AKUNTABILITAS KEPALA DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA MADUKORO KECAMATAN KOTABUMI UTARA KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(1)

ABSTRAK

AKUNTABILITAS KEPALA DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA MADUKORO KECAMATAN KOTABUMI UTARA

KABUPATEN LAMPUNG UTARA Oleh

Adelia Pramadita

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peran kepala desa sangat penting dalam mengadakan pendekatan dan menumbuhkan serta mengembangkan swadaya gotong royong masyarakat untuk dapat merealisasikan pelaksanaan pembangunan yang telah direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pembangunan fisik Desa Madukoro yang telah diprogramkan tidak sesuai dengan volume/anggaran dengan target pencapaian pengerjaan pembangunan seperti pada kegiatan pembangunan rumah layak huni dengan anggaran sebesar Rp 1.200.000.000 hanya terealisasi sebesar Rp 800.000.000 dan anggaran renovasi gedung SD tidak terealisasi sama sekali dengan anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 120.000.000. Di Desa Madukoro perencanaan anggaran pembangunan sudah mulai berjalan, ditandai dengan adanya pembangunan yang dilaksanakan di Desa Madukoro, namun pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik ataupun belum maksimal.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat sudah mampu mengakses segala bentuk informasi terhadap pelaksanaan pembangunan fisik yang dibuat oleh pemerintah Desa Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara, maka didapatkan keterangan bahwa dana desa merupakan pemberian anggaran kepada masyarakat desa untuk dikelola sebaik mungkin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masih banyaknya praktik-praktik yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Pelaksanaan pembangunan fisik desa masih belum melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh. Saran, diharapkan agar aparatur Pemerintah Desa khususnya Kepala Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara memperbaiki proses penyampaian laporan pertanggungjawaban tentang pembangunan fisik dan nilai-nilai akuntabilitas kepada masyarakat desa, sehingga masyarakat dapat melihat bagaimana pengelolaan dana desa akan lebih baik dan transparan


(2)

ACCOUNTABILITY IN DEVELOPMENT VILLAGE HEAD OF PHYSICAL MADUKORO VILLAGE NORTH DISTRICT

KOTABUMI NORTH LAMPUNG REGENCY By

Adelia Pramadita

The village head is the leadership organization of village government based on policies that have been established along Village Consultative Body (BPD). Village Head crucial role in organizing approach and cultivate and develop community self-help mutual cooperation in order to realize the implementation of development that has been planned in the Budget of the village. physical development Madukoro village that has been programmed not in accordance with the volume / budget with a target of achieving progress on the construction of such a house livable development activities with a budget of Rp 1.2 billion only realized Rp 800,000,000 and elementary building renovation budget was not realized entirely with budget set at Rp 120,000,000. In the village Madukoro development budget planning is already underway, marked by the construction carried out in the village Madukoro, but its implementation has not been realized well or not maximized.

The method used in this research is descriptive research. While the aim to determine Accountability in the Village Head of Physical Development Madukoro Rural District of North Kotabumi North Lampung District.

Based on the survey results revealed that the community has been able to access any information on the implementation of physical development made by the village government Based on the results of research through interviews, then obtained information that the village is the provision of budgetary funds to the villagers to be managed as best as possible in order to improve people's welfare. There are still many practices that are not in accordance with the existing rules. Implementation of the physical construction village is still not involve full public participation. Advice, it is expected that particular village government apparatus Village Head Madukoro Northern District of North Lampung District Kotabumi improve the process of delivering accountability report on the physical development and the values of accountability to rural communities, so that people can see how the village fund management will be better and transparent.


(3)

AKUNTABILITAS KEPALA DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA MADUKORO KECAMATAN KOTABUMI UTARA KABUPATEN

LAMPUNG UTARA

Oleh

ADELIA PRAMADITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

ADELIA PRAMADITA dilahirkan di Kotabumi, tanggal 27 Desember 1993, merupakan putri pertama dari pasangan Bapak H. Dahlawi dan Ibu Hj. Henny Mellia. Peneliti merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Adik pertama Aditya Dwi Saputra dan Adik Bungsu ku Novita Ramadania.

Jenjang akademis peneliti dimulai dengan menyelesaikan pendidikan TK Nurul Iman Kotabumi pada tahun 2000, dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Kelapa Tujuh Kotabumi dan diselesaikan tahun 2006, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Kotabumi dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kotabumi dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011 peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML).


(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT penguasa alam semesta, yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, memberikan akal dan

semangat untuk senantiasa bertawakal.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan bagi junjungan Nabi Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini kepada: Bapak dan Ibu tercinta

Bapak H. Dahlawi dan ibu Hj. Henny Mellia

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang tiada hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.

my sister and my brother Novita Ramadania dan Aditya Dwi Saputra.. Always give me inspiration in my live

My Big Family

Alm. Yai, Alm. Nyai, Om Sutris, Tante Meri, Wak Wana, Wak Laki, Wak perempuan,.. Sepupu ku, ayuk dina, ajo, wili, rio,bela, riri, abg engga,

kak andre,awa, anggun, abg ican,.. Serta keponakan keponakan ku, Fazila dan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu..

My Big Family

Alm. Datuk, Alm. Embuk, Budang, tante evi, tante nova, om medi, wak dang, wak cek.. Sepupu ku wina, aldi, abang, kakak, mba vita, mba sari, wawan, jibril, mikail, dan yang lain yang tidak bisa aku sebutkan

satu per satu serta keponakan keponakan ku tersayang..

Seluruh angkatan 2011 yang tidak dapat disebut satu persatu jangan pernah lupa akan perjuangan kita di mana tawa dan tangis

menjadi satu demi menggapai sebuah gelar “S.IP”


(9)

MOTO

Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang baik. Dalam masalah

kebijaksanaan pemikiran terakhirlah yang paling baik (William Feather)

Setiap langkah diawali dengan bismillahirahmanirrahim

(Adelia Pramadita)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang orang tidak

menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah


(10)

SANWACANA

Bismillahirahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rosulullah Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga serta pengikutnya.

Penulisan skripsi berjudul “Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara ini merupakan syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Peneliti sadar bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi yang sederhana ini guna lebih bermanfaat di kemudian hari.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada:


(11)

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Pembimbing utama, terima kasih atas semangat, arahan, bimbingan, solusi, dan waktu selama ini yang sangat membantu, serta atas kesabaran yang diberikan Bapak selama peneliti menjalani proses bimbingan.

3. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H. selaku Pembahas Dosen dan Penguji, terima kasih atas semangat, arahan, bimbingan, solusi, dan waktu selama ini yang sangat membantu, serta atas kesabaran yang diberikan Bapak selama peneliti menjalani proses bimbingan.

4. Bapak Drs. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Pemerintahan.

5. Bapak Arizka Warganegara, S.IP,M.A selaku pembimbing akademik, yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi di bidang akademik sejak awal perkuliahan sampai peneliti menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Jajaran Dosen Pengajar, Bapak Yana Ekana, Ibu Ari Darmastuti, Ibu Tabah, Ibu Dwi, Ibu Feni, Pak Maulana, Pak Pitojo, Pak Ismono, Pak Piping, Pak Syafar, Pak Syarief, Pak Suwondo, Pak Arizka, Pak Himawan, dan Pak Budi Kurniawan, serta dosen-dosen lain, terimakasih atas wawasan ilmu yang diberikan, mohon maaf apabila banyak hal yang kurang berkenan. 7. Seluruh staf Jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Rianti, Pakde Jum, Pak


(12)

8. Seluruh Pegawai Kecamatan Kotabumi Utara Desa Madukoro terimakasih untuk bantuan dan dukungannya, yang telah memberikan informasi dan data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Kedua Orangtuaku, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan cinta dan kasih sayangnya dengan penuh kesabaran. Untuk Papa, yang selalu membimbing putrimu dan berdoa untuk keberhasilan anaknya serta membagi pengalaman hidup yang sangat berharga, terima kasih pa, semoga aku bisa membuatmu bangga dan bahagia. Untuk Mama yang paling cantik yang telah melahirkanku, aku bangga punya mama sepertimu. Aku belum bisa mengukir bahagia di wajahmu, maaf karena aku belum bisa menanam bangga di hatimu, maaf untuk semua airmata yang kau tumpahkan karena aku, mama, terimakasih untuk cinta dan doamu kepadaku.

10.Adikku yang pertama Aditya Dwi Saputra dan adikku yang kedua Novita Ramadania terima kasih atas do’a yang tiada hentinya untuk ayuk.

11. Untuk Jeffri terima kasih atas semangat yang diberikan untuk segera menyelesaikan skripsi ini, yang selalu mendo’akan, menemaniku dikala sedih dan senang.

12. My Besties PJC terdiri dari tiga amuba Santy Novitasari, Balkis Annisa, Natessya SR, Sikurus Winda Septiana, Siganteng Aan Lesmana, Silincah Beben dan Ibu Asuh Pertiwi Agustina terima kasih atas dukungan pelukan canda tawa serta senyuman yang kalian berikan. Sahabat dikala sedih dan senang.


(13)

Genta Rizkyansah, Indra Rinaldi Silalahi, Angga Alamsyah, Riyadhi Adyansyah, Dio Baleri, Cristian Tuahta, Ardi Riyansa, Merari Defri terima kasih telah menemani memberi semangat sampai akhir.

14. My Besties GengTomboy Dian, Eya, Herma, Sari, Neti, Ipung, Aan, Cipto, Ahi terima kasih telah menemani memberi semangat sampai akhir, semoga kita akan terus selalu bersama dikala sedih dan senang.

15. Geng koprok geng yang paling heboh imam, rendra, ade, meta, kiki, agus dan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu tetep solid yaa sampai S.IP dan jangan pada sombong nanti kalo udah jadi bupati hahaha amin..

16. Keluarga Besar Ilmu Pemerintahan 2011 Bramantyo, Rya Clara, Endah Hapsari, Trio Gama Putra, Hazi Kurnia, Evi Suryani, Nurhalimah, Shedy Apriliza, Leny, Ifit Chytrine Batubara, Ulil Ilmiyati, Nurhasanah dan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu kita ditempah untuk menjadi satu keluarga yang dipertemukan melalui ilmu pendidikan jangan pernah lupa asal usul dari mana kita berasal kawan, sahabat dan keluarga baru yang dimulai dari sebuah rumah Ilmu Pemerintahan.

17. Seluruh Keluarga Besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2007, 2008, 2009, 2010 2012 yang tidak bisa disebutin satu persatu terimakasih atas kebersamaan yang pernah terjalin selama peneliti menempuh studi di kampus tercinta. 18. Berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak


(14)

SWT. Serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda.

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat nyata bagi peneliti khususnya dan para pembaca umumnya.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Peneliti,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Kegunaan Penelitian... 9

II TINJAUAN PUSTAKA A. Akuntabilitas ... 10

1. Konsep Akuntabilitas ... 10

2. Prinsip – Prinsip Akuntabilitas ... 11

3. Jenis - Jenis Akuntabilitas ... 12

4. Dimensi Akuntabilitas ... 13

5. Model Akuntabilitas ... 14

B. Pemerintahan Desa ... 17

1. Pengertian Desa ... 17

2.Pemerintahan Desa ... 19

C. Kepala Desa ... 23

D. Kerangka Pikir ... 26

III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 28

B. Fokus Penelitian ... 28

1. Aksesibilitas ... 29

2. Kebebasan Informasi ... 29

3. Pelaksanaan didepan publik ... 30

C. Jenis Data ... 30

1. Data Primer ... 30

2. Data Sekunder ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview) ... 32

2. Dokumentasi ... 33

3. Observasi ... 34

E. Teknik Pengolahan Data ... 34

1. Editing ... 34

2. Interpretasi... 35

F. Teknik Analisis Data ... 35


(16)

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Kabupaten Lampung Utara ... 38

1. Sejarah Kabupaten Lampung Utara ... 38

2. Lokasi dan Luas Wilayah ... 42

B. Kecamatan Kotabumi Utara ... 43

1. Gambaran Umum Kecamatan Kotabumi Utara ... 43

2. Orbitasi Kecamatan Kotabumi Utara ... 46

3. Keadaan Demografi ... 46

4. Keadaan Sosial Budaya ... 47

5. Pendidikan ... 47

6. Kesehatan ... 49

7. Agama ... 50

8. Pemerintahan ... 51

9. Kewenangan, Tugas Pokok dan Struktur Organisasi ... 52

10.Sarana dan Prasarana Penunjang Kerja ... 58

C. Lokasi Penelitian ... 59

1. Sejarah Desa Madukoro ... 59

2. Kondisi Geografis ... 61

3. Sosial Budaya ... 62

4. Pemerintahan Umum ... 64

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Aksesibilitas Kepemimpinan ... 67

2. Kebebasan Informasi ... 71

3. Pelaksanaan di Depan Publik ... 75

B. Pembahasan ... ... 88

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 105

B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Pelaksanaan Kegiatan musyawarah dan Partisipasi masyarakat pelaksanaan Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara ...………. 6 Tabel 1.2 Program Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir ………. 27 Gambar 4.1 Lambang Kabupaten Lampung Utara ………... 40


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah Indonesia dibagi ke dalam Daerah Propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Daerah yang lebih kecil ini dikenal dengan daerah kabupaten kemudian daerah kabupaten akan dibagi kembali ke dalam daerah yang lebih kecil lagi yaitu desa.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah”, mengatur khusus tentang Pemerintahan Desa. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 200 ayat (1) mengatur bahwa “Dalam Pemerintah Daerah Kabupaten dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari

pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa”, dengan demikian Jika


(20)

pemerintahan kabupaten dimana pemerintahan desa ini terdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa.

Desa dapat dimisalkan sebagai sebuah miniatur negara, sebab desa sejak dahulu telah memperaktekkan nilai-nilai demokratis mulai dari pemilihan kepala desa secara langsung serta penggalian dana yang bersumber dari swadaya masyarakatnya sendiri. Sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, desa telah mewarnai corak pemerintahan kerajaan pada zaman Hindia Belanda, dengan demikian usia keberadaan pemerintahan desa lebih tua dibandingkan usia Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri.

H. W. Widjaja memberikan definisi desa sebagai berikut: “Desa atau disebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan di bawah kabupaten” (2003 :26)

Desa merupakan kumpulan dari masyarakat hukum, memiliki kewenangan mengatur, mengurus urusan kepentingan masyarakat desa menurut adat istiadat setempat. Tentunya adat istiadat yang diakui oleh sistem pemerintahan nasional selain itu desa merupakan bagian dari pemerintahan kabupaten. Desa pada dasarnya sudah sejak duhulu telah melaksanakan prinsip otonomi secara mandiri, yang dikenal dengan istilah otonomi desa. Pengertian otonomi desa,

menurut pendapat dari Bayu Suryaningrat “Otonomi desa adalah wewenang

dan kewajiban desa untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku” (2009: 150).


(21)

Adanya otonomi tersebut, desa dituntut untuk mampu menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di desa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Pada kegiatan untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di desa, salah satunya ada pada kemampuan seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pada dasarnya kepemimpinan yang ada di masyarakat desa terbagi kedalam dua bagian yakni kepemimpinan formal dan informal.

Kepemimpinan formal merupakan kepemimpinan yang memiliki legalitas sah serta diangkat secara formal, dalam hal ini kepala desa dan pamong desa merupakan orang-orang yang menduduki jabatan pemimpin formal. Sedangkan kepemimpinan informal merupakan kepemimpinan yang tidak diangkat secara formal sehingga tidak memiliki legalitas kuat atau sah. Kepemimpinan informal diakui sebagai pemimpin berdasarkan pengakuan dan kepercayaan masyarakat kepada pemimpin tersebut.

kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jadi, Kepala Desa sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab atas terselenggaranya pemerintahan desa karena kepala desa yang memegang peran sebagai wakil rakyat yang terpilih dan dipilih secara langsung oleh masyarakat desa. Kepala Desa harus memiliki kemampuan, bakat, kecakapan, dan sifat kepemimpinan, disamping menjalankan kegiatan-kegiatan, koordinasi, fungsi, peran dan tanggung jawab.


(22)

Mengenai akuntabilitas kepala desa, dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya adalah sebagai perencana pembangunan, pengawas pembangunan, dan pelopor pembangunan. Peran kepala desa sangat penting dalam mengadakan pendekatan dan menumbuhkan serta mengembangkan swadaya gotong royong masyarakat untuk dapat merealisasikan pelaksanaan pembangunan yang telah direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD). Hal ini berarti bahwa Kepala Desa sebagai pemimpin di Desa adalah penyelenggara dan penanggung jawab di dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, juga kepala desa bertanggung jawab dalam menumbuhkan dan mengembangkan swadaya gotong royong masyarakat.

kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jadi, Kepala desa sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab atas terselenggaranya pemerintahan desa karena kepala desa yang memegang peran yaitu sebagai wakil rakyat yang terpilih dan dipilih secara langsung oleh masyarakat desa. Kepala desa harus memiliki kemampuan, bakat, kecakapan, dan sifat kepemimpinan, disamping menjalankan kegiatan-kegiatan, koordinasi, fungsi, peran dan tanggung jawab. Kepala desa sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab atas terselenggaranya pemerintahan desa karena Kepala Desa yang memegang peran yaitu sebagai wakil rakyat yang terpilih dan dipilih secara langsung oleh masyarakat desa.


(23)

Beberapa hal yang menjadi peran kepala desa sebagai motivator yaitu fungsi pemerintah desa sebagai pendorong dan pemberi semangat kepada masyarakat setempat, agar ikut melakukan tindakan- tindakan yang positf sehingga apa yang diharapkan dapat lebih berkembang dan suatu saat dapat menjadi penopang perekonomian yang ada, fasilitator dalam hal ini kepala desa sebagai fasilitator yaitu orang yang memberikan bantuan dan menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan serta memfasilitasi kegiatan-kegiatan pembangunan desa memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses pembangunan sehingga program pembangunan desa dapat berjalan dengan baik serta sebagai mobilisator yaitu orang yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan guna untuk kepentingan bersama. Jadi kepala desa sebagai mobilisator yaitu kepala desa menggerakkan atau mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan tindakan yang nyata untuk membangun desa, misalanya melakukan gotong royong, memperbaiki tempat ibadah, tempat-tempat umum lainya (2008: 28).

Kepala desa bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengendalian penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa. Penyusunan RPJM-Desa dilakukan melalui kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan pelembagaan. Sedangkan penyusunan RKP-Desa dilakukan melalui kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan pemasyarakatan. Untuk meningkatkan pembangunan ditingkat desa, maka perlu untuk pemerintahan desa, agar makin mampu untuk menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya terhadap


(24)

pembangunan serta melaksanakan administrasi yang secara meluas dan efektif.

Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintah desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten atau Kota. Perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya, yang dimaksud dengan partisipatif disini adalah dalam ketentuan ini adalah melibatkan pihak terkait dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa, yang dalam hal ini tentunya peran masyarakat juga harus ikut sertakan.

Adapun dalam rangka pembangunan di Desa Madukoro selalu mengadakan rapat atau musyawarah yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Pelaksanaan Kegiatan musyawarah dan Partisipasi masyarakat pelaksanaan Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara

No Pokok Permasalahan

Kegiatan Musyawarah Partisipasi masyarakat Target Realisasi Target Realisasi

1 Pembangunan renovasi gedung SD

6x 2x 60 orang 40 orang

2 Penambahan ruang belajar MDA kantor

4x 3x 60 orang 50 orang

3 Pembangunan drainase

3x 2x 60 orang 30 orang

4 Pembangunan pembukaan jalan

3x 3x 60 orang 50 orang

5 Pembangunan rumah layak huni

8x 5x 60 orang 50 orang

6 Pembangunan mushola

6x 6x 60 orang 45 orang


(25)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa dalam mengadakan rapat pembangunan sangatlah tidak sesuai dengan yang diharapkan dengan kenyataan sehingga dengan melihat tingkat kehadiran akan berpengaruh terhadap pencapaian pembangunan di Desa Madukoro. Kemudian dapat dilihat sejauhmana pelaksanaan pembangunan di Desa Madukoro khususnya pembangunan fisik di Desa Madukoro.

Tabel 1.2 Program Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara

No Sumber

Dana

Jenis

Pembangunan Anggaran Terealisasi

1 APBD II Renovasi gedung SD 120.000.000 -

2 PNPM MP

1. Penambahan ruang

belajar MDA & kantor 2. Drainase 180.000.000 120.000.000 180.000.000 120.000.000

3 APBD I & II

1. Pembukaan jalan

2. Pembangunan rumah

layak huni

300.000.000 1.200.000.000

300.000.000 800.000.000

4 ADD

Melanjutkan

pembangunan mushollah 50.000.000 50.000.000

Sumber: Arsip Desa Madukoro (2015)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa pembangunan fisik Desa Madukoro yang telah diprogramkan tidak sesuai dengan volume atau anggaran dengan target pencapaian pengerjaan pembangunan seperti pada kegiatan pembangunan rumah layak huni dengan anggaran sebesar Rp 1.200.000.000 hanya terealisasi sebesar Rp 800.000.000 dan anggaran renovasi gedung SD tidak terealisasi sama sekali dengan anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 120.000.000. Di Desa Madukoro perencanaan anggaran pembangunan sudah mulai berjalan, ditandai dengan adanya pembangunan yang dilaksanakan di Desa Madukoro, namun pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik ataupun belum maksimal.


(26)

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ditingkat desa pada dasarnya ditentukan sejauh mana komitmen dan konsisten pemerintah dan masyarakat desa saling bekerjasama membangun desa. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan secara partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada monitoring evaluasi akan lebih menjamin keberlangsungan pembangunan di desa. Sebaliknya permasalahan dan ketidakpercayaan satu sama lain akan mudah muncul manakala seluruh komunikasi dan ruang informasi bagi masyarakat tidak memadai. Oleh karena itu keberhasilan dari suatu pembangunan tidak akan lepas dari peran serta seluruh komponen yang ada di desa khususnya kepala desa, pemerintah kabupaten maupun masyarakat.

Berdasarkan dari permasalahan di atas, peneliti tertarik meneliti lebih mendalam dengan mengambil judul: Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang ada adalah ”Bagaimana Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara?”


(27)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Praktis

Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran, masukan-masukan bagi aparatur pemerintah desa khususnya Kepala Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara dalam proses penyampaian laporan pertanggungjawaban tentang Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara kepada masyarakat.

2. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, informasi, dan pengetahuan dalam khasanah Ilmu Pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik desa.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Akuntabilitas

1. Konsep Akuntabilitas

Ghartey dalam Budiardjo (2007: 78) menyatakan akuntabilitas ditujukan untuk jawaban atas pertanyaan berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain: apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan, dan sebagainya. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum memadai, oleh karena itu harus diikuti dengan jiwa intrepreneurship pada pihak-pihak yang melaksanakan akuntabilitas.

Budiardjo (2007: 79) mendefinisikan akuntabilitas sebagai

“Pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system).


(29)

Carino dalam Budiardjo (2007: 79) menyatakan :

Akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Dengan demikian setiap orang harus betul-betul menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja akan tetapi membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Sehingga memperhatikan lingkungan menjadi mutlak dalam setiap tindak dan laku seorang pejabat pemerintah.

Hatry dalam Budiardjo (2007: 80) menyatakan akuntabilitas merupakan istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa, pada intinya akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggung-jawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.

2. Prinsip-prinsip Akuntabilitas

Budiardjo (2007: 81) menyatakan dalam penyelenggaraan akuntabilitas, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf;

b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin kegunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran; d. Harus berorientasi kepada pencapaian visi dan misi serta hasil dan


(30)

e. Harus jujur, obyektif, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

3. Jenis-jenis Akuntabilitas

Menurut Saleh dan Iqbal (2008: 45), akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia meliputi akuntabilitas intern seseorang dan akuntabilitas ektern seseorang.

a. Akuntabilitas intern disebut juga akuntabilitas spiritual. Tidak sekedar tidak ada pencurian dan sensibilitas lingkungan, tapi lebih dari itu seperti adanya perasaan malu berbuat melanggar ketentuan dan lain-lain. Ini sangat besar maknanya bila semua orang memiliki sensibilitas spiritual seperti itu, alasan-alasan permisif seperti berbedanya kemampuan, tidak cukup waktu, tidak cukup sumber daya, dan sebagainya merupakan cikal bakal adanya korupsi dan akuntabilitas menjadi seperti kaca mobil berembun alias kabur. Hendaknya kita berusaha keras menghindari keluhan-keluhan semacam itu bila kita ingin melaksanakan akuntabilitas dengan sungguh-sungguh.

b. Akuntabilitas ekstern seseorang adalah akuntabilitas kepada lingkungannya baik formal (atasan) maupun informal (masyarakat). Akuntabilitas ekstern lebih mudah diukur karena norma dan standarnya jelas. Ada atasan, ada pengawas, ada kawan sekerja yang membantu, ada masyarakat konsumen yang sesekali menyoroti dan memberikan koreksi serta saran perbaikan, kelompok mahasiswa yang sensitif terhadap penyimpangan-penyimpanan, dan ada pula lembaga masyarakat penyeimbang yang kepeduliannya sangat tinggi seperti Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Polidano (2008: 48) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak langsung merujuk pada pertanggung jawaban kepada pihak eksternal seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok klien tertentu, sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggung jawaban vertikal melalui rantai komando tertentu.


(31)

Polidano (2008: 48) lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama akuntabilitas, yaitu:

a. Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku para birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural tertentu serta mengharuskan adanya otorisasi sebelum langkah tertentu diambil. Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional dihubungkan dengan badan/lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap departemen/lembaga dapat saja menyusun aturan atau standarnya masing-masing).

b. Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang langsung berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma manajemen publik baru (new public management). Hal ini mungkin saja tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan manajemen publik baru.

c. Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen, atau lembaga peradilan. Bisa juga termasuk badan-badan di luar negara seperti media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali bervariasi, tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.

4. Dimensi Akuntabilitas

Akuntabilitas yang dilakukan pada sektor publik terdiri dari berbagai dimensi. Ellwood (2003: 371) mengemukakan empat dimensi akuntabilitas publik berikut ini :

a. Akuntabilitas kejujuran dan hukum

Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan wewenang, sedangkan akuntabilitas hukum berkaitan dengan adanya jaminan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang dipersyaratkan dalam penggunaan sumber daya publik.

b. Akuntabilitas Proses

Akuntabilitas proses berkaitan dengan masalah prosedur yang digunakan dalam tugas. Sudahkah memenuhi kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi? Akuntabilitas proses dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah. Akuntabilitas


(32)

proses berkaitan dengan metode dan prosedur operasi dari suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi out put. Akuntabilitas proses menekankan bahwa beberapa tujuan mungkin tidak dapat diukur dan diganti secara langsung, tetapi menyajikan bagaimana kegiatan diarahkan pada pencapaian tujuan.

c. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan masalah pencapaian tujuan (efektivitas) dan mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil optimal dengan biaya minimal. Akuntabilitas program berkaitan dengan unit-unit dan birokrat secara individual yang melakukan aktivitas bersama untuk mencapai efektivitas program. d. Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban pemerintah kepada publik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menurut penulis, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang member mandat. Akuntbilitas bermakna pertangggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi.

5. Model Akuntabilitas

Coghill (2004: 49) menyatakan bahwa model akuntabilitas dibedakan menjadi:

a. Model Tradisional yang dikembangkan

1) Tidak hanya dari bawah ke atas, tetapi juga bersifat ke dalam (perorangan) dan keluar (masyarakat) :

a) Upward b) Inward c) Outward


(33)

2) Perlu diciptakannya berbagai mekanisme dan sistem akuntabilitas seperti :

a) Pengembangan jaminan kebebasan mendapatkan informasi b) Pembentukan berbagai lembaga independen yang bertujuan

untuk mengontrol kinerja sektor publik seperti ombudsman dan lembaga peradilan yang kuat.

b. Model Stone

Akuntabilitas dibagi dalam 5 kategori, yaitu: 1) Kontrol dari Parlemen (DPR)

2) Managerialism (P-D-C-A)

3) Pengadilan/Lembaga semi peradilan; 4) Perwakilan Masyarakat

5) Pasar (konsumen-pengusaha)

c. Model Jaringan Kerja (Sistem Akuntabilitas Kompleks)

Sistem ini memberikan suatu kontrol Check and Balance yang sangat ketat sehingga kemungkinan untuk terjadinya tindakan-tindakan manipulatif akan sangat kecil, dari mulai saat proses pembuatan kebijakan hingga proses pelaksanan kegiatan dapat termonitor dengan sangat teliti dan terorganisir.

Menurut Coghill (2004: 49) dalam sistem yang seperti inilah akuntabilitas publik secara garis besar dijalankan, baik dalam pendelegasian kewenangan, pertanggung jawaban, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem akuntabilitas kompleks


(34)

ini, akuntabilitas publik memiliki berbagai dimensi diantaranya adalah dimensi aksesabilitas, kebebasan informasi dan pelaksanaan di depan publik.

1) Aksesibilitas

Mensyaratkan adanya hak masyarakat untuk mengakses segala bentuk informasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terutama yang mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan mereka. Bentuk informasinya mulai dari draft kebijakan, hasil-hasil sidang, berbagai dokumen pemerintahan, kecuali yang berhubungan dengan informasi yang bersifat pribadi.

2) Kebebasan informasi

Dimensi akuntabilitas publik lainnya adalah kebebasan informasi atas segala bentuk dokumen yang ada dalam pemerintahan. Hal ini berkaitan sangat erat dengan dimensi aksesibilitas. Dengan dimensi ini tingkat akuntabilitas pemerintahan akan meningkat karena para pelaksana pemerintahan akan meningkat karena para pelaksana pemerintahan menyadari bahwa mereka dapat dimintai pertanggungjawaban langsung atas segala kebijakan dan program yang dilakukan. Masyarakat seharusnya dapat mengetahui seberapa jauh keadilan, kejujuran dan kebenaran (efisisensi dan efektifitas) telah dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan dalam setiap hubungannya (dealing) dengan masyarakat.

3) Pelaksanaan di depan Publik

Salah satu wujud transparansi dan keterbukaan adalah pelaksanaan pembuatan keputusan serta implementasinya sedapat mungkin dilaksanakan di depan publik.

Berdasarkan model-model akuntabilitas di atas dalam penelitian ini model akuntabilitas yang digunakan oleh penulis adalah Model Jaringan Kerja (Sistem Akuntabilitas Kompleks). Model-model pelaksanaan akuntabilitas memang beranekaragam dan memiliki kekurangan serta kelebihannya masing-masing namun menurut penulis model Model Jaringan Kerja (Sistem Akuntabilitas Kompleks) adalah model yang sangat sederhana, walaupun hanya terdapat tiga dimensi akuntabilitas didalamnya yaitu aksesibilitas, kebebasan informasi, dan pelaksanaan di depan publik namun itu semua telah mencakup keseluruhan penelitian.


(35)

Selain itu menurut Coghill (2004: 49) dalam Sistem Akuntabilitas Kompleks mempunyai kelebihan antara lain Para pihak terkait satu dengan yang lain membentuk suatu jaringan kerja dan saling memberikan kontribusi dan informasi, Model ini menekankan pada pola hubungan yang terjalin dalam suatu kerjasama dan Dalam suatu sistem kerjasama, semua pihak yang terkait saling melakukan komunikasi, pemberian informasi dan hubungan kerja yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan dari jaringan kerja yang dibuat.

B. Pemerintahan Desa 1. Pengertian Desa

Mendiskusikan kembali masalah desa sebagai unit pemerintahan mengantarkan pada pemahaman klasik tentang desa, sebagaimana anggapan para sosiolog yang menganggap desa sebagai daerah pedesaan (rural) maupun sebagai lingkungan masyarakat (community). Para ahli sejarah memandang desa sebagai sumber kekuatan dan ketahanan dasa dalam mempertahankan kemerdekaan (community power). Bahkan menurut Ndara dalam Widjaja (2003: 3) desa dianggap sebagai sumber nilai luhur yang memiliki karakteristik seperti kegotongroyongan, musyawarah, mufakat dan kekeluargaan sehingga menimbulkan berbagai semboyan.

Menurut Mutty dalam Widjaja (2003: 3) desa sebagai suatu lembaga pemerintahan dengan hak otonomi yang dimilikinya telah mendapatkan


(36)

pengakuan jauh sebelum dilaksanakan pemerintahan dengan asas desentralisasi.

Desa menurut Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa”

menyatakan bahwa: “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat” (2003: 3).

Desa menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa mengartikan Desa sebagai berikut: “ Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian Desa menurut Widjaja (2003: 5) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 di atas sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan self community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Melalui pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah.


(37)

2. Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa menurut Widjaja (2003: 5) dalam bukunya “Otonomi

Desa” Pemerintahan Desa diartikan sebagai: “Penyelenggaraan Pemerintahan

Desa merupakan Subsistem dari sistem penyelenggaraan Pemerintah, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut

kepada Bupati”.

Menurut Saragih (2008: 78) pengertian pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa terdiri atas Kepala Desa atau disebut dengan nama lain dan perangkat desa. Penjelasan Pasal 95 Ayat 1 ini menyebutkan bahwa istilah Kepala Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya desa setempat. Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memnuhi syarat. Calon terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan disahkan oleh Bupati. Syarat-syarat untuk menjadi calon Kepala Desa ada 13 syarat diantaranya adalah berumur sekurang-kurangnya 25 tahun, memenuhi syarat lain yang sesuaidengan adat- istiadat yang diatur dalam Perda, dan lain-lain. Masa jabatan Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan (Pasal 96). Penjelasan Pasal 96 ini menyebutkan bahwa daerah Kabupaten dapat menetapkan masa jabatan Kepala Desa sesuai dengan sosial


(38)

budaya setempat. Namun demikian Undang-Undang ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan atau 2 (dua) kali masa jabatan.

Pemerintah Desa yang diberi kepercayaan masyarakat tidak cukup mempunyai kewenangan untuk berbuat banyak. Kedudukan dan bentuk organisasinya yang mendua (ambivalen) yaitu antara bentuk organisasi pemerintah dengan lembaga kemasyarakatan, tidak adanya sumber pendapatan yang memadai, keterbatasan kewenangan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut isi rumah tangganya, keterbatasan kualitas dan kuantitas personilnya, merupakan sebagian kendala yang menghambat kinerja Pemerintah Desa. Organisasi Pemerintah Desa semakin tidak mampu menjalankan fungsi dan peranannya dengan baik, maka terjadilah pertumbuhan dan perubahan sosial di desa yang relatif lambat, bahkan disana sini terjadi kemandegan. Untuk melakukan perubahan sosial, masyarakat desa seringkali hanya menunggu uluran tangan dari luar desa, bukan hasil inisiatif yang datang dari dalam diri kesatuan masyarakat hukum itu sendiri. Situasi ini membuat masyarakat desa semakin tergantung pada pihak luar desa.

Sebagai konsekuensi Negara hukum, perubahan format politik dan sistem pemerintahan harus ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan perUndang-Undangan di bidang politik dan pemerintahan dengan dilakukannya perubahan peraturan pelaksanaan yang mengatur Desa. Uniformitas yang diregulasi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 selama dua dekade, direformasi melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang memberikan peluang kehidupan lebih demokrasi pada tataran struktur pemerintahan paling depan


(39)

tersebut. Selanjutnya dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan akan semakin menyempurnakan paradigma penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang Desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa sebagai regulasi yang mengatur tentang Desa setelah setahun berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Namun kelambatan pada proses penetapan regulasi ini telah menimbulkan berbagai permasalahan pada tataran praksis di lapangan. Belum lagi resistensi yang terjadi terhadap beberapa substansi peraturan tersebut, menimbulkan riak gejolak di tengah masyarakat.

Masalah masa jabatan Kepala Desa serta proses pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa yang berubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa, pengisian jabatan Sekretaris Desa dari PNS, serta sumber pendapatan desa yang berasal dari bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota, merupakan titik-titik rawan yang tidak menutup kemungkinan senantiasa memicu permasalahan kecil hingga menjadi permasalahan pelik dan konflik. Permasalahan yang tentunya menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa untuk mengemban misi mensejahterakan masyarakat.

Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau pejabat lainnya yang ditunjuk (Pasal 98 ayat 1). Namun tidak dijelaskan siapa saja pejabat yang dapat ditunjuk oleh Bupati tersebut. Kewenangan Desa mencakup kewenangan yang sudah ada


(40)

berdasarkan hak asal-usul desa, kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan belum dilaksanakan oleh daerah dan Pemerintah dan tugas pembantuan dari Pemerintah, Propinsi dan/atau Kabupaten. Tugas pembantuan tanpa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusianya berhak ditolak oleh desa dan wewenang Kepala Desa. Undang-Undang ini lebih lanjut menjelaskan yang dimaksud dengan asal-usul adalah asal-usul terbentuknya desa tersebut (Penjelasan Pasal 111 Ayat 2) namun tidak menjelaskan kewenangan mana saja yang belum dilaksanakan daerah dan pemerintah serta apa saja tugas pembantuan yang dimaksudkan.

Tugas dan kewajiban kepala desa adalah memimpin penyelenggaraan Pemerintah desa, membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan kepala desa dapat dibantu oleh Lembaga Adat (Penjelasan Pasal 101 huruf e). Undang-Undang ini tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan memimpin, membina, memelihara dan mendamaikan untuk mencegah terjadinya interpretasi yang keliru dari tugastugas Kepala Desa tersebut.Dalam pelaksanaan tugas, kepala desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD dan menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati. Lebih lanjut dijelaskan bahwa laporan tersebut ditembuskan ke Camat. Pasal ini semakin menegaskan bahwa suara rakyat (masyarakat desa melalui wakilnya dalam BPD) sebagai elemen utama penilaian berhasil tidaknya seorang Kepala Desa bukan birokrat di atasnya. Kepala desa berhenti karena meninggal dunia, mengajukan berhenti


(41)

atas permintaan sendiri, tidak lagi memenuhi syarat dan atau melanggar sumpah atau janji, berakhir masa jabatan dan telah dilantik kepala desa yang baru dan melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pemberhentian kepala desa dilakukan oleh Bupati atas usul BPD.

Badan Permusyawaratan Desa atau disebut dengan nama lain (BPD) berfungsi mengayomi adat - istiadat, membuat peraturan desa (bersama kepala desa), manampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan desa. Anggota BPD dipilih dari dan oleh masyarakat desa yang memenuhi syarat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota. Tidak seperti halnya pengaturan tentang Pemerintah Desa, pengaturan terhadap Badan Permusyawaratan Desa ini belum mencakup masa jabatan, syarat-syarat anggota BPD, tata cara pemilihan, pelantikan, pemberhentian dan pengawasan BPD.

Berdasarkan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Pemerintahan Desa adalah kegiatan dari kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya, mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke

dalam masyarakat yang bersangkutan”.

C. Kepala Desa

Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintah, alat pemerintah daerah dan alat pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Tugas kepala desa :


(42)

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan; b. Pembangunan;

c. Kemasyarakatan.

Urusan pemerintahan yaitu pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik desa, kerjasama antar desa. Urusan pembangunan yaitu pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa. Urusan kemasyarakatan yaitu antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.

Kepala desa mempunyai wewenang dalam melaksanakan tugasnya, yaitu: a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

b. Mengajukan rancangan peraturan desa;

c. Menetapkan peraturan desa/desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa/desa mengenai ADD untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

e. Membina kehidupan masyarakat desa;


(43)

g. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perungang-undangan; dan

h. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa mempunyai kewajiban dalam melaksanakan tugas dan wewenang :

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Kesatauan Republik Indonesia;

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. Melaksanakan kehidupan demokrasi;

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;

i. Melaksanakan dan mempertanggungkjawabkan pengelolaan keungan desa; j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;

k. Mendamaikan perselisihan masyarakat dan desa; l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;

m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-niai sosial budaya dan adat istiadat;


(44)

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Kepala Desa kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati atau walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Kepala desa menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggung jawab utama di bidang pembangunan dan kemasyarakatan, Kepala desa di bantu oleh lembaga-lembaga lain yang ada di desa.

D. Kerangka Pikir

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ditingkat desa pada dasarnya ditentukan sejauh mana komitmen dan konsisten pemerintah dan masyarakat desa saling bekerjasama membangun desa. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan secara partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada monitoring evaluasi akan lebih menjamin keberlangsungan pembangunan di desa. Sebaliknya permasalahan dan ketidakpercayaan satu sama lain akan mudah muncul manakala seluruh komunikasi dan ruang informasi bagi masyarakat tidak memadai.

Menurut Coghill (2004: 49) dalam sistem yang seperti inilah akuntabilitas publik secara garis besar dijalankan, baik dalam pendelegasian kewenangan, pertanggung jawaban, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem akuntabilitas kompleks ini, akuntabilitas publik memiliki


(45)

berbagai dimensi diantaranya adalah dimensi aksesabilitas, kebebasan informasi dan pelaksanaan di depan publik.

Setelah dinilai dengan beberapa hal tersebut, maka akan terlihat bagaimana Akuntabilitas Kepala Desa dalam Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Akuntabilitas Kepala Desa dalam

Pembangunan Fisik

1. Aksesibilitas

2. Kebebasan informasi

3. Pelaksanaan di depan publik Sumber: Coghill (2004: 49)


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Menurut Nazir (2008: 63) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara terperinci bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena sosial tertentu. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian deskripsi ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana akuntabilitas Kepala Desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

B. Fokus Penelitian

Masalah yang akan diteliti adalah akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara. Fokus penelitian adalah akuntabilitas kepala desa Madukoro dalam pembangunan fisik untuk mewujudkan akuntabilitas yang terdiri dari:


(47)

1) Aksesibilitas

Mensyaratkan adanya hak masyarakat untuk mengakses segala bentuk informasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terutama yang mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan mereka. Bentuk informasinya mulai dari draft kebijakan, hasil-hasil sidang, berbagai dokumen pemerintahan, kecuali yang berhubungan dengan informasi yang bersifat pribadi khususnya akuntabilitas Kepala Desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara. Indikator aksesibilitas dikategorikan ke dalam akuntabel dan tidak akuntabel.

2) Kebebasan informasi

Dimensi akuntabilitas publik lainnya adalah kebebasan informasi atas segala bentuk dokumen yang ada dalam pemerintahan. Hal ini berkaitan sangat erat dengan dimensi aksesibilitas. Dengan dimensi ini tingkat akuntabilitas pemerintahan akan meningkat karena para pelaksana pemerintahan akan meningkat karena para pelaksana pemerintahan menyadari bahwa mereka dapat dimintai pertanggungjawaban langsung atas segala kebijakan dan program yang dilakukan. Masyarakat seharusnya dapat mengetahui seberapa jauh keadilan, kejujuran dan kebenaran (efisisensi dan efektifitas) telah dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan dalam setiap hubungannya (dealing) dengan masyarakat, khususnya akuntabilitas Kepala Desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.


(48)

Indikator kebebasan informasi dikategorikan ke dalam akuntabel dan tidak akuntabel.

3) Pelaksanaan di depan Publik

Salah satu wujud transparansi dan keterbukaan adalah pelaksanaan pembuatan keputusan serta implementasinya sedapat mungkin dilaksanakan di depan publik khususnya akuntabilitas Kepala Desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara. Indikator pelaksanaan di depan Publik dikategorikan ke dalam akuntabel dan tidak akuntabel.

C. Jenis Data

Menurut Loftland dan Loftland (2004: 47) sumber data utama pada penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti sumber data tertulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer yang digunakan adalah yang berasal dari hasil wawancara. Sumber data dapat ditulis atau direkam, yang akan diwawancarai oleh peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah Kepala Desa Madukoro, Sekretaris Desa Madukoro, Bendahara Desa, Ketua BPD dan beberapa tokoh masyarakat sebagai orang yang mengetahui tentang akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

Teknik pemilihan orang yang akan diwawancarai dilakukan secara purposive. Alasan pemakaian teknik purposive sampling disebabkan oleh


(49)

peneliti memiliki pertimbangan tertentu untuk memilih informan sesuai kriteria untuk mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan penelitian ini dan jumlah sampel berdasarkan kriteria yang akan diambil oleh peneliti. Adapun yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Desa Madukoro yang dalam hal ini sebagai pelaksana kebijakan dan pihak yang wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Sekretaris Desa selaku kordinator pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa.

c. Bendahara Desa adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pembangunan fisik di Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

d. Ketua BPD, sebagai pihak yang menerima laporan pertanggungjawaban Kepala Desa mengenai pelaksanaan pembangunan fisik di desa akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara

e. Sekretaris BPD, sebagai pihak yang mencatat dan mengorganisir seluruh laporan mengenai pelaksanaan pembangunan fisik di desa akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.


(50)

f. Beberapa tokoh masyarakat yaitu satu orang tokoh agama dan satu orang tokoh di kalangan pemuda di desa Madukoro.

g. Ketua atau anggota LPM desa Madukoro.

Secara keseluruhan jumlah yang akan diwawancarai sebanyak 7 (tujuh) orang. Jumlah ini dianggap sudah cukup mewakili ciri keseluruhan orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pertanggungjawaban Pemerintah Desa yang dimaksud.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber tertulis dapat dibagi menjadi sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Adapun yang menjadi sumber tertulis dalam penelitian ini yaitu berupa Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Desa Madukoro, Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara No.04 tahun 2009 tentang Keuangan Desa, Peraturan Desa Madukoro Nomor 1 Tahun 2009 Tentang ADD, Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban ADD, APDBDes dan laporan hasil rapat Desa Madukoro tahun 2009.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada sumber informasi. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada informan terpilih, pertanyaan yang diajukan pada masing-masing


(51)

informan sesuai dengan fokus dan masalah penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk mempermudah pelaksanaan wawancara yang dilakukan kepada:

a. Kepala Desa Madukoro yang dalam hal ini sebagai pelaksana kebijakan dan pihak yang wajib mempertanggung jawabkan pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Sekretaris Desa selaku kordinator pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa.

c. Bendahara Desa adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima,menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggung jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan fisik.

d. Ketua BPD, sebagai pihak yang menerima laporan pertanggungjawaban Kepala Desa mengenai pelaksanaan pembangunan fisik.

e. Sekretaris BPD, sebagai pihak yang mencatat dan mengorganisir seluruh laporan mengenai pelaksanaan pembangunan fisik.

f. Beberapa tokoh masyarakat yaitu satu orang tokoh agama dan satu orang tokoh di kalangan pemuda di desa Madukoro.

g. Ketua atau anggota LPM desa Madukoro.

2. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis. Dokumen yang dimaksud yaitu berupa Tugas Pokok dan fungsi Kepala Desa Madukoro, Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara No.04 tahun


(52)

2009 tentang keuangan desa, Peraturan Desa Madukoro Nomor 1 Tahun 2009 Tentang ADD, Peraturan Desa tentang pertanggungjawaban ADD, dan laporan hasil rapat desa Madukoro tahun 2009.

3. Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan pengamatan secara sistematis pada obyek penelitian. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi dan lokasi penelitian. Dalam penelitin ini, peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yaitu di Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara.

E. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data sebagaimana yang disebutkan Maleong (1998: 38). adalah:

1. Editing

Yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi maupun dokumentasi untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan. Tahap editing yang akan dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini menyajikan hasil wawancara dan observasi berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa yang mudah dipahami. Pada kegiatan editing ini peneliti melakukan pengecekan pada setiap hasil penelitian yang telah dibuat, sehingga akan meminimalisir kesalahan yang ada dari hasil penelitian.


(53)

2. Interpretasi

Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh di lapangan. Interpretasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah dengan membuat pembahasan hasil penelitian mengenai akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro yang dikaitkan dengan model Jaringan Kerja (Sistem Akuntabilitas Kompleks) yang dikembangkan oleh Coghill.

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Fenomena yang diteliti secara deskriptif tersebut dicari informasi mengenai hal - hal yang dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:93) analisis data merupakan proses memanipulasi data hasil penelitian sehingga data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian atau proses menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah diinterprestasikan.


(54)

Menurut Milles dan Huberman (2002:16) terdapat tiga komponen analisis yaitu:

1. Reduksi data

Yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari catatan -catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah analisa yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data mengenai akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data terasa sesudah penelitian di lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Pada pengumpulan data terjadilah tahapan reduksi selanjutnya yaitu membuat ringkasan mengenai penelitian ini. Reduksi data sebagai proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan.

2. Penyajian Data (Display data)

Penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks naratif, berbagai jenis matrik, grafik dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk padu dan mudah diraih. Dalam penelitian ini penyajian data yang akan digunakan adalah bentuk teks naratif yang disertai bagan dan tabel yang isinya berkaitan dengan penelitian ini tentunya. Peneliti melakukan penyajian data baik dalam bentuk tulisan, gambar maupun tabel.


(55)

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Berdasarkan permulaan pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola kejelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Penelitian yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, kemudian lebih rinci dan mengakar dengan kokoh dan kesimpulan akhir mungkin muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada kesimpulan-kesimpulan catatan lapangan, pengodeannya, penyimpanan, metode pencairan ulang yang digunakan dan kecakapan peneliti.

Peneliti melakukan verifikasi yaitu melakukan pengumpulan data-data mengenai akuntabilitas kepala Desa dalam pembangunan fisik desa Madukoro kemudian membuat kesimpulan, kesimpulan awal mula-mula mungkin belum jelas namun setelah itu akan semakin rinci dan mengakar dengan kokoh.


(56)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengajukan simpulan bahwa akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara tidak akuntabel. Hal ini disebabkan oleh:

1. Kurang efektifnya sistem pembinaan dari pemerintah kecamatan dan pemerintah kabupaten terhadap pengelolaan dana desa dalam pembangunan fisik terutama pada akuntabilitas kepala desa dalam pembangunan fisik.

2. Rendahnya kompetensi maupun tingkat pendidikan aparat pemerintah desa yang merupakan ujung tombak pelaksanaan pembangunan fisik desa. 3. Kurangnya koordinasi antara kepala desa dengan aparat pemerintah desa

lainnya sehingga dapat menghambat proses pembangunan fisik desa.

B. Saran

Atas dasar simpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan adalah:

1. Diharapkan agar aparatur Pemerintah Desa khususnya Kepala Desa Madukoro Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara memperbaiki proses penyampaian laporan pertanggungjawaban tentang pembangunan fisik dan nilai-nilai akuntabilitas kepada masyarakat desa,


(57)

sehingga masyarakat dapat melihat bagaimana pengelolaan dana desa akan lebih baik dan transparan.

2. Diharapkan kepala desa untuk memberikan informasi atas segala bentuk dokumen Dana pembangunan desa kepada masyarakat, sehingga akan meminimalkan terjadinya kecurangan dalam pembangunan fisik.

3. Peneliti merekomendasikan untuk dibentuk badan pengawas independen pengawasan Dana pembangunan desa, sehingga dalam pelaksanaanya akan lebih baik dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.


(58)

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Kabupaten Lampung Utara

1. Sejarah Kabupaten Lampung Utara

Pada awal masa kemerdekaan, berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1945, Lampung Utara merupakan wilayah administratif di bawah Karesidenan Lampung yang terbagi atas beberapa kawedanan, kecamatan dan marga. Pemerintahan marga dihapuskan dengan Peraturan Presiden 3 Desember 1952 Nomor 153/1952 dan dibentuklah “Negeri” yang menggantikan status marga dengan pemberian hak otonomi sepenuhnya berkedudukan di bawah kecamatan. Terjadinya pemekaran beberapa kecamatan, terjadilah suatu negeri di bawah beberapa kecamatan, sehingga dalam tugas pemerintahan sering terjadi benturan. Status pemerintahan negeri dan kawedanan juga dihapuskan dengan berlakunya UU RI Nomor 18 Tahun 1965.

Berdasarkan UU RI Nomor 4 (Darurat) Tahun 1965, juncto UU RI Nomor 28 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Selatan, terbentuklah Kabupaten-Kabupaten Lampung Utara di bawah Provinsi Sumatera Selatan. Dengan terbentuknya Provinsi Lampung berdasarkan UU RI Nomor 14 Tahun 1964, maka


(59)

Kabupaten Lampung Utara masuk sebagai bagian dari Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Utara telah mengalami tiga kali pemekaran sehingga wilayah yang semula seluas 19.368,50 km² kini tinggal 2.765,63 km². Pemekaran wilayah pertama terjadi dengan terbentuknya Kabupaten Lampung Barat berdasarkan UU RI Nomor 6 Tahun 1991, sehingga Wilayah Lampung Utara berkurang 6 kecamatan yaitu: Sumber Jaya, Balik Bukit, Belalau, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan dan Pesisir Utara.

Pemekaran kedua tejadi dengan terbentuknya Kabupaten Tulang Bawang berdasarkan UU RI Nomor 2 Tahun 1997. Wilayah Lampung Utara kembali mengalami pengurangan sebanyak 4 kecamatan yaitu: Menggala, Mesuji, Tulang Bawang Tengah dan Tulang Bawang Udik. Pemekaran ketiga terjadi dengan terbentuknya Kabupaten Way Kanan berdasarkan UURI Nomor 12 Tahun 1999. Lampung Utara kembali berkurang 6 kecamatan yaitu: Blambangan Umpu, Pakuan Ratu, Bahuga, Baradatu, Banjit dan Kasui.

Kabupaten Lampung Utara Saat ini tinggal 8 kecamatan yaitu: Kotabumi, Abung Selatan, Abung Timur, Abung Barat, Sungkai Selatan, Sungkai Utara, Tanjung Raja dan Bukit Kemuning. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2000 jumlah kecamatan dimekarkan menjadi 16 kecamatan dengan mendefinitifkan 8 kecamatan pembantu yaitu: Kotabumi Utara, Kotabumi Selatan , Abung Semuli, Abung Surakarta, Abung Tengah, Abung Tinggi, Bunga Mayang dan Muara


(60)

Sungkai. Sedangkan hari kelahiran Kabupaten Lampung Utara Sikep ini, setelah melalui berbagai kajian, disepakati jatuh tanggal 15 Juni 1946 dan ini disahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002.

Gambar 4.1 Lambang Kabupaten Lampung Utara

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 15 Agustus 2006 telah dimekarkan kembali 7 kecamatan yang baru, yaitu sebagai berikut:

1. Kecamatan Hulu Sungkai ibukota Gedung Maripat 2. Kecamatan Sungkai Tengah ibukota Batu Nangkop 3. Kecamatan Sungkai Barat ibukota Sinar Harapan 4. Kecamatan Sungkai Jaya ibukota Cempaka 5. Kecamatan Abung Pekurun ibukota Pekurun 6. Kecamatan Abung Kunang ibukota Aji Kagungan 7. Kecamatan Blambangan Pagar ibukota Blambangan


(61)

Sehingga saat ini di Lampung Utara menjadi 23 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Abung Barat

2. Kecamatan Abung Kunang 3. Kecamatan Abung Pekurun 4. Kecamatan Abung Selatan 5. Kecamatan Abung Semuli 6. Kecamatan Abung Surakarta 7. Kecamatan Abung Tengah 8. Kecamatan Abung Timur 9. Kecamatan Abung Tinggi 10.Kecamatan Blambangan Pagar 11.Kecamatan Bukit Kemuning 12.Kecamatan Bunga Mayang 13.Kecamatan Hulu Sungai 14.Kecamatan Kotabumi Kota 15.Kecamatan Kotabumi Utara 16.Kecamatan Kotabumi Selatan 17.Kecamatan Muara Sungkai 18.Kecamatan Sungkai Barat 19.Kecamatan Sungkai Jaya 20.Kecamatan Sungkai Selatan 21.Kecamatan Sungkai Tengah 22.Kecamatan Sungkai Utara 23.Kecamatan Tanjung Raja


(62)

2. Lokasi dan Luas Wilayah

Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu dari 14 Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Lampung Utara terletak diantara 4,340-5,060 Lintang Selatan dan 104,300-105,080 Bujur Timur, dengan luas wilayah2.725,63 km2, yang merupakan 7,72 % dari luas wilayah Provinsi Lampung (35.288,35 km2). Secara administratif batas wilayah Kabupaten Lampung Utara meliputi:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang Barat

Pada tahun 1999 Kabupaten Lampung Utara mengalami pemekararan dengan terbentuknya Kabupaten Way Kanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999. Wilayah Kabupaten Lampung Utara kembali berkurang 6 (enam) Kecamatan yaitu: Kecamatan Blambangan Umpu, Kecamatan Pekuon Ratu, Kecamatan Bahuga, Kecamatan Baradatu, Kecamatan Banjit dan Kecamatan Kasui, sehingga Kabupaten Lampung Utara tinggal 8 (delapan) Kecamatan yaitu: Kecamatan Kotabumi, Kecamatan Abung Selatan, Kecamatan Abung Timur, Kecamatan Abung Barat, Kecamatan Sungkai Selatan, Kecamatan Sungkai Utara, Kecamatan Tanjung Raja dan Kecamatan Bukit Kemuning. Pemekaran ini mengakibatkan luas wilayah Kabupaten Lampung Utara hanya 2.725,63 km2.


(1)

dan Daerah. Baik wajib belajar 9 Tahun, maupun Pendidikan Luar Sekolah yang kini banyak berkembang di Desa-desa. Sehingga nantinya akan terbentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas dari sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja dimana saja mereka nanti berada.

d. Mata Pencaharian

Karena minimnya Pendidikan penduduk di Desa Madukoro, maka sebagian besar warga Desa banyak yang bekerja menjadi buruh-buruh, namun demikian dengan adanya Program-program pembangunan dan Peningkatan Kapasitas masyarakat, akan membantu masyarakat mandiri baik dalam hal kualitas sumber daya manusia maupun dalam hal perekonomiannya.

e. Agama

Mayoritas penduduk di Desa Madukoro memeluk Agama Islam, dengan jumlah tempat ibadahnya sebanyak 14 Masjid dan 8 Mushola, sementara Agama Kristen dengan 1 Geraja. Untuk Agama lainnya hanya terdapat beberapa Kepala Keluarga dan tidak ada tempat ibadah di wilayah Desa Madukoro.

f. Sosial dan Budaya

Sebagaimana keadaan di Negara Republik Indonesia yang terdapat bermacam ragam Etnik dan Suku, maka Desa Madukoro juga dihuni oleh warga-warga dari beberapa Suku, Adat Istiadat, Bahasa dan Kepercayaan/Agama. Namun demikian hal itu tidak menjadikan kesatuan warganya terpecah, bahkan mereka memiliki rasa saling memiliki hormat menghormati, tenggang rasa dan tepo saliro. Dan dalam menjaga


(2)

64

keamanan Desa maka warga mengadakan Poskamling secara bergilir. Pun dalam hal menyampaikan pendapat maka mereka diberikan kebebasan dalam berorganisasi dan menyampaikan pendapat melalui organisasi-organisasi tersebut.

4. Pemerintahan Umum

a. Pelayanan Kependudukan dilaksanakan setiap hari jam kerja, namun tidak menutup kemungkinan Pemerintahan Desa akan melayani masyarakat yang memerlukan diluar jam kerja Kantor Desa sejauh benar-benar sangat Penting dan tak dapat ditunda.

b. Desa Madukoro memiliki 3 (Tiga) Tempat Pemakaman Umum (TPU). Yang berada di Dusun 2 Banjar Harum 1, Dusun 5 Manggris dan Dusun 6 Pringgondani 2. Prosesi Pemakaman dipimpin oleh Ulama di Dusun masing-masing, sedangkan Perawatan Tempat Pemakaman Umum dikelola oleh Juru Makam yang dibantu oleh masyarakat secara berkala. c. Untuk Pelayanan Perizinan yang dapat dilayani dan diberikan oleh Pemerintahan Desa Madukoro diantaranya Izin Keramaian, Izin Tempat Usaha, Izin Tempat Tinggal Sementara (Domisili), Izin Pernikahan (NA) dan lainnya.

d. Untuk Surat Izin Keramaian hanya diberikan kepada warga yang akan merayakan acara atau resepsi dan dengan tujuan mengundang atau mendatangkan massa dalam jumlah banyak dan menyediakan hiburan semisil Organ Tunggal, Campur Sari.

e. Izin tempat tinggal sementara (Domisili) diberikan kepada warga yang datang dari luar desa dengan tujuan Tugas sementara, kost, mengontrak,


(3)

Dinas yang tinggal di Desa Madukoro lebih dari 1 Bulan.

f. Desa Madukoro juga memiliki Pasar Tradisional, pasar tradisional ini digunakan oleh warga Desa Madukoro dan dari Desa-desa lainnya untuk mengadakan Transaksi Jual Beli yang dibuka setiap hari Selasa dan Sabtu. Disamping itu pasar ini juga membuka peluang warga Desa Madukoro untuk mengurangi Pengangguran dengan menjadi Juru Parkir, Kebersihan.

g. Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) di Desa Madukoro terdapat 20 anggota Personil Linmas yang aktif dan siap sianga menjaga keamanan dan ketertiban, Baik dalam kegiatan Pemerintahan Desa maupun bila warga memerlukan dan membantu keamanan dan ketertiban saat menggelar acara besar yang mengundang banyak massa. Linmas ini dikoordinasi oleh Babinkamtibmas baik dari Polsek maupun Dandim. Tabel 4.2 Program Pembangunan Fisik Desa Madukoro Kecamatan

Kotabumi Utara Periode 2014-2015 No Sumber

Dana

Jenis

Pembangunan Anggaran Terealisasi

1 APBD II Renovasi gedung SD 120.000.000 -

2 PNPM MP

1.Penambahan ruang belajar MDA & kantor 2.Drainase

180.000.000 120.000.000

180.000.000 120.000.000 3 APBD I & II

1. Pembukaan jalan 2. Pembangunan

rumah layak huni

300.000.000 1.200.000.000

300.000.000 800.000.000

4 ADD

Melanjutkan pembangunan

mushollah 50.000.000 50.000.000 Sumber: Arsip Desa Madukoro (2015)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa pembangunan fisik Desa Madukoro yang telah diprogramkan tidak sesuai dengan


(4)

66

volume/anggaran dengan target pencapaian pengerjaan pembangunan seperti pada kegiatan pembangunan rumah layak huni dengan anggaran sebesar Rp 1.200.000.000 hanya terealisasi sebesar Rp 800.000.000 dan anggaran renovasi gedung SD tidak terealisasi sama sekali dengan anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 120.000.000. Di Desa Madukoro perencanaan anggaran pembangunan sudah mulai berjalan, ditandai dengan adanya pembangunan yang dilaksanakan di Desa Madukoro.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Bogdan dan Taylor, 1999. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah, Aditya, Bandung,

Ellwood. 1993. Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, Bima Aksara, Jakarta, 2001.

Hoessein, 2006. Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, Grasindo, Jakarta

J.B. Ghartey, 1987, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

__________, 1987. Human Resources Management: a System Approach. W.B. Saunders Company, Philadelphia 2005.

Ken Coghill, 2000. Organizatinal Behavior. Eight Edition. Irwin/McGraw-Hill. New York. United Stated of America

_________, 1995. Administrasi Perkantoran Modern, Nurcahya, Yogyakarta, 2001,

Lay 2002, Politik Pemberdayaan, Jalan Mewujudkan Otonomi Desa, Yogyakarta, Lapera Pustaka Utama.

Ledivina V Carino, 1991. Organizatinal Behavior. Eight Edition. Irwin/McGraw-Hill. New York. United Stated of America. 2002

Loftland dan Loftland, 1984. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bima Aksara, Jakarta

Matew Milles dan Huberman, 1992. Dasar-Dasar Organisasi, UGM Press, Yogyakarta..

MD, Maruto dan Anwari WMK (ed). 2002. Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat: Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES. Moh. Nazir, 1988. Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta


(6)

Muhajir, Noeng, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Rake Sarasin, Yogyakarta.

Nawawi, Hadari, 2001, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University press, Yogyakarta

Nugroho, D, 2000, Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Polidano, 1998. Pola-Pola Kepemimpinan Dalam Pemerintahan, Ceramah Pada Coaching Management Lembaga Pertahanan Nasional, 2002

Praktino 2007. Pergeseran Peranan Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai Dampak dari Penerapan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 di Kabupaten Sorong-Papua, Yogyakarta, UGM Saleh dan A Iqbal, Accountability: The Endless Prophecy, (Asian and Pacific

Development Centre), Kuala Lumpur, Malaysia.

Sarunjang, 2000, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Singarimbun dan Effendi, 2002, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES

Sirajudin H. Saleh dan Aslam Iqbal, 1991. Perencanaan Pembangunan Pedesaan, Gunung Agung, Jakarta

Sugiono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta

Soemantri, Trsantono Bambang, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Fokusmedia. Jakarta.

Wasistiono Sadu, Nurdin Ismail, Fahrurozi M, Perkembangan Organisasi Kecamatan Dari Masa ke Masa, Fokusmedia, Jakarta, 2009.

Wasistiono, 2006. Prospek Pengembangan Desa. Fokusmedia. Jakarta.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa


Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Studi tentang pembinaan kader pembangunan Desa dalam menunjang keberhasilan pembangunan Desa di Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang

0 10 55

PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA (BSPS) DI DESA MADUKORO KECAMATAN KOTABUMI UTARA KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2012

3 24 173

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DENGAN EFEKTIVITAS KERJA PERANGKAT DESA (Studi Pada Pemerintah Desa Talang Bojong Kecamatan Kotabumi Kota Kabupaten Lampung Utara)

0 25 90

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DENGAN EFEKTIVITAS KERJA PERANGKAT DESA (Studi Pada Pemerintah Desa Talang Bojong Kecamatan Kotabumi Kota Kabupaten Lampung Utara)

0 4 11

Proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli Kabupaten Lampung Utara Tahun 2009)

0 10 4

HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA (Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)

0 34 95

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Desa Kembang Gading Kecamatan Abung Selatan Kabupaten Lampung Utara)

19 167 85

PENGARUH INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP TERBENTUKNYA KELOMPOK-KELOMPOK PERGAULAN DI SMK NUSANTARA DESA MADUKORO KECAMATAN KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

5 38 83