequency (RF) Electro-Magnetic Field (EMF) (100 kHz 300 GHz). Sumbernya antara lain gelombang TV, radio, ponsel, dan oven.

Menurut The National Radiological Protection Board (NPRB) UK, Inggris, (dalam Swamardika, 2009) efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari telepon seluler dibagi menjadi dua yaitu: 1. Efek fisiologis

Efek fisiologis merupakan efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik tersebut yang mengakibatkan gangguan pada organ-organ tubuh manusia berupa, kanker otak dan pendengaran, tumor, perubahan pada jaringan mata, termasuk retina dan lensa mata, gangguan pada reproduksi, hilang ingatan, kepala pusing.


(31)

2. Efek psikologis

Merupakan efek kejiwaan yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut misalnya timbulnya stres dan ketidaknyamanan karena penyinaran radiasi berulang-ulang.

B. Ponsel (Handphone)

Telepon selular (ponsel) atau handphone (HP) atau adalah perangkat elekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa kemana-mana (portable, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (Zambrana, 2010).

Terdapat dua sistem yang digunakan pada ponsel, yaitu Global System for Mobile Telecommunication (GSM)dengan frekuensi 800 MHz, 900 MHz, dan 1800 MHz danCode Divission Multiple Acces(CDMA) dengan frekuensi 450 MHz, 800 MHz, dan 1900 MHz. Berdasarkan rentangan frekuensi tersebut gelombang elektromagnetik ponsel berada pada spektrum gelombang mikro (Mahardika, 2005).

Telepon seluler (ponsel) mentransmisikan dan menerima sinyal dari dan ke substasiun yang ditempatkan ditengah kota. Substasiun yang menerima sinyal paling jernih dari telepon seluler memberikan pesan ke jaringan telepon lokal jarak jauh. Jaringan Personal Communication Services (PCS) mirip dengan sistem telepon seluler. PCS menyediakan komunikasi suara dan data didesain untuk menjangkau daerah yang luas. Pita frekuensi 800 sampai


(32)

substasiun yang diletakkan beberapa kilometer jauhnya, pancaran dari peralatan ini harus cukup kuat untuk memastikan sinyalnya bagus. Peralatan ini memancarkan daya sekitar 0,1 sampai dengan 1,0 W. Tingkat daya dari antena ini aman untuk kesehatan kepala (Fischetti, 1993).

C. Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik (Trismiati, 2004). Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 2012). Menurut Videbeck (2008), gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional, dan psikologis. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005).

2. Etiologi Kecemasan

Terdapat beberapa teori mengenai penyebab kecemasan (Maramis, 2005):


(33)

1) Teori Psikologis

Dalam teori psikologis terdapat 3 bidang utama: a) Teori Psikoanalitik

Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego yang memberitahukan adanya suatu dorongan yang tidak dapat diterima dan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam tersebut. Idealnya, penggunaan represi sudah cukup untuk memulihkan keseimbangan psikologis tanpa menyebabkan gejala, karena represi yang efektif dapat menahan dorongan di bawah sadar. Namun jika represi tidak berhasil sebagai pertahanan, mekanisme pertahanan lain (seperti konversi, pengalihan, dan regresi) mungkin menyebabkan pembentukan gejala dan menghasilkan gambaran gangguan neurotik yang klasik (seperti histeria, fobia, neurosis obsesif-kompulsif).

b) Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh stimuli lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, terdistorsi, atau tidak produktif dapat mendahului atau menyertai perilaku maladaptif dan gangguan emosional. Penderita gangguan cemas cenderung menilai lebih terhadap derajat bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman.


(34)

untuk suatu perasaan kecemasan yang kronis. 2) Teori Biologis

Peristiwa biologis dapat mendahului konflik psikologis namun dapat juga sebagai akibat dari suatu konflik psikologis.

a) Sistem saraf otonom

Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui mekanisme berikut ini:

Ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke Reticular Activating System(RAS), korteks serebri, sistem limbik dan, lalu ke hipotalamus dan hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf otonom (Mudjaddid, 2006).

Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler (contohnya: takikardi), muskuler (contohnya: nyeri kepala), gastrointestinal (contohnya: diare), dan pernafasan (contohnya: nafas cepat).

b) Neurotransmiter

Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).


(35)

Norepinefrin

Pasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk. Badan sel sistem noradrenergik terutama berlokasi di lokus sereleus di pons rostral dan aksonnya keluar ke korteks serebral, sistem limbik, batang otak, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukkan bahwa stimulasi lokus sereleus menghasilkan suatu respon ketakutan dan ablasi lokus sereleus menghambat kemampuan binatang untuk membentuk respon ketakutan. Pada pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin.

Serotonin

Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di nucleus raphe di batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbik, dan hipotalamus. Pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku yang mengarah pada kecemasan. Beberapa laporan menyatakan obat-obatan yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan kecemasan.

Gamma-aminobutyric acid(GABA)

Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikan oleh manfaat benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenis gangguan kecemasan. Benzodiazepine yang bekerja meningkatkan


(36)

fungsi reseptor GABA yang abnormal (Kaplan dan Saddock, 2012). 3. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Stuart (2009), tanda dan gejala kecemasan dapat dilihat dari respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif, sebagai berikut: 1) Respon Fisiologis

Pada kardiovaskuler dapat ditemui respon berupa palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. Pada pernapasan, dapat ditemui respon berupa napas cepat, sesak napas, dada seperti tertekan, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, leher rasa tercekik, nafas terengah-engah. Pada sistem neuromuskular dapat ditemui respon berupa reflek menngkat, reflek terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigisitas, gelisah mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, melakukan gerakan yang janggal (diluar kontrol). Pada gastrointestinal dapat ditemui respon berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, dan diare. Pada saluran kemih dapat ditemui respon berupa tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. Pada kulit dapat ditemui respon berupa wajah kemerahan, berkeringat


(37)

setempat (misalnya telapak tangan), gatal, rasa panas, dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat pada seluruh tubuh.

2) Respon Perilaku

Pada perilaku dapat ditemui respon berupa kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, dan sangat waspada.

3) Respon Kognitif

Pada kognitif dapat ditemui respon berupa perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah memberikan penilaian, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektifitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian, kilas balik, dan mimpi buruk.

4) Respon Afektif

Pada afektif dapat ditemui respon berupa mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, dan malu.

4. Macam-Macam Kecemasan

Menurut Freud (dalam Gerald, 1995) kecemasan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu :


(38)

b. Kecemasan Neurotik, yaitu kecemasan terhadap tidak terkendalinya naluri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang bisa mendatangkan hukuman baginya.

c. Kecemasan Moral, yaitu ketakutan terhadap hati nurani. Misalnya seorang yang hati nuraninya berkembang dengan baik cenderung merasa berdosa jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kode moral yang dimilikinya.

5. Tingkatan Kecemasan

Cameron (1980) (dalam Wuriandari, 2007) menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi dalam berbagai intensitas, yaitu:

a. Anxiety Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang rendah, individu tidak mengetahui dari mana atau apa penyebab kecemasan. Hal ini berlangsung secara terus menerus atau pada suatu jangka waktu yang cukup lama.

b. Chronic Anxiety Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang akut dan disertai oleh perubahan pada alat-alat tubuh seperti adanya gangguan pada alat pernafasan,cardio-vasculardan gastrointestinal.


(39)

c. Panic Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang merupakan keadaan serangan kecemasan yang maksimal. Ketegangan yang dirasakan individu begitu kuatnya sehingga dapat bertindak agresif, maka kadang-kadang ada keinginan untuk bunuh diri. Kesadaaran akan dirinya begitu menurun sehingga tidak memperhatikan lagi kepentingan dirinya sendiri. Reaksi panik dapat pula menyerupai manifestasi psikotik dimana ego mengalami disintegrasi yang disertai delusi dan halusinasi.

Bucklew (dalam Mu’arifah, 2005) membagi kecemasan menjadi

dua tingkat, yaitu:

a. Tingkat psikologis, artinya kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan perasaan tidak menentu atau gelisah.

b. Tingkat fisiologis, artinya kecemasan sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf pusat, misalnya: tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar dan perut mual.

D. Enzim Katalase

Katalase adalah suatu hemoprotein yang mengandung empat gugus heme. Katalase ditemukan dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal, dan hepar. Fungsinya adalah menghancurkan hidrogen peroksida yang terbentuk oleh kerja oksidase (Murray,et al., 2009).


(40)

dalam golongan enzim hidroperoksidase karena dapat mengkatalisis substrat hidrogen peroksida atau peroksida organik. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam peroksisom. Mekanisme aktivitas katalase sebagai antioksidan dengan cara mengkatalisis pemecahan H2O2 menjadi H2O dan O2, adalah sebagai berikut (Kumar dkk, 2008).

Katalase-Fe(III) + H2O2-→senyawa-1 +H2O tahap I

Senyawa-1 + H2O2-katalase-Fe(III) + H2O2+ O2tahap II 2H2O2-→2H2O + O2

Kapasitas reduksi katalase berbanding lurus dengan konsentrasi H2O2 dimana pada suasana H2O2konsentrasi tinggi maka kapasitas reduksi katalase meningkat, sedangkan pada konsentrasi rendah kapasitasnya menurun. Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan reaksi dua molekul H2O2dalam proses reduksinya (Cemeli dkk, 2009; Tukan, 2014). Gambar 2.2 menjelaskan reaksi pemecahan hidrogen peroksida dan hidroperoksida organik secara enzimatik (Day, 2009).


(41)

Senyawa H2O2 merupakan salah satu senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan pada proses metabolisme di dalam sel. H2O2 merupakan sumber toksik berbagai macam penyakit karena dapat bereaksi menimbulkan kerusakan jaringan. Selain itu, H2O2 dianggap sebagai metabolit kunci karena stabilitasnya relatif tinggi, cepat menyebar dan terlibat dalam sirkulasi sel (Tukan, 2014).

Katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut chain-breaking-antioxydant(Tukan, 2014).

E. Tikus putih

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia (Isroi, 2010). Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) sebagai berikut (Akbar, 2010).

Kingdom : Animalia Filum :Chordata Subfilum :Vertebrata


(42)

Genus :Rattus

Spesies :Rattus norvegicus

Gambar 2.3Tikus Putih (Rattus norvegicus) GalurSprague dawley(Akbar, 2010)

Tikus putih yang digunakan untuk percoban laboratorium yang dikenal ada tiga macam galur yaitu Sprague dawley, Long evans dan Wistar. Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji penelitan diantaranya perkembangbiakannya cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi tingi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid. Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar. Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat badan tikus liar.


(43)

Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram (Akbar, 2010).

Tabel 1.1Data Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) GalurSprague dawley(Isroi, 2010).


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design.. Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 2-4 bulan dengan berat badan 200-300 gram yang dipilih secara random dan dibagi menjadi 3 kelompok.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Perlakuan dan pengujian kecemasan hewan coba dilakukan di Animal House Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pengukuran aktifitas enzim katalase hewan coba dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2014.

C. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas (independent variable) adalah paparan kronik gelombang


(45)

2. Variabel terikat (dependent variable) adalah nilai kecemasan dan aktifitas enzim katalase hewan coba.

3. Variabel perantara terbagi dalam dua variabel, yaitu variabel perantara terkontrol, dan variabel perantara tidak terkontrol. Variabel perantara terkontrol diantaranya yaitu :

− Usia : 2-4 bulan

− Jenis kelamin : jantan

− Berat badan : 200-300g

− Makanan dan minuman

− Lingkungan kandang

Variabel perantara yang tidak terkontrol yaitu efek hormonal dan respon tikus terhadap paparan gelombang elektromagnetik yang diberikan.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Jenis Variabel

1. Gelombang elektromagnetik

Paparan kronik gelombang elektromagnetik yang berasal dari ponsel Blackberry (SAR 1,56W/kg) dengan waktu paparan 0, 1 dan 3 jam perhari selama 21 hari

Numerik

2. Nilai kecemasan Nilai kecemasan yang diuji denganElevated Plus Maze Test (EPM) yang terdiri dari lengan terbuka (open arm) dan lengan tertutup (closed arm) setelah dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel. Peningkatan nilai kecemasan dilihat dengan penurunan jumlah lengan EPM terbuka yang dimasuki dan durasi pada lengan EPM terbuka

Numerik

3. Aktifitas enzim katalase

Aktifitas enzim katalase yang diukur dengan alat spektrofotometer setelah dipaparkan gelombang elektromagnetik ponsel


(46)

norvegicus) jantan galur Sprague dawley dewasa, berumur 2-4 bulan, dengan berat badan 200-300 gram yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

2. Sampel Penelitian

Jumlah sampel berdasarkan kriteria sampel WHO yaitu minimal 5 ekor. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 18 ekor yang dipilih secara random dan dibagi dalam 3 kelompok, dengan masing-masing kelompok terdiri 6 ekor tikus. Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Frederer (Srigandono, 1981):

t (n-1)≥15 3 (n-1)≥15 3n - 3≥15

3n≥18 n≥6 Keterangan :

n : Jumlah sample tiap kelompok t : Jumlah kelompok

Dari hasil diatas, sampel yang digunakan pada tiap kelompok sebanyak 6 ekor tikus putih. Total sample yang digunakan sebanyak 18 ekor tikus putih.


(47)

Untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen maka dilakukan koreksi untuk tikus yang hilang atau dropout dengan 1

(1 F)dimana F

adalah proporsi unit eksperimen yangdropout10%. 1

(1 ) = 1 1 0,6=

1

0,4= 3 ekor

3. Kelompok Perlakuan

1. Kelompok 1 : Kelompok tikus yang tidak dipajankan oleh gelombang elektromagnetik ponsel (Kelompok Kontrol).

2. Kelompok 2 : Kelompok tikus yang dipajankan gelombang elektromagnetik ponsel selama 1 jam per hari selama 21 hari (Kelompok P1).

3. Kelompok 3 : Kelompok tikus yang dipajankan gelombang elektromagnetik ponsel selama 3 jam per hari selama 21 hari (Kelompok P2).

4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu; 1. Tikus putih galurSprague dawley 2. Jenis kelamin jantan

3. Berat badan 200-300g 4. Usia 2-4 bulan


(48)

2. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok, botak, dan aktivitas kurang/ tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, atau genital).

3. Kehilangan berat badan >10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

F. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

− Kandang Tikus

− PonselBlackberry(SAR 1,56 W/kg)

− Timbangan elektronik

− Kandang hewan coba

− Kandang modifikasi perlakuan

− Tempat pakan hewan dan tempat minum hewan

Elevated Plus Mazeyang terdiri dari lengan terbuka (open arm) dan lengan tertutup (close arm)

Stopwatch

− Kamera danlazy pod

− Tabung reaksi+EDTA

− Spektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm.


(49)

− Handschoen, kapas, dan alkohol

− Mikropipet

− Mikrotube

− Alat vortex

− Pipet tetes

− Tabung reaksi

− Gelas ukur

2. Bahan Penelitian

− Larutan H2O2 30% BJ 1.11 kg/l dengan pengenceran 1:4000 dalam akuabides, molaritas 27,2 µM.

− NaCl 0,9%

− Bufer fosfat salin (PBS) pH 7,4

− Aquabidestilata


(50)

untuk mendapatkan izin etik penelitian menggunakan 18 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galurSprague dawley.

2. Pengadaan Hewan Coba

Pada penelitian ini hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galurSprague dawleysebanyak 18 ekor yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Aklimatisasi dan Pembagian kelompok

Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih yang dibagi secara random kedalam 3 kelompok percobaan. Dilakukan penimbangan berat sebelum aklimatisasi selama 1 minggu. Penimbangan berat badan dilakukan kembali setelah masa adaptasi dan selama perlakuan.

Kelompok percobaan pertama tidak dipaparkan oleh gelompang elektromagnetik dari ponsel. Kelompok ini adalah kelompok kontrol. Setelah 21 hari dinilai kecemasannya dengan menggunakan elevated plus mazedan aktifitas enzim katalase dengan spektrofotometer.

Kelompok percobaan kedua dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik dari ponsel Blackberry (SAR 1,56W/kg) selama 1 jam/hari (Mailankot, 2009). Setelah 21 hari dinilai kecemasannya dengan menggunakan elevated plus maze dan aktifitas enzim katalase dengan spektrofotometer.


(51)

Kelompok percobaan ketiga dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik dari ponsel Blackberry (SAR 1,56W/kg) selama 3 jam/hari (Almasiova, 2013). Setelah 21 hari dinilai kecemasannya dengan elevated plus mazedan aktivitas enzim katalase dengan spektrofotometer. 4. Prosedur Perlakuan Hewan Coba

a. Prosedur Pemaparan gelombang elektromagnetik

Pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel Blackberry (SAR 1,56W/kg) dilakukan dengan menggunakan kandang modifikasi khusus untuk pemaparan. Ponsel Blackberry (SAR 1,56W/kg) diletakkan ditengah-tengah kandang yang mempunyai tempat khusus ponsel. Hewan coba dipindahkan dari kandang pemeliharaan ke kandang modifikasi sesuai dengan kelompoknya. Saat pemaparan, ponsel dibuat dalam keadaan menerima panggilan telepon selama 1 jam untuk kelompok perlakuan kedua dan 3 jam untuk kelompok perlakuan ketiga. Paparan tersebut dilakukan setiap hari pada pada pagi hari mulai dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB selama 21 hari pemaparan. Setelah pemaparan selesai, hewan coba dipindahkan kembali ke kandang pemeliharaan sesuai kelompoknya. b. Prosedur Pengujian Kecemasan denganElevated Plus Maze

Pengujian kecemasan pada hewan coba menggunakan sebuah labirin uji setinggi 50 cm dari lantai,berbentuk “tanda tambah”dengan 2 lengan terbuka (50x10 cm) dan 2 lengan tertutup (50x10x40 cm), yang disebut Elevated Plus Maze (EPM). EPM sebagai alat uji nilai kecemasan dengan empat lengan dimana lengan terbuka mewakili


(52)

perilaku tikus yang menyukai tempat yang aman untuk bersembunyi (lengan tertutup) dan perilaku tikus yang ingin mengeksplorasi tempat baru dan berbahaya.

Setiap hewan coba akan diletakkan di pusat labirin dan dibiarkan berjalan-jalan di labirin tersebut selama 5 menit. Setiap kali pergantian hewan coba, labirin dibersihkan dengan alkohol untuk menghilang bau dan jejak hewan coba sebelumnya dan untuk menghindari bias karena faktor olfaktori. Setelah selesai tikus dikembalikan pada kandangnya.

Data yang perlu diamati saat pengujian dengan EPM yaitu durasi saat berada pada masing-masing lengan EPM dan jumlah lengan terbuka atau tertutup yang dimasuki tikus yang selanjutnya disajikan sebagai rasio jumlah lengan EPM terbuka yang dimasuki/durasi total pada lengan EPM terbuka terhadap total jumlah lengan EPM yang dimasuki/durasi total selama satu sesi pengamatan yaitu 5 menit atau 300 detik. Prinsip penilaian pada EPM ini semakin cemas tikus maka semakin sedikit keinginan untuk mengekplorasi tempat-tempat yang tidak aman dan berisiko, atau dengan kata lain semakin sedikit waktu yang digunakan pada lengan terbuka atau semakin jarang memasuki lengan terbuka menunjukkan bahwa tikus menunjukkan perilaku kecemasan dengan lebih memilih tempat gelap dan tertutup sebagai


(53)

tempat yang aman untuk bersembunyi. Sebaliknya, semakin lama tikus menghabiskan waktunya untuk mengeksplorasi tempat berbahaya dan berisiko pada lengan terbuka maka semakin rendah nilai kecemasannya (Walf dan Frye, 2007; Komada,dkk.,2008).

Gambar 3.2Elevated Plus Maze(Leo dan Pamplona, 2014)

c. Prosedur Pengambilan Sampel Darah Tikus

Setelah pengujian terhadap kecemasan dengan Elevated Plus Maze, dilakukan pengukuran aktivitas enzim katalase tikus. Tikus dianastesi dengan ketamine 75-100 mg/kg secara intraperitoneal kemudian tikus diterminasi berdasarkanInstitusional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode dekapitasi leher dengan cara meletakkan tikus pada permukaan yang rata, kemudian sebuah pinset diletakkan diatas kuduk tikus dan pinset ditekan sambil menarik ekor tikus dengan kuat dan pinset diarahkan ke atas kepala tikus (AVMA, 2013). Setelah tikus dipastikan mati, darah diambil melalui jantung dengan menggunakan alat suntik sebanyak ±1cc,


(54)

d. Prosedur Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase

Pengukuran aktivitas katalase pada penelitian ini dilakukan dengan cara mensentrifugasi 1 ml darah selama 10 menit dengan kecepatan 1400 rpm. Lalu sel darah merah tersebut dicuci sebanyak 3 kali dengan NaCl 0,9% dan dipecah dengan diberikan aquades dingin (perbandingan 1 : 4). Hemolisat yang dihasilkan digunakan untuk menetapkan aktivitas katalase. Hemolisat kemudian diencerkan 100x dengan larutan buffer fosfat salin (PBS) pH 7,4. Pembuatan larutan uji (sampel) dilakukan dengan menambahkan 25 μ l hemolisat yang telah diencerkan dengan PBS ke dalam 975 μ l larutan H2O2 dalam mikrotube yang selanjutnya dilakukan pem-vortek-an selama 1 menit untuk menghomogenkan larutan. Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan menambahkan 25 μ l larutan PBS pH 7,4 ke dalam 975 μ l

larutan H2O2 dalam mikrotube yang selanjutnya dilakukan pem-vortek-an selama 1 menit untuk menghomogenkan larutan. Selanjutnya, kedua larutan tersebut (uji dan blanko) diukur serapannya

dengan spektrofotometer pada λ = 260 nm pada menit ke-1. Kemudian diukur kembali serapannya pada λ = 260 nm pada menit ke-2. Selanjutnya aktivitas enzim katalase (Unit/mL) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut.

( )


(55)

H. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diambil langsung dari subjek penelitian. Pengumpulan data nilai kecemasan diperoleh dengan bantuan rekaman kamera video untuk menghindari pengamatan yang tidak tepat. Data nilai kecemasan pada penelitian ini dinyatakan dalam angka berupa nilai rata-rata dari durasi pada lengan EPM terbuka dan tertutup yang dinyatakan dalam detik dan rata-rata dari jumlah lengan EPM terbuka dan tertutup yang dimasuki hewan coba. Selanjutnya nilai kecemasan hewan coba dilihat berdasarkan rasio atau perbandingan antara jumlah lengan EPM terbuka yang dimasuki atau durasi total pada lengan EPM terbuka terhadap total jumlah lengan EPM yang dimasuki atau durasi total selama satu sesi pengamatan. Aktivitas enzim katalase pada penelitian ini dinyatakan dalam angka berupa nilai rata-rata aktivitas enzim katalase pada spektrofotometer.

2. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan program komputer yang terdiri beberapa langkah :

1. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.


(56)

dicetak. 3. Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program komputer dimana akan dilakukan analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik.

Hasil penelitian dianalisis dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤ 50 dan kemudian dilakukan uji variansLevene’s. Data yang diperoleh memiliki distribusi normal dan varians data sama dimana pada masing-masing uji didapatkan p>0,05, sehingga dilanjutkan dengan uji parametrik One Way ANOVA. Hipotesis dianggap bermakna bila p< 0,05. Jika pada ujiANOVAmenghasilkan p< 0,05 maka dilanjutkan dengan melakukan uji Post-hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan. Pada nilai kecemasan dengan aktivitas enzim katalase dianalisis korelasinya dengan uji korelasiPearson.


(57)

I. Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.3Bagan Alur Penelitian Pengajuan Etik Penelitian Pada

Pengambilan Hewan Coba dari

Penimbangan BB Hewan Coba

Aklimatisasi Hewan Coba

Penimbangan BB Hewan Coba

Pembagian Kelompok

Kelompok Kontrol (K) Tidak dipaparkan Gelombang

Elektromagnetik Ponsel

Kelompok Perlakuan 2 (K1) Dipaparkan Gelombang Elektromagnetik Ponsel 1

jam/hari selama 21 hari

Kelompok Perlakuan 2 (K2) Dipaparkan Gelombang Elektromagnetik Ponsel 3

jam/hari selama 21 hari

Pengujian Kecemasan dengan Elevated Plus Maze

Terminasi Tikus dengan Ketamine dan dislokasi servikal

Pengambilan Darah dari Jantung Tikus

Interpretasi Data & Penyusunan Laporan

Pengukuran Aktifitas Enzim Katalase Tikus dengan


(58)

3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secaraad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 3-4 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas


(59)

manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stres pada hewan coba.

c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada.

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dananesthesia serta euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba sesuai dengan IACUC (Ridwan, 2013).


(60)

A.Kesimpulan

1. Tidak terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel selama 1 jam dan 3 jam pada peningkatkan nilai kecemasan tikus putih galur Sprague dawley.

2. Terdapat pengaruh paparan kronik gelombang elektromagnetik ponsel selama 1 jam dan 3 jam pada penurunan aktivitas enzim katalase darah tikus putih galur Sprague dawley.

3. Tidak terdapat korelasi positif antara nilai kecemasan dan aktivitas enzim katalase tikus putih galur Sprague dawley.

B.Saran

1. Bagi peneliti disarankan untuk menambah durasi paparan gelombang elektromagnetik ponsel untuk mengetahui efek yang terjadi pada variabel yang sama.

2. Bagi peneliti lain disarankan untuk meneliti efek gelombang elektromagnetik ponsel terhadap organ atau jaringan tubuh lain.

3. Bagi peneliti lain disarankan untuk menggunakan sumber gelombang elektromagnetik lain untuk penelitian selanjutnya.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Achudume, A.C.,Onibere B., dan Aina F., 2009. Bioeffects of Electromagnetic Base Station On Glutathione Reductase, Lipid Peroxidation and Total Cholesterol In Different Tissues of Wistar Rat.Biology and Medicine. 1(3): 33-38. Available from: www.biomedonline.com [Accessed 2 October 2014].

Akbar, B, 2010.Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Infertilitas. Jakarta: Adabia Press.

Almasiova, V.,K. Holovska, dan C. Cigankova, 2013. Influence Of Electromagnetic Radiation On Selected Organs In Rats.In of Neurobiology. RFFCH 9(3): 401-6.

American Veterinary Medical Association. 2013. AVMA guidelines for the euthanasia of animals: 2013 edition. Schaumburg: American Veterinary Medical Association. pp. 3048.

Anies. 2003. Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Radiasi Medan Elektromagnetik. Media Medika Indonesia. Vol. 38 No. 4 : 213219. Anonim, 2013. Gelombang Elektromagnetik. Available from:

http://lksfisikasma.blogspot.com/2013/03/gelombang-elektromagnetik_4.html . [Accessed 25 September 2014].

Amarullah, A. 2014. Indonesia Terbesar Di Dunia Penggunaan Ponsel Pintar. Available from: http://techno.okezone.com/read/2014/06/05/57/994499/ indonesia-terbesar-di-dunia-pengguna-ponsel-pintar [Accessed 22 September 2014].

Asni, E.,Harahap, I.P.,dkk, 2009. Pengaruh Hipoksia Berkelanjutan Terhadap Kadar Malondialdehid, Glutathion Tereduksi, dan Aktivitas Enzim Katalase Ginjal Tikus. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 59. Jakarta: IDI.

Atmaja, Dwi., 2009. Anxiety (Kecemasan). Available from: http://kajianpsikologi.blogspot.com/2011/07/anxiety-kecemasan.html . [Accessed 25 September 2014].


(62)

Cemelli, E., Baumgartner, A., Anderson, D. 2009. Antioxidant and The Commet Assay. Mutation Research.

Centers for Disease Control and Prevention, 2011.Burden of Mental Illness.USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/mentalhealth/basics/burden.htm [Accessed 22 September 2014].

Consales, C., Merla C., Marino, C., Benassi, B., 2012. Electromagnetic Fields, Oxidative Stress, and Neurodegeneration. Italy : Hindawi.

Dahlan, M. S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Day, B.J. 2009. Catalase and Glutathione Peroxidase Mimics. Biochemical Pharmacology.

Fischetti, M.,1993.The Cellular Phone Scare,IEEE Spectrum. Juni 1993, hal.43. Foster, K.R. and Glaser, R., 2007. Thermal Mechanism of Interaction of

Radiofrequency Energy with Biological Systems with Relevance to Exposure Guidelines. Health Physics Society 92(6). 609-620.

Gail, W., Stuart, dan Sundeen, S., 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Gaestel, M., 2010. Biological Monitoring of Non-Thermal Effects of Mobile Phone Radiation:recent approaches and challenges. Biological Reviews 85(3), 489-500.

Gerald, Corey. 1995. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Eresco.

Ghanbari, M.,S.B. Mortazavi, A. Khavanin dan M. Khazaei., 2013.The Effects of Cell Phone Waves (900 MHz-GSM Band) on Sperm Parameters and Total Antioxidant Capacity in Rats. Teheran : Royan Instutute, Int J Fertil Steril 7(1): 21-8.


(63)

Gouirand, A.M. dan Matuszewich, L., 2005. The Effects of Chronic Unpredictable Stress on Male Rats in the Water Maze. Physiology & Behavior 86: 21-31.

Gornick, Larry. 2005.Kartun Fisika. Jakarta: KPG. Hal: 149-156, 117-122

Harahap, I.P., 2005. Pemeriksaan Aktivitas Katalase: Makalah Pelatihan Radikal Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan. Jakarta: FKUI.

Hardjono, Isna Qadrijati. 2004. Pengaruh paparan medan elektromagnetik terhadap kecemasan penduduk.Nexus Medicus. 16: 68-78

Haryadi, D., 2007. Perilaku Bermasalah Remaja Muncul Lebih Dini. Available from: http://www.duniaguru.com/ [Accessed 22 September 2014].

Hawari, D., 2001.Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilhan, A., Mert, H., et al., 2004. Ginkgo Biloba Prevents Mobile-Phone Induced Oxidative Stress in Rat Brain.Clinica Chimica Acta 340(1-2), 153-162. Irmak, M.K., Fadillioglu E., Gulec, M., Yagmurca, M., and Akyol, O., 2002.

Effects of Electromagnetic radiation from cellular telephone on the oxidant and antioxidant levels in rabbits. Cell Biochemistry Function, 20(4), 279-283.

Isroi, 2010. Tikus Untuk Penelitian Di Laboratorium. Available from: http://isroi.com/2010/03/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/

[Accessed 2 October 2014].

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., dan Grebb,J. A., 2012. Sinopsis Psikiatri. Jilid Dua. Jakarta : Binarupa Aksara.

Kesari, K.K., Kumar S., dan Behari J. 900-MHz Microwave Radiation Promotes Oxidation in Rat Brain. Electromagnetic Biology and Medicine 30:219-34. Kobb. B.Z., 1993.Personal Wireless, IEEE Spectrum.

Kompas, 2011. Kecemasan dan Depresi Capai 11,6 Persen. Jakarta: Kompas. Available from: http://health.kompas.com/read/2011/09/29/07021233/ Kecemasan.dan.Depresi.Capai.11.6.Persen [Accessed 22 September 2014].


(64)

. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.

Liu, T.., Wang, S., He, L., dan Ye, K. 2008. Anxiogenic Effect of Chronic Exposure to Extremely Low Frequency Magnetic Field in Adult Rats. Neuroscience Letters 434:12-17.

Mahardika, I.P., 2009. Efek Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel

Terhadap Kesehatan Manusia. Available from:

http://mahardikaholic.files.wordpress.com. [Accessed 22 September 2014]. Mailankot, M., Kunnath, A.P., Koduru B., Jayalekshmi H., dan Valsalan, R.,

2009. RF-EMR from GSM Mobile Phone Induces Oxidative Stress and Reduces Sperm Motility in Rats. Sao Paolo: Hospital Das Clinicas da FMUSP.

Maramis,W.F., 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan kesembilan. Surabaya: Airlangga University Press.

Mardiono, S., 2009. Trend Current Issue dan Kecenderungan dalam Keperawatan Jiwa. Available from: http://wwwnurse-sasono.blogspot.com/ [Accessed 22 September 2014].

Martinez-Samano, J., Torres-Duran P.V., Juarez-Oropeza, M.A., and Verdugo-Diaz, L., 2012. Effects of ELF-EMFs Exposure on the Antioxidant Status and Lipid Levels in Rat Brain. Archives of Medical Research 43(3), 183-189.

Mu’arifah, A. 2005. Hubungan Kecemasan dan Agresivitas. Humanitas: Indonesian Psychological Journal. Volume 2.102111.

Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Ed 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p:913.

Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2009. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.


(65)

Naziroglu, M., 2007. New Molecular Mechanism on the Activation of TRPM2 Channels by Oxidative stress and ADP-ribose. Neurochemical Reasearch 32(11), 1990-2001.

Rahmatullah, H., 2009.Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Frekuensi Ekstrim Rendah Terhadap Kadar Trigliserida.Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Ratnaningtyas, N., 2010.Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah Terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar HB pada Tikus Putih yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel.Surakarta: FK UNS.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J. Indonesian Medical Association. 63(3): 1126.

Ruslan, dan Suhartono, E., 2005. Stress Oksidatif pada Autisme. Sari Pediatri Vol.7. Banjarmasin: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Lambung Mangkurat, 63-67.

Salunke, B.P., Umathe, N., Chavan, J.G., 2013. Effects of Electromagnetic Radiation on Anxiety Related Behavior: A Review.J Biomed and Pharmaceu Research 2 (1): 36-40.

Srigandono, B. 1981.Rancangan Percobaan. Semarang: Universitas Diponegoro. Stuart, G.W., 2009. Principles and Practice of Psychatric Nursing (9th Edition).

St.Louis: Mosby.

Sokolovic, D., Djordjevic, B., Kocic, G., Babovic, P., Ristic, G., Stanojkovic, Z. Veljkovic, A., Jankovic, A., dan Radovanovic, 2012.The Effect of Melatonin On Body Mass and Behaviour of Rats During An Exposure to Microwave Radiation From Mobile Phone. Bratisl Lek Listy.

Swamardika, I.B.A., 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Manusia. Teknik Elektro Vol.8. Bali.

Tishkina, A.O., I.P. Levshina, N.A. Lazareva, N.V. Passikova, M.Yu. Stepanichev, M.G. Ajrapetyanz, dan N.V. Gulyaeva, 2009. Chronic Stress Induces Nonapoptotic Neuronal Death in The Rat Hippocampus. Shevelev: Academician I.A., In Higher Nervous Activity and Neurophysiology 428:403-6.

Trismiati, 2004.Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal PSYCHE.


(66)

Uygur, E.E., dan Arslan, M., 2010. Effects of Chronic Stress On Cognitive Functions and Anxiety Related Behaviors in Rats. Turkey: Dept of Physiology Istanbul University 97(3): 297-306.

Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa ( Psychiatric Mental Health Nursing).Jakarta : EGC.

Walf, A. and Frye, C.A., 2007. The Use Of The Elevated Plus Maze As An Assay Of Anxiety-Related Behavior In Rodents. Nature Protocols 2. 322-328. Wardhana. W. A., 2000. Energi Via Satelit Sebuah Gagasan Untuk ABAD 21,

Majalah Energi Edisi No.7, Yogyakarta.

Wuriandari, I, 2007. Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kecemasan Terhadap Kematian Pada Individu Dewasa Awal. Semarang: Perpustakaan Unika. Yosep, I., 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama. Zambrana. A.,2010. Pengertian Handphone. Available from:


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achudume, A.C.,Onibere B., dan Aina F., 2009. Bioeffects of Electromagnetic Base Station On Glutathione Reductase, Lipid Peroxidation and Total Cholesterol In Different Tissues of Wistar Rat.Biology and Medicine. 1(3): 33-38. Available from: www.biomedonline.com [Accessed 2 October 2014].

Akbar, B, 2010.Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Infertilitas. Jakarta: Adabia Press.

Almasiova, V.,K. Holovska, dan C. Cigankova, 2013. Influence Of Electromagnetic Radiation On Selected Organs In Rats.In of Neurobiology. RFFCH 9(3): 401-6.

American Veterinary Medical Association. 2013. AVMA guidelines for the euthanasia of animals: 2013 edition. Schaumburg: American Veterinary Medical Association. pp. 3048.

Anies. 2003. Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Radiasi Medan Elektromagnetik. Media Medika Indonesia. Vol. 38 No. 4 : 213219. Anonim, 2013. Gelombang Elektromagnetik. Available from:

http://lksfisikasma.blogspot.com/2013/03/gelombang-elektromagnetik_4.html . [Accessed 25 September 2014].

Amarullah, A. 2014. Indonesia Terbesar Di Dunia Penggunaan Ponsel Pintar. Available from: http://techno.okezone.com/read/2014/06/05/57/994499/ indonesia-terbesar-di-dunia-pengguna-ponsel-pintar [Accessed 22 September 2014].

Asni, E.,Harahap, I.P.,dkk, 2009. Pengaruh Hipoksia Berkelanjutan Terhadap Kadar Malondialdehid, Glutathion Tereduksi, dan Aktivitas Enzim Katalase Ginjal Tikus. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 59. Jakarta: IDI.

Atmaja, Dwi., 2009. Anxiety (Kecemasan). Available from: http://kajianpsikologi.blogspot.com/2011/07/anxiety-kecemasan.html . [Accessed 25 September 2014].


(2)

BBC Indonesia, 2014. Orang Indonesia Pengguna Ponsel No.1 Di Dunia.

Available from:

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/06/140605_majalah_ponsel_i ndonesia. [Accessed 25 September 2014].

Cemelli, E., Baumgartner, A., Anderson, D. 2009. Antioxidant and The Commet Assay. Mutation Research.

Centers for Disease Control and Prevention, 2011.Burden of Mental Illness.USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/mentalhealth/basics/burden.htm [Accessed 22 September 2014].

Consales, C., Merla C., Marino, C., Benassi, B., 2012. Electromagnetic Fields, Oxidative Stress, and Neurodegeneration. Italy : Hindawi.

Dahlan, M. S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Day, B.J. 2009. Catalase and Glutathione Peroxidase Mimics. Biochemical Pharmacology.

Fischetti, M.,1993.The Cellular Phone Scare,IEEE Spectrum. Juni 1993, hal.43. Foster, K.R. and Glaser, R., 2007. Thermal Mechanism of Interaction of

Radiofrequency Energy with Biological Systems with Relevance to Exposure Guidelines. Health Physics Society 92(6). 609-620.

Gail, W., Stuart, dan Sundeen, S., 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Gaestel, M., 2010. Biological Monitoring of Non-Thermal Effects of Mobile Phone Radiation:recent approaches and challenges. Biological Reviews 85(3), 489-500.

Gerald, Corey. 1995. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Eresco.

Ghanbari, M.,S.B. Mortazavi, A. Khavanin dan M. Khazaei., 2013.The Effects of Cell Phone Waves (900 MHz-GSM Band) on Sperm Parameters and Total Antioxidant Capacity in Rats. Teheran : Royan Instutute, Int J Fertil Steril 7(1): 21-8.


(3)

Gouirand, A.M. dan Matuszewich, L., 2005. The Effects of Chronic Unpredictable Stress on Male Rats in the Water Maze. Physiology & Behavior 86: 21-31.

Gornick, Larry. 2005.Kartun Fisika. Jakarta: KPG. Hal: 149-156, 117-122

Harahap, I.P., 2005. Pemeriksaan Aktivitas Katalase: Makalah Pelatihan Radikal Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan. Jakarta: FKUI.

Hardjono, Isna Qadrijati. 2004. Pengaruh paparan medan elektromagnetik terhadap kecemasan penduduk.Nexus Medicus. 16: 68-78

Haryadi, D., 2007. Perilaku Bermasalah Remaja Muncul Lebih Dini. Available from: http://www.duniaguru.com/ [Accessed 22 September 2014].

Hawari, D., 2001.Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilhan, A., Mert, H., et al., 2004. Ginkgo Biloba Prevents Mobile-Phone Induced Oxidative Stress in Rat Brain.Clinica Chimica Acta 340(1-2), 153-162. Irmak, M.K., Fadillioglu E., Gulec, M., Yagmurca, M., and Akyol, O., 2002.

Effects of Electromagnetic radiation from cellular telephone on the oxidant and antioxidant levels in rabbits. Cell Biochemistry Function, 20(4), 279-283.

Isroi, 2010. Tikus Untuk Penelitian Di Laboratorium. Available from: http://isroi.com/2010/03/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/

[Accessed 2 October 2014].

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., dan Grebb,J. A., 2012. Sinopsis Psikiatri. Jilid Dua. Jakarta : Binarupa Aksara.

Kesari, K.K., Kumar S., dan Behari J. 900-MHz Microwave Radiation Promotes Oxidation in Rat Brain. Electromagnetic Biology and Medicine 30:219-34. Kobb. B.Z., 1993.Personal Wireless, IEEE Spectrum.

Kompas, 2011. Kecemasan dan Depresi Capai 11,6 Persen. Jakarta: Kompas. Available from: http://health.kompas.com/read/2011/09/29/07021233/ Kecemasan.dan.Depresi.Capai.11.6.Persen [Accessed 22 September 2014].


(4)

Kumar, V., Robbins, S., Cotran, R. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2.EGC. Jakarta.

Leo, L.M. dan Pamplona, F.A., 2014.Elevated Plus Maze Test to Assess Anxiety-like Behavior in the Mouse. Tersedia di http://www.bio-protocol.org/e1211 . Diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.

Liu, T.., Wang, S., He, L., dan Ye, K. 2008. Anxiogenic Effect of Chronic Exposure to Extremely Low Frequency Magnetic Field in Adult Rats. Neuroscience Letters 434:12-17.

Mahardika, I.P., 2009. Efek Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel Terhadap Kesehatan Manusia. Available from: http://mahardikaholic.files.wordpress.com. [Accessed 22 September 2014]. Mailankot, M., Kunnath, A.P., Koduru B., Jayalekshmi H., dan Valsalan, R.,

2009. RF-EMR from GSM Mobile Phone Induces Oxidative Stress and Reduces Sperm Motility in Rats. Sao Paolo: Hospital Das Clinicas da FMUSP.

Maramis,W.F., 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan kesembilan. Surabaya: Airlangga University Press.

Mardiono, S., 2009. Trend Current Issue dan Kecenderungan dalam Keperawatan Jiwa. Available from: http://wwwnurse-sasono.blogspot.com/ [Accessed 22 September 2014].

Martinez-Samano, J., Torres-Duran P.V., Juarez-Oropeza, M.A., and Verdugo-Diaz, L., 2012. Effects of ELF-EMFs Exposure on the Antioxidant Status and Lipid Levels in Rat Brain. Archives of Medical Research 43(3), 183-189.

Mu’arifah, A. 2005. Hubungan Kecemasan dan Agresivitas. Humanitas:

Indonesian Psychological Journal. Volume 2.102111.

Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Ed 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p:913.

Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2009. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.


(5)

Naziroglu, M., 2007. New Molecular Mechanism on the Activation of TRPM2 Channels by Oxidative stress and ADP-ribose. Neurochemical Reasearch 32(11), 1990-2001.

Rahmatullah, H., 2009.Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Frekuensi Ekstrim Rendah Terhadap Kadar Trigliserida.Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Ratnaningtyas, N., 2010.Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah Terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar HB pada Tikus Putih yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel.Surakarta: FK UNS.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J. Indonesian Medical Association. 63(3): 1126.

Ruslan, dan Suhartono, E., 2005. Stress Oksidatif pada Autisme. Sari Pediatri Vol.7. Banjarmasin: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Lambung Mangkurat, 63-67.

Salunke, B.P., Umathe, N., Chavan, J.G., 2013. Effects of Electromagnetic Radiation on Anxiety Related Behavior: A Review.J Biomed and Pharmaceu Research 2 (1): 36-40.

Srigandono, B. 1981.Rancangan Percobaan. Semarang: Universitas Diponegoro. Stuart, G.W., 2009. Principles and Practice of Psychatric Nursing (9th Edition).

St.Louis: Mosby.

Sokolovic, D., Djordjevic, B., Kocic, G., Babovic, P., Ristic, G., Stanojkovic, Z. Veljkovic, A., Jankovic, A., dan Radovanovic, 2012.The Effect of Melatonin On Body Mass and Behaviour of Rats During An Exposure to Microwave Radiation From Mobile Phone. Bratisl Lek Listy.

Swamardika, I.B.A., 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Manusia. Teknik Elektro Vol.8. Bali.

Tishkina, A.O., I.P. Levshina, N.A. Lazareva, N.V. Passikova, M.Yu. Stepanichev, M.G. Ajrapetyanz, dan N.V. Gulyaeva, 2009. Chronic Stress Induces Nonapoptotic Neuronal Death in The Rat Hippocampus. Shevelev: Academician I.A., In Higher Nervous Activity and Neurophysiology 428:403-6.

Trismiati, 2004.Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal PSYCHE.


(6)

Tukan,M.F., 2014. Kadar Antioksidan Enzimatik Katalase Pada Abortus Inkomplit Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Kehamilan Normal Trimester Pertama.Denpasar: Universitas Udayana.

Uygur, E.E., dan Arslan, M., 2010. Effects of Chronic Stress On Cognitive Functions and Anxiety Related Behaviors in Rats. Turkey: Dept of Physiology Istanbul University 97(3): 297-306.

Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa ( Psychiatric Mental Health Nursing).Jakarta : EGC.

Walf, A. and Frye, C.A., 2007. The Use Of The Elevated Plus Maze As An Assay Of Anxiety-Related Behavior In Rodents. Nature Protocols 2. 322-328. Wardhana. W. A., 2000. Energi Via Satelit Sebuah Gagasan Untuk ABAD 21,

Majalah Energi Edisi No.7, Yogyakarta.

Wuriandari, I, 2007. Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kecemasan Terhadap Kematian Pada Individu Dewasa Awal. Semarang: Perpustakaan Unika. Yosep, I., 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama. Zambrana. A.,2010. Pengertian Handphone. Available from:


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

0 3 71

PENGARUH PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE DALAM PERIODE AKUT TERHADAP MEMORI KERJA DAN INTAKE SUKROSA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

3 30 57

PENGARUH PERBEDAAN DURASI PAPARAN ASAP PEMBAKARAN BAHAN ORGANIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI KORNEA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)JANTAN GALUR Sprague dawley

0 27 74

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

1 9 74

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI ZINK DAN TOMAT (Solanum lycopersium L.) TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

0 8 67

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Histopatologi Pankreas Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang diberi Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone

0 0 7