PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh Zuma Herdiyanti

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan yaitu post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bandarlampung tahun pelajaran 2013/2014. Secara acak terpilih kelas VIII A dan VIII D sebagai sampel penelitian. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan pada tanggal 28 Februari 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Junaidi dan Ibu Harmaini.

Pendidikan formal yang ditempuh berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) Tunas Harapan Bengkulu Selatan yang dilanjutkan dengan pendidikan di SD Negeri 20 Bengkulu Selatan. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan, lulus pada tahun 2007, dan kemudian di SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan, lulus pada tahun 2010.

Melalui jalur PKAB Universitas Lampung tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Program Studi Pendidikan Matematika. Pada tahun 2013, melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Gunung Sugih, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat sekaligus melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di MAN Liwa.


(7)

MOTO

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

(Ust. Yusuf Mansyur)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa bahagia diiringi rasa syukur, kuucapkan terimakasih

kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah

SWT dan junjunganku Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulis persembahkan sebuah karya kecil ini sebagai bukti cinta

kasih kepada:

Ibu dan Ayah tercinta, yang selalu mendoakan dan senantiasa

menanti keberhasilanku.

Ayuk, Donga, Dodo dan seluruh keluarga besar atas segala

motivasi, dukungan, doa, dan perhatian.

Kak Hendri dan sahabat-sahabat terbaikku yang selalu

memberikan dukungan dan semangat.

Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah diberikan

kepadaku, yang menjadi penerang jalanku.


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014).”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayah dan Ibu tercinta atas semangat, kasih sayang, dan doa yang tak pernah

berhenti mengalir.

2. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi.

3. Ibu Widyastuti, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi selesainya skripsi ini.


(10)

iv 4. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya.

9. Bapak Drs. Hutasoit, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 28 Bandarlampung. 10.Ibu Rini Setyowati, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu

dalam penelitian.

11.Ayuk, Donga, dan Dodo atas segala motivasi, dukungan, doa, dan perhatiannya.

12.Kak Hendri Noperi yang selalu memberikan bantuan, semangat, perhatian, dan doa.

13.Sahabat-sahabatku di Pendidikan Matematika angkatan 2010 kelas B: Inan, Ibun, Tante, Adek, Nda, Kakak, Kakung, Abi, dan Datuk atas motivasi, persahabatan, dan kebersamaanya selama ini.

14.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika angkatan 2010 kelas B: Mella, Nurul, Suke, Mba Ira, Liza, Woro, Febby, Noviana, Resti, Elfira, Anniya, Engla, Desy, Anggi, Tika, Silo, Rika, Ayu, Heru, Imam atas kebersamaan selama kuliah.


(11)

v 15.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika 2010 kelas A atas

kebersamaannya.

16.Kakak tingkat angkatan 2007, 2008 dan 2009, serta adik tingkat Pendidikan Matematika Unila.

17.Keluarga di Desa Gunung Sugih, Lampung Barat: Bapak Rizani Bina Putra, Ibu Erliyana, Nova, Andes atas kebaikan hatinya menerima penulis menjadi keluarga baru.

18.Sahabat-sahabat KKN dan PPL MAN Liwa: Emak, Tella, Oci, Indah, Olba, Iyud, Tia, Wiwid, Nita, Tara, Hermawan, dan Kak Faisal atas kebersamaannya.

19.Teman-teman di Asrama Faqiyah 2: Uti, Fitri, Idah, Aim, Devi, Ewi, Nana, Adel, Putri, Linda, dan Desi atas kebersamaannya.

20.Siswa-siswi MAN Liwa dan SMPN 28 Bandarlampung.

21.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandarlampung, Juni 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

1. Pembelajaran Kooperatif ... 8

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 11

3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 14

B. Kerangka Pikir ... 18

C. Anggapan Dasar ... 21

D. Hipotesis Penelitian ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 23

B. Desain Penelitian ... 23

C. Prosedur Penelitian ... 24 Halaman


(13)

vii

D. Instrumen Penelitian ... 25

1. Uji Validitas ... 27

2. Reliabilitas ... 28

3. Daya Pembeda ... 29

4. Tingkat Kesukaran ... 30

E. Teknik Analisis Data ... 32

1. Uji Normalitas ... 32

2. Uji Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34

1. Analisis Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 34

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 35

3. Pencapaian Indikator Komunikasi Matematis Siswa ... 36

B. Pembahasan ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Cara Perhitungan Skor Peningkatan Individu ... 13

2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 13

3.1 Desain Penelitian ... 24

3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 26

3.3 Validitas Butir Soal ... 28

3.4 Kriteria Reliabilitas ... 29

3.5 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 30

3.6 Daya Pembeda Butir Soal ... 30

3.7 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 31

3.8 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 31

3.9 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 32

4.1 Hasil Post-test Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 34

4.2 Uji Mann-Whitney ... 35

4.3 Rekapitulasi Data Post-test Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 36

4.4 Rekapitulasi Data Post-test Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ... 37


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Silabus Pembelajaran ... 47

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 53

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 93

A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... 125

B.Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal Post-test ... 165

B.2 Post-test ... 167

B.3 Kunci Jawaban Post-test ... 169

B.4 Rubrik Penskoran ... 173

B.5 Form Penilaian Post-test ... 174

B.6 Pembagian Kelompok Belajar Siswa Kelas Eksperimen SMP Negeri 28 Bandarlampung T.P 2013/2014 ... 176

B.7 Validitas Butir Soal Tes Uji Coba Post-test ... 178

B.8 Reliabilitas Tes Uji Coba Post-test ... 179

B.9 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba Post-test ... 180

C.Analisis Data C.1 Uji Normalitas dan Uji Non Parametrik Mann-Whitney Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 181


(16)

x C.2 Hasil Post-test Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang

Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 182

C.3 Hasil Post-test Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ... 183

C.4 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 184

C.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ... 186

C.6 Data Perhitungan Poin Peningkatan Individu dan Poin Peningkatan Kelompok ... 188

D. Lain-Lain D.1 Surat Izin Penelitian ... 190

D.2 Surat Keterangan Penelitian ... 191

D.3 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 192


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan, karena dalam pelaksanaannya pelajaran matematika diberikan di semua jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 37 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mata pelajaran matematika. Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah juga menyebutkan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada lembaga pendidikan formal sejak pendidikan dasar.

Matematika diberikan kepada siswa di semua jenjang pendidikan untuk membantu ketajaman berpikir secara logis. Matematika melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Pembelajaran matematika mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan berbagai gagasan yang dapat dijelaskan melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta, ataupun diagram. Kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan siswa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan yang selalu berubah.


(18)

2 Matematika merupakan ilmu yang bernilai guna, sebagaimana yang dinyatakan Wahyudin (2008: 6) bahwa kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma menjadi alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, dan tidak memiliki makna ganda. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Dalam hal ini bahasa yang dipakai oleh matematika ialah bahasa dengan menggunakan istilah, simbol-simbol, dan gambar. Itu artinya sangat dituntut kemampuan komunikasi matematis yang baik dalam mempelajari dan menyampaikannya.

Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam menyampaikan atau mengungkapkan gagasan/ide matematis. Kemampuan ini perlu untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika karena melalui komunikasi matematis siswa dapat menyampaikan ide/gagasan atau mengekspresikan konsep-konsep yang dimilikinya dengan simbol, gambar, grafik, persamaan, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah matematika (Permendiknas Nomor 22 tahun 2006) dan siswa juga dapat memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Peran penting kemampuan komunikasi matematis tersebut, tertuang sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kompetensi lulusan siswa dari pendidikan dasar sampai menengah.

Berdasarakan wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri 28 Bandarlampung, terungkap bahwa siswa masih lemah dalam melakukan komunikasi matematis, baik lisan atau tulisan, terutama siswa kelas VIII. Siswa


(19)

3 kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun terkadang ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Berdasarkan data hasil ulangan, terlihat siswa juga kesulitan dalam mengerjakan soal cerita atau soal yang berkaitan dengan aplikasi Teorema Pythagoras dalam kehidupan sehari-hari tanpa disertai dengan ilustrasi gambar dan lambang atau simbol-simbol matematika. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa ketika menginterpretasikan suatu permasalahan ke dalam model matematika yaitu berupa gambar maupun simbol matematika masih rendah. Hal ini berkaitan dengan salah satu indikator kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 28 Bandarlampung masih rendah.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa di SMP Negeri 28 Bandarlampung mengindikasikan ada sesuatu yang belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah tersebut. Setelah dilakukan penelitian pendahuluan, yaitu pada tanggal 29 Oktober 2013 sampai 09 November 2013, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran matematika di kelas pada umumnya masih terpusat pada guru, yang menyebabkan siswa menjadi kurang tertarik dan tidak kreatif dalam mengungkapkan ide/gagasan saat belajar matematika. Siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh guru. Jika diberikan soal yang berbeda, mereka bingung dan tidak tahu bagaimana mengomunikasikan ide yang mereka miliki. Pernah suatu waktu guru melakukan pembelajaran dengan diskusi kelompok, namun tidak juga berhasil. Hal ini disebabkan oleh penerapan model pembelajaran yang kurang


(20)

4 tepat sehingga mengakibatkan kemampuan komunikasi matematis menjadi rendah.

Untuk mencapai komunikasi matematis siswa yang baik dapat dilakukan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dan juga mempermudah siswa dalam mengomunikasikan atau mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengondisikan hal ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievementDivisions (STAD).

Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-6 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kemampuannya, jenis kelamin dan suku. Kegiatan pembelajaran diawali dengan presentasi oleh guru kemudian siswa bekerja dalam tim. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai materi, siswa diberikan kuis, kemudian dihitung poin peningkatan individu tiap kelompok yang selanjutnya kelompok yang mendapat poin peningkatan tertinggi akan diberikan penghargaan.

Pemberian penghargaan kelompok pada model pembelajaran ini dapat memacu semangat siswa untuk belajar, semangat untuk berdiskusi dan mengemukakan ide-ide yang ada di dalam pikiran mereka. Model pembelajaran ini memungkinkan terjadinya interaksi positif sehingga memungkinkan siswa dapat berkomunikasi dengan baik, mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, melakukan diskusi kelompok kecil, produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat dan siswa belajar membuat keputusan. Model pembelajaran ini


(21)

5 menuntut siswa untuk bisa mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari bersama teman sekelompoknya. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis siswa pun dapat menjadi lebih baik. Brenner (Qohar, 2011) menemukan bahwa pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Dengan adanya kelompok-kelompok kecil, maka intensitas seorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan menjadi peluang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka telah diperhatikan bahwa dalam pembelajaran matematika, penggunaan model pembelajaran yang tepat sangat penting untuk mendukung keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis

siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.


(22)

6

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran tentang pembelajaran matematika, terutama terkait kemampuan komunikasi matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Siswa mendapat pengalaman belajar yang berbeda yaitu dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan guru bidang studi matematika dalam memilih model pembelajaran yang tepat agar kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik.

c. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan referensi untuk penelitian lain yang relevan.

E. Ruang lingkup Penelitian

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, penulis membatasi istilah yang berhubungan dengan judul penelitian:

1. Pengaruh dalam hal ini merupakan daya yang ditimbulkan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan komunikasi


(23)

7 matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bandarlampung. Dalam penelitian ini, pembelajaran kooperatif tipe STAD dikatakan berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa apabila kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif yang dimulai dengan penyajian materi secara singkat oleh guru, kemudian siswa ditempatkan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen beranggota 4 sampai 6 siswa pada setiap kelompoknya untuk berdiskusi menyelesaikan tugas yang diberikan. Dalam berdiskusi, guru dapat memberikan bantuan secara individu bagi siswa yang membutuhkannya. Selanjutnya diadakan evaluasi (kuis) terkait materi, perhitungan nilai kuis, dan diakhiri dengan pemberian penghargaan kelompok.

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, diagram, atau tabel, kemampuan menjelaskan ide dan situasi dari suatu masalah matematika secara tulisan, serta kemampuan menggunakan bahasa dan simbol-simbol matematika untuk mengekspresikan gagasan-gagasan matematis


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan pembelajaran yang menuntut siswa belajar dalam kelompok dengan rekan sebaya dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan guru. Menurut Lie (2002: 12), pembelajaran kooperatif yaitu suatu sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas terstruktur dan guru di sini bertindak sebagai fasilitator.

Abdurrahman (1999: 122) mengatakan bahwa

”Pembelajaran kooperatif menampakkan wujudnya dalam bentuk belajar kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, anak tidak diperkenankan mendominasi atau menggantungkan diri pada orang lain, tiap anggota kelompok dituntut untuk memberikan urunan bagi keberhasilan kelompok karena nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata hasil belajar individu.”

Selanjutnya, Suherman (2003: 260) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif mencakup siswa yang bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.


(25)

9 Stahl (Solihatin, 2007: 5) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Sejalan dengan hal tersebut Depdiknas (Komalasari, 2011: 62) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dapat belajar bersama, saling membantu, berani mengeluarkan ide, dapat memecahkan masalah melalui diskusi, dapat men-jelaskan dan mengajukan pertanyaan dalam kelompoknya. Slavin (Solihatin, 2007: 5) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif diartikan sebagai suatu strategi belajar yang mengondisikan siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok–kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok heterogen. Selanjutnya Artzt dan Newman (Trianto, 2011: 56), dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam keberhasilan kelompoknya.

Ada lima unsur pokok yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif agar pembelajaran dapat mencapai hasil maksimal, seperti yang diungkapkan Johnson (Lie, 2002: 30) sebagai berikut.

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Kegagalan satu anggota kelompok saja berarti kegagalan kelompok. Karena


(26)

10 penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif adalah penilaian individu dan kelompok.

2. Tanggung jawab individu

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Siswa bekerja sama dalam satu tim dalam menyelesaikan tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam keberhasilan kelompoknya.

3. Tatap muka

Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi, saling bertatap muka. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Intinya adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Jika tugas kelompok dikerjakan secara sendiri-sendiri sesuai dengan pembagian tugas, harus tetap berada di dalam kelompok dan mendiskusikannya dengan anggota yang lain. Dengan begitu akan tetap terjadi saling tatap muka.

4. Komunikasi antar kelompok

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk mengutarakan pendapat mereka ketika proses diskusi berlangsung. 5. Evaluasi proses kelompok

Bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja kelompok agar selanjutnya dapat bekerja sama jauh lebih baik.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa ditempatkan dalam


(27)

kelompok-11 kelompok kecil yang heterogen beranggotakan 4-6 orang untuk bekerja sama mengerjakan tugas pembelajaran, berani mengeluarkan ide, serta saling membantu dalam memahami materi untuk mencapai tujuan bersama.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang banyak dipraktikkan para guru di Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Slavin (2008: 143) menyatakan bahwa dalam STAD, siswa dibagi ke dalam tim heterogen yang terdiri dari tiga sampai empat siswa. Idealnya masing-masing tim memasukkan anak yang memiliki kemampuan tinggi maupun rendah, berasal dari latar belakang etnik yang berbeda dan berjenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.

Sedangkan Andayani (Jasman, 2013) mengungkapkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang heterogen. Anggota kelompok terdiri dari siswa yang tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku berbeda-beda. Pada awal pembelajaran, Guru menyajikan materi pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut secara individual.

Kelebihan penggunaan pembelajaran tipe STAD menurut Slavin (2008) yaitu: a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dan menjunjung tinggi


(28)

12 b. Masing-masing siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil

bersama.

c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Teknik instruksional di dalam STAD menurut Slavin (2008: 143), secara khusus terdiri dari lima langkah yaitu :

1. Presentasi. Materi dipresentasikan di depan kelas oleh guru, biasanya dengan menggunakan pendekatan konvesional seperti ceramah atau tanya jawab. Siswa harus memperhatikan dengan baik selama presentasi kelas karena materi yang dipresentasikan tersebut akan membantu siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok dan juga membantu siswa dalam tes nantinya.

2. Team work. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Mereka dimotivasi atau didorong untuk saling membantu satu dengan yang lain dan menyakinkan bahwa setiap orang memahami dan mengetahui materi. Penekanannya ialah pada kinerja tim. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

3. Kuis/tes. Siswa diberikan kuis berdasarkan pada materi mingguan secara individual dan tanpa saling membantu satu dengan yang lainnya.

4. Nilai perkembangan individu. Tim yang memperoleh nilai total tertinggi berdasarkan poin peningkatan individu akan menjadi pemenang. Tim yang


(29)

13 menjadi pemenang tersebut ialah mereka yang secara individual paling berkembang. Adapun kriteria poin peningkatan individu berdasarkan Slavin (2008: 159) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Cara Perhitungan Skor Peningkatan individu.

Skor Tes SkorPerkembangan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10 poin hingga 1 poin dibawah skor awal 10 Skor awal hingga 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

5. Penghargaan tim. Hasil tes siswa diberi poin peningkatan yang ditentukan berdasarkan selisih skor tes terdahulu. Setelah poin peningkatan individu dihitung, tim kemudian diberikan penghargaan berdasarkan poin kelompok. Untuk menentukan poin kelompok digunakan rumus berikut.

= poin peningkatan kelompok

Berdasarkan poin peningkatan kelompok, terdapat tiga kriteria penghargaan menurut Slavin (2008: 160) dengan modifikasi sebagai berikut.

Tabel 2.2. Kriteria Penghargaan Kelompok Kriteria Predikat kelompok

15 Cukup

15 25 Baik

25 Sangat Baik

Langkah kerja STAD dalam penelitian ini adalah siswa dikelompokkan secara heterogen dilihat dari hasil akhir semester mereka, kemudian guru menyajikan


(30)

14 materi. Tiap kelompok diberikan lembar kegiatan kelompok. Dalam kerja kelompok, siswa yang berkemampuan tinggi membimbing dan menuntun siswa yang berkemampuan rendah dalam kelompoknya. Apabila dalam berdiskusi terdapat hal yang tidak dimengerti, maka siswa dapat mengajukan atau bertanya kepada guru agar diberi bantuan. Untuk mengukur keberhasilan tiap kelompok, guru memberikan tes individu di akhir pertemuan, bentuk soalnya yaitu soal uraian. Kemudian guru menghitung poin individu dan kelompok yang selanjutnya kelompok yang mendapatkan poin tertinggi diberikan penghargaan.

3. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi adalah istilah yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, komunikasi merupakan suatu cara untuk menyampaikan suatu informasi/pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media. Menurut Wahyudin (2001) Komunikasi merupakan suatu hubungan, dimana dalam berkomunikasi tersirat adanya interaksi. Interaksi tersebut terjadi karena ada sesuatu yang dapat berupa informasi atau pesan yang ingin disampaikan.

Berelson & Steiner (Vardiansyah, 2005) mengemukakan bahwa

“Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lain-lain”

Berdasarkan uraian-uraian di atas, komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan/informasi dari pembawa pesan ke penerima pesan baik


(31)

15 secara langsung (lisan) maupun tak langsung, misal melalui penggunaan simbol, gambar, atau angka.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan matematika. Sumarmo (Mustikawati, 2013) mengemukakan bahwa kemampuan matematika yang diharapkan dimiliki oleh siswa pada jenjang sekolah, dapat diklasifikasikan dalam lima standar kemampuan:

a) mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematika; b) menyelesaikan masalah matematis (mathematical problem solving); c) bernalar matematis (mathematical reasoning); d) melakukan koneksi matematis (mathematical connection), dan; e) komunikasi matematis (mathematical communication).

Kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika karena melalui komunikasi, siswa dapat merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman serta argumen matematis mereka (Ontario, 2009).

Berbeda dengan pendapat yang diungkapkan oleh Ontario, pendapat dari Schoen, Bean, dan Ziebarth (Qohar, 2011) mengenai kemampuan komunikasi matematis adalah sebagai berikut.

“Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal

menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, table, dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang

gambar-gambar geometri”

Greenes dan Schulman (Suhaedi, 2012) menyatakan bahwa komunikasi matematis meliputi kemampuan: mengekspresikan ide dengan berbicara, menulis, memperagakan dan melukiskannya secara visual dengan berbagai cara yang


(32)

16 berbeda; memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide yang dikemukakannya dalam bentuk tulisan atau visual lainnya; mengonstruksi, menginterpretasi dan menghubungkan berbagai representasi dari ide-ide dan hubungan-hubungan; mengamati, membuat konjektur, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi; menghasilkan dan menghadirkan argumen yang jelas.

Jika dicermati dari pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan atau mengungkapkan gagasan/ide matematis secara lisan atau tulisan dengan menggunakan simbol, gambar, grafik, persamaan, diagram atau tabel untuk menjelaskan masalah dari informasi yang diperoleh. Kemampuan komunikasi matematis dapat ditimbulkan atau dikembangkan dengan pembelajaran berkelompok seperti pembelajaran kooperatif.

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis seperti yang diungkapkan Satriawati (Mufrika, 2011) yaitu sebagai berikut: (1) Pengetahuan prasyarat, merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya; (2) Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman. Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level; (3) Pemahaman matematika (mathematical knowledge).

Menurut Sumarmo (Suhaedi, 2012), indikator kemampuan komunikasi matematis adalah sebagai berikut: (1) Menyatakan suatu situasi, gambar, atau diagram, ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi,


(33)

17 dan relasi matematis secara lisan atau tulisan; (3) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (4) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematis tertulis; (5) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; (6) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah komunikasi model Cai, Lane dan Jacobsin (Fachrurazi, 2011: 81) meliputi: (1) Menulis matematis (Written text). Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis; (2) Menggambar secara matematis (Drawing). Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram dan tabel secara lengkap dan benar; (3) Ekspresi matematis (Mathematical Expression). Pada kemampuan ini, siswa diharapkan untuk memodelkan permasalahan matematis dengan benar atau mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang diteliti adalah kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, diagram, atau tabel.


(34)

18 b. Menggunakan bahasa dan simbol-simbol metematika untuk mengekspresikan

gagasan-gagasan matematis.

c. Menjelaskan ide dan situasi dari suatu masalah matematika secara tulisan dengan bahasa sendiri.

B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan komunikasi matematis ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa.

Kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi sesuatu yang penting untuk dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat menyampaikan ide-ide atau pemikirannya atau mengekspresikan konsep-konsep yang dimilikinya baik secara lisan maupun tulisan dalam rangka menyelesaikan suatu permasalahan matematika dan siswa juga dapat memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung.

Namun, pada kenyataannya kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Salah satu penyebabnya yaitu diterapkannya model pembelajaran yang kurang tepat sehingga mengakibatkan kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran matematika di kelas. Menyadari akan peran penting kemampuan


(35)

19 komunikasi matematis maka sudah selayaknya permasalahan tersebut harus diberikan perhatian khusus oleh guru.

Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang dipilih harus dapat membuat siswa lebih aktif dan dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menyampaikan atau mengungkapkan gagasan/ide matematis dengan menggunakan simbol, persamaan, grafik, maupun gambar. Salah satu alternatifnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Meskipun dalam langkah-langkahnya sederhana, namun pembelajaran STAD mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan model pembelajaran konvensional yang memfokuskan guru sebagai pelaku utama. Langkah pada pembelajaran STAD ada lima, yaitu presentasi, team work, kuis/tes, nilai perkembangan individu, dan penghargaan tim.

Langkah pertama yaitu presentasi. Materi dipresentasikan di depan kelas, biasanya dengan menggunakan pendekatan konvensional seperti ceramah, diskusi atau tanya jawab. Pada langkah ini, ketika guru melakukan diskusi atau tanya jawab dengan siswa, maka akan terjadi interaksi (komunikasi) antara siswa dengan guru. Di sini siswa akan menyampaikan dan mengungkapkan gagasan, ide, pendapat yang ada dalam pikiran mereka secara langsung.

Langkah kedua adalah team work. Pada langkah ini guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Mereka


(36)

20 dimotivasi atau didorong untuk berdiskusi, saling membantu satu dengan yang lain. Di dalam kelompok ini siswa akan mulai terlibat aktif dan mulai memikirkan ide-ide dan mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan ide-idenya ke dalam simbol matematis maupun ilustrasi gambar dengan baik serta penjelasan yang logis atau dengan kata lain siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis. Brenner (Qohar: 2011) menemukan bahwa pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Dengan adanya kelompok-kelompok kecil, maka intensitas seorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan menjadi peluang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya.

Untuk memastikan kemampuan komunikasi matematis siswa itu berkembang, maka dilakukanlah langkah ketiga yaitu kuis/tes. Hasil tes yang sudah dilakukan akan dinilai pada langkah keempat yaitu nilai perkembangan individu. Tim yang menjadi pemenang ialah mereka yang secara individual paling berkembang kemampuan komunikasi matematisnya. Dalam hal ini para siswa yang meraih prestasi rendah bisa memberikan kontribusi sebanyak mungkin pada total nilai tim.

Pada langkah kelima yaitu penghargaan tim, poin peningkatan individu dilakukan, tim kemudian diberikan penghargaan. Hasil tes siswa diberi poin peningkatan yang ditentukan berdasarkan selisih skor tes terdahulu. Di langkah terakhir pembelajaran STAD ini, pemberian penghargaan kelompok pada model


(37)

21 pembelajaran ini dapat memacu semangat siswa untuk belajar dan terus belajar, semangat untuk berdiskusi dan mengemukakan ide-ide yang ada di dalam pikiran mereka. Dengan begitu, kemampuan komunikasi mereka pun akan berkembang. Model pembelajaran STAD ini mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, belajar dari teman sendiri di dalam kelompok, melakukan diskusi kelompok, produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat dan siswa belajar membuat keputusan. Dalam hal ini intensitas seorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi dan hal ini akan menjadi peluang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk bisa mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari bersama guru dan teman sekelompoknya. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis siswa pun dapat menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 28 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.


(38)

22 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa

selain model pembelajaran tidak diperhatikan.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Khusus

Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 28 Bandar Lampung dengan populasi seluruh siswa kelas VIII tahun pelajaran 2013/2014. Kelas VIII di SMP Negeri 28 Bandar Lampung ini terdiri dari delapan kelas dengan kemampuan siswa pada masing-masing kelas homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil dua kelas secara acak dari seluruh populasi (cluster random sampling). Dua kelas yang terpilih adalah kelas VIIIA dengan jumlah siswa 24 orang sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas VIIID dengan jumlah siswa 23 orang sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-test only control group design. Pada desain ini kelompok eksperimen memperoleh perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan kelompok kontrol memperoleh perlakuan berupa model pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi post-test untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa. Seperti yang dikemukakan oleh


(40)

24 Furchan (2007: 368) desain pelaksanaan penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

E X O

P C O

Keterangan:

E = Kelas eksperimen P = Kelas kontrol

X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional

O = Skor post-test

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Adapun rincian setiap tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Tahap-tahap persiapan dalam penelitian ini adalah: a. Mengurus perizinan penelitian.

b. Melakukan observasi untuk melihat kondisi lapangan, seperti banyak kelas, jumlah siswa, dan karakteristik siswa.

c. Menentukan populasi dan sampel.

d. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelas eksperimen dan untuk kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.


(41)

25 e. Menyusun Lembar Kerja Kelompok (LKK), membuat kisi-kisi, intrumen tes

kemampuan komunikasi matematis sekaligus aturan penskoran. f. Melakukan uji coba instrumen tes.

g. Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal.

h. Melakukan perbaikan intrumen. 2. Tahap Pelaksanaan

Tahap-tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah:

a. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

b. Memberikan post-test pada kelas eksprimen maupun kontrol. 3. Tahap Analisis Data

Tahap-tahap analisis data dalam penelitian ini adalah: a. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh b. Menyusun laporan hasil penelitian

c. Menyimpulkan hasil penelitian

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematis yang berbentuk uraian. Dengan soal tipe uraian, langkah-langkah penyelesaian siswa yang mengandung indikator kemampuan komunikasi matematis dapat terlihat jelas sehingga data tentang kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diperoleh.


(42)

26

Tes komunikasi matematis ini menuntut siswa memberikan jawaban berupa

kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts). Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga kemampuan di atas. Adapun pedoman penskoran soal kemampuan komunikasi matematis diadaptasi dari Puspaningtyas (2012) yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Membuat gambar matematika Menggunakan ekspresi matematika Menjelaskan pemikiran matematis secara tertulis 0 Tidak ada jawaban,

atau meskipun ada informasi yang

diberikan tidak berarti.

Tidak ada jawaban, atau meskipun ada informasi yang diberikan tidak berarti.

Tidak ada jawaban, atau meskipun ada informasi yang diberikan tidak berarti.

1 Hanya sedikit dari gambar/model matematika yang dibuat bernilai benar.

Hanya sedikit pendekatan dari pendekatan matematika yang digunakan bernilai benar.

Hanya sedikit penjelasan yang bernilai benar.

2 Menggambar model matematika namun kurang lengkap dan benar.

Membuat pendekatan matematika dengan benar, namun salah melakukan

perhitungan.

Penjelasan matematis masuk akal, namun kurang lengkap dan benar.

3 Menggambar model matematika secara lengkap dan benar.

Membuat pendekatan matematika dengan benar, dan melakukan perhitungan dengan tepat.

Penjelasan matematis tidak tersusun logis atau terdapat kesalahan bahasa.

4 Penjelasan matematis

masuk akasl, tersusun secara logis, dan jelas.

Skor

Maks 3 3 4

Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes dikonsultasikan telebih dahulu kepada guru mitra. Selanjutnya soal tersebut diujicobakan kepada siswa kelas IX SMPN 28 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014. Data yang diperoleh dari


(43)

27 hasil uji coba tersebut kemudian diolah dengan menggunakan bantuan software

Microsoft Excel untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas tes, daya

pembeda, dan tingkat kesukaran butir soal.

1. Uji Validitas

a. Validitas isi

Dalam penelitian ini, soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 28 Bandarlampung (guru mitra). Dengan anggapan bahwa guru tersebut telah mengetahui dengan benar kurikulum tingkat SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan atas penilaian dan pertimbangan guru mata pelajaran matematika. Tes dikategorikan valid jika telah dinyatakan se-suai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur. Penilaian terhadap ke-sesuaian butir soal dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur dilakukan menggunakan daftar ceklis oleh guru. Berdasarkan penilaian guru matematika kelas VIII SMP Negeri 28 Bandarlampung, soal post-test dinyatakan valid.

b. Validitas Butir Soal

Dalam penelitian ini, validitas butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product moment menurut Arikunto (2008: 72), yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

= banyak subjek = skor tiap butir soal = skor total butir soal


(44)

28 Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir soal yang valid yaitu butir soal dengan koefisien validitas butir soal lebih besar atau sama dengan 0,3 (Widoyoko, 2012:143). Hasil perhitungan koefisien validitas butir soal dari uji coba soal disajikan pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Validitas Butir Soal

Nomor Soal Intepretasi

1 0,67 Valid

2a 0,62 Valid

2b 0,75 Valid

3 0,82 Valid

4a 0,78 Valid

4b 0,52 Valid

5a 0,75 Valid

5b 0,77 Valid

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa seluruh butir soal memenuhi kriteria yang diinginkan (valid) sehingga layak untuk digunakan. Perhitungan validitas butir soal selengkapnya pada lampiran C.1.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan suatu pengujian untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2007: 180). Sudijono (2008: 207) menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :

Dimana:

11

r = Koefisien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir item

2

Si = Jumlah varians skor dari tiap butir item

Si2 = Varians total

               

2

2 11 1 1 Si Si n n r


(45)

29 Guilford (Suherman, 1990: 177), menginterpretasikan koefisien reliabilitas seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria

r11≤ 0,20 Sangat Rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah 0,40 < r11≤ 0,60 Sedang 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,80 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang memiliki reliabilitas lebih dari atau sama dengan 0,70 (Sudijono, 2008:207). Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa reliabilitas tes adalah 0,86 (sangat tinggi) sehingga layak untuk digunakan. Perhitungan reliabilitas selengkapnya pada Lampiran C.2.

3. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal dalam membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan rendah (Azwar, 2007: 137). Karena banyak responden dalam penelitian ini hanya 20 orang, maka diambil 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah. Selanjutnya, menghitung daya pembeda digunakan formula yang dikemukakan oleh Azwar (2007: 138), yaitu:

Keterangan:

= banyaknya penjawab butir soal dengan benar dari kelompok tinggi

= banyaknya penjawab soal dari kelompok tinggi

= banyaknya penjawab butir soal dengan benar dari kelompok rendah


(46)

30 Interpretasi daya pembeda butir soal menurut Sudijono (2008) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Skor Interpretasi

Sangat buruk

Buruk

Agak Baik, Perlu Revisi

Baik

Sangat baik

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan daya pembeda lebih dari 0,3 (Sudijono, 2008:207). Hasil perhitungan daya pembeda dari uji coba soal post-test disajikan pada tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Daya Pembeda Butir Soal

Nomor Soal Daya Pembeda Intepretasi

1 0,38 Baik

2a 0,33 Baik

2b 0,33 Baik

3 0,5 Baik

4a 0,35 Baik

4b 0,3 Agak Baik, Perlu Revisi

5a 0,43 Baik

5b 0,38 Baik

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya soal nomor 4b yang memiliki interpretasi daya pembeda agak baik sehingga dilakukan revisi pada soal tersebut. Perhitungan daya pembeda selengkapnya pada Lampiran C.3.

4. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal (Azwar, 2007: 140). Selanjutnya, Sudijono (2008: 372) mengungkapkan


(47)

31

bahwa untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal dapat menggunakan rumus berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Interpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Sangat Sukar

Sukar

Sedang

Mudah

Sangat Mudah

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan tingkat kesukaran antara 0,15 sampai 0,85.. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal post-test tertera pada tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Intepretasi

1 0,49 Sedang

2a 0,5 Sedang

2b 0,53 Sedang

3 0,72 Mudah

4a 0,38 Sedang

4b 0,55 Sedang

5a 0,72 Mudah

5b 0,28 Sukar

Berdasarkan tabel diperoleh bahwa seluruh butir soal memenuhi kriteria yang diharapkan. Perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya pada Lampiran C.3.


(48)

32

E. Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda kemudian dilaksanakan post-test berupa tes kemampuan komunikasi matematis. Dari hasil post-test diperoleh data yang digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis penelitian. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17.0 dengan hipotesis sebagai berikut.

H0: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujian terima Ho jika probabilitas (sig.) lebih besar dari 0,05 (Siregar,

2012: 256). Hasil perhitungan uji normalitas terhadap data kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.9 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kelas Jumlah Siswa Keterangan

Eksperimen 24 0,083 Normal Kontrol 23 0,011 Tidak Normal

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa data kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal namun data kelas kontrol berasal dari populasi


(49)

33 yang tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, tidak dilakukan uji homogenitas terhadap data tersebut. Data selanjutnya diolah dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. Perhitungan normalitas selengkapnya pada Lampiran C.4.

2. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data post-test berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Menurut Russefendi (1998: 401) apabila data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik (Mann-Whitney) dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : tidak ada perbedaan antara kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

H1 : terdapat perbedaan antara kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Dalam penelitian ini, digunakan SPSS versi 17.0. untuk melakukan uji Mann-Whitney dengan kriteria uji yaitu jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari , maka H0 diterima (Trihendradi, 2005: 146). Jika H0 ditolak maka

untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional atau sebaliknya, cukup melihat data sampel mana yang rata-rata rangkingnya lebih tinggi.


(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Pengaruh tersebut dilihat dalam hal aspek kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika agar siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan baik, namun dalam penerapannya harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang optimal.


(51)

43 2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap komunikasi matematis siswa, disarankan untuk melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga data yang diperoleh dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono.1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta dan Depdikbud.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 2007. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal UPI Edisi Khusus No.01. [online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. (diakses pada tanggal 05 November 2013).

Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Jasman. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model STAD. [online]. Tersedia:

http://www.m-edukasi.web.id/2013/06/hasil-belajar-model-stad.html. (diakses pada tanggal 15 November 2013)

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

Mufrika, Tika. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining Terhadap Kemampuan Komunikasi Metamtika Siswa. [online]. Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1255/1/98866-TIKA%20MUFRIKA-FITK.pdf. (diakses pada tanggal 30 Januari 2014).


(53)

45 Mustikawati, Mega.2013. Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi

REACT Dalam Meningkatkan Kemampuan KOmunikasi Matematis Siswa SMP. [online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/view/divisions/PMAT/2013.html. (diakses pada tanggal 30 Januari 2014).

Ontario. 2009. Communication in the Mathematics Classroom. [online]. Tersedia: http://www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/research/CBS_Com munication_Mathematics.pdf. (diakses pada tanggal 19 Desember 2013). Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Qohar, Abd. 2011. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP. [online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/6968/1/Makalah%20Peserta%204%20-%20Abd.%20Qohar2.pdf (diakses pada tanggal 05 November 2013)

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Siregar, Syofian. 2012. Statistika Deskriptif untuk Penelitian Dilengkapi

Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Grafindo Persada Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Jakarta:

Nusa Media.

Solihatin, Etin. 2007. Cooperatif Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sudijono, A. 2008. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Suhaedi, Didi. 2012. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/7541/1/P%20-%2020.pdf. (Diakses pada tanggal 05 November 2013).

Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

__________. 2003. Common Text Book : Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA FMIPA UPI.


(54)

46 Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya:

Predana Media.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: PT INDEKS.

Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: CV. Ipa Abong.

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wijaya, Adi. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooeratif Tipe STAD terhadap Prestasi, Motivasi, dan Aktivitas Belajar Matematika Siswa. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org. (diakses pada tanggal 04 November 2013).


(1)

33 yang tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, tidak dilakukan uji homogenitas terhadap data tersebut. Data selanjutnya diolah dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. Perhitungan normalitas selengkapnya pada Lampiran C.4.

2. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data post-test berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Menurut Russefendi (1998: 401) apabila data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik (Mann-Whitney) dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : tidak ada perbedaan antara kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

H1 : terdapat perbedaan antara kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Dalam penelitian ini, digunakan SPSS versi 17.0. untuk melakukan uji Mann-Whitney dengan kriteria uji yaitu jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari , maka H0 diterima (Trihendradi, 2005: 146). Jika H0 ditolak maka untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional atau sebaliknya, cukup melihat data sampel mana yang rata-rata rangkingnya lebih tinggi.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Pengaruh tersebut dilihat dalam hal aspek kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika agar siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan baik, namun dalam penerapannya harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang optimal.


(3)

43 2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap komunikasi matematis siswa, disarankan untuk melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga data yang diperoleh dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono.1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta dan Depdikbud.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 2007. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal UPI Edisi Khusus No.01. [online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. (diakses pada tanggal 05 November 2013).

Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Jasman. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model STAD. [online]. Tersedia:

http://www.m-edukasi.web.id/2013/06/hasil-belajar-model-stad.html. (diakses pada tanggal 15 November 2013)

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

Mufrika, Tika. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining Terhadap Kemampuan Komunikasi Metamtika Siswa. [online]. Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1255/1/98866-TIKA%20MUFRIKA-FITK.pdf. (diakses pada tanggal 30 Januari 2014).


(5)

45 Mustikawati, Mega.2013. Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi

REACT Dalam Meningkatkan Kemampuan KOmunikasi Matematis Siswa SMP. [online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/view/divisions/PMAT/2013.html. (diakses pada tanggal 30 Januari 2014).

Ontario. 2009. Communication in the Mathematics Classroom. [online]. Tersedia: http://www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/research/CBS_Com munication_Mathematics.pdf. (diakses pada tanggal 19 Desember 2013). Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Qohar, Abd. 2011. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP. [online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/6968/1/Makalah%20Peserta%204%20-%20Abd.%20Qohar2.pdf (diakses pada tanggal 05 November 2013)

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Siregar, Syofian. 2012. Statistika Deskriptif untuk Penelitian Dilengkapi

Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Grafindo Persada Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Jakarta:

Nusa Media.

Solihatin, Etin. 2007. Cooperatif Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudijono, A. 2008. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Suhaedi, Didi. 2012. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/7541/1/P%20-%2020.pdf. (Diakses pada tanggal 05 November 2013).

Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

__________. 2003. Common Text Book : Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA FMIPA UPI.


(6)

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Predana Media.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: PT INDEKS.

Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: CV. Ipa Abong.

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wijaya, Adi. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooeratif Tipe STAD terhadap Prestasi, Motivasi, dan Aktivitas Belajar Matematika Siswa. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org. (diakses pada tanggal 04 November 2013).


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 2 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 17 52

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 42 56

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2013/2014)

2 31 59

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 13 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 8 47

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Ar-Raihan Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Baradatu Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 50

PEGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 20 203

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54