PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH BERBASIS RELIGIUS TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN TATA TERTIB DI SMA MUHAMADIYAH 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2012-2013

(1)

ABSTRAK

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH BERBASIS RELIGIUS TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN TATA TERTIB

DI SMA MUHAMADIYAH 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Oleh

Edwin Mahendra Pradana

Tujuan penelitian menjelaskan Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhamadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 responden. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib berada pada kategori tinggi. (2) Tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa jarang, hal ini dilihat dari banyaknya pelanggaran serta jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa cenderung ringan hingga sedang, hal ini masih dirasa wajar mengingat masa remaja adalah masa dimana siswa-siswa ini masih mencari jati diri serta masih labil dalam menentukan sikap. (3) terdapat hubungan yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib, artinya semakin baik pengetahuan siswa tentang nilai-nilai religius maka semakin baik pula tingkat kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib yang ada, sehingga tingkat pelanggaran tata tertib dapat di minimalisir.


(2)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan untuk dijadikan dasar perubahan tingkah laku. Fungsi pendidikan di Negara Indonesia tertuang dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara tepat dan cepat di dalam berbagai lingkungan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan pendidikan dimulai dari tingkat SD sampai tingkat Universitas. Dengan itu bangsa Indonesia ini bisa


(3)

bersaing dengan bangsa-bangsa yang lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam menangani masalah pendidikan. Lembaga yang akan selalu membimbing dan mengarahkan anak didik semaksimal mungkin untuk menggali dan mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Agar fungsi dan tujuan pendidikan bisa berjalan dengan baik, sekolah membuat tata tertib dan peraturan di sekolah. Peraturan ini dibuat agar proses belajar mengajar berjalan dengan kondusif dan mempu memicu setiap perkembangan ilmu pengetahuan yang disusun berdasarkan kurikulum sekolah. Dalam pelaksanaannya diperlukan kedisiplinan dan kepatuhan dari masing-masing individu yang terkait dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pada kenyataannya, masalah sering terjadi dalam lingkungan sekolah adalah kurang disiplinnya peserta didik dalam mentaati tata tertib sekolah misalnya: sering membolos ketika jam pelajaran, merokok ketika jam istirahat, dan lain-lain.

Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang mulai berlaku tahun 2007 hingga sekarang. Dimana kurikulum yang sekarang mengacu pada SI dan SKL (Standar Isi Dan Standar Kompetensi Lulusan). Hal ini diharapkan agar peserta didik yang telah lulus dapat berkompeten serta dapat bersaing di dunia kerja.

Untuk itu sekolah bebas melakukan inovasi-inovasi guna meningkatkan kualitas anak didik. Ada beberapa sekolah yang akhir-akhir ini berinovasi


(4)

dengan menggabungkan sekolah formal dengan berbasiskan religius. Sekolah-sekolah ini biasa disebut Sekolah-sekolah berbasis religius. Karena di Sekolah-sekolah tersebut peserta didik diberi ilmu atau pengetahuan yang bersifat religius. Kegiatan tersebut antara lain seperti : melakukan shalat dhuha secara berjamaah pada waktu istirahat, mengaji sebelum memulai pelajaran, bersalaman dengan guru ketika masuk ke sekolah, mengadakan shalat jum’at di lingkungan sekolah, melakukan pengkaderan terhadap peserta didik untuk menjadi petugas shalat

Jum’at, membaca Yasin setiap Jum’at, dan lain sebagainya.

Semua kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi kebiasaan baik dalam pergaulan mereka yang akhir-akhir ini sudah sangat memperihatinkan, ini terjadi karena pada masa remaja apalagi pada jenjang sekolah menengah mereka masih mencari jati diri yang dilakukan melalui peniruan atau imitasi, biasanya mereka meniru hal-hal yang ada di sekitar mereka seperti teman sebaya atau bahkan idola mereka dimana apabila tanpa pengawasan orang tua pergaulan mereka banyak yang kearah negatif dari pada positif. Dalam hal ini perlu adanya peran orang tua dalam mendidik anaknya, sebab sebagian besar waktu anak dihabiskan bersama orang tua. Meskipun di sekolah mereka diajarkan nilai-nilai tata krama dan religius semua itu kembali kepada individu masing-masing serta bagaimana orang tua dituntut lebih berperan dalam perkembangan perilaku dan psikologis anak.

Di dalam lingkungan sekolah formal maupun yang berbasiskan religius ini tidak menutup kemungkinan bila terdapat beberapa peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor


(5)

seperti Faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri dimana mereka belum bisa mengkontrol serta masih labil dalam memutuskan suatu perbuatan antara perbuatan yang baik dan buruk, hal ini terjadi karena mereka melihat dari lingkungan sekitar mereka serta rasa takut ketika dibilang cupu oleh teman sebayanya. Kemudian Faktor yang berasal dari keluarga dimana keluarga sangatlah penting untuk membentuk karakter anak. Orang tua merupakan role models bagi anak, karena baik buruknya sikap orang tua berpengaruh terhadap kepribadian anak di lingkungannya. Selain itu juga Faktor sekolah sangat mempengaruhi pembentukan karakter peserta didik itu sendiri dimana dalam hal ini guru sangatlah berperan dalam pembentukan karakter peserta didik dimana ia menjadi contoh serta menjadi panutan oleh peserta didik

Bagi sebagian peserta didik menganggap aturan yang di terapkan oleh sekolah adalah sekumpulan aturan yang dapat begitu saja dilanggar tanpa mengindahkan sanksi-sanksi yang akan di dapat ketika melanggarnya. Hal ini masih juga terjadi di sekolah-sekolah di Metro, begitu juga di SMA Muhammadiyah 1 Metro. Yang masih banyak peserta didik melanggar tata tertib sekolah diantaranya masih terdapat peserta didik yang terlambat datang ke sekolah, membolos saat jam pelajaran serta berpakaian yang ketat yang biasanya dilakukan oleh siswi, merokok saat jam istirahat, dan lain-lain. Untuk lebih detail tentang pelanggaran dan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik dapat dilihat dalam tabel berikut:


(6)

Tabel 1. Rekapitulasi pelanggaran tata tertib sekolah yang paling sering dilanggar peserta didik di SMA Muhammadiyah 1 Metro dari tahun 2010-2012

No

Jenis Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Yang Paling Sering Di

Langgar

Jumlah Pelanggaran

2010 2011 2012

1 Terlambat masuk sekolah 178 156 143

2

Tidak masuk sekolah tanpa keterangan

74 89 67

3

Tidak mengikuti kegiatan shalat dhuhur berjamaah

25 14 9

4

Tidak memakai seragam sesuai ketentuan (atribut tidak lengkap, berpakaian ketat, berpakaian tidak rapi, dll)

56 43 38

5

Berpenampilan tidak rapi (rambut gondrong, dipirang, berhias terlalu berlebihan)

86 79 45

6 Merokok di lingkungan sekolah 64 35 40 Sumber Data: Bagian Kesiswaan/ Bimbingan Konseling

Tabel diatas adalah hasil observasi awal di SMA Muhammadiyah 1 Metro oleh peneliti dapat dilihat dimana pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh peserta didik adalah terlambat masuk sekolah yaitu pada tahun 2009-2010 berjumlah 176 kasus kemudian menurun di tahun 2010-2011 menjadi 156


(7)

kasus dan tahun berikutnya yakni tahun 2011-2012 menurun kembali menjadi 143 kasus. Menurunnya jumlah pelanggaran karena letak sekolah yang tidak terlalu jauh dengan pusat kota Metro dimana sekolah tersebut dapat dicapai dengan menggunakan berbagai macam alat transportasi misalnya: motor, angkutan kota, bis, becak dan lain sebagainya. Selain itu berdasarkan dari hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling ini terjadi karena pada saat jam sekolah masuk yakni pukul 07.00 dengan toleransi keterlambatan 10 menit menjadi 07.10 kemudian pada jam 07.10-07.30 para peserta didik diwajibkan mengikuti kegiatan tadarus al-qur’an serta apabila melebihi jam ketentuan maka peserta didik mendapatkan hukuman yakni mengaji di lapangan basket sekolah pada saat jam istirahat. Sehingga ada kemungkinan peserta didik merasa malu ketika terlambat masuk ke sekolah.

Letak sekolah yang tidak jauh dari pusat kota serta pusat keramaian di kota Metro itu juga yang memicu terjadinya pelanggaran seperti: membolos, dan tidak mengikuti pelajaran dengan alasan atau dispensasi dari guru piket yang di salah gunakan oleh peserta didik untuk melakukan pelanggaran. Biasanya mereka membolos di tempat-tempat hiburan seperti di rental play station, billiard, atau bahkan di taman kota. Meskipun dinas pendidikan kota metro sering melakukan razia pelajar yang membolos kasus ini masih saja terjadi. Kurangnya kesadaran peserta didik ini yang diduga memicu terjadinya pelanggaran. Penerapan hukuman di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro pada kasus membolos atau tidak mengikuti jam pelajaran tanpa keterangan dan merokok di lingkungan sekolah adalah hukuman secara tidak langsung yakni berupa surat peringatan dimana berisi tentang pemanggilan orang tua peserta


(8)

didik kesekolah, ini diharapkan menjadi efek jera bagi peserta didik. Ini dirasa cukup untuk membuat jera para peserta didik terbukti dengan turunnya tingkat pelanggaran yang dilakukan, meskipun terkadang terdapat peningkatan pada kasus yang sama.

Kemudian pada kasus membolos saat shalat dhuhur, tidak memakai seragam sesuai dengan ketentuan, dan berpenampilan tidak rapi terjadi penurunan yang sangat signifikan dimana berdasarkan hasil wawancara mereka yang melanggar mendapatkan hukuman secara langsung seperti ketika peserta didik ketahuan tidak mengikuti kegiatan shalat dhuhur secara berjamaah mereka mendapatkan hukuman berupa shalat dhuhur di lapangan basket sekolah, kemudian ketika mereka berpenampilan tidak rapi mereka mendapatkan hukuman dimana rambut mereka di potong tidak beraturan, serta ketika tidak memakai atribut sekolah secara lengkap maka tindakan pertama adalah menegur secara langsung, kemudian melakukan sosialisasi tentang pentingnya atribut yang mereka pasang, akan tetapi ketika dirasa sudah cukup sosialisasi tetapi masih saja terjadi pelanggaran mereka dihukum berdiri di depan tiang bendera. Hukuman-hukuman tersebut dirasa cukup efektif guna memberikan efek jera kepada peserta didik terbukti dengan adanya penurunan jumlah kasus yang signifikan dari tahun ke tahun.

Padahal pihak sekolah sendiri sudah memiliki program yang berbeda dengan sekolah-sekolah formal lainnya, seperti ketika sebelum memulai pelajaran peserta didik diharuskan tadarus al-qur’an, dan ketika istirahat pun pihak sekolah juga mengadakan shalat dhuha secara berjamaah dan boleh di ikuti


(9)

oleh semua peserta didik tanpa terkecuali, dan setelah melakukan shalat dhuha secara berjamaah imam atau guru memberikan kultum yang mengangkat tema yang bernafaskan religius serta tak jarang himbauan dan sosialisasi tentang tata tertib yang berlaku atau yang akan berlaku di sekolah, semua kegiatan-kegiatan tersebut adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat intrakurikuler, kemudian masih ada lagi kegiatan ekstra kurikuler yang bertemakan religius seperti IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) dimana peserta didik sangat dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Program ini dibina oleh salah satu guru dimana mereka diberikan ajaran-ajaran tentang kemuhammadiyahan yang biasanya menyangkut masalah fiqih, aqidah dan akhlak, hal ini sangat bermanfaat bagi peserta didik agar menjadi benteng untuk diri mereka. Utamanya untuk menjaga diri dari hal-hal yang negatif akibat dari pergaulan pada masa sekarang. Kegiatan ini bersifat umum dengan kata lain peserta didik sangat dibebaskan atau tidak terikat kepada organisasi Muhammadiyah. Dimana pengajaran ini diberikan tanpa mengandung unsur-unsur politik atau paksaan sehingga pilihan berada sepenuhnya di tangan peserta didik. Sekolah hanya mengajarkan nilai-nilai religius yang terkandung di dalam organisasi Muhammadiyah dimana harapannya peserta didik mempunyai bekal yang kuat untuk menjadi manusia yang religius, dan ber akhlakul karimah.

Dalam proses pembelajaran pun guru diberi tugas untuk memberikan ilmu-ilmu yang bernafaskan religius, akan tetapi pada kenyataannya masih saja terdapat peserta didik yang melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga usaha guru untuk memberikan wejangan atau ilmu yang bernafaskan islam seperti sia-sia saja, padahal kegiatan semacam ini sangatlah berpengaruh


(10)

terhadap pola perilaku peserta didik dimana pada masa-masa SMA sangatlah labil dan gampang sekali terpengaruh. Akan tetapi masih saja pelanggaran-pelanggaran tersebut dengan mudah dilanggar oleh para peserta didik. Hal ini terjadi akibat dari kurangnya kesadaran dari dalam diri peserta didik untuk tertib dan mematuhi aturan yang berlaku. Karena mereka tidak berfikir bahwa taat peraturan itu sebagai kebutuhan akan tetapi mereka berfikir taat peraturan sebagai suatu beban yang sangat berat sehingga peserta didik dengan mudahnya melanggar peraturan yang telah dibuat oleh sekolah.

Sikap-sikap tersebut dapat dikurangi apabila pihak sekolah benar-benar menegakkan peraturan secara ketat dan intensif kepada peserta didik sehingga ruang gerak peserta didik terbatas untuk melakukan pelanggaran. Diantaranya melalui kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran dengan banyak memberikan pemahaman tentang pelanggaran tata tertib dan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang mengacu pada nilai-nilai religius. Dan perlu adanya kerjasama dari semua kalangan baik itu peserta didik, wali murid serta perangkat sekolah dan lingkungan dimana tempat bergaulnya peserta didik.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti ingin mengetahui tentang Bagaimanakah Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhamadiyah 1 Kota Metro Tahun Ajaran 2012-2013.


(11)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Peran guru masih kurang

2. Perhatian orang tua kepada anak masih kurang

3. Pengaruh teman sebaya dalam pelanggaran tata tertib sekolah 4. Banyaknya peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah

5. Rendahnya kesadaran peserta didik dalam mentaati peraturan sekolah

6. Kurangnya minat peserta didik dalam mengikuti kegiatan sekolah yang bersifat religius

C.Pembatasan masalah

Mengingat luasnya cakupan kajian permasalahan, dan untuk lebih sistematis serta terfokus penelitian, maka pembatasan masalah yang dijadikan topik kajian pada penelitian ini adalah “Pengaruh Sekolah Berbasis Religius Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro Tahun Ajaran 2012-2013.”

D.Rumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

“ Adakah Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat

Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro Tahun Ajaran 2012-2013 ? ”.


(12)

1. Tujuan penelitian

Peneliti bertujuan untuk menjelaskan Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro Tahun Ajaran 2012-2013.

2. Kegunaan penelitian

a. Kegunaan teoritis

Penelitian teoritis ini berguna untuk mengembangkan konsep-konsep pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib yang berhubungan dengan nilai moral dan etika peserta didik di lingkungan sekolah

b. Kegunaan praktis

1. Sebagai informasi tentang pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap pelanggaran tata tertib.

2. Meningkatkan wawasan tentang pentingnya mengikuti kegiatan kurikulum yang berlaku di sekolah.

3. Sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan untuk memperoleh informasi secara teoritis serta bahan acuan dan pertimbangan penelitian selanjutnya.


(13)

1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ini adalah ruang lingkup pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan, karena mengkaji tentang etika dan moral para peserta didik di lingkungan sekolah terutama sekolah yang berbasiskan religius. 2. Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup penelitian ini adalah Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro.

3. Ruang lingkup subjek

Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas 10 dan 11 di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro tahun pelajaran 2012-2013. 4. Ruang lingkup wilayah

Ruang lingkup wilayah penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro.

5. Ruang lingkup waktu

Pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada tanggal 3 Mei 2013 sampai dengan selesainya penelitian ini pada tanggal 3 Juni 2013 .


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Tata Tertib

a. Arti Secara Umum

Sri Sukairi Adiwimarta (1992: 134) menyatakan bahwa, “Tata tertib adalah peraturan-peraturan yang harus ditaati dan dilaksanakan”. Menurut instruksi menteri pendidikan dan kebudayaan,“. Tata tertib adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi terhadap pelanggarannya”. (Suryobroto, 2004: 81).

Setiap tata tertib perlu diikuti dengan berbagai larangan, sanksi, dan penghargaan. Dimana semua itu untuk menjamin agar peraturan sekolah dapat berjalan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Tata tertib yang diwujudkan dalam kehidupan yang berdisiplin di sekolah haruslah dirumuskan secara tertulis, dan harus mencakupi sanksi yang akan di terima jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang ada. Dimana tata tertib ini mencakup aspek-aspek berikut:

1. Tugas dan kewajiban.

a. Dalam kegiatan intra kurikuler b. Dalam kegiatan ekstra kurikuler 2. Larangan bagi para peserta didik. 3. Sanksi bagi peserta didik.


(15)

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka “ Tata tertib dapat di definisikan sebagai aturan-aturan yang dibuat dan harus ditaati serta dilaksanakan oleh semua pihak, apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai aturan yang berlaku”.

Menurut kepala sekolah SMA Muhammadiyah 1 Metro, “Tata tertib sekolah adalah peraturan-peraturan yang dibuat untuk mengatur segenap tingkah laku peserta didik di dalam lingkungan sekolah agar tercipta suasana yang kondusif selama proses belajar mengajar di sekolah.” Sedangkan menurut S.Meichati (1980: 151),“ Tata tertib sekolah adalah peraturan-peraturan yang mengikat seseorang atau kelompok, guna menciptakan keamanan dan ketentraman orang atau kelompok tersebut.” Tetapi Soetjipto (1994: 121) mengemukakan bahwa “Tata tertib sekolah merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melatih peserta didik agar dapat mempraktekan disiplin di sekolah.”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tata tertib sekolah adalah suatu pedoman yang mengatur tingkah laku peserta didik di sekolah guna untuk membatasi ruang gerak serta perilaku peserta didik agar tercipta suasana kondusif guna mendukung proses pendidikan dan pengajaran.

Tata tertib merupakan suatu aturan main dalam bentuk peraturan, ketetapan dan hukuman yang tertulis untuk menilai tindakan dan standar yang menentukan apa yang benar dan apa yang salah, tepat dan tidak tepat,


(16)

adil dan tidak adil maupun baik dan buruk dalam hubungan sosial sebagai keharusan yang bersifat operasional, karena adanya sanksi.

b. Kenakalan Anak

Kenakalan anak adalah suatu perbuatan yang disebabkan oleh akibat kurang berlakunya atau kurang mengikatnya norma-norma agama dalam kehidupan masyarakat.

S. Imam asyari (1986: 83) menyatakan bahwa, “ Kenakalan anak adalah

suatu perbuatan yang dijalankan oleh kalangan pemuda yang menginjak dewasa, perbuatan tersebut merupakan pelanggaran tata nilai dari

masyarakat dan orang banyak”. Menurut Siggih D. Gunarsa (1982: 83),

“Kenakalan anak adalah tingkah laku anak yang yang menimbulkan

persoalan bagi orang lain”. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1992:

21),” Kenakalan anak atau Juvenile Deliquency merupakan gejala

patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kenakalan anak adalah suatu perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh anak atau kalangan pemuda yang menginjak dewasa, dimana perbuatan tersebut melanggar norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat serta menimbulkan persoalan bagi orang lain atau yang berada disekitarnya.


(17)

c. Bentuk-Bentuk Kenakalan Anak

Menurut Alder (dalam Kartini Kartono, 1992: 21) wujud perilaku delinquent adalah sebagai berikut:

a. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan, yang mengacaukan ketentraman ingkungan sekitar.

c. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, dan antar suku, sehingga kadang menimbulkan korban jiwa.

d. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan.

e. Kriminalitas anak, remaja, addolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, memeras, maling, mencuri, mencopet.

f. Berpesta-pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas yang mengganggu lingkungan.

g. Kecanduan atau ketagihan narkotika yang erat kaitannya dengan tindak keahatan lainnya.

h. Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak remaja

i. Perbuatan asusila, anti-sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak psikopatik, psikotik, neurotic dan gangguan-gangguan kejiwaan lainnya.

d. Sebab-Sebab Terjadinya Kenakalan Anak

Anak-anak yang melakukan juvenile delinquency pada umumnya kurang memiliki kontrol diri dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri


(18)

sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. Perilaku delinquent yang mereka lakukan pada umumnya disertai unsure-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu mencapai satu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Pada umumnya anak-anak muda yang demikian sangat egoistis, dan suka sekali menyalahgunakan atau melebih-lebihkan harga dirinya. Graham (1983) dalam Kartini Kartono (1992: 23) menyatakan bahwa faktor yang mendorong remaja melakukan perilaku delinquent antara lain:

1. Faktor lingkungan a. Kekurangan gizi.

b. Kemiskinan di kota besar.

c. Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam).

d. Adanya migrasi.

e. Faktor sekolah (kesalahan mendidik, kesalahan kurikulum). f. Keluarga yang tercerai-berai.

g. Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga seperti kematian orang tua, orang tua sakit atau cacat, hubungan dengan keluarga tidak harmonis, kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat.

2. Faktor pribadi:

a. Faktor bakat yang mempengaruhi tempramen. b. Cacat tubuh.


(19)

Sedangkan menurut Ary H. Hunawan (2000: 93) ada tiga faktor penyebab remaja melakukan perilaku delinquent, yaitu:

a. Lingkungan keluarga yang pecah, kurang perhatian, kurang kasih sayang, karena anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing.

b. Situasi rumah tangga, situasi sekolah, dan lingkungan yang menjemukan dan membosankan.

c. Lingkungan yang tidak menentu bagi prospek kehidupan masa depan.

e. Penyesuaian Diri Remaja

Menurut M. Ali (2006: 176) menyesuaikan diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Penyesuaian diri terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan oleh setiap orang, terutama dalam usia remaja. Karena pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya, apabila seseorang tidak berhasil menyesuaikan diri, maka mereka akan memiliki kecenderungan untuk berperilaku delinquent.

Remaja yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya mempunyai ciri antara lain suka bekerja sama dengan orang lain, simpati, mudah akrab, disiplin dan lain-lain. Menurut Sunarto (dalam M. Ali, 2006: 178) penyesuaian diri remaja dapat dilihat dari perilaku :


(20)

a. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya sendiri.

b. Kemampuan menilai dan menerima kenyataan lingkungan diluar dirinya secara objektif sesuai denga pertimbangan rasional dan perasaan.

c. Menampilkan rasa hormat sesame manusia, mampu bertindak toleran dan selalu menunjukkan perilaku hormat.

d. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang berlaku baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Sedangkan menurut Dra. Enung Fatimah (2006: 195) penyesuaian diri remaja yang positif ditunjukkan dalam perilaku :

a. Bersikap realistik dan objektif. b. Mampu belajar dari pengalaman.

c. Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri. d. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.

e. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. f. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang

berlebihan.

f. Sosialisasi Tata Tertib Sekolah

Sosialisasi sangat diperlukan sebagai tindakan pencegahan dimana dengan adanya sosialisasi diharapkan para perserta didik dapat mengetahui segala peraturan yang berlaku di dalam lingkungan sekolah sehingga diharapkan pelanggaran dapat dicegah.


(21)

Suryobroto (2004: 81) menyatakan bahwa, Sosialisasi tata tertib sekolah merupakan pewarisan dan penanaman nilai-nilai sekolah kepada peserta didik agar mereka mengetahui nilai-nilai yang melingkupi sekolah dan tata cara pergaulan dalam kehidupan sekolah, baik yang berhubungan dengan tingkah laku maupun hubungan dengan sesama individu.

Melalui sosialisasi tata tertib sekolah, diharapkan para peserta didik mengerti serta memahami semua aturan-aturan serta sanksi-sanksi yang akan di dapat apabila melanggar tata tertib sekolah sehingga mereka mampu berperilaku dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan demikian ketertiban dan keamanan sekolah tetap terjaga dan pelanggaran dapat dihindari.

2. Tinjauan Umum Tentang Sekolah

a. Tinjauan Tentang Sekolah Berbasis Religius

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran peserta didik / murid di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 dan pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.


(22)

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Dalam perkembangannya pendidikan di Indonesia mengalami beberapa modifikasi diantaranya adalah menggabungkan sekolah formal seperti SMA dengan penerapan atau kegiatan- kegiatan yang berlandaskan pada nilai-nilai agama islam, atau yang biasa kita sebut dengan nilai-nilai religius.

Nilai-nilai religius menurut Abdul Majib (2004: 130) adalah “Proses transiternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan hidup di dunia dan

akherat.”. Kemudian pendapat ini diperkuat oleh Zakiyah Darajad (2000:

86) “Pendidikan berbasis religius adalah suatu usaha membina, mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran agama islam secara menyeluruh, kemudian dapat menghayati tujuan dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup. Senada dengan Zakiyah, Moh. Amin (1992: 3) juga mengungkapkan bahwa

“Pendidikan berbasis religius adalah usaha sadar generasi tua untuk

mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia muslim, bertaqwa kepada Allah SWT. Berbudi luhur dan berkepribadian luhur yang


(23)

memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam dalam kehidupannya.”

Dari rumusan diatas, dalam rangka mengembangkan dan membangun potensi manusia seutuhnya dan, dalam arti utuh jasmani dan rohani sesuai dengan amanah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, diperlukan adanya pelaksanaan atau penanaman nilai-nilai religius oleh guru kepada peserta didik, selain dari mata pelajaran pendidikan agama di semua jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat (1) yang berbunyi : Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan atau kejuruan, dan muatan lokal.”. hal ini dimaksudkan agar sekolah harus mampu membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

Pendidikan Islam sejatinya telah ada sejak jaman dahulu, akan tetapi pada jaman dahulu hanya melalui pesantren-pesantren, kumpulan masyarakat serta melalui organisasi-organisasi kemasyarakatan saja. Akan tetapi pada jaman sekarang pendidikan yang berbasis religius lebih berkembang dimana di dalam sektor pendidikan mulai mengembangkan nilai-nilai religius di dalam kegiatan belajar mengajar dan tidak hanya madrasah atau


(24)

diniyah saja yang merefleksikan pendidikan berbasis berbasis religius. Tetapi sudah meluas ke sekolah-sekolah umum yang notabene tidak dalam ruang lingkup departemen agama. Ini terjadi mengingat pentingnya pendidikan berbasis religius dalam membentuk karakter anak bangsa dan sesuai dengan adat ketimuran yang dimiliki oleh Indonesia

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan berbasis religius adalah suatu pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk membimbing, mendidik, peserta didik dalam menanamkan nilai-nilai ilahiah dari berbagai domain (kognitif, afektif, psikomotorik) yang diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang bertaqwa, berbudi luhur, akhlakul karimah, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari-hari.

Implementasi nilai-nilai islam menurut Ika Rochdjatun Sastrahidayat (2009: 56) antara lain :

1. Keteladanan.

2. Menyatukan semuaeleman melalui silaturahmi. 3. Mengembangkan kehidupan spiritual lewat masjid.

4. Mengajak berbagi kepada sesama melalui infaq dan sedekah. 5. Membangun kesamaan dan kebersamaan.

6. Membangun harapan dan menghargai semua.


(25)

Fungsi dari pendidikan berbasis religius Menurut Abdul Rachman Shaleh (2005: 17) terdapat beberapa aspek antara lain :

1. Aspek individual adalah membentuk manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

2. Aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang tercermin dalam: a. Melestarikan asas pembangunan nasional, khususnya asas peri

kehidupan dalam keseimbangan.

b. Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal rohaniah dan mental berupa keimanan, ketaqwaan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak mulia.

c. Membimbing warga Negara Indonesia menjadi warga Negara yang baik sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya.

Kemudian di dalam Bab II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan dan prinsip dasar pendidikan berbasis religius menurut Abdul Rachman Shaleh (2005: 21) yaitu: untuk berkembangnya kemampuan


(26)

peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati, dan mengamalkan nilai-nilai agama atau religius, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kemudian prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pendidikan berbasis religius harus mengacu kepada kurikulum pendidikan agama yang berlaku sesuai dengan yang dianut oleh peserta didik.

b. Pendidikan berbasis reigius harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan dan moral dalam berbangsa dan bernegara.

c. Pendidikan berbasis religius harus menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

d. Pendidikan berbasis religius harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat internalagama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.

e. Suatu pendidikan yang bersifat religius dapat menciptakan suasana keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan, seperti tambahan materi, jam pelajaran dan kedalamannya.

Kegiatan intrakurikuler yang dilaksanakan di dalam sekolah berbasis religius antara lain diungkapkan oleh Abdul Rachman Shaleh (2005: 170) antara lain :


(27)

a. Bersalaman ketika hendak memasuki lingkungan sekolah yang dilakukan oleh peserta didik dan guru.

b. Melakukan tadarus al-qur’an ketika hendak memulai pelajaran.

c. Mengucap salam serta membaca minimal basmalah sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.

d. Memberikan kultum atau ceramah yang berisikan nilai-nilai religius. e. Mengucap hamdalah ketika kegiatan belajar mengajar usai.

Selain kegiatan intrakurikuler Abdul Rachman Shaleh (2005: 174) juga menguraikan kegiatan-kegiatan sekolah berbasis religius dalam hal ekstrakurikuler antara lain adalah :

a. Pelaksanaan shalat wajib secara berjamaah.

b. Pengisian kegiatan-kegiatan bulan suci ramadhan antara lain : acara buka bersama, shalat tarawieh, kultum, dan diskusi tentang keagamaan guna untuk menambah wawasan.

c. Melaksanakan kegiatan pesantren kilat.

d. Pelaksanaan kegiatan zakat fitrah dan shalat idul fitri.

e. Melaksanakan kegiatan shalat idul adha serta penyembelihan hewan kurban pada bulan dzulhijah.

f. Pembinaan kegiatan yang bersifat religius seperti : nasyid, rohis, kegiatan baca tulis al-qur’an,

g. Pengaktifan masjid dalam kegiatan-kegiatan seperti : shalat dhuha berjamaah, dan lain-lain.


(28)

Peran komponen sekolah dalam melaksanakan kegiatan sekolah berbasis religius menurut Hasbullah (2006: 112) :

1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Peranan kepala sekolah berbasis religius menurut Zumrotul (2012) dalam UIN-Malang.ac.id (2012) adalah :

1. Mewujudkan keadilan untuk semua warga sekolah,

2. Membudayakan 3S (senyum, salam, sapa) dan ditambah sopan santunkepada semua warga sekolah maupun setiap ada tamu yang datang ke sekolah,

3. Membudayakan berjabat tangan dengan bapak-ibu guru

4. Membudayakan do’a bersama di awal dan akhir pelajaran,

5. Membudayakan shalat dzuhur berjamaah untuk melatih kedisiplinan kepada semua warga sekolah,

6. Pendistribusian zakat fitrah sebagai bukti kepedulian warga sekolah terhadap masyarakat sekitar dan melatih peserta didik untuk bersosialisasi dan berinfaq shodaqoh,

7. Membudayakan membaca al-Qur’an,

8. Mengadakan Pondok Romadhon setiap bulan Puasa Ramadhan, 9. Mengutamakan pembiasaan,


(29)

10. Mengutamakan keteladanan dalam membimbing dan mengarahkan warga sekolah,

11. Peringatan hari besar Islam (PHBI), pembacaan asmaul husna secara rutin dan mampu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,

12. Membudayakan berbusana Islam ke sekolah.

2. Wakil Kepala Sekolah

Tugas pokok dan fungsi Wakil Kepala Sekolah di sekolah berbasis religius dalam Tuanguru.com (2011) adalah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Menyusun perencanaan, membuat program kegiatan dan pelaksanaan program sekolah.

2. Pengorganisasian dimana peserta didik dilibatkan langsung dalam kegiatan yang bernafaskan islam.

3. Pengarahan atau koordinator kegiatan sekolah

4. Pengawasan seluruh kegiatan yang sudah di program oleh sekolah baik yang bersifat ekstrakurikuler atau intrakurikuler. 5. Pembinaan kepada peserta didik serta aktif dalam semua

kegiatan sekolah terutama yang bernafaskan islam.

6. Pelopor atau penggerak kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat islami.

7. Pembinaan terhadap peserta didik yang sering melanggar tata tertib sekolah.


(30)

8. Penilaian kepada peserta didik yang aktif mengikuti kegiatan sekolah agar dapat menjadi motivasi peserta didik untuk turut serta dalam berbagai kegiatan sekolah.

9. Identifikasi dan pengumpulan data peserta didik yang perlu dibina serta peserta didik yang perlu di jadikan kader dalam kegiatan sekolah, sehingga menjadi contoh dari peserta didik-peserta didik yang lain.

10. Penyusunan laporan kegiatan sekolah

3. Guru

Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Dimana perkembangan baik secara intelektual maupun sikap yang menjadi tanggung jawab dari profesinya, untuk itulah perlu adanya guru dengan penuh dedikasi, dan loyalitas berusaha membimbing anak didik agar menjadi pribadi yang kelak menjadi tumpuan bagi bangsan dan harapannya tidak menjadi sampah masyarakat. Dalam hal ini posisi guru dipandang sangat strategis, sebagaimana dikemukakan oleh Syamsudin Saud (2009:32), minimal ada enam tugas dan tanggung jawab guru dalam pengembangan profesinya yakni :

1. Guru bertugas sebagai pengajar. 2. Guru bertugas sebagai pembimbing. 3. Guru bertugas sebagai administrator kelas. 4. Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum. 5. Guru bertugas sebagai pengembang profesi.


(31)

6. Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat

Secara umum menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan ilmu yang dia punya dimana pasti sangat berguna bagi peserta didik meskipun tidak dapat dirasakan secara langsung tetapi ilmu yang diberikan akan kelak berguna dikemudian hari.

Di dalam sekolah berbasis religious guru juga dituntut untuk menanamkan nilai-nilai religious dalam kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Rachman Shaleh (2005: 170) antara lain :

1. Bersalaman ketika hendak memasuki lingkungan sekolah yang dilakukan oleh peserta didik dan guru.

2. Melakukan tadarus al-qur’an ketika hendak memulai pelajaran. 3. Mengucap salam serta membaca minimal basmalah sebelum

memulai kegiatan belajar mengajar.

4. Memberikan kultum atau ceramah yang berisikan nilai-nilai religius.

5. Mengucap hamdalah ketika kegiatan belajar mengajar usai.

3. Kerangka Pikir

Fungsi sekolah adalah membentuk generasi muda agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Selain itu juga sekolah sebagai wadah untuk mengembangkan bakat serta minat peserta didik sehingga peserta didik dapat memiliki keterampilan yang cukup sebagai modal dasar untuk bersosialisasi di


(32)

dalam masyarakat. Sekolah juga berperan untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT.

Dalam perkembangannya di dunia pendidikan saat ini muncul sekolah yang berbasis kan agama Islam yang biasa disebut dengan sekolah berbasis religius. Dimana sekolah ini menggabungkan antara sekolah formal dengan menerapkan nilai-nilai religius dalam setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah, Ini bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Tetapi dalam prakteknya banyak peserta didik yang masih melanggar aturan yang dibuat oleh sekolah.

Hal ini menjadi ironi ketika sekolah yang berbasiskan religius dimana semua komponen bekerja dengan maksimal untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran tetapi pada kenyataannya peserta didik kurang sadar tentang pentingnya patuh terhadap aturan sekolah yang berlaku. Untuk itu dipandang perlu di lakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini.


(33)

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Pikir Variabel (X)

Lingkungan sekolah berbasis religius

1. Proses penanaman nilai-nilai religius.

2. Implementasi nilai religius di lingkungan sekolah.

3. Fasilitas yang mendukung penanaman niai-nilai religius di sekolah

Variabel (Y)

Tingkat pelanggaran tata tertib sekolah

1. Banyaknya pelanggaran. 2. Jenis pelanggaran. 3. Penerapan sanksi.


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, karena peneliti ingin menggambarkan dan memaparhan secara tepat keadaan tertentu dengan skor akhir variabel berupa analisis angka-angka menggunakan tabulasi dan statistik tentang Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah suatu komponen terpenting dalam sebuah penelitian untuk menentukan validitas data dalam penelitian.Menurut Suharsimi Arikunto (1998:117) Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan peserta didik kelas X dan XI yang berada di SMA Muhammadiyah 1 Metro tahun pelajaran 2012/2013. Yang berjumlah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jumlah Peserta didik SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Ajaran 2012/2013

Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah

XI BAHASA 10 19 29

XI IPA 1 16 17 33


(35)

XI IPA 3 10 26 36

XI IPS 1 16 13 29

XI IPS 2 13 13 26

XI IPS 3 11 16 27

X1 9 13 22

X2 6 17 23

X3 10 14 24

X4 6 13 19

X5 10 10 20

X6 10 11 21

Jumlah keseluruhan populasi 342

Sumber : Staf Tata Usaha SMA Muhammadiyah 1 Metro 2012/2013

2. Sampel

Sampel adalah sebagian objek nyata dan memiliki karakteristik tertentu yang mewakili populasi. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini penulis berpedoman pada pendapat di bawah ini: Suharsimi Arikunto

(2002:107) menyatakan bahwa “untuk ancer-ancer, jika subjek kurang dari

100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Dan jika subjeknya lebih dari 100 diambil 10-15% atau 20-25% ataupun lebih.

Berdasarkan pendapat di atas, maka sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 10%x342= 34,2 dibulatkan menjadi 35 peserta didik. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sampel dalam penelitian ini adalah dilihat dari tabel berikut :


(36)

Tabel 3.2 Daftar Jumlah Peserta didik Yang Menjadi Sampel Di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013

Kelas Jumlah murid 10% X Jumlah Murid Setelah pembulatan

XI BAHASA 29 10% X 29 = 2,9 3

XI IPA 1 33 10% X 33 = 3,3 3

XI IPA 2 33 10% X 33 = 3,3 3

XI IPA 3 36 10% X 36 = 3,6 4

XI IPS 1 29 10% X 29 = 2,9 3

XI IPS 2 26 10% X 26 = 2,6 3

XI IPS 3 27 10% X 27 = 2,7 3

X1 22 10% X 22 = 2,2 2

X2 23 10% X 23 = 2,3 3

X3 24 10% X 24 = 2,4 2

X4 19 10% X 19 = 1.9 2

X5 20 10% X 20 = 2 2

X6 21 10% X 21 = 2,1 2

Jumlah sampel 35

C. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, Dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel yang mempengaruhi atau disebut juga variabel bebas (X) dalam hal ini adalah lingkungan sekolah berbasis religius (X).

b. Variabel yang dipengaruhi atau disebut juga variabel terikat (Y) dalam hal ini adalah tingkat pelanggaran tata tertib sekolah (Y).


(37)

2. Definisi Konseptual Variabel a. Sekolah Berbasis Religius.

Sekolah berbasis religius yaitu sekolah formal yang didalam kegiatan pembelajarannya peserta didik diberikan ilmu tentang nilai-nilai religius. Yang bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang ber akhlakul karimah.

b. Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Pelanggaran tata tertib sekolah adalah suatu hal yang dilakukan oleh peserta didik dimana hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari cara bertindak, cara berbicara, cara berpenampilan, dan sopan santun.

3. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah definisi yang memberikan gambaran cara mengukur suatu variabel dengan memberikan arti suatu kegiatan. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Lingkungan Sekolah Berbasis Religius

Indikator penelitian dalam cakupan lingkungan sekolah berbasis religius adalah :

1. Proses penanaman nilai-nilai religius 2. Implementasi nilai religius di sekolah

3. Fasilitas yang mendukung penanaman nilai-nilai religius di sekolah


(38)

b. Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Indikator penelitian dalam cakupan pada tingkat pelanggaran tata tertib sekolah adalah :

1. Banyaknya pelanggaran 2. Jenis pelanggaran 3. Penerapan sanksi

D. Rencana Pengukuran Variabel

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka diperlukan alat ukur yang tepat. Rencana pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan sekolah berbasis religius, diukur melalui skor berskala 3, dengan rincian: 1= Tidak Dominan, 2= Kurang Dominan 3= Dominan.

b. Tingkat pelanggaran tata tertib sekolah diukur melalui skor berskala 3, dengan rincian 1= Berat, 2= Sedang, 3= Ringan.

E.Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pokok

Untuk mendapatkan data pokok penulis menggunakan angket, dimana daftar pertanyaan diberikan langsung kepada responden dan disertai daftar pertanyaan dan daftar jawaban yang telah diarahkan dalam menentukan alternatif jawaban. Selain angket data pokok penulis lainnya dengan menggunakan observasi dan dokumentasi.


(39)

1.1 Angket

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data langsung responden tentang Pengaruh Lingkungan Sekolah Berbasis Religius Terhadap Tingkat Pelanggaran Tata Tertib Di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

1.2 Observasi

Observasi diadakan untuk melakukan pengamatan langsung guna mendapatkan data-data yang diperlukan. Data yang diperoleh dari observasi berisi deskripsi rinci tentang penyebab peserta didik melakukan pelanggaran tata tertib di sekolah. Observasi membantu peneliti mengamati secara keseluruhan tentang penyebab peserta didik sulit mentaati tata tertib sekolah.

1.3 Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data gambar mengenai kasus peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah.

2. Teknik Penunjang 2.1 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengadakan hubungan langsung dengan responden untuk menambahkan hal-hal yang belum didapat atau belum terungkap dalam kuisioner.

2.2 Studi Pustaka

Yaitu mencari referensi mengumpulkan data dan informasi yang bersifat teoritis.


(40)

F. Uji Persyaratan Instrumen 1. Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas isi (content validity) yaitu pengujian tentang isi butir-butir/indikator indikator dalam definisi operasional dan kesesuaiannya dengan yang ada dalam konseptual.

2. Uji Reliabilitas

Teknik yang digunakan dalam pengujian reliabilitas angket adalah teknik belah dua yaitu ganjil dan genap. Hasil dari kelompok ganjil dan genap dijumlahkan dengan menggunakan cara korelasi product moment, yaitu sebagai berikut: N y y N x x N y x xy rxy 2 2 2 2 Keterangan:

rxy = hubungan veriabel x dan y

xy = product dari gejala x dan y x = variabel bebas

y = variabel terikat N = jumlah responden (Sutrisno Hadi, 1989: 318)


(41)

Kemudian dicari reliabilitas dengan menggunakan rumus Sperman Brown agar diketahui seluruh koefisien seluruh item.

gg gg xy r r r 1 2 Dimana:

rxy = Koefisien reliabilitas seluruh tes

rgg = Koefisien korelasi item ganjil dan genap

(Sutrisno Hadi, 1981: 37)

Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut: 0,90 – 1,00 = reliabilitas tinggi

0,50 – 0,89 = reliabilitas sedang

0,00 – 0,49 = reliabilitas rendah. (Manasse dkk, 1985: 139)

G.Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan setelah data terkumpul yaitu dengan mengidentifikasikan data, penyeleksi dan selanjutnya klasifikasi data kemudian menyusun data. Adapun tekniknya sebagai berikut: Pengujian keeratan hubungan dilakukan dengan menggunakan rumus yaitu:

B i K d Eij Eij Oij X 1 : :1

2 2

Keterangan :

2


(42)

B

j I

= Jumlah baris

K

I j

= Jumlah kolom

ij

0

= Frekuensi pengamatan

ij

E

= Frekuensi yang diharapkan

Kriteria uji hipotesis= adalah H0 ditolak jika 2 hit < tab dengan signifikansi

5 % (Sudjana, 1992 : 280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika 2 hit ≥ 2

tab pada taraf signifikansi 5% N: 25.

Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

I = K

NR NT

Keterangan : I = Interval

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori (Sutrisno Hadi, 1986: 12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

n X

x

C 2

2

Keterangan :C = Koefisien Kontigensi

2

X = Chi Kuadrat N = Jumlah Sampel


(43)

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

m m

Cmaks 1

Keterangan :

maks

C = Koefisien kontigen maksimum

m = Harga maksimum antara baris dan kolom 1 = Bilangan konstan

(Sutrisno Hadi, 1989: 317)

Makin dekat harga c pada c maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013, maka peneliti dapat menyimpulkan :

1. Lingkungan sekolah berbasis religius mempunyai pengaruh yang tinggi dalam mempengaruhi tingkat pelanggaran tata tertib di sekolah. Karena dalam proses pembelajaran semua komponen sekolah saling mendukung untuk memberikan ilmu yang bertemakan religius kepada siswa, hal inilah yang menjadikan perbedaan antara sekolah yang berbasis religius dengan sekolah formal lainnya. Dengan adanya pemberian ilmu yang bertemakan religius kepada siswa, siswa menjadi termotivasi untuk bersikap lebih baik dalam bertindak. 2. Tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa jarang, hal ini dilihat dari

banyaknya pelanggaran srta jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa cenderung ringan hingga sedang, hal ini masih dirasa wajar mengingat masa remaja adalah masa dimana siswa-siswa ini masih mencari jati diri serta masih


(45)

labil dalam menentukan sikap. Sehingga perlu adanya langkah-langkah dari sekolah untuk memberikan ilmu yang bertemakan religius siswa dimana hal ini terdapat pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pola perilaku siswa terutama untuk mentaati tata tertib di sekolah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib, artinya semakin baik pengetahuan siswa tentang nilai-nilai religius maka semakin baik pula tingkat kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib yang ada, sehingga tingkat pelanggaran tata tertib dapat di minimalisir.

B.Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian,menganalisis, dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran sebagai berikut:

1. Orang tua, hendaknya memperhatikan tingkah laku anak ketika di luar jam sekolah, serta memberikan perhatian kepada anak dalam pergaulan mengingat bahaya pergaulan pada masa sekarang, selain itu diperlukan adanya peran orang tua untuk membimbing anaknya ketika di luar jam sekolah.

2. Guru, sebaiknya menegur dan memberikan pengawasan kepada siswa yang bermasalah dalam rangka menegakkan tata tertib yang ada di sekolah, guru lebih meningkatkan potensi dari profesionalitas, khususnya dalam system pengawasan, memberikan contoh, membimbing yang baik dalam upaya


(46)

menegakkan disiplin di sekolah. Memberikan ketauladanan dalam pergaulan di sekolah dan di sekitarnya.

3. Siswa, sebaiknya mengikuti segala bentuk tata tertib yang ada di sekolah serta menerapkan nilai-nilai religius yang diberikan oleh sekolah dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kepala Sekolah, agar meningkatkan ketaatan tata tertib sekolah kepada siswa , serta meningkatkan intensitas dalam upaya penanaman nilai-nilai religius kepada siswa.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Nur Uhbiyati.2003.Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta

Amin, Mohammad. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Garuda Buana Indah.Pasuruan Anonym.2011.di posting oleh tuanguru.com (2011)

Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Darajat, Zakiyah. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara. Jakarta

Depdiknas.2003.Uu No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Citra Umbara. Bandung

Dimyati Dan Mujiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamaran, Syaiful Bahri.2005. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.

Rineka Cipta. Jakarta

Hasbullah.2009. Dasar-Dasar Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Ika Rochjatun Sastrahidayat. 2009.Membangun Etos Kerja Dan Logika Berfikir Islami. UIN-Malang Press. Malang

Majid, Abdul. 2004. Ilmu Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi. Remaja Rosdakarya. Bandung

Shaleh, Abdul Rachman. 2005. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Hikayat Publishing. Yogyakarta

Zumrotul. 2012.di posting oleh Lib.UIN-Malang.ac.id di unduh tanggal 19 maret 2013


(48)

(1)

diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

m m Cmaks 1

Keterangan :

maks

C = Koefisien kontigen maksimum

m = Harga maksimum antara baris dan kolom 1 = Bilangan konstan

(Sutrisno Hadi, 1989: 317)

Makin dekat harga c pada c maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.


(2)

105

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib di SMA Muhammadiyah 1 Metro Tahun Pelajaran 2012/2013, maka peneliti dapat menyimpulkan :

1. Lingkungan sekolah berbasis religius mempunyai pengaruh yang tinggi dalam mempengaruhi tingkat pelanggaran tata tertib di sekolah. Karena dalam proses pembelajaran semua komponen sekolah saling mendukung untuk memberikan ilmu yang bertemakan religius kepada siswa, hal inilah yang menjadikan perbedaan antara sekolah yang berbasis religius dengan sekolah formal lainnya. Dengan adanya pemberian ilmu yang bertemakan religius kepada siswa, siswa menjadi termotivasi untuk bersikap lebih baik dalam bertindak. 2. Tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa jarang, hal ini dilihat dari

banyaknya pelanggaran srta jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa cenderung ringan hingga sedang, hal ini masih dirasa wajar mengingat masa remaja adalah masa dimana siswa-siswa ini masih mencari jati diri serta masih


(3)

sekolah untuk memberikan ilmu yang bertemakan religius siswa dimana hal ini terdapat pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pola perilaku siswa terutama untuk mentaati tata tertib di sekolah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh lingkungan sekolah berbasis religius terhadap tingkat pelanggaran tata tertib, artinya semakin baik pengetahuan siswa tentang nilai-nilai religius maka semakin baik pula tingkat kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib yang ada, sehingga tingkat pelanggaran tata tertib dapat di minimalisir.

B.Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian,menganalisis, dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran sebagai berikut:

1. Orang tua, hendaknya memperhatikan tingkah laku anak ketika di luar jam sekolah, serta memberikan perhatian kepada anak dalam pergaulan mengingat bahaya pergaulan pada masa sekarang, selain itu diperlukan adanya peran orang tua untuk membimbing anaknya ketika di luar jam sekolah.

2. Guru, sebaiknya menegur dan memberikan pengawasan kepada siswa yang bermasalah dalam rangka menegakkan tata tertib yang ada di sekolah, guru lebih meningkatkan potensi dari profesionalitas, khususnya dalam system pengawasan, memberikan contoh, membimbing yang baik dalam upaya


(4)

107

menegakkan disiplin di sekolah. Memberikan ketauladanan dalam pergaulan di sekolah dan di sekitarnya.

3. Siswa, sebaiknya mengikuti segala bentuk tata tertib yang ada di sekolah serta menerapkan nilai-nilai religius yang diberikan oleh sekolah dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kepala Sekolah, agar meningkatkan ketaatan tata tertib sekolah kepada siswa , serta meningkatkan intensitas dalam upaya penanaman nilai-nilai religius kepada siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Nur Uhbiyati.2003.Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta

Amin, Mohammad. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Garuda Buana Indah.Pasuruan Anonym.2011.di posting oleh tuanguru.com (2011)

Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Darajat, Zakiyah. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara. Jakarta

Depdiknas.2003.Uu No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Citra Umbara. Bandung

Dimyati Dan Mujiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamaran, Syaiful Bahri.2005. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.

Rineka Cipta. Jakarta

Hasbullah.2009. Dasar-Dasar Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Ika Rochjatun Sastrahidayat. 2009.Membangun Etos Kerja Dan Logika Berfikir Islami. UIN-Malang Press. Malang

Majid, Abdul. 2004. Ilmu Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi. Remaja Rosdakarya. Bandung

Shaleh, Abdul Rachman. 2005. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Hikayat Publishing. Yogyakarta

Zumrotul. 2012.di posting oleh Lib.UIN-Malang.ac.id di unduh tanggal 19 maret 2013


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH SIKAP TERHADAP GURU DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI KEUANGAN SISWA KELAS X AKUNTANSI SMK MUHAMADIYAH 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 19 75

PENGARUH PENERAPAN TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP TINGKAT KEDISIPLINAN SISWA DI SMA SWASTA MARDI LESTARI MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017.

11 35 27

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TENTANG PELANGGARAN TATA TERTIB Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pengambilan Keputusan Tentang Pelanggaran Tata Tertib Di SD Negeri 1 Kedungjati.

0 3 19

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TENTANG PELANGGARAN TATA TERTIB Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pengambilan Keputusan Tentang Pelanggaran Tata Tertib Di SD Negeri 1 Kedungjati.

0 2 17

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN KEPATUHAN SISWA MENTAATI TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP PRESTASI Pengaruh Lingkungan Keluarga Dan Kepatuhan Siswa Mentaati Tata Tertib Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Siswa SD N 01 Gedongan Tahun 2014/2015.

0 2 14

PENDAHULUAN Implementasi Ketaatan Hukum Pada Siswa (Studi Kasus Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2012/2013).

0 3 8

PENGELOLAAN TATA TERTIB SISWA BERBASIS POIN PELANGGARAN Pengelolaan Tata Tertib Siswa Berbasis Poin Pelanggaran (Studi Situs Smk Negeri 3 Pacitan).

1 5 12

PENGELOLAAN TATA TERTIB SISWA BERBASIS POIN PELANGGARAN Pengelolaan Tata Tertib Siswa Berbasis Poin Pelanggaran (Studi Situs Smk Negeri 3 Pacitan).

1 12 18

PENGARUH BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PELANGGARAN TATA TERTIB DI SEKOLAH SMP NEGERI 30 MEDAN TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 1 16

PERBEDAAN SIKAP MORAL SISWA YANG TERLIBAT PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH DENGAN YANG TIDAK TERLIBAT PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH (Studi Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta).

0 0 18