PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMANKONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh DEWI UTAMI

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka tahun pelajaran 2014/2015 dan sampel penelitian adalah siswa kelas VII-C dan VII-D ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Desain penelitian adalah posttest only control group design. Data penelitian ini adalah data hasil kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh melalui tes. Tes dilakukan setelah selesai tahap pembelajaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka tahun pelajaran 2014/2015.


(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

Dewi Utami

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

Dewi Utami

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 12

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran... 12

2. Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation ... 14

3. Pembelajaran Konvensional ... 23

4. Pemahaman Konsep Matematis ... 24

B. Kerangka Pikir ... 28

C. Anggapan Dasar dan Hipotesis ... 30

1. Anggapan Dasar ... 30

2. Hipotesis ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 32

B. Desain Penelitian ... 33 Halaman


(5)

viii

C. Data Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Instrumen Penelitian... 34

1. Validitas Instrumen ... 35

2. Reliabilitas ... 36

3. Daya Pembeda ... 37

4. Tingkat Kesukaran ... 38

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 40

G.Teknik Analisis Data ... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(6)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Silabus Pembelajaran ... 63

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 71

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 96

A.4 Lembar Kerja Kelompok ... 120

B.PERANGKAT TES B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 197

B.2 Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 199

B.3 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 201

B.4 Form Penilaian Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 208

B.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 210

C.ANALISIS DATA C.1 Data Nilai Kelas Uji Coba ... 213

C.2 Analisis Uji Reliabilitas instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 214

C.3 Analisis Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran Tes ... 216

C.4 Data Tes Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI ... 218


(7)

xii C.5 Data Tes Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas yang

Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Konvensional … ... 219

C.6 Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI ... 220

C.7 Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Konvensional ... 224

C.8 Uji Homogenitas Varians Data Tes Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran Konvensional ... 228

C.9 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran Konvensional... 229

C.10 Analisis Indikator Tes Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI ... 232

C.11 Analisis Indikator Tes Pemahaman Konsep pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Pembelajaran Konvensional ... 235

D.LAIN-LAIN D.1 Surat Izin Penelitian ... 240

D.2 Surat Keterangan Penelitian ... 241

D.3 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 242

D.4 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 244


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif ... 17

2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif Tipe GI ... 18

3.1 Data Kemampuan Matematika Siswa Kelas VII dari Mid Semester Ganjil SMP Negeri 1 Semaka ... 32

3.2 Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ... 33

3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 34

3.4 Interpretasi Reliabilitas ... 37

3.5 Interpretasi Daya Pembeda ... 38

3.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 39

3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 40

3.8 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran Konvensional ... 42

3.9 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran Konvensional ... 43

4.1 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran Konvensional ... 45


(9)

x 4.2 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Pemahaman

Konsep Matematis Siswa pada Kelas yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Pembelajaran

Konvensional ... 46 4.3 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas

yang Mengikuti Pembelajaran dengan Model Pembelajaran


(10)

(11)

(12)

Moto

Sungguh pada hari ini Aku memberi balasan kepada

mereka, karena kesabaran mereka, sungguh mereka itulah

orang-

orang yang memperoleh kemenangan”.

(Q.S. Al-

Mu’minun: 111)

Kehidupan adalah ladang ilmu. Ilmu tidak bisa kita tuai

jika Sang Pencipta tidak bersemayam di hati.

Belajarlah dari kehidupan dengan tidak mengabaikan Sang

Pencipta kehidupan, yaitu Allah Aza Wazalla.


(13)

(14)

Persembahan

Bismillahirrahmanirrahiim….

Terucap syukur kehadirat Allah SWT. Dzat Yang Maha Sempurna

Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Uswatun Hasanah, Rasulullah

Muhammad SAW

kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta dan baktiku kepada:

Ibuku Siti Rohasih dan Ayahku Komarun

ucapan terima kasih nampaknya terlalu sederhana, berbagai pelajaran yang

berarti tentang hidup, kesabaran, dan keuletan, semuanya berasal dari

ketulusan mereka. Semoga karya kecil ini mampu memberikan senyum manis di

bibir mereka.

Adikku tersayang Nadira Halwa Hanania yang selalu memberikan semangat

dan keceriaan baru dalam hidupku

Para guru dan dosen yang kuhormati , yang telah mengajar dengan penuh

kesabaran

Terima kasih untuk ilmu dan pengalaman.

Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu menyemangati dan tersenyum

kepadaku

Dan


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Srikaton, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Lampung pada tanggal 15 September 1994. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Komarun dan Ibu Siti Rohasih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Srikuncoro, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Semaka, Kabupaten Tanggamus pada tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Undangan.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Garut, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Semaka pada tahun 2014.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif di kegiatan intern kampus. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta FKIP sebagai Anggota Divisi Pendidikan periode kepengurusan 2011/2012, kemudian penulis juga aktif di


(16)

Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam Fakultas sebagai anggota Penerbitan Media Islam pada periode kepengurusan 2012/2013.


(17)

ii SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rahmatan lil’alamin, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)” penulis selesaikan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibuku (Siti Rohasih) dan Ayahku (Komarun), yang tak pernah berhenti

berdo’a, memberikan semangat, serta kasih sayang untuk keberhasilanku. 2. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Dosen pembimbing I atas

kesediaan-nya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(18)

iii 3. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, sekaligus Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan pembahas yang telah memberikan kemudahan, masukan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Santoso, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Semaka yang telah

memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

9. Bapak Juri, S.Pd., selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dan memberikan bantuannya selama penelitian.

10.Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya kelas VII-C dan VII-D yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

11.Adikku tersayang satu-satunya Nadira Halwa Hanania yang telah memberikan semangat baru dalam hidupku.


(19)

iv 12.Mbah Putri, Mbah Kakung, dan seluruh keluargaku tercinta baik dari pihak Ibunda maupun Ayahanda atas semangat, kasih sayang, dan doa yang tak per-nah berhenti mengalir.

13.Bunda Sunarti, Bapak Sugeng, Mas Dani Arki Kurniawan terkasih, Adek Dayu Rizki Tantia, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat dan do’a untukku.

14.Keluarga Prince and Princess tercinta dan terkasih, Ciik (Yulisa), Mbak (Ria Oktavia), Kim (Ismi Vita M.), Emak (Nourma Ervitasari), Beb Lai (Laili Fauziah Sufi), Mbak Pin (Anita Ervina Astin), Cipau (Venti Martaliza), Abang (Muhammad Yusuf), Abay (Bayu Imadul B.), Kiyay (Didi Giatno), dan Oom (Agus Sugiarto), yang selama ini telah menganggapku sebagai adik kecilnya, dan selalu memberiku semangat serta selalu menemani saat suka dan duka.

15.Sahabat kecilku tercinta, Nori Irawati, Reni Oktaviani, Fera Santi, dan M. Dhofir Ali, terima kasih atas kebersamaannya.

16.Teman-teman karibku tersayang, seluruh angkatan 2011 Pendidikan Matematika: Ade, Agung, Agus, Kakak Aan, Aliza, Mbak Vina, Pak Ketua Uli, Ayu Anindra, Ayuf, Ayu Sekar, Ayu Ta, Ayu Ti, Bayu, Citra, Dedes, Desi, Dian, Didi, Dina Eka, Dina Rahmi, Emi, Emil, Enggar, Eni, Fitri, Flo, Fuji, Gilang, Hani, Ketua Angkatan Heizlan, Ige, Ikhwan, Indah, Ismi, Ista, Iwan, Laili, Ipeh, Lidia, Hasbi, Elcho, Panji, Yusuf, Muthi, Ratna, Niluh, Nourma, Pobby, Abi, Ria, Rizka, Ocha, Selvy, Siska, Siti, Suci, Titi, Veni, Venti, Winda, Wulan, Yola, dan Yulisa.


(20)

v 17.Kakak-kakakku angkatan 2008, 2009, 2010 serta adik-adikku angkatan 2012,

2013, 2014 terima kasih atas kebersamaannya.

18.Kakak-kakakku Mbak Lia, Mbak Hesti, Mbak And, Mbak Asih, Mbak Amel, Mbak Vera, Mbak Vindi, Kak Umpu, Kak Rendra, terima kasih atas semangat dan candanya.

19.Adik-adikku terkasih Purnama Dewi, Rizki Amalia, dan Titi Andara yang selalu memberikan semangat dan sapaan hangatnya.

20.Teman-teman Innocent (Sule, Chacha, B’del, Aul, Dingdong, Eccy, V-3, Icce, Lindung, Cumi, Raccon, Ndil Ndul, Iia, Kim, Bee, Ettu, Ninut, dan Uul) yang selalu memberikan senyum keceriaan untukku.

21.Teman-teman Bangsal 416-417 (Helita Multisari, Risa Liwana, Ayu Lestari, Remilda Trinora, dan Fitri Nuryanah) yang selalu memberikan semangat untukku.

22.Bapak Budi Kadaryanto, S.Pd., M.A., yang telah memberikan bantuan, dan saran selama penulis melaksanakan KKN dan PPL.

23.Bapak Azwandi dan Ibu, beserta keluarga, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a selama melaksanakan KKN dan PPL.

24.Keluarga KKN dan PPL Desa Garut, Semaka: Abbas, Ardi, Kiki, Inayah, Novi, Risa, Santi, dan Tiwi. Semoga kekeluargaan kita akan terus terjalin. 25.Pengurus referensi yang telah melayani dalam peminjaman buku serta skripsi. 26.Pak Liyanto dan Pak Mariman, penjaga gedung G, terima kasih atas bantuan

dan perhatiannya selama ini.

27.Almamater Universitas Lampung tercinta yang telah mendewasakanku. 28.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(21)

vi Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(22)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi bangsa yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Pendidikan merupakan salah satu modal untuk memajukan suatu bangsa, karena kemajuan bangsa dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan dan pendidikannya. Salah satu fungsi dari pendidikan adalah mengurangi kebodohan dan keterbelakangan, karena ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat menjadikan seseorang mampu mengatasi masalah yang ada. Dengan kata lain, tanpa pendidikan yang baik manusia tidak akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi spiritual, intelegensi dan skill. Selain itu pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Salah satu unsur pendidikan adalah pembelajaran.

Pembelajaran merupakan interaksi antara siswa sebagai peserta didik dengan guru sebagai pendidik. Proses interaksi belajar akan ada jika terjadi interaksi yang seimbang antara guru, siswa, dan materi pelajaran di dalamnya. Seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang lebih inovatif sehingga kegiatan pembelajaran di kelas mampu menciptakan interaksi yang baik bagi siswa,


(23)

2 sehingga akan mencapai tujuan dengan baik pula, termasuk dalam hal ini pembelajaran matematika.

Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari, Muhsetyo (2007:126). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh penting, karena hampir semua ilmu pengetahuan terdapat unsur matematika. Pada buku Model Matematika yang disebutkan dalam Fitriana (2010: 31), “Matematika merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar baik yang berkenaan dengan jumlah, ukuran-ukuran, perhitungan dan sebagainya yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol tertentu”. Namun, matematika tidak hanya berupa simbol, tetapi pola pikir matematika inilah yang membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan berbagai gagasan yang dapat dijelaskan melalui pembicaraan lisan, tulisan, tabel dan grafik. “Hal terpenting dalam pembelajaran matematika sebenarnya adalah bagaimana dapat menciptakan suatu pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa dapat menyukai pelajaran matematika”, (Suherman, dkk; 2003: 68).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP (BSNP, 2006), tujuan diberikannya mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara


(24)

3 luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika.

Memahami konsep dalam belajar matematika merupakan salah satu tujuan pen-ting dalam pembelajaran matematika. Dengan memahami konsep memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa tidak hanya sebagai hafalan, namun siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran yang diberikan. Memahami dan menguasai konsep merupakan hal penting bagi siswa dalam belajar matematika. Karena dengan hal ini siswa mampu menjadikannya sebagai pilar dalam pemecahan masalah matematika. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat O’Connell (2007: 18) yang menyatakan bahwa, “Dengan pema -haman konsep, siswa akan lebih mudah dalam memecahkan permasalahan karena siswa akan mampu mengaitkan serta memecahkan permasalahan tersebut dengan berbekal konsep yang sudah dipahami”. Kemampuan penalaran matematika siswa akan lebih baik jika siswa mempunyai pemahaman konsep yang baik. Menurut Arends (2007: 322), “Konsep adalah dasar untuk bernalar dan berkomunikasi sehingga dengan adanya pemahaman konsep siswa tidak hanya sekedar berkomunikasi secara baik dan benar karena mereka mempunyai


(25)

4 pemahaman tentang konsep yang mereka komunikasikan”. Berdasarkan pendapat tersebut pula, bila siswa tidak memahami konsep dalam belajar matematika, maka siswa akan kesulitan ketika dihadapkan pada problem matematika yang menuntut penalaran siswa. Sehingga untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar matematika, pemahaman konsep yang baik menjadi hal yang penting pada setiap materi matematika.

Namun pada kenyataannya hasil pembelajaran matematika masih perlu diperhatikan. Hal tersebut sesuai dengan fakta dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS 2011), yang menyatakan bahwa capaian rata-rata siswa Indonesia adalah 386 yang berarti berada pada level rendah. Capaian rata-rata peserta Indonesia pada TIMSS 2011 mengalami penurunan dari capaian rata-rata pada TIMSS 2007 yaitu 397. Saat ini masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu sulit. Pendapat tersebut sesuai dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Winataputra (2007: 12) berikut

Matematika merupakan pelajaran yang tidak mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang tidak senang terhadap pelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika penyampaian guru yang sangat monoton, kurang kreatif, siswa yang tidak mampu menjawab pertanyaan, siswa yang takut untuk mengerjakan soal latihan di depan kelas dan sukarnya memahami konsep yang terkandung dalam matematika merupakan penyebab

ketidaksenangan siswa pada mata pelajaran matematika.

Salah satu penyebab kurangnya pemahaman siswa adalah kesulitan belajar siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Hal tersebut disebabkan karena strategi pem-belajaran yang dilaksanakan oleh guru adalah siswa masih diperlakukan sebagai objek belajar dan guru lebih dominan berperan dalam pembelajaran dengan memberikan konsep-konsep atau prosedur-prosedur baku, sehingga pada pembelajaran ini hanya terjadi komunikasi satu arah. Siswa jarang diberi


(26)

kesem-5 patan untuk menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep atau pengetahuan matematika secara formal, sehingga pemahaman konsep dianggap tidak terlalu penting. Hal ini, diperkuat lagi oleh pendapat Ratumanan (2004) seperti berikut Siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara

alternatif dalam memecahkan masalah, siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu di atas kursi dan jarang siswa berinteraksi sesama siswa selama

pelajaran berlangsung. Siswa cenderung pasif menerima pengetahuan tanpa ada kesempatan untuk mengolah sendiri pengetahuan yang diperoleh, aktifitas siswa seolah terprogram mengikuti algoritma yang dibuat guru.

Depdiknas (2007: 10) mengemukakan beberapa permasalahan yang ada di lapangan tentang pemahaman konsep, beberapa di antaranya adalah (1) bagai-mana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu khususnya matematika, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat suatu konsep yang telah disampaikan lebih lama, (2) bagaimana setiap siswa dapat membuat keter-hubungan antar konsep dalam matematika yang diberikan, sehingga membentuk suatu pemahaman yang utuh dan, (3) bagaimanakah seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari arti sesuatu.

Dari uraian di atas, pemahaman konsep matematis siswa harus mendapat perhatian lebih dari guru. Guru harus selalu melakukan usaha-usaha agar pe-mahaman konsep matematis siswa menjadi lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah melakukan pembelajaran dengan menggunakan model yang memberikan banyak peluang kepada siswa untuk aktif mengkontruksikan pengetahuannya. Salah satunya perlu suatu model pembe-lajaran matematika yang dapat memberikan pengaruh terhadap pemahaman


(27)

6 konsep matematis siswa. Penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa dalam mempelajari matematika.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntun siswa untuk berperan aktif menyelesaikan masalah yang ada di kelompoknya secara bersama-sama. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian setiap siswa memiliki peluang yang sama dalam memperoleh hasil belajar yang maksimal serta tercipta suasana yang menyenangkan. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah sehingga siswa dapat memahami konsep materi pelajaran dengan baik.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya adalah tipe Group Investigation (GI). Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Dalam pembelajaran kooperatif tipe GI siswa dituntut tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus seperti keterampilan kooperatif. Keterampilan ini bertujuan untuk melancarkan hubungan satu sama lain dalam kerja dan penyelesaian tugas. Sesuai dengan pendapat Eko (2011: 2) yang menyatakan bahwa, “Model pembelajaran kooperatif menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa agar mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang


(28)

7 tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet”. Peranan hubungan satu sama lain dalam kerja dapat diperoleh dengan mengembangkan informasi dan kerja sama satu sama lain dalam kelompok sedangkan peranan penyelesaian tugas dapat diperoleh dengan pembagian kelompok sehingga siswa dapat lebih aktif dan bertanggungjawab.

Pada proses pembelajaran matematika umumnya masih banyak guru menerapkan model pembelajaran konvensional. Dominasi peran guru sangat terlihat dari awal hingga akhir pembelajaran. Pada model ini guru menjelaskan konsep kemudian guru memberikan contoh soal dan langkah-langkah pengerjaannya, latihan soal, dan pekerjaan rumah. Hal ini mengakibatkan siswa cenderung pasif dan hanya terbatas pada aktivitas mendengarkan penjelasan dari guru, mencatat, dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk aktivitas berdiskusi yang di dalamnya siswa dapat saling bertukar pendapat dalam suatu penyelidikan kasus tertentu jarang mereka lakukan.

Pembelajaran model ini masih diterapkan di SMP Negeri 1 Semaka. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII SMP Negeri 1 Semaka diperoleh informasi bahwa model pembelajaran kooperatif belum pernah diterapkan di kelas VII. Model yang digunakan dalam menjelaskan materi pelajaran matematika adalah dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Guru aktif menjelaskan materi, sedangkan siswa hanya menerima penjelasan yang disampaikan oleh guru bahkan banyak siswa yang tidak terlibat aktif dalam pembelajaran, sering kali siswa melakukan aktivitas yang tidak relevan seperti berbicara dengan siswa lain tentang sesuatu di luar materi


(29)

8 pelajaran dan mengganggu siswa lain yang sedang memperhatikan penjelasan guru. Oleh karena itu, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Terhadap Kemam-puan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VII Semester Genap di SMP Negeri 1 Semaka Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII semester genap di SMP Negeri 1 Semaka tahun ajaran 2014/2015?”

Rumusan masalah di atas dipertegas dengan pertanyaan penelitian “Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII semester genap di SMP Negeri 1 Semaka tahun ajaran 2014/2015 yang mengikuti pembelajaran dengan model GI lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?”.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VII semester genap di SMP Negeri 1 Semaka tahun ajaran 2014/2015.


(30)

9 D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan berkaitan dengan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru dan calon guru

Sebagai bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VII SMP Negeri 1 Semaka mengenai suatu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa melalui kerja kelompok.

b. Manfaat bagi sekolah

Sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru SMP Negeri 1 Semaka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

c. Manfaat bagi peneliti

Sebagai bahan masukan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh adalah daya yang ditimbulkan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka.


(31)

10 Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe GI dikatakan berpengaruh apabila kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dalam hal ini, kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dikatakan lebih baik apabila kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan model pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil yang di dalamnya terjadi komunikasi, interaksi, dan pertukaran intelektual sebagai usaha siswa untuk belajar yang kegiatannya meliputi mengidentifikasi topik dan membentuk siswa secara berkelompok, merencanakan tugas, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir, dan evaluasi.

3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru sehari-hari, yaitu pembelajaran secara tradisional atau klasikal. Proses pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian guru memberi soal untuk dikerjakan siswa baik secara individu maupun berkelompok.

4. Pemahaman konsep matematis siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep materi pelajaran matematika yang dicerminkan oleh nilai


(32)

11 tes pemahaman konsep setelah dilakukan pembelajaran. Adapun indikator pemahaman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. c. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. d. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.

e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. f. Mengaplikasikan konsep.


(33)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia pada umumnya dan pendidikan pada khususnya baik sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini sesuai dengan kodrati manusia ingin selalu maju ke arah optimalisasi menurut tuntutan perkembangan jaman. Untuk mencapai semua itu, maka belajar sangat mutlak diperlukan. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk mendapatkan pengalaman baru yang diperoleh individu terhadap interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Slameto (2003: 2) yang menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya Hilgard dan Marquis dalam Reza (2013: 13) berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. Selanjutnya Mursell dalam Reza (2013: 14) menyatakan bahwa belajar adalah upaya yang


(34)

13 dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Lain halnya yang dikemukakan oleh Sardiman (2007: 20) bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mendengarkan, mengamati, meniru dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang mengupayakan adanya perubahan pada pengalaman, sikap dan tingkah laku yang baru. Tingkah laku yang diperoleh diimbangi pula dengan didapatnya pengetahuan dan keterampilan.

Dalam lingkup sekolah, aktivitas untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mendefinisikan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2002: 100) menyatakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perbedaan perilaku ke arah yang lebih baik. Selain itu, Dimyati dan Mudjiono (2009: 157) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa, sehingga belajar dapat memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sagala (2008: 61), mendefinisikan pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggu-nakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi, komunikasi yang dilakukan antara guru ke siswa atau sebaliknya, dan siswa ke


(35)

14 siswa. Dalam proses pembelajaran peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, dan lain sebagainya. Pengenalan karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan hal yang terpenting dalam penyampaian bahan ajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, berarti pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik, peserta didik dengan lingkungan sekitar yang diselenggarakan guru untuk membelajarkan siswa sehingga terjadi peru-bahan perilaku kearah yang lebih baik.

2. Pembelajaran Kooperatif tipe GI

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni dan Ismail, 2008: 150). Selanjutnya menurut Asma (2006: 12), belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Hal senada diungkapkan Anitah, Dkk (2008: 37), yang menyatakan bahwa belajar kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerjasama untuk memaksimalkan kegiatan belajarnya sendiri dan juga anggota yang lain. Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan


(36)

15 bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selain itu, Lie (2008:34) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas. Menurut Abidin (2014:241), pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Selain itu, pembelajaran kooperatif menurut Solihatin (2005: 4) mengandung pengertian yaitu suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Sebagai pembeda dengan pembelajaran kelompok lain, pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri umum, yaitu: a) tujuan kelompok yang merupakan tujuan yang akan dicapai melalui proses kerja sama dalam menguasai sesuatu konsep yang dipelajari, b) interaksi sosial, masing-masing anggota kelompok saling berinteraksi antar kelompok, c) ketergantungan positif yang memiliki arti keberhasilan kelompok bergantung kepada keberhasilan individu sebagai anggota kelompok (Abidin, 2014: 242).


(37)

16

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai definisi pembelajaran kooperatif, ma-ka dapat disimpulma-kan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan memberi kesempatan kepada siswa agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama dalam sebuah kelompok untuk menyelesaikan tugas secara bersama dan saling membantu dalam kelompoknya. Selain itu, hubungan tersebut memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya se-lama belajar bersama dalam anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif men-dorong terbentuknya pribadi siswa yang utuh, karena selain mengembangkan kemampuan siswa secara kognitif, melalui pembelajaran kooperatif siswa juga dibekali kemampuan untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Pembelajaran kooperatif juga merupakan salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi antar siswa serta hubungan yang saling menguntungkan diantara mereka.

Pada pelaksanaan kegiatan model pembelajaran kooperatif tentunya terdapat tahap-tahap yang membedakan dengan model pembelajaran yang lainnya. Menurut Ibrahim (Dau, 2013: 13), langkah-langkah yang dilaksanakan dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:


(38)

17 Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Aktifitas Guru 1 Menyampaikan tujuan

dan memotifasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Kagan dan Kagan (2009) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan seperti berikut: a) memperbaiki hubungan sosial, b) meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran, c) meningkatkan kemahiran kepemimpinan, d) meningkatkan kemahiran sosial, e) meningkatkan tahap kemahiran berpikir tahap tinggi, f) meningkatkan kemahiran teknologi, dan g) meningkatkan keyakinan diri.

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif GI. Model pembelajaran kooperatif tipe GI pertama kali dirancang oleh Hebert Thellen yang disempurnakan oleh Sharan dan rekan sejawatnya di Tel Aviv University (Abidin, 2014: 258). Dalam model


(39)

18 pembelajaran kooperatif tipe GI guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen dilihat dari kemampuan dan latar belakang, baik dari segi jenis kelamin, suku, dan agama atau berdasarkan kesamaan minat, untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan merumuskan penyelidikan kemudian menyepakati pembagian kerja dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Dalam diskusi diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran siswa Ibrahim, dkk. (2000: 23)

Menurut Winataputra (2001: 75) dalam metode GI terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group. Sharan (Abidin, 2014: 258), menyatakan 6 tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe GI, diantaranya: (a) pemilihan topik, (b) merencanakan tugas, (c) melaksanakan investigasi, (d) analisis dan sintesis serta menyiapkan laporan akhir, (e) mempresentasikan laporan akhir, dan (f) evaluasi.

Untuk lebih jelas dalam memahami langkah-langkah model pembelajaran tipe GI,

menurut Slavin dalam Maesaroh (2005: 29-30) menyatakan 6 tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe GIpada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah- Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

Tahap II

Merencanakan tugas.

Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.


(40)

19 Tahap III

Membuat penyelidikan.

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir.

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir.

Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain sebagai pendengar dan member tanggapan.

Tahap VI Evaluasi.

Mengevaluasi pelaksanaan diskusi yang telah depersentasikan, menegaskan kembali kesimpulan diskusi.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini didukung dari langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe GI yang diawali dengan memilih topik yang akan diinvestigasi terlebih dahulu, merencanakan tugas sesuai topik yang telah dipilih, melaksanakan investigasi yang bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi, menganalisis berbagai informasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya dan merancang agar informasi tersebut dapat disajikan secara menarik kepada teman-temannya, mempresentasikan hasil investigasi, dan tahap terakhir adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar yang telah dialami siswa. Pada tahap ini siswa juga memberikan umpan balik terhadap tugas yang telah dikerjakan.

Menurut Huda (2011: 16) GI diklasifikasikan sebagai metode investigasi kelompok karena tugas-tugas yang diberikan sangat beragam, mendorong siswa untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi dari beragam sumber,


(41)

20 komunikasinya bersifat bilateral dan multilateral, serta penghargaan yang diberikan sangat implisit. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI, siswa memiliki pilihan penuh untuk merencanakan apa yang dipelajari dan diinvestigasi. Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen dan masing-masing kelompok diberi tugas dengan proyek yang berbeda-beda.

Di dalam kelas yang menerapkan model investigasi kelompok, guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam rangka ini guru seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok melalui tiga tahap, seperti yang dikemukakan oleh (Winataputra, 2001: 36-37). Ketiga tahap itu diantaranya, a) tahap pemecahan masalah; b) tahap pengelolaan kelas; c) tahap pemaknaan secara perseorangan. Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, informasi apa saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi itu. Tahap pemaknaan secara perorangan berkenaan dengan proses pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui belajar dalam kelompok, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing siswanya maka pengetahuan yang diperoleh siswa akan lebih bermakna, dan siswa dapat memperoleh pengalaman yang lebih melalui proses belajarnya daripada siswa yang belajar secara individual.

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe GI menurut Killen (Aunurrahman, 2010: 152) adalah (a) para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan


(42)

21 memiliki independensi terhadap guru, (b) kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan, (c) kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan, dan (d) siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar. Aunurrahman (2010: 152), mengungkapkan beberapa kelebihan dari model investigasi kelompok GI yaitu sebagai berikut

Model ini juga akan mampu menumbuhkan kehangatan hubungan antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat terhadap aturan dan kebijakan, kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap harkat dan martabat orang lain. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa model investigasi kelompok dapat dipergunakan pada seluruh areal subyek yang mencakup semua anak pada segala tingkatan usia dan peristiwa sebagai model inti untuk semua sekolah.

Dalam GI, siswa diorganisir ke dalam kelompok-kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan oleh Sharan (Huda, 2011: 17) bahwa “performa siswa lebih efektif justru ketika mereka berada dalam kelompok-kelompok kecil (seperti, peer tutoring dan investigasi kelompok) dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam suasana tradisional ruang kelas yang mengikutsertakan seluruh anggotanya”. Dalam kelompok-kelompok kecil terdapat hubungan interpersonal yang lebih intens dan lebih kompleks. Selanjutnya siswa-siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil memiliki rasa tanggung jawab lebih besar untuk membantu siswa lain. Selain itu, siswa berada dalam kelompok kecil lebih komunikatif satu sama lain.

Dalam kajian yang mendalam tentang investigasi kelompok Joyce dan Weil (Aunurrahman, 2010: 153), menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok memiliki kelebihan dan komprehensivitas, dimana model ini memadukan


(43)

pe-22 nelitian akademik, integrasi sosial, dan proses belajar sosial. Siswa diorganisasikan ke dalam kelompok untuk melakukan penelitian bersama atau cooperative inquiri terhadap masalah-masalah sosial maupun akademik. Jadi selain melakukan penelitian akademik, secara tidak langsung siswa melakukan integrasi sosial dan proses belajar sosial melalui interaksinya dalam kelompok.

Kelebihan dari pembelajaran GI dapat dilihat melalui dua aspek. Aspek yang pertama dilihat dari segi pribadi, yaitu dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif, rasa percaya diri dapat lebih meningkat, dan dapat belajar untuk memecahkan/menangani suatu masalah. Aspek yang kedua dilihat dari segi sosial/kelompok, diantaranya meningkatkan belajar bekerja sama, belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru, belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis, belajar menghargai pendapat orang lain, dan meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan (Setiawan, 2006:9).

Model pembelajaran kooperatif tipe GI hampir sama dengan model pembelajaran kooperatif lainnya yang cara belajarnya dengan diskusi kelompok, bedanya adalah dalam model pembelajaran GI materi yang dipelajari merupakan materi yang bersifat penemuan yaitu siswa mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui kegiatan investigasi. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif lainnya materi disampaikan oleh guru.


(44)

23

Dari hasil penelitian sebelumnya tentang model pembelajaran kooperatif tipe GI seperti: Apriyani, (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Sehingga pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling umum dilakukan oleh guru di sekolah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran yang diawali dengan cara menerangkan materi menggunakan metode ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal latihan dan penyelesaiannya, selanjutnya guru memberikan tugas berupa latihan soal. Menurut Djamarah (2006) pembelajaran konvensional adalah metode pembe-lajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Roestiyah (2008: 115) menyatakan bahwa peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru.


(45)

24 Menurut Sanjaya (2009: 177) pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasikan pada guru karena guru lebih banyak berceramah ketika di kelas. Peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat klasikal, sebab pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan tanpa melibatkan siswa secara aktif.

Pembelajaran dengan cara tradisional ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Apriyani (2013: 17) kelebihan dari pembelajaran tradisional ini adalah waktu yang diperlukan cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur secara langsung oleh guru yang bersangkutan, sedangkan kelemahan dari pembelajaran tradisional ini adalah tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan dari guru. Dalam pembelajaran ini, siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi yang diajarkan dan kurang tertarik untuk belajar, selain itu pembelajaran ini cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti dari suatu materi yang dipelajari. Dalam kamus Besar


(46)

25 Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sardiman (2008: 42) yang menyatakan bahwa pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh sebab itu, belajar harus mengerti dengan baik makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga siswa dapat belajar memahami konsep dengan optimal.

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. Jika siswa belajar tanpa memahami konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil secara optimal Soedjadi (2000: 14). Oleh karena itu dengan memahami konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal.

Menurut Depdiknas (2003: 2), pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Sedangkan menurut NCTM (2000: 213), untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun


(47)

26 pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.

Pemahaman konsep matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar menghapal atau mengingat konsep yang dipelajari melainkan mampu menyatakan ulang suatu konsep yang sudah dipelajari. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2007) yang mengemukakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interpretasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

NCTM (2000: 233) mengemukakan bahwa pemahaman matematik merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Pemahaman matematik lebih bermakna jika dibangun oleh siswanya sendiri. Oleh karena itu kemampuan pemahaman tidak dapat diberikan dengan paksaan. Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau non-contoh dari konsep, mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik di luar konsep matematika.


(48)

27

Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator pemahaman konsep menurut Kurikulum 2006, yaitu: a. menyatakan ulang sebuah konsep

b. mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)

c. memberikan contoh dan non-contoh dari konsep

d. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis e. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

f. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu g. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berdasarkan penjabaran di atas tentang kemampuan pemahaman konsep matematis diketahui bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematik juga merupakan landasan penting untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator kemampuan pemahaman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyatakan ulang suatu konsep; menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu; memberi contoh dan non contoh dari konsep; mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; mengaplikasikan konsep.


(49)

28 B. Kerangka Pikir

Penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI (X), sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan pemahaman konsep matematis (Y).

Model pembelajaran GI adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI siswa dibentuk kedalam kelompok berdasarkan kemampuan dan latar belakang, baik dari segi jenis kelamin, suku, dan agama, atau berdasarkan kesamaan minat dengan anggota kelompok yang heterogen kemudian setiap kelompok merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir, selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan dan yang terakhir malakukan evaluasi. Selama pembelajaran, guru bertindak sebagai pembimbing dan pengarah, sedangkan siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam mengerjakan tugas selama proses belajar berlangsung.

Keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat diperhatikan dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik model ini yang mengharuskan siswa untuk berperan lebih aktif dalam berdiskusi dan bekerjasama sehingga dapat memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Selain itu, kegiatan investigasi di dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI mendorong siswa untuk telibat secara aktif dalam


(50)

29 menemukan konsep dan membangun pengetahuannya. Melalui kegiatan investigasi siswa akan lebih memahami mengenai konsep pada materi pembelajaran karena siswa terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar yang siswa peroleh tersebut akan dapat tertanam dengan baik.

Pemahaman konsep merupakan hal utama yang perlu digali dan dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Guru harus selalu melakukan usaha-usaha agar pemahaman konsep matematis siswa menjadi lebih baik. Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran tersebut sebaiknya adalah model pembelajaran yang memberikan interaksi antar sesama siswa dan antara siswa dengan gurunya sehingga siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Apabila meninjau fase-fase pada model pembelajaran kooperatif tipe GI, terlihat bahwa dengan model tersebut, siswa akan lebih berperan aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui kegiatan menyelidiki, menemukan, dan memecahkan suatu masalah secara mandiri, sehingga siswa mendapatkan pembelajaran yang bermakna, serta pengetahuan dan pengalaman yang baru. Oleh karena itu, pemahaman konsep yang diperoleh siswa akan lebih optimal.

Pada pembelajaran konvensional kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru, siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru, mendengar, mencatat, dan hanya terjadi komunikasi satu arah dari guru ke siswa. Pada pembelajaran ini, guru berperan aktif sebagai pemberi informasi di kelas sehingga siswa lebih terbiasa mendapat informasi dari guru. pembelajaran konvensional lebih banyak


(51)

30 menekankan siswa kepada hafalan. Hal tersebut menyebabkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep kurang baik karena konsep yang telah diperoleh hanya berupa hafalan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diduga bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI siswa dituntut untuk menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari melalui proses penyelidikan dan siswa dituntun untuk menyelesaikan masalah yang ada secara kelompok. Siswa yang yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI diduga akan mempunyai pemahaman konsep lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

C. Anggapan Dasar dan Hipotesis

1. Anggapan Dasar

Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut:

1. Setiap peserta didik memperoleh materi pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah.

2. Faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dianggap tidak memberikan kontribusi yang sama.

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Penelitian


(52)

31 Model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Tahun Pelajaran 2014/2015. 2. Hipotesis Kerja

Pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Tahun Pelajaran 2014/2015 yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe GI lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.


(53)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 1 Semaka, Kabupaten Tanggamus, tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam enam kelas dengan jumlah siswa sebanyak 199 siswa yang memiliki kemampuan merata. Oleh karena itu, pengambilan sampel dalam pene-litian ini menggunakan teknik cluster random sampling sedemikian sehingga terambil dua kelas secara acak. Sampel penelitian adalah siswa kelas VII-C dan VII-D. Kelas VII-C terdiri dari 33 siswa sebagai kelas eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan kelas VII-D terdiri dari 33 siswa sebagai kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Kesetaraan kemampuan matematika dilihat dari nilai mid semester ganjil. Berikut disajikan kemampuan matematika siswa berdasarkan hasil ujian mid semester ganjil kelas VII SMP Negeri 1 Semaka.

Tabel 3.1. Data Kemampuan Matematika Siswa Kelas VII Berdasarkan Hasil Ujian Mid Semester Ganjil SMP Negeri 1 Semaka

No Kelas Jumlah Siswa Nilai Mid Semester Ganjil

1 VII-A 34 62,7

2 VII-B 34 61,3

3 VII-C 33 61,0

4 VII-D 33 61,2

5 VII-E 33 60,7

6 VII-F 32 58,3

Jumlah 199 365,2

Rata-rata 60,8


(54)

33 B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Design yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control group design yang melibatkan dua kelas. Setelah dilakukan pembelajaran, kemudian dilakukan posttest untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Adapun design posttest only control group design menurut Furchan (2007:368) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design

Kelompok Perlakuan Post-test

E P

X C

O O

Furchan (2007: 368) Keterangan:

E = Kelas eksperimen P = Kelas kontrol

X = Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran GI

C = Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran konvensional.

O = Skor Posttest

C. Data Penelitian

Data pada penelitian adalah data kemampuan pemahaman konsep siswa. Data tersebut berupa data kuantitatif.


(55)

34 D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes. Tes diberikan sesudah pembelajaran (post-test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah bentuk tes berupa uraian yang terdiri dari lima soal. Dengan masing-masing soal terdiri atas lebih dari satu indikator. Data tentang kemampuan pemahaman konsep dapat diperoleh dari langkah-langkah penyelesaian siswa pada setiap soal yang diberikan. Instrumen tes untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa disusun berdasarkan indikator-indikator kemampuan pemahaman konsep matematis.

Adapun teknik penskoran untuk soal tes uraian dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

No Indikator Ketentuan Skor

1

Menyatakan ulang sebuah konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang sebuah konsep tetapi salah

1 c. Menyatakan ulang sebuah konsep

dengan benar

2

2

Mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

a. Tidak menjawab 0

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya

1

c. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

2

3 Memberi contoh dan non contoh dari konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Memberi contoh dan non contoh tetapi salah

1 c. Memberi contoh dan non contoh

dengan benar

2 4 Menyajikan konsep a. Tidak menjawab 0


(56)

35 dalam bentuk

representasi matematis

b. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis tetapi salah

1 c. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematis dengan benar

2

5

Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep tetapi salah

1 c. Mengembangkan syarat perlu atau

syarat cukup suatu konsep dengan benar

2

6 Mengaplikasikan konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah tetapi tidak tepat

1

c. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah dengan tepat

2

Sumber: Sasmita (2010: 30)

1. Validitas Instrumen

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari suatu tes pemahaman konsep dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran. Apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan instruksional khusus sudah terwakili secara nyata dalam tes pemahaman konsep tersebut atau belum. Penyusunan soal tes diawali dengan membuat kisi-kisi soal. Kisi-kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang akan dicapai.

Penilaian terhadap kesesuaian butir tes dengan indikator pembelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika. Penilaian terhadap kesesuaian isi instrumen tes dengan kisi-kisi instrumen tes yang diukur, dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam instrumen tes dengan bahasa siswa. Penilaiannya dilakukan


(57)

36 dengan menggunakan daftar check list (√) oleh guru mata pelajaran matematika. Setelah dikonsultasikan, diperoleh bahwa seluruh instrumen tes telah sesuai dengan kisi-kisi tes yang akan diukur serta bahasa yang digunakan telah sesuai dengan kemampuan bahasa siswa. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.4). Setelah semua butir soal dinyatakan valid maka selanjutnya soal tes tersebut diujicobakan pada siswa di luar sampel namun masih dalam populasi. Soal tersebut diujicobakan pada kelas VII A. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk mengetahui reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal.

2. Reliabilitas

Reliabilitas tes diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan unuk mengetahui tingkat ketetapan atau kekonsistenan suatu tes. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes didasarkan pada pendapat Arikunto (2011: 109) yang menggunakan rumus alpha, yaitu :

             

2

2 11 1 1 t i n n r   dengan 2 2 2                  

N X N

Xi i

t

 Keterangan:

= koefisien reliabilitas instrumen (tes)

= banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total

Menurut Ruseffendi (2010: 22), kriteria reliabilitas suatu butir soal diinterpretasikan sebagai berikut.


(58)

37 Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas

Nilai Interpretasi

≤ 0,20 Sangat rendah

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,40 < ≤ 0,70 Sedang

0,70 < ≤ 0,90 Tinggi

0,90 < ≤ 1,00 Sangat tinggi

Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah intrumen yang memiliki interpretasi reliabilitas minimal sedang. Hasil perhitungan reliabilitas tes pada ujicoba diperoleh = 0,72. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan reliabilitas tinggi dan sesuai dengan kriteria yang digunakan, sehingga instrumen tes dapat digunakan dalam penelitian. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.2.

3. Daya Pembeda (DP)

Perhitungan daya pembeda butir soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab butir soal, membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai terendah.

Daya pembeda dalam penelitian ini akan diuji dengan rumus yang terdapat pada Karno To dalam Noer (2010: 22)

Keterangan:

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah


(59)

38 IA = Jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang disajikan dalam tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda Interpretasi

Negatif ≤ DP ≤ 0.09 Sangat buruk

0.10 ≤ DP ≤ 0.19 Buruk

0.20 ≤ DP ≤ 0.29 Agak baik, perlu direvisi

0.30 ≤ DP ≤ 0.49 Baik

DP ≥ 0.50 Sangat baik

Karno To dalam Noer (2010: 22)

Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah intrumen yang memiliki interpretasi daya pembeda minimal baik. Dari hasil perhitungan daya pembeda soal pada uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa daya pembeda soal baik dan sesuai dengan interpretasi yang digunakan yaitu minimal baik. Sehingga instrumen tes dapat digunakan dalam penelitian. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.3.

4. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Menurut Sudijono (2008: 372) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut:

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh


(60)

39

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks tingkat kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut:

Tabel 3.6. Interpretasi Tingkat Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran Interpretasi

0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat sukar

0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar

0,31 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

0,71 ≤ TK ≤ 0,85 Mudah

0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat mudah

Sudijono (2008: 372)

Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah intrumen yang memiliki interpretasi tingkat kesukaran minimal sedang. Dari hasil perhitungan tingkat kesukaran pada uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran pada soal memiliki interpretasi minimal sedang dan sesuai dengan interpretasi yang digunakan yaitu minimal sedang. Sehingga instrumen tes dapat digunakan dalam penelitian. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.4.

Rekapitulasi data tes disajikan pada Tabel 3.7. Dari Tabel yang telah disajikan diperoleh bahwa setiap item soal yang di uji cobakan memenuhi kriteria daya pembeda yang baik dan tingkat kesukaran minimal sedang. Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera pada Tabel 3.7 berikut.


(1)

44 1. Hipotesis Uji

H0 : µ1≤ µ2 (Rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe GI sama dengan atau lebih rendah daripada rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).

H1 : µ1 > µ2 (Rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi daripada rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).

2. Taraf nyata : α = 5%

̅ ̅ √ dengan

keterangan:

̅ = rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep dari kelas eksperimen ̅ = rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep dari kelas kontrol n1 = banyaknya subyek pada kelas eksperimen

n2 = banyaknya subyek pada kelas kontrol = varians kelompok eksperimen

= varians kelompok kontrol = varians gabungan

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang dengan taraf signifikan . Untuk nilai t lainnya H0 ditolak (Sudjana, 2005: 243).

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep mate-matis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Tahun Pelajaran 2014/2015.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut ini.

1. Kepada guru hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, khususnya untuk materi segiempat. 2. Kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran memperhatikan pembagian waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.


(3)

58

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anitah, Sri. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Apriyani, Yeni. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Arends, Richard, I. 2007. Belajar Untuk Mengajar. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi.2011.Dasar-DasarEvaluasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara

Ar-rahman, Reza. 2013. Efektifitas Model Pembeljaran Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa ( Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013). (Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BP.Dharma Bakti.

Dau, Riya Ardila. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP N 2 Natar Semester Genap TP 2012/2013). [Skripsi]. Bnadarlampung: Universitas Lampung.

Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya.

Djamarah, Syaiful Bahrin. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi. Edukatif.

Jakarta: Rineka Cipta.

Eko. 2011. Model Pembelajaran Group Investigation. http://www.ras eko.com/ 2011/05/model-pembelajaran-group-investigation_19.html.Diunduh:27 Oktober2014, pukul : 09.52 WIB.


(4)

Fitriana, Laila. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (Gi) Dan STAD Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ibrahim, M, Fida R, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Koperatif. Surabaya: Unessa

Press.

Irfan. 2009. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Menggunakan Model

Kooperatif Tipe GI Dengan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pokok Bahasan Lingkaran Kelas VIII SMP Negeri 1 Sosa Tahun Pelajaran 2009/2010, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, Medan.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Isjoni dan Ismail, Arif, Mohc. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir

Perpaduan Indonesia-Malaysia. Yogyakara: Pustaka pelajar.

Kagan, S. dan Kagan, M. 2009. Kagan Cooperative Learning. California: Kagan

Publishing.

KTSP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Lie, Anita. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Maesaroh, Siti. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Mudjiono dan Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mudrika, Tenten. 2007. Penerapan Model Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan. Muhsetyo, Gatot. 2007. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Mulyasa. 2006. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Alfabeta.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standars for


(5)

60 Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila.

Nugroho, Susanto. 2011. Statistik Non-Parametrik. Tersedia (Online): http://nugrohosusantoborneo.files.wordpress.com/2011/02/statistink-non-parametrik.pdf. 26 Oktober 2014.

Nurhafsari, Asri. 2013. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) Untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Smp.repository.upi.edu/operator/upload/s_a0651_0810306_chapter2(1).pdf. Diunduh: 26 Oktober 2014, pukul: 9.39 WIB.

Nur Asma. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta : Depdiknas Dirjen-

Dikti Direktorat Ketenagaan.

O’Connel, Susan. 2007. Introduction to Problem Solving. Portsmouth: Heinemann.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2007. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Prenada Media Group.

Sardiman, A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sasmita, Dewi. 2010. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta.

Solihatin, Etin dan Raharja. (2005). Cooperative Learning Analisis Model

Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Metematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

________. 2003. Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tim TIMSS Indonesia. (2011). SurveiInternatsional TIMSS. [Online].

Tersedia:http://litbangkemdiknas.net/detail.php?id=214.[27November2014]

Turmudi. 2009. Landasan Filsafat dan Teori pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigative). Jakarta: PT. Leuser Cita Pustaka.

Winataputra, Udin S. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.W.S. Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Natar Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 29 40

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 2 45

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Baradatu Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 50

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Paramarta 1 Seputih Banyak Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 8 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Sribhawono Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 19 132

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Rumbia Lampung Tengah Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 62

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMANKONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Semaka Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 70