PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Fatma Niati Solekha

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Fatma Niati Solekha

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu, sedangkan sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIB dan VIIIC yang diperoleh dengan cara memilih dua kelas dari sembilan kelas secara purposive sampling yaitu dengan mengambil dua kelas yang diajar oleh guru matematika yang sama dan memiliki kemampuan rata-rata yang relatif sama. Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Group Investigation lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran tipe Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi siswa.


(3)

(4)

(5)

vi DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran ... 9

B. Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation ... 11

C. Kemampuan komunikasi matematis ... 15

D. Kerangka Pikir ... 18

E. Anggapan Dasar ... 22

F. Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 23

B. Desain Penelitian ... 24

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24

D. Data Penelitian ... 24

E. Teknik Pengumpulan Data ... 25 Halaman


(6)

vii

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 31

1. Uji Normalitas ... 31

2. Uji Homogenitas Varians ... 32

3. Uji Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(7)

(8)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan umat manusia, karena melalui proses pendidikan seseorang mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga seseorang itu mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan individu baik secara jasmani maupun rohani secara optimal agar mampu meningkatkan hidup, kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya. Hal ini setara dengan yang diungkapkan dalam dictionary of education yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, proses sosial ketika seseorang dihadapkan pada lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga seseorang itu dapat mengembangkan kemampuan sosial dan individunya secara optimal (Ditjen Dikti dalam Ihsan 2011:4). Oleh karena itu pendidikan harus dijalani manusia untuk kelangsungan hidupnya dalam bermasyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman ke era lebih modern, pola pikir pendidik juga mengarah ke modernisasi. Hal tersebut berpengaruh pada kemajuan pendidikan di Indonesia. Kemajuan pendidikan ditandai dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Meningkatnya kualitas pendidikan ditentukan oleh banyak


(9)

2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kualitas proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran dapat ditingkatkan dengan membenahi sistem pembelajaran agar menjadi lebih baik, salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran yang mampu mengembangkan kreativitas peserta didiknya.

Pembelajaran yang bermutu adalah pembelajaran yang inovatif, kreatif, menyenangkan dan memotivasi siswa untuk lebih mengembangkan potensi dan kreativitasnya. BNSP (2007:6) mengemukakan bahwa untuk menjawab tuntutan agar pendidikan menghasilkan lulusan yang bermutu diperlukan proses pembelajaran yang interaktif, inovatif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk ikut berpartisipasi secara aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa. Oleh karena itu, pembelajaran untuk semua mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus dilaksanakan dengan baik, termasuk pembelajaran matematika. Guru sebagai komponen yang sangat penting dalam pembelajaran berkewajiban mengupayakan proses pembelajaran yang baik, yakni proses pembelajaran yang fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar.

Ada beberapa tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Oleh sebab itu model ataupun metode pembelajaran matematika yang digunakan oleh guru, ikut menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran matematika. Adapun tujuan pembelajaran matematika seperti yang tercantum dalam Pemendiknas No.20 tahun 2006 yaitu: 1) memahami konsep matematika; 2) menggunakan


(10)

3 penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, gambar, diagram, tabel dan media yang lain; 5) memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Sesuai dengan tujuan matematika diatas kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus, sehingga sering muncul anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat dibangun dalam pembelajaran matematika. Hal ini tentu saja tidak benar, karena menurut Greenes dan Schulman dalam Ansari (2004) komunikasi matematika memiliki beberapa peran yaitu: 1) sebagai kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; 2) sebagai modal keberhasilan para siswa terhadap pendekatan dan ekplorasi dalam investigasi matematika; 3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya yang memperoleh informasi, membagi pemikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

Komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Selain itu juga, komunikasi dalam matematika memegang peranan penting baik sebagai representasi dalam pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun kemanfaatannya dalam ilmu yang


(11)

4 lain. Namun pada kenyataanya masih banyak ditemukan siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal uraian, seperti menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda kedalam bahasa, simbol atau model matematika, membaca diagram atau tabel dan menjelaskan ide, situasi dan relasi matematikan dalam bentuk lisan ataupun tulisan.

Pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru, menyebabkan terjadi adanya komunikasi satu arah dan mengabaikan sifat sosial dalam belajar. Pembelajaran ini masih banyak digunakan oleh guru SMP di provinsi Lampung, seperti terjadi di SMP Negeri 2 Pringsewu. Ini merupakan faktor yang menyebabkan minimnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran konvensional cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan menganggap cara belajar siswa semua sama. Maka bagi siswa yang tidak dapat menggunakan metode pembelajaran ini akan terjadi kesulitan memecahkan masalah dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran ini juga cenderung tidak memberikan peluang kepada siswa untuk melatih kemampuan komunikasi matematisnya secara maksimal. Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi guru matematika untuk memperbaiki sistem pembelajaran agar terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Paradigma baru pendidikan menuntut pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang mampu membangun kreativitas, kemandirian dan komunikasi antar siswa untuk membangun pengetahuan dengan aktifitas belajar


(12)

5 berkelompok. Model pembelajaran seperti ini disebut model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu memecahkan persoalan. Menurut teori agar kelompok kohesif tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa heterogen (kemampuan, gender dan karakter) ada kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak variasi salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah model pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya buku paket, atau siswa dapat mencari melalui internet. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok, sehingga akan menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Model ini juga dapat melatih siswa menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat dilihat mulai dari tahap pertama hingga akhir pembelajaran. Model pembelajaran Group investigation memiliki enam tahapan pembelajaran yaitu, diawali dengan mengidentifikasi topik. Siswa dilibatkan dalam menentukan topik yang akan dipelajarinya dengan memilih topik yang menurutnya menarik untuk dipelajari. Selanjutnya tahap merencanakan tugas, yaitu siswa membagi subtopik yang akan dipelajari kepada anggota kelompoknya. Tahap ketiga adalah membuat penyelidikan, masing-masing siswa menyelidiki proyeknya sesuai dengan yang telah ditugaskan. Tahap keempat adalah mempersiapkan tugas akhir yaitu, siswa


(13)

6 menyatukan hasil investigasi dan pendapat dan mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan. Tahap kelima, siswa mempresentasikan hasil kegiatan kelompoknya kedepan kelas dan kegiatan terakhir adalah evaluasi (Kiranawati:2007). Selain enam tahapan tersebut, dalam model pembelajaran ini juga terdapat tiga konsep utama dalam pelaksanaan pembelajarannya yaitu penelitian atau inquiri, pengetahuan atau knowledge dan dinamika kelompok atau the dinamicof the learning group (Winataputra, 2001: 75)

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berpengaruh terhadap komunikasi matematis siswa?”

Dari masalah di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut; ”Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya mengikuti model kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?”

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pemebelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.


(14)

7 D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis :

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan terhadap perkembangan pembelajaran matematika terkait dengan variabel komunikasi matematis siwa dan pembelajaran Group Investigation. 2. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan diantaranya sebagai berikut :

a. Bagi guru matematika

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran pada guru mengenai pembelajaran Group Investigation sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.

b. Bagi peneliti lainnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih mendalam mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Dengan memperhatikan judul penelitian ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan presepsi antara peneliti dan pembaca :

1. Pengaruh diartikan daya atau dampak yang timbul dari sesuatu yang berkekuatan atau dominan. Sesuatu yang berkekuatan atau dominan dalam


(15)

8 penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Pembelajaran ini diawali dengan mengidentifikasi topik, merencanakan tugas, selanjutnya siswa membuat penyelidikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi dari topik yang mereka pelajari. Selanjutnya siswa membuat kesimpulan dan mempresentasikan hasil investigasi kelompok. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan evaluasi.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam bentuk mengeksperikan dan merepresentasikan pemehaman konsepnya dengan menggunakan gambar, diagram, tabel, symbol, notasi dan sistuasi matematika untuk memecahkan permasalahan matematika yang ia pelajari. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, dan secara aljabar/menggambar (drawing).

b. Menjelaskan ide-ide, gagasan matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual (mathematical expression)

c. Menggunakan simbol, istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide dalam bentuk tulisan/menulis (written text).


(16)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan belajar manusia memperoleh pengetahuan yang berguna untuk kelangsungan hidupnya. Dengan belajar pengetahuan seseorang akan terus bertambah. Menurut Syah (2002:98) menyatakan belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu tanpa adanya proses belajar maka tidak akan ada pula pendidikan. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar kontruktivisme. Piaget dalam Dahar, (1989:159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dari fikiran anak selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya.

Teori belajar yang lain yaitu teori Vygotsky yang menyatakan belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman hasil interaksi antar siswa, proses membangun makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang lain (Slavin, 2000: 17).


(17)

10

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Untuk memahami lebih mendalam mengenai pembelajaran, akan dijelaskan konsep dan pengertiannya. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2007:25) bahwa: ”Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan pengetahuan, b) penanaman konsep keterampilan baru, dan c) pembentukan sikap.” Jadi pada intinya, tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman si-kap mental atau nilai-nilai.

Menurut Sanjaya (2011:1) dalam proses pembelajaran, anak didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas kadang di- arahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi (pengetahuan) tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu. Padahal informasi-informasi yang di- berikan berguna untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika siswa lulus dari sekolah mereka hanya pintar secara teoritis, namun miskin aplikasi.

Dalam proses Pembelajaran, seseorang umumnya melalui empat tahap dalam belajar seperti yang dikemukakan Horsley (1990:59) yaitu: 1) tahap apresiasi,


(18)

11 tahap ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa; 2) tahap eksplorasi, tahap berguna untuk mediasi pengungkapan ide–ide atau pengetahuan dalam diri siswa; 3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan teman temanya, berusaha menjelaskan pemahamanya kepada orang lain, bahkan menghargai penemuan temanya; 4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini adalah tahap untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pengetahuan, perilaku dan nilai sikap dari pembelajaran dengan beberapa tahap tertentu dalam upaya mengembangkan pengetahuan, yang terjadi dalam diri individu yang merupakan hasil dari adanya interaksi dengan lingkungannya.

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahkluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kenyataan tersebut, belajar berkelompok secara kooperatif siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab, saling membantu dan berinteraksi, berkomunikasi, dan sosialisasi. Karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat dan belajar menyadari kelebihan dan kekurangan masing–masing. Pembelajaran kooperatif sudah dikembangkan secara intensiv melalui berbagai penelitian atau percobaan.


(19)

12

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto, (2011:58) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakangnya. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama dalam mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Roger dan Johnson dalam Lie (2008:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Menurut Ibrahim dkk dalam Trianto (2011:66) Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a) guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pel-ajaran dan memotivasi siswa belajar; b) guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demostrasi atau lewat bahan bacaan; c) guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien; d) guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerja-kan tugas; e) guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi


(20)

13 yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya; f) guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu atau kelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama, saling bertukar informasi dan pengalaman untuk saling membantu mengkonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Ada bermacam-macam model pembelajaran kooperatif yang bagus untuk diterapkan, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Group investigation.

Menurut Anwar dalam Aisyah (2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai suatu penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan suatu peninjauan dengan tujuan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa. Selanjutnya Height dalam Krismanto (2003:7) menyatakan investigation berkaitan dengan suatu kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Oleh sebab itu, investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, kemudian orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, sehingga dapat membandingkan hasil perolehannya dengan perolehan orang lain. Hal tersebut dilakukan karena dalam suatu investigasi memungkinkan diperoleh beberapa hasil yang berbeda. Oleh karena itu, kegiatan investigasi dapat membiasakan siswa mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau suatu gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusi di kelas.


(21)

14

Group investigation merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menekankan partisipasi dan aktifitas siswa untuk mencari sendiri informasi/materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan–bahan yang tersedia, misalnya buku pelajaran atau siswa mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, sampai dengan menentukan topik. Topik yang diperoleh dipelajari melalui investigasi. Dalam metode Group Investigati terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian atau inquiri, pengetahuan atau know ledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group (Winataputra, 2001:75).

Kiranawati (2007) menyatakan ada beberapa langkah yang harus dilakuan dalam pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut: 1) Seleksi topik; 2) Merencanakan kerja sama; 3) Implementasi; 4) Analisis dan sintesis; 5) Penyajian hasil akhir; 6) Evaluasi. Selain itu Slavin dalam Maesaroh (2005:28-30) mengemukakan hal yang penting untuk melakukan metode Group investigation adalah: 1) Membutuhkan kemampuan kelompok; 2) Rencana kooperatif dan 3) Peran Guru. Selanjutnya Slavin menyatakan, dalam pembelajaran yang menggunaka metode Group Investigasi ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Ia menyatakan ada enam tahap kemajuan siswa dalam pembelajaran menggunakan metode Group Investigasi dapat dilihat dalam tabel berikut.


(22)

15 Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Group Investigation

Tahap I

Mengidntifikasi topik dan membagi siswa dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberian kontribusi apa yang akan mereka selidiki, kelompok dibentuk berdsarkan heterogenitas. Tahap II

Merencanakan Tugas

Kelompok akan membagi subtopik kepada seluruh anggota kemudian membuat prencanaan dari masalah yang akan diteliti bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai Tahap III

Membuat Penyelidikan

Siswa mengumpulkan, menanalisis, dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan

mengaplikasikan bagian mereka kedalam pengetahuan dalam mencapai solusi masalah kelompok. Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan

dipresentasikan. Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya, siswa lain tetap mengikuti. Tahap VI

Evaluasi

Soal ulangan mencakup soal yang yang sudah diprediksikan dan dipresentasikan.

Slavin dalam Maesaroh (2005:30) Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif tipe Group investigation adalah pembelajaran dalam suatu kelompok yang mendorong dan membimbing keterlibatan siswa untuk lebih aktif, berkomunikasi dan saling bertukar informasi dan pengalaman antar siswa, pembelajaran ini juga menekankan pada kemandirian siswa dalam mencari sendiri suatu informasi dari teman atau sumber belajar untuk memecahkan suatu masalah.

C.Kemampuan Komunikasi matematika

Soedjadi (2004) menyatakan bahwa” matematika memiliki karakteristik atau ciri


(23)

16 Berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya”. Sehingga banyak orang berfikir dalam belajar matematika tidak diperlukan komunikasi. Tentu saja hal ini tidak benar, karena dalam matematika banyak simbol, istilah dan gambar yang menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Oleh karena itu siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik agar tujuan dalam pembelajaran matematika itu bisa tercapai dengan baik. Hal ini menjadi tanggung jawab bagi seorang guru untuk menggali kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran.

Menurut Latuheru (1988: 2) komunikasi merupakan suatu transaksi pengertian atau pemahaman antara dua individu atau lebih melalui bentuk simbol dan signal. Menurut Mulyana (2005:3) komunikasi adalah berbagai makna melalu prilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala sesuatu dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga menyebutkan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal maupun nonverbal, tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah suatu yang mewakili sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide–ide , dan pemahamannya tentang konsep matematika yang ia pelajari.


(24)

17

Menurut Utari (2005:7) kemampuan yang tergolong dalam komunikasi matematika diantaranya adalah: 1) menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; 2) menjelaskan ide situasi dan relasi matematika secara lisan dan tulisan; 3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 4) membaca dengan pemahaman representasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, merumuskan definisi, dan generalisasi dan 6) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. NCTM (1989:214) menyatakan bahwa komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilihat dari: (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis dan mendemontrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) kemampuan memahami, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya serta (3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut Suherman (2008:10) adalah: (1) kenyatakan situasi, gambar dan diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, model matematika; (2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan; (3) mendengarkan, berdiskusi presentasi, menulis matematika; (4) Membaca representasi matematik dan (5) mengungkapkan kembali suatu uraian matematik dengan bahasa sendiri.


(25)

18

Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam bentuk mengeksperikan dan merepresentasikan pemehaman konsepnya dengan menggunakan gambar, diagram, tabel, symbol, notasi dan sistuasi matematika untuk memecahkan permasalahan matematika yang ia pelajari.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, dan secara aljabar.

2. Menjelaskan ide-ide, gagasan matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual.

3. Menggunakan simbol, istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide dalam bentuk tulisan.

D.Kerangka Pikir

Penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (X). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa (Y).


(26)

19

Pembelajaran konvensional adalah cara pembelajaran yang disukai oleh para guru, yang umum diterapkan di sekolah. Metode pembelajaran ini dianggap efektif, terutama untuk berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan dengan belajar sendiri, menyampaikan informasi dengan cepat, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. Dalam pembelajaran matematika, metode ini cukup efektif. Dengan mendengarkan siswa dapat mencerna informasi yang diberikan oleh guru, dan memahami informasi yang telah diperoleh sehingga siswa dapat mengkomunikasikan pemahamannya dengan mengekspresikan ide-ide dan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajari dengan baik.

Sesuai dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Namun dengan pembelajaran konvensional tujuan dalam pembelajaran matematika belum dapat dicapai dengan maksimal, hal ini karena pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelemahan yaitu pembelajaran ini cenderung tidak melatih siswa untuk berpikir kritis, karena semua informasi disampaikan oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Pembelajara ini juga memandang cara belajar dan kemampuan siswa semua sama. Bagi siswa yang tidak mudah mengerti penjelasan yang disampaikan guru, pasti akan mengalami kesulitan dalam menguasai materi. Bahasa yang digunakan oleh guru terkadang sulit dimengerti oleh siswa, maka presentase siswa yang mengerti lebih sedikit dibandingkan siswa yang tidak mengerti. Hal ini menyebabkan pencapaian indikator menjadi kurang maksimal. Akibatnya kemampuan komunikasi matematis siswa akan kurang baik.


(27)

20 Model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menekankan partisipasi dan aktiviatas siswa untuk mencari sendiri informasi/materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan–bahan yang tersedia, misalnya buku pelajaran atau siswa mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, dan cara belajarmya melalui investigasi. Tahap pembelajaran model ini adalah diawali dengan pembentukan kelompok, kemudian dilanjutkan dengan menetukan topik, dan siswa akan memilih sendiri masalah yang akan di investigasi. Tahap selajutnya adalah merencanakan tugas, dalam tahap ini setiap siswa diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah secara individu sehingga kemampuan individu siswa akan tergali dalam tahap ini. Kemudian pada tahap investigasi, siswa menginvestigasi masalah yang telah dipilih secara sistematis dan analitik, sehingga kemampuna siswa dalam menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tertulis, menggambar dan menggunakan simbol, notasi-notasi dalam matematika akan tergali lebih dalam. Selanjutnya siswa mempresentasikan hasil investigasi kelompok yang diperoleh melalui diskusi kelompok, dalam tahap ini kemampuan siswa menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan akan berkembang, selain itu juga siswa berbagi pengetahuan yang telah diperoleh dengan teman-temanya sehingga pengetahuan dan informasi yang diperoleh siswa juga bertambah. Pada tahap akhir pembelajaran dilakukan evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, setelah pembelajaran Group investigation.

Pada model pembelajaran Group investigation siswa ditutut bekerjasama, untuk memperoleh pengetahuan dengan cara berdiskusi menginvestigasi suatu


(28)

21 permasalahan. Dengan berdiskusi memecahkan masalah dapat mengembangkan kemampuan individu siswa dalam mengekpresikan ide-ide dan penguasaan kosepnya untuk memecahkan masalah. Group Investigation membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik, sehingga siswa akan memperoleh pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik. Dengan menggunakan model Group Investigation ini siswa lebih dapat memahami materi dan mengekpresikan ide-ide matematis yang dipelajarinya dengan baik, dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik pula.

Pembelajaran menggunakan model kooperatif, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan baik. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik, akan memiliki peluang lebih kecil mendapatkan kesulitan dalam memecahkan permasalahan dalam pembelajaran matematika, dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang rendah. Siswa juga akan lebih leluasa mengekpresikan ide-ide dan penguasaan konsepnya sehingga siswa akan menjadi lebih kritis dalam menghadapi setiap permasalahan matematika yang dipelajarinya. Dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation, siswa menggali sendiri informasi melalui investigasi dan diskusi kelompok, sehingga kemampuan komunikasi matematis siwa akan mengalami peningkatan dengan lebih baik, karena pembelajaran ini memotivasi siswa untuk aktif, kreatif dan menuntut siswa untuk berpikir kritis, sehingga siwa mampu mengepresikan ide-ide dan penguasan konsepnya untuk memecahkan suatu masalah dengan baik.


(29)

22 E.Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 2 Pringsewu tahun pelajaran 2012-2013 memperoleh materi yang relatif sama dan sesuai dengan kuri-kulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika siswa selain model pembelajaran Group Inveastigation tidak diperhatikan.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu, yang terdistribusikan dalam sembilan kelas, yaitu VIII A – VIII I. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil dua dari sembilan kelas secara purposive sampling dengan mengambil dua kelas yang di ajar oleh guru matematika yang sama dan memiliki kemampuan rata-rata yang relatif sama, dilihat dari hasil ujian mid semester genap. Untuk meyakinkan kesamaan rata-rata kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan menggunakan uji-t. Dari hasil anilisis data, dapat disimpulkan bahwa kelas VIIIB dan VIIIC memiliki kemampuan rata-rata yang relatif sama, dipilih sebagai sampel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Table 3.1. Nilai rata-rata Mid Semester

Kelas Nilai Rata-rata Guru Matematika

VIIIA 63.50 Dini Suwarti.S,Pd VIIIB 46.30 Dini Suwarti.S,Pd VIIIC 46.63 Dini Suwarti.S,Pd VIIID 41.12 Dini Suwarti.S,Pd VIIIE 39.25 Siti Hanimah.S,Pd VIIIF 41.14 Siti Hanimah.S,Pd VIIIG 41.56 Siti Hanimah.S,Pd VIIIH 40.14 Siti Hanimah.S,Pd VIIII 40.36 Siti Hanimah.S,Pd Rata-rata 44.44


(31)

24 B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah posttest only yang dipilih berdasarkan pedoman dari Furchan (1982 : 368) yang telah dimodifikasi. Gambar desainnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

E P1 O

K P2 O

Keterangan :

E = Kelas eksperimen K = Kelas kontrol

P1 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran

tipe Group Investigation

P2 = Perlakuan terhadap kelas kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional.

O = Posttest pada kelas ekperimen dan kelas kontrol

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan sampel penelitian

2. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS)

3. Membuat instrumen penelitian 4. Uji validitas instrumen tes


(32)

25 Hal hal yang dibedakan adalah pada kelas eksperimen pembelajaran menggunakan model pembelajaran Group Investigation sedangkan pada pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

6. Analisis uji coba instrumen

7. Mengadakan tes akhir pada dua kelas 8. Analisis Data

9. Membuat laporan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi matematis siswa yang merupakan data kuantitatif yang diperoleh setelah melakukan tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran tipe Group investigation dan terhadap kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah teknik tes, yang dilakukan pada akhir perlakuaan.

F. Instrumen Penelitian

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi matematika. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian yang terdiri atas lima soal.

Adapun indikator yang digunakan dalam tes kemampuan komunikasi matematis ini, yaitu kemampuan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, dan


(33)

26 secara aljabar/menggambar (drawing), menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tertulis/ekspresi matematika (mathematical expression), dan menggunakan simbol, istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide dalam bentuk tulisan/menulis (written texts). Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga kemampuan di atas, seperti yang terlihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Rubrik Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator Keterangan Skor

Menggambar (drawing)

Tidak ada jawaban 0

Hanya sedikit dari gambar yang benar 1 Membuat gambar namun kurang

lengkap dan benar. 2

Membuat gambar secara lengkap dan

benar. 3

Ekspresi matematika (mathematical expression)

Tidak ada jawaban 0

Hanya sedikit dari

model matematika yang benar 1 Membuat model matematika dengan

benar, namun salah dalam mendapatkan solusi.

2 Membuat model matematika dan

mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

3

Menulis ( written text)

Tidak ada jawaban 0

Hanya sedikit dari penjelasan yang

benar 1

Penjelasan secara

matematis masuk akal namun hanya sebagian yang lengkap dan benar

2 Penjelasan secara matematis tidak

tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

3 Penjelasan secara matematis masuk

akal dan jelas serta sistematis. 4


(34)

27 a. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas tes yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar cek lis oleh guru.

Hasil penilaian terlampir pada Lampiran B4. Dari hasil penilaian guru

disimpulkan bahwa perangkat tes sudah valid berdasarkan validitas isi.

b. Reliabilitas Tes

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:


(35)

28 Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi

= Banyaknya butir soal

= Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total

Menurut Guilford dalam Suherman, (1990: 177) koefisien reliabilitas diinter-pretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas

Suherman, (1990: 177)

Dari hasil perhitungan reliabilitas instrument diperoleh r11 = 0,90. Berdasarkan

pendapat Guilford di atas, nilai

r

11 memenuhi kriteria sangat tinggi.

c. Indeks Daya Pembeda

Noer (2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus :

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Koefisien relibilitas (r11)

Kriteria

r11≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi


(36)

29 Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

20 , 0 

DP

negatif Lemah Sekali(Jelek) 40

, 0 20

,

0 DP Cukup(Sedang)

70 , 0 40

,

0 DP Baik

00 , 1 70

,

0 DP Baik Sekali

To dalam Noer (2010)

Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes komunikasi matematika adalah DP lebih dari atau sama dengan 0,3. Hasil perhitungan menunjukan 5 butir tes uji coba memiliki daya beda lebih dari 0,30 yaitu berkisar dari 0,30 s.d 0,50. Jadi, daya beda butir tes tergolong baik.

c. Indeks Kesukaran

Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut


(37)

30 Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Sangat Sukar Sukar Sedang Mudah Sangat Mudah Sudijono (2008:372)

Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes komunikasi matematika adalah 0,31 < IK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau mudah. Hasil perhitungan indeks kesukaran soal diperoleh tingkat kesukaran pada butir soal nomor 1a, 1b, 2a, 3, 4, dan 5 memiliki tingkat kesukaran sedang. Sedangkan pada butir soal 1c,1d, 1e, 1f dan 2b memiliki tingkat kesukaran mudah.

Rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

Tes

Nomor soal Validitas Reliabilitas Daya pembeda

Tingkat kesukaran

1a

Valid 0,90

0,31(baik) 0,65 (sedang)

1b 0,30 (baik) 0,70 (sedang)

1c 0,35 (baik) 0,72 (mudah)

1d 0,30 (baik) 0,75 (mudah)

1e 0,30 (baik) 0,76 (mudah)

1f 0,31(baik) 0,77 (mudah)

2a 0.41 (baik) 0,62 (sedang)

2b 0,31(baik) 0,81 (mudah)

3 0,31(baik) 0,57 (sedang)

4a 0,34 (baik) 0,58 (sedang)

4b 0,35 (baik) 0,60 (sedang)

5 0,30 (baik) 0,50 (sedang)

Berdasarkan tabel hasil tes uji coba di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa.


(38)

31 F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t, terhadap data dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Data yang digunakan dalam analisis ini ialah data dari nilai post test.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat. Dengan formula menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut.

a) Hipotesis

Ho : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b) Taraf signifikan : α = 0,05 c) Statistik uji

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan

d) Keputusan uji

Tolak H0 jika 1  3 2

   x k

x dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.


(39)

32 Berdasarkan analisis data, uji normalitas diperoleh data sebagai berikut. Tabel 3.8 Hasil Uji Normalitas Data

Kelas Keputusan Uji Keterangan

Eksperimen 5,18 7,81 H0 diterima Normal Kontrol 7,07 7,81 H0 diterima Normal

Dari Tabel 3.8 di atas, terlihat bahwa pada kelas eksperimen

maka terima hipotesis nol, sehingga data berdistribusi normal. Sedangkan pada kelas kontrol , maka terima hipotesis nol, sehingga data berdistribusi normal. Jadi, data kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas control berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan C.6.

2. Uji Homogenitas Varians

Dalam penelitian ini diperoleh sampel berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan Uji homogenitas varians, ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data memiliki varians yang homogen atau sebaliknya. Menurut Sudjana (2005: 251) untuk menguji homogenitas varians ini dapat menggunakan uji F. a) Hipotesis

H0 :

2 2 2

1 

  (kedua populasi memiliki varians yang homogen)

H1 :

2 2 2

1 

  (kedua populasi memiliki varians yang tidak homogen)

b) Statistik uji

Fhitung =

terkecil Varians

terbesar Varians


(40)

33 dengan ) 1 ( . . 2 2 2         

n n x f x f n S i i i i Keterangan:

S12 = varians terbesar

S22 = varians terkecil n = jumlah siswa (∑fi) xi = tanda kelas

fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas

c) Kriteria pengujian

Tolak hipotesis H0 jika: Fhitung≥ F1/2α(n1-1, n2-1).

Berdasarkan hasil analisis data (Lampiran C.7.) diperoleh Fhitung = 1,77

Ftabel = 1,85 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti data dari kedua populasi

memiliki varians yang homogen.

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan pendapat Sudjana (2005: 243) karena kedua kelompok data normal dan homogen, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t, pihak kanan.

a) Hipotesis

(rata-rata kemampuan komunikasi matematis matematis siswa dengan model Group Investigation sama dengan atau

kurang dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional)


(41)

34

(rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model Group Investigation lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran konvensional)

b) Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:

dengan ̅ ̅ √

Keterangan:

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran Group investigation.

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.

n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen

n2 = banyaknya subyek kelas kontrol

= varians kelompok eksperimen = varians kelompok kontrol = varians gabungan

c) Kriteria uji

Tolak H0 jika dengan .Untuk

harga-harga t lainnya H0 diterima.

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:

a. Kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis.

c. Pembentukan karakter diri siswa berupa karakter dapat dipercaya, meng-hargai, tanggung jawab individu dan sosial, peduli, bertanya, mengungkapkan ide/pendapat, menjadi pendengar yang baik dan kerjasama juga menjadi lebih baik.


(43)

43

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan terus mengembangkannya karena dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Kepada peneliti lain untuk meneliti peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dan perubahan karakter siswa dalam pembelajaran Group Investigation.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu I. 2004, Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write, Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Cet. Ke-5.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar.http://ilmuwanmuda.wordpress. com/piaget-dan-teorinya/.(Diakses tgl 9 Januari 2013)

Furchan, Arief. 1982.Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan.Malang: Usaha Nasional.

Hamid, D. 2003. Undang-Undang No 20 Tahun 2003: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Asokadikta-Darut Bahagia.

Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia Association Supervision and Curriculum Development.

Ihsan Fuad. 2011. Dasar-dasr Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. Ke-7. Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/ 20012/11/19/ metode-investigasi-kelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 19 November 2012).

Latuheru, J. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

National Council of Teacher Mathematics. 2000. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.


(45)

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Bandar Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia.

Puspita,Nicky Dwi. 2012.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa.(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 20011/2012).(Skripsi).Universitas Lampung.Bandar lampung Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Slavin, Robert. 2005. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Sudijono, Anas. 2001. PengantarEvaluasiPendidikan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D).Bandung.Alfabeta.

Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Suhito, Suparyan, Suyitno, dkk. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winataputra, Udin.S. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.

Wahyudin. 2001. Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu Dipertanyakan. Makalah seminar Pendidikan Matematika, UPI Bandung


(1)

33 dengan ) 1 ( . . 2 2 2         

n n x f x f n S i i i i Keterangan:

S12 = varians terbesar

S22 = varians terkecil n = jumlah siswa (∑fi)

xi = tanda kelas

fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas

c) Kriteria pengujian

Tolak hipotesis H0 jika: Fhitung≥ F1/2α(n1-1, n2-1).

Berdasarkan hasil analisis data (Lampiran C.7.) diperoleh Fhitung = 1,77

Ftabel = 1,85 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti datadari kedua populasi

memiliki varians yang homogen.

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan pendapat Sudjana (2005: 243) karena kedua kelompok data normal dan homogen, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t, pihak kanan.

a) Hipotesis

(rata-rata kemampuan komunikasi matematis matematis

siswa dengan model Group Investigation sama dengan atau kurang dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional)


(2)

34 (rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan

model Group Investigation lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran konvensional)

b) Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:

dengan ̅ ̅

Keterangan:

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran Group investigation.

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.

n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen

n2 = banyaknya subyek kelas kontrol

= varians kelompok eksperimen = varians kelompok kontrol = varians gabungan

c) Kriteria uji

Tolak H0 jika dengan .Untuk

harga-harga t lainnya H0 diterima.

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:

a. Kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis.

c. Pembentukan karakter diri siswa berupa karakter dapat dipercaya, meng-hargai, tanggung jawab individu dan sosial, peduli, bertanya, mengungkapkan ide/pendapat, menjadi pendengar yang baik dan kerjasama juga menjadi lebih baik.


(4)

43

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan terus mengembangkannya karena dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Kepada peneliti lain untuk meneliti peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dan perubahan karakter siswa dalam pembelajaran Group Investigation.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu I. 2004, Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write,

Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Cet. Ke-5.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar.http://ilmuwanmuda.wordpress. com/piaget-dan-teorinya/.(Diakses tgl 9 Januari 2013)

Furchan, Arief. 1982.Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan.Malang: Usaha Nasional.

Hamid, D. 2003. Undang-Undang No 20 Tahun 2003: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Asokadikta-Darut Bahagia.

Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia Association Supervision and Curriculum Development.

Ihsan Fuad. 2011. Dasar-dasr Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. Ke-7.

Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http:

//gurupkn.wordpress.com/ 20012/11/19/

metode-investigasi-kelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 19 November 2012).

Latuheru, J. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

National Council of Teacher Mathematics. 2000. Curriculum and Evaluation


(6)

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Bandar Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia.

Puspita,Nicky Dwi. 2012.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa.(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 20011/2012).(Skripsi).Universitas Lampung.Bandar lampung Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Slavin, Robert. 2005. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Sudijono, Anas. 2001. PengantarEvaluasiPendidikan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D).Bandung.Alfabeta.

Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Suhito, Suparyan, Suyitno, dkk. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran

Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winataputra, Udin.S. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.

Wahyudin. 2001. Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Natar Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 29 40

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 2 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2013/2014)

2 31 59

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Baradatu Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 50

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Paramarta 1 Seputih Banyak Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 8 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Sribhawono Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 19 132

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMANKONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 70