5. Karakterisasi
Pengahayatan 1.
Melembagakan atau meniadakan
2. Menjelmakan dalam pribadi
dan perilaku sehari-hari menyatakan
sikap dan proyektif yang
menyatakan perkiraanramal
an 3.
Observasi
1. Pemberian
tugas ekspresif dan proyektif
2. Observasi
C. Ranah Krasa
Psikomotor
1. Keterampilan
bergerak dan bertindak
2. Kecakapan
ekspresi verbal
dan nonverbal
1. Mengkoordinasikan gerak
mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya
1. Mengucapkan
2. Membuat mimic dan
gerakan jasmani 1.
Observasi 2.
Tes 3.
Tindakan
1. Tes lisan
2. Observasi
3. Tes tindakan
Sumber : Psikologi Perkembangan, 1995
5. Batas Minimal Prestasi Belajar Peserta didik
65
Setelah mengetahui indikator prestasi belajar di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar
65
Ibid., h. 156
para peserta didiknya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi peserta didik yang dianggap berhasil dalam arti luas
bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa peserta didik.
Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang
terjadi pada salah satu ranah. Contoh, seorang peserta didik yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam, belum tentu rajin beribadah
salat. Sebaliknya, peserta didik lain yang hanya mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam
kehidupan beragama sehari-hari. Jadi, nilai hasil evaluasi sumatif atau ulangan “X” dalam rapot,
misalnya mungkin secara afektif dan psikomotor menjadi “X-“ atau “X+”. Inilah tantangan berat yang harus dihadapi oleh para guru sepanjang masa.
Untuk menjawab tantangan ini guru seyogianya tidak hanyaa terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat
penilaian afektif dan psikomotor peserta didik. Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar peserta didik selalu
berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti
proses mengajar belajar. Di antara norma-norma pengukuran tersebut adalah:
66
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10
b. Norma skala angka dari 10 sampai 100.
Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar passing grade skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100
adalah 55 atau 60. Alhasil pada prinsipnya jika seorang peserta didik dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari
setengah instrument evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu
dipertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing garde yang lebih tinggi misalnya 65 atau 70 untuk pelajaran-pelajaran inti meliputi, antara
lain: bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini tanpa mengurangi pentingnya bidang-
bidang studi lainnya merupakan “kunci pintu” pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan passing grade
seperti ini sudah berlaku umum di Negara-negara maju dan meningkatkan kemajuan belajar peserta didik dalam bidang-bidang studi lainnya.
Selanjutnya, selain norma-norma tersebut di atas, ada pula norma lain yangh di Negara kita baru berlaku di perguruuan tinggi, yaitu norma prestasi
belajar dengan menggunkan simbol huruf-huruf A, B, C, D, dan E. simbol
66
Ibid., h. 158
huruf-huruf ini dapat dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka sebagaimana pada tabel berikut.
Perbandingan Nilai Angka dan Huruf Simbol - Simbol Nilai Angka dan Huruf
Predikat Angka
Huruf
8 - 10 = 80 – 100 = 3,1 – 4
7 – 7,9 = 70 – 79 = 2,1 – 3
6 – 6,9 = 60 – 69 = 1,1 – 2
5 – 5,9 = 50 – 59 = 1
– 49 = 0 – 49 = 0 A
B C
D E
Sangat Baik Baik
Cukup Kurang
Gagal Sumber : Psikologi Perkembangan, 1995
D. Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusif