32
BAB V PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN
REMAJA
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Perilaku masa remaja juga beraneka ragam, seperti berpacaran
bahkan ada yang sampai melakukan hubungan seks pranikah pada saat berpacaran. Di dalam BAB V ini akan menjelaskan mengenai perilaku remaja
dalam berpacaran, perilaku seks pranikah di kalangan remaja, faktor-faktor yang mempengaruhi serta dampak yang terjadi dalam kehidupan sosial.
5.1 Perilaku Berpacaran Remaja
Dalam sejarah manusia maupun riwayat hidup seseorang belum ditemukan seseorang individu yang hidup sendiri terlepas dari lingkungan manusiawi, tanpa
kehilangan hakekat kemanusiaannya. Bayi yang baru lahir tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain yang memelihara dan merawatnya. Bila seseorang sudah dapat
beridiri sendiri, ia tetap tidak dapat hidup sendiri tanpa hubungan dengan orang lain sehingga adanya invidiu-individu lain merupakan suatu keharusan.
Demikianlah manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yang selalu akan hidup dalam suatu hubungan keterikatan dengan individu lainnya. Mula-mula individu
tidak dapat hidup tanpa keluarganya. Kemudian semakin bertambah usia individu harus hidup sebagai anggota masyarakat dengan segala akibat keterikatannya
dengan orang lain. Seseorang manusia selalu membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya agar dapat mencapai taraf tingkah laku manusia.
Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang bersifat sementara, meliputi
jangka waktu yang pendek. Sebaliknya ada yang meliputi jangka waktu yang cukup panjang. Demikianlah sifat pergaulan tidak selalu sama. Ada pergaulan
yang menggambarkan hubungan reaktif saja, seolah-olah antara dua individu atau
33
lebih hanya terjalin hubungan bagaikan tanya jawab saja. Ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan
hubungan dimana masing-masing saling memberikan motivasi dalam menjalani kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan
yang meliputi tingkah laku individu. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar individu yang tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pergaulan sebenarnya diperlukan demi penyempurnaan martabat manusia, ada yang mengarah ke kehidupan yang positif dan ada juga yang mengarah ke
kehidupan negativ. Pergaulan manusia seiring berkembangnya zaman pastilah berbeda. Dalam
cerita Romeo dan Juliet yang mengisahkan suatu kisah cinta pada zaman yang lampau jelas bahwa pada masa itu di Eropa tidak terdapat pergaulan bebas. Di
Indonesia dahulu yang dapat memperoleh bangku sekolah hanya pria. Berkat perjuangan emansipasi wanita R.A Kartini, akhirnya wanita memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama. Dengan diperolehnya hak kesempatan pendidikan antara wanita dan pria, tentunya mudah terjalin pergaulan bebas antara
wanita dan pria. Dengan adanya kesempatan bersekolah yang sama, maka pria dan wanita dapat bertemu dengan bebas. Mereka dapar berdiskusi, membicarakan
persoalan yang berhubungan dengan pelajaran sekolah. Persolan-persoalan yang dibicarakan tentunya tidak selalu hanya berkisar mengenai pelajaran dan
pendidikan di sekolah, namun segi kehidupan yang lain sering pula menjadi obrolan bersama. Pada masa berikutnya timbul keinginan bergaul secara lebih
bebas, bergaul dengan teman-teman pria maupun teman wanita. Pada suatu saat pergaulan menyempit dan hanya meliputi dua orang saja
yaitu seorang pemudan dan seorang pemudi. Pergaulan bebas yang sudah terbatas anatar dua individu berlainan jenis akan berarti adanya suatu kekhusuan, sehingga
orang mengatakan bahwa kedua muda-mudi ini berpacaran. Pacaran adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang untuk menjalin
suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk saling mengenal lebih jauh menuju pernikahan atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok
34
Bachtiar A.K 2004. Secara fisik remaja akan mengalami pertumbuhan tinggi badan. Remaja scara badani sudah kelihatan dewasa dan ingin menyamai
perbuatan-perbuatan orang dewasa seperti berpacaran. Media dan lingkungan teman sebaya juga mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk membuat remaja
ingin meniru perilaku tersebut. Selaras dengan hasil wawancara penulis, pada masa sekolah remaja mulai mengenal pacaran dan bahkan mulai berpacaran
karena pengaruh media dan lingkungan pergaulannya. Berikut hasil wawancara peneliti dengan beberapa narasumber :
“Saya mulai mengenal berpacaran sejak SMP ya... itu pun saya tahu lewat sinetron-sinetron, dan dari temen-
temen juga udah ada yang pacaran. Saya mulai berpacaran sejak kelas 1 SMP”
1
“Saya mulai mengenal pacaran sejak SD berawal dari suka-sukaan sama temen SD sekelas. Lalu SMP temen-
temen udah ada yang berpacaran, di TV juga banyak banget sinetron yang ceritanya tentang remaja cinta-
cintaan pacaran. Tapi saya pertama kali pacaran itu SMA kelas 1
2
“Saya mulai mengenal pacaran dari kelas tiga SMP itupun saya tahunya dari facebook. Sejak kelas tiga
SMP itu saya mulai pacarang dengan D”
3
Dari petikan wawancara di atas dapat dilihat bahwa media mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap perilaku remaja. Dalam hal ini perilaku
remaja terhadap lawan jenis. Media dapat berfungsi sebagai pemberi informasi, hiburan dan sosialisasi. Dalam kasus diatas media yang awalnya bertujuan untuk
memberikan hiburan akan tetapi dari hiburan itu remaja menangkapnya sebagai informasi tentang perilaku orang berpacaran. Pada saat remaja adalah masa-masa
dimana selalu ada rasa ingin tahu yang cukup besar terhadap sesuatu yang baru. Melalui media terdapat berbagai tayangan seperti remaja yang sudah berpacaran.
Dari sinilah timbul keinginan untuk merasakan apa yang diadegankan di media tersebut. Akhirnya remaja pada usia sekolah ini mulai berpacaran. Pada tahap
1
Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februari 2014.
2
Transkrip w aw ancara dengan P t anggal 2 M aret 2014.
3
Transkrip w aw ancara dengan N, t anggal 26 M aret 2014..
35
remaja ini sebenarnya remaja sedang mencari jati diri mereka. Mereka melakukan berbagai imitasi. Imitasi merupakan faktor dari proses interaksi sosial. Imitasi
merupakan dorongan untuk meniru. Remaja ini melakukan imitasi terhadap apa yang diberikan oleh media, baik media telivisi maupun media sosial.
Remaja berpacaran pada saat sekolah mempunyai berbagai alasan. Namun, menurut hasil wawancara peneliti dengan beberapa narasumber bahwa alasan
pertama kali remaja melakukan hubungan berpacaran adalah untuk status. Dalam artian mereka ingin mendapatkan sebuah pengakuan dari teman-teman sebaya dan
lingkungan bergaulnya bahwa mereka sudah mempunyai pacar. Pada saat remaja yang sudah mempunyai pacar maka statusnya akan lebih tinggi dari remaja yang
belum mempunyai pacar atau jomblo. Hurlock mengatakan bahwa alasan pacaran adalah untuk staus, berkencan bagi laki-laki dan perempuan memberikan status
dalam kelompok teman sebaya. Berikut hasil wawancara peneliti : “Alasan saya berpacaran waktu itu buat seneng-seneng
aja dalam arti mengikuti perkembangan jaman aja secara tidak langsung terpengaruh oleh lingkungan
mbak”
4
“Saya pertama kali berpacaran dengan Toni pada saat kelas 1 SMA karena status sih mbak belum punya rasa
seneng sih biar dapat pengakuan dari temen-temen.”
5
Berdasarkan petikan waawancara tersebut dapat diketahui bahwa remaja melakukan hubungan dengan lawan jenis dalam arti berpacaran adalah sebagai
status sosial. Kalau ada status maka ada peran yang harus dilakukan. Peran merupakan sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan status yang disandangnya.
Berpacaran adalah interaksi heteroseksual yang didasari oleh rasa cinta, kasih dam sayang untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk
saling mengenal lebih jauh menuju pernikahan atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok Bachtiar A.K, 2004. Remaja hanya memikirkan statusnya
saja, tetapi mereka tidak mengetahui peran dalam berpacaran itu seperti apa. Oleh
4
Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014.
5
Transkrip w aw ancara dengan X, t anggal 12 M ei 2014
36
karena itu bagi remaja peran dalam berpacaran adalah untuk senang-senang saja. Maka dari itu sekarang sudah terjadi perubahan nilai dari pacaran itu sendiri. Dulu
pacaran diartikan sebagai tahap pendekatan dua individu lawan jenis untuk melangkah ke jenjang yang lebih formal yaitu ikatan pernikahan, namun sekarang
pacaran diartikan hanya untuk status saja supaya diterima dalam lingkungan. Temuan lain yang peneliti dapatkan adalah remaja yang berpacaran pada
saat masih bersekolah itu tidak diketahui keluarganya dalam hal ini adalah orang tua. Tetapi teman-teman pergaulannyalah yang mengetahui remaja ini berpacaran.
Dari sini lah terjadi penyimpangan. Menurut Sutherland penyimpangan adalah hasil dari prose belajar atau yang dipelajari. Remaja tahu bahwa mereka tidak
diperbolehkan berpacaran. Namun karena teman-temannya sudah ada yang berpacaran dan setiap hari mereka selalu melihat orang berpacaran akhirnya
remaja ini mulai melihat dan secara tidak langsung menginnginkan hal yang sama. Dari hasil penelitian yanh dilakukan penulis, semua narasumber pada awal
berpacaran selalu backstreet sembunyi-sembunyi, karena kalau ketahuan keluarga khususnya orang tua maka mereka akan dimarahi. Berikut petikan
wawancaranya : “Dulu waktu masih SMP reaksi keluarga setelah tahu
kalau aku berpacaran sih ga boleh, tapi tetep aku lanjutin aja berpacaran walaupun backstreet tapi
akhirnya ketauan juga tapi tetep pacaran juga. alasan dari orang tua sih katanya masih kecil fokus sekolah
dulu katanya.”
6
“Pacaran sama si F ini bertemu hanya di sekolah aja, karena backstreet. Reaksi temen-temen itu ada yang
suka dan ga suka. Soale ada juga yang suka sama pacar saya itu yang nggak suka. Kalau yang suka itu karena
mendukung “
7
6
Transkrip w aw ancara dengan B., t anggal 26 Febr uari 2014.
7
Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014.
37
“Reaksi teman-teman mengetahui saya berpacaran ya biasa aja karena teman-teman saya juga punya pacar.
Kalau keluarga sih ga tau, karena kita backstreet”
8
Berdasarkan petikan wawancara di atas, remaja lebih terbuka dengan teman-teman sebayanya dalam hubungannya dengan lawan jenis karena teman-
temannya juga melakukan hal yang sama. Remaja lebih memilih untuk mencari konfirmasi terhadap teman-temannya karena teman-temannya mendukung
perilaku tersebut. Hal ini berati remaja salah mencari konfirmasi, seharusnya remaja ini mencari konfirmasi kepada orang yang lebih dewasa seperti orang tua
atau kakaknya akan tetapi remaja mencari konfirmasi terhadap orang yang salah juga.
Pada saat remaja berpacaran yang mereka lakukan adalah membicarakan apa saja yang bisa mereka ceritakan seperti, obrolan seputar sekolah, teman-teman,
keluarga, kadang juga masalah yang mereka hadapi. Selain itu mereka juga sudah mengenal perilaku seks pranikah seperti pegangan tangan, ciuman, memegang
payudara dan alat kelamin lawan jenis dalam artian disini adalah pacar, bahkan sampai melakukan hubungan suami istri free sex. Free sex diartikan sebagai seks
pranikah, karena remaja melakukan hubungan suami istri sebelum pernikahan. Seks pranikah termasuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang ini dipelajari
individu dalam interaksinya dengan orang lain dan melibatkan komunikasi yang intens. Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan peneliti. Ketika remaja ini
berpacaran maka pertemuan mereka akan semakin intens dan intim. Banyak hal yang mereka lakukan seperti ngobrol dan lain-lain. Semakin intens mereka
bertemu maka akan semakin intim dan akrab hubungan mereka. Oleh karena itu remaja yang berpacaran ini mulai berani melakukan hal-hal yang melanggar
norma seperti kontak fisik. Kontak fisik yang dimaksud seperti bergandengan tangan, ciuman, dan bersenggama. Munculnya pertanyaan, mengapa hal tersebut
dilarang? Hal tersebut dilarang karena hal tersebut boleh dilakukan apabila mereka sudah menikah baik secara agama dan negara. Berikut hasil wawancara peneliti
dengan narasumber :
8
Transkrip w aw ancara dengan X, t anggal 12 M ei 2014.
38
“Pada saat bertemu kita biasanya makan di kafe gitu mbak, nah di kafe ini lah tiba-tiba pacar saya mencium
bibir saya, saya awalnya menolak mbak tapi pacar saya bilang ini pelan-pelan kok dinikmati aja. Selama lima
tahun kita melakukan banyak hal mbak, seperti kalau gandengan dan ciuman itu kan udah biasa ya mbak, kita
udah melakukan free sex mbak itu terjadi sekitar 3 bulan setelah kejadian dan itu terjadi pada saat saya
kelas 2 SMA”
9
“Dulu konsep pacaran saya itu nggak kayak anak sekarang nggak aneh-aneh, hanya main bareng tapi kalu
ciuman itu udah saya mbak. Gaya pacaran dengan yang kedua ini no sex tapi grepe-grepe. Gaya pacaran yang
kelima ini saya no sex tapi sempet pernah diajakin “gitu” tapi saya menolak karena takut hamil. Dengan
yang Jakarta ini saya bisa bertahan lama karena saya pertama kali melakukan seks. “
10
“Kami kalau ketemu itu biasa ya mbak cerita dan bercanda, kadang ciuman di rumahnya L kalau sepi ya
mbak. Pertamanya itu cuman pipi tapi semakin lama semakin merembet ke bibir. Sempet ngrempon sih mbak
tapi yang mau itu si L karena pada saat itu masih takut ketahuan dan bahaya itu sampek hamil. Kalau ketemu
dengan A yang saya lakuin itu ya saya ngobrol-ngobrol, bercanda, berpelukan, nyium udah cuman itu aja. Tiap
kali ketemu dengan S saya biasa ngobrol-ngobrol dan bercanda. Saya itu sudah melakukan hubungan badan
atau seks sama pacar saya sejak masih sekolah mbak. Awalnya itu cuman grepe-grepe aja tapi lama kelamaan
merembet sampek bawah mbak.”
11
Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi yaitu hubungan seksual pranikah sebagai wujud kedekatan dua orang lawan jenis yang
sedang berpacaran. Tanpa ada komitmen yang jelas remaja terbawa untuk melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Remaja mendapat pengalaman
pertama melakukan hubungan seksual pranikah dari pacarnya. Kenapa sampai remaja ini melakukan hubungan seksual pranikah? Karena intensitas bertemu,
selain itu juga terdapat pengaruh dari media yang didorong dari rasa ingin tahu
9
Transkrip w aw ancara dengan P, t anggal 2 M aret 2014.
10
Transkrip w aw ancara dengan N, t anggal 26 M aret 2014.
11
Transkrip w aw ancara dengan T t anggal 14 Apr il 2014.
39
yang tinggi maka remaja melakukan hubungan seksual pranikah pada saat berpacaran. Dari sini juga terjadi pergeseran nilai dan norma. Nilai merupakan
sesuatu yang dianggap benar, nilai yang dimaksud adalah seks itu adalah kebutuhan jasmani suami istri. Norma merupakan aturan untuk bertindak Tri,
2000. Menurut jenis norma maka termasuk norma tata kelakuan mores. Norma yang dimaksud adalah hubungan seks itu harusnya dilakukan setelah melakukan
pernikahan, akan tetapi nilai itu berubah seks dilakukan pada saat berpacaran.
5.2 Perilaku