PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KELAS VIII SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI.
(2)
i SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana ( S1)
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Oleh:
Karina Dewi Retno Kumala D01211057
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(3)
iii
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Dekan,
Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag. NIP. 196311161989031003
Ketua,
Dra. Ilun Muallifah, M.Pd NIP. 196707061994032001
Sekretaris,
Ahmad Lubab, M.Si NIP. 198111182009121003
Penguji I,
Dr. H. Abd. Kadir, M.Ag NIP. 195308031989031001
Penguji II,
Dr. H. A. Yusam Thobroni, M.Ag NIP. 197107221996031001
(4)
(5)
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Karina Dewi Retno Kumala
NIM : D01211057
Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Islam / PAI
Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau karya orang lain yang saya akui sebagai pikiran atau tulisan saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Surabaya, 20 Februari 2015. Yang membuat pernyataan
(6)
(7)
viii ABSTRAK
Karina Dewi Retno Kumala 2015: PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KELAS VIII SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI
Kata Kunci: Peran Guru, Prestasi Belajar, Pendidikan Inklusif
Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus di SMP Inklusif Galuh Handayani, maka peran guru khususnya di sini adalah guru PAI, karena peserta didik berkebutuhan khusus sangat memperlukan peran tersebut untuk lebih dalam mengenal agama Islam baik dalam kehidupan maupun dalam pelajaran PAI.
SMP Inklusif Galuh Handayani merupakan sekolah yang menyediakan pendidikan inklusif, dimana anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya. Yang terjadi adalah prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus tidak sebanding dengan peserta didik normal lainnya, hal ini yang menjadi tujuan agar para peserta didik berkebutuhan khusus yang beragama Islam mampu dalam pelajaran PAI dan pengetahuan mereka tentang pelajaran PAI dapat imbang dengan peserta didik normal pada umumnya.
Adapun yang menjadi fokus dari studi ini adalah mencari sedetail-detailnya tentang peran guru agama Islam dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus dengan rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana peran guru agama Islam terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?; (2) Bagaimana prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?; (3) Bagaimana peran guru Agama Islam dalam meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif, penelitian ini termasuk dalam metode deskriptif dengan pendekatan survey. Dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, factual dan akurat tentang fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung) dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan yang berjalan saat penelitian dilakukan. Setelah dilakukan analisis, diperoleh simpulan bahwa peran guru agama Islam dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus sangat diperlukan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dalam pembahasan skripsi ini, tentu masih belum sempurna. Maka dari itu, diharapkan kepada para peneliti yang akan datang untuk mengadakan penelitian sejenis dengan skripsi ini dengan pembahasan yang lebih fokus dan sempurna.
(8)
xi DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 9
C.Tujuan Penelitian ... 10
D.Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Operasional ... 11
F. Sistematika Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Tentang Guru ... 15
(9)
xii
2. Peran Guru ... 18
3. Kompetensi Guru dalam Proses Pembelajaran ... 29
B.Tinjauan Tentang Anak Berkebutuhan Khusus... 33
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus... 33
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ... 35
C.Tinjauan Tentang Prestasi Belajar Peserta Didik ... 40
1. Pengertian Prestasi Belajar Peserta Didik ... 40
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Peserta Didik ... 43
3. Prinsip-Prinsip Prestasi Belajar Peserta Didik ... 44
4. Indikator Prestasi Belajar Peserta Didik ... 47
5. Batas Minimal Prestasi Belajar Peserta Didik ... 50
D.Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusif... 53
1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 53
2. Tujuan Pendidikan Inklusif ... 55
3. Kurikulum Pendidikan Inklusif ... 57
4. Materi Ajar ... 59
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 60
B.Informan ... 61
(10)
xiii
1. Data Primer ... 62
2. Data Sekunder ... 62
D.Teknik Pengumpulan Data ... 63
1. Metode Observasi... 63
2. Metode Wawancara ... 64
3. Metode Dokumentasi ... 65
E.Teknik Analisis Data ... 65
1. Reduksi Data ... 66
2. Penyajian Data ... 66
3. Verifikasi ... 66
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
1. Letak Geografis SMP Inklusif Galuh Handayani ... 68
2. Sejarah Berdirinya SMP Inklusif Galuh Handayani ... 69
3. Profil SMP Inklusif Galuh Handayani ... 70
4. Visi dan Misi SMP Inklusif Galuh Handayani ... 71
5. Tujuan SMP Inklusif Galuh Handayani ... 71
6. Keadaan Guru dan Karyawan SMP Inklusif Galuh Handayani………...…… 72
7. Data Pendidik dan Mata Pelajaran yang Diajarkan... 73
(11)
xiv
B.Penyajian Data ... 77
1. Peran guru agama Islam terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani ... 77 2. Prestasi Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di
Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani ... 95 3. Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani………...99 C.Analisis Data ... .102
1. Peran guru agama Islam terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani ... 102 2. Prestasi Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Kelas
VIII SMP Inklusif Galuh Handayani ... 119 3. Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani ... 120
(12)
xv BAB V PENUTUP
A.Simpulan ... 127
B.Saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PERNYATAAN KEABSAHAN
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.1 Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalam terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan, karena itulah bahwa pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia dalam melestarikan hidupnya. Pendidikan adalah suatu proses pembinaan tingkah laku manusia yang mana anak harus bisa belajar berpikir, berperasaan, dan bertindak lebih sempurna dan baik daripada yang sebelumnya.
Dalam mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus diarahkan kepada keseluruhan aspek pribadi dan meliputi aspek jasmani, mental kerohanian maupun aspek moral. Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2 Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak adapun maksudnya, Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
1
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.1 2
Ibid., h..3
(14)
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.3
Adapun menurut Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya sendiri, Masyarakat, Bangsa dan Negara.4
Menurut UUSPN No.2/1989 pasal 39 ayat (2) yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat : a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan Agama, dan c. Pendidikan Kewarganegaraan.5
Bahwasannya Pendidikan Agama Islam merupakan usaha untuk memperkuat Iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan Agama Islam yang dijelaskan dalam UUSPN NO. 2/1989 pasal 39 ayat 2 tersebut bahwa Pendidikan Agama Islam membuat kurikulum bahwasannya setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat diantaranya pada pendidikan
3
Ibid., h.4 4
Lampiran Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan, h. 304-305 5
Lampiran Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Dasar-Dasar Ilmu
(15)
agama, bahwa dalam Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah usaha untuk mencetak peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya, mereka dituntut untuk saling menghormati agama lain dalam kerukunan beragama, peserta didik juga dituntut untuk tidak berhubungan dengan Allah saja, akan tetapi peserta didik dituntut saling berhubungan dengan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, supaya peserta didik mempunyai keseimbangan antara hubungan Allah dan hubungan dengan manusia.
Dalam kehidupan keluarga, orang tua adalah guru bagi anak-anaknya, dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja yakni lembaga persekolahan merupakan salah satu upaya yang paling efektif dalam melanjutkan risalah moral kepada generasi muda di mana guru merupakan aktor utamanya. Guru adalah seorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya dan bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi, anak didiknya agar bermanfaat di masa yang akan datang. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan sebagai orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya, fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya, memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab, membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan
(16)
orang lain secara wajar, dan mengembangkan kreativitas.6 Untuk menjadi guru yang profesional maka harus mempunyai kriteria antara lain adalah fisik yang sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan atau cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik, mental dan kepribadian berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi, bersifat terbuka, peka dan inovatif, menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.7
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu:
1. Kompetensi pedagogik 2. Kompetensi kepribadian 3. Kompetensi profesional 4. Kompetensi sosial8
Untuk memenuhi kebutuhan di atas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
6
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: PT Rosdakarya, 2005), h. 36 7
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), cet. VI, h. 37 8
(17)
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon and weistein (1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru, yakni sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.9 Dalam lembaga persekolahan, tugas utama seorang guru adalah mendidik dan mengajar, supaya tugas utama tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka ia perlu memiliki kualifikasi tertentu, yaitu profesionalisme, memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, kredibilitas moral, dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan jiwa, dan memiliki keterampilan teknis mengajar serta mampu membangkitkan etos dan motivasi anak didik dalam belajar dan meraih kesuksesan.
Banyak kita lihat di sekitar kita bermacam-macam sifat dan perilaku peserta didik yang dapat membedakan cara mereka dalam menerima suatu pelajaran dengan baik, salah satunya ialah anak yang berkebutuhan khusus. Menurut (Sunanto, 2009) dalam buku Pendidikan Inklusif konsep dan aplikasi adalah:
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang
lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda.” 10
9
Ibid., h. 37 10
(18)
Dalam Wikipedia anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lain pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Penyandang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus.11
Istilah Anak Berkebutuhan Khusus tersebut bukan berarti menggantikan istilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa tetapi menggunakan sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang memiliki kebutuhan yang beragam. Pendapat james, Lynch Dala Astati (2003) pada buku Hargio Santoso:
Bahwa anak-anak yang termasuk kategori berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa (anak berkurangan dan atau anak berkemampuan luar biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak yang drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim piatu dan
anak jalanan.” 12
Yang termasuk kategori anak berkebutuhan khusus adalah salah satunya yaitu tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang memiliki gangguan mental-intelektual. Anak tunagrahita cenderung memiliki intelegensi dibawah rata-rata normal. Disertai dengan ketidakmampuan dalam perilaku adaptif yang muncul dalam masa perkembangannya. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang memikul
11
http://id. Wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus 12
(19)
tanggung jawab sosial menurut ukuran normal sosial tertentu. Sifatnya kondisional sesuai dengan tahapan perkembangannya.13
Di Indonesia terdapat macam-macam Pendidikan, salah satunya adalah Pendidikan Inklusif. Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.14 Sekolah merupakan tempat pendidikan yang menyediakan dan memberi kesempatan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus menempuh pembelajaran secara langsung bersama anak-anak normal lainnya. Di dalam proses pembelajaran inilah tentu dalam penerimaan dan penyerapan ilmu sangatlah berbeda hal ini yang membuat menarik peneliti untuk mencermati peran seorang guru, khususnya guru Agama Islam dalam memberikan Pelajaran Agama Islam padahal pembelajaran agama itu tidaklah mudah. Karena secara faktual, anak-anak berkebutuhan khusus ini didalam menerima Pembelajaran Agama Islam mereka dapat menerimanya dengan baik, sedangkan kita lihat banyak anak-anak yang normal belum bisa menerima Pelajaran Agama Islam itu secara baik. Dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik ini sangatlah penting suatu peran guru Agama Islam dalam proses pembelajaran ini dan anak-anak yang berkebutuhan khusus inilah bisa dan mampu bersaing bahkan berprestasi dalam bidang Ilmu Agama Islam meskipun mereka dikategorikan anak berkebutuhan khusus.
13
Ibid., h. 14 14
Mohammad Takdir Ilahi., Pendidikan Inklusif konsep dan aplikasi, (Jogjakarta :PT ARuzz
(20)
Ada beberapa alasan pokok yang menjadi dasar pertimbangan untuk memilih dan mengangkat permasalahan di sekolah ini yaitu:
Dapat kita ketahui bahwa banyak di kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus dikucilkan oleh teman sebayanya. Hal ini maka seorang peserta didik tentunya tidaklah mudah dalam menerima pelajaran khususnya Pendidikan Agama Islam untuk menunjang prestasi belajar di kelas misalnya, dalam menerima pelajaran Al-Qur’an membaca dan menghafal huruf hijaiyah mereka akan kesulitan dalam menerima pelajaran Al-Qur’an tersebut. Berangkat dari fenomena yang terjadi di atas maka bagaimana peran seorang guru Agama Islam dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus.
Guru mempunyai peranan yang penting dalam proses pembelajaran, keberhasilan anak hampir seluruhnya ditentukan oleh guru. Dalam hal ini merupakan tanggung jawabnya, guru harus dapat membawa anak didiknya ke taraf kematangan tertentu, terutama pendidikan yang akan membentuk pribadi anak, yang dalam hal ini adalah pendidikan agama Islam. Mengingat tanggung jawab guru yang demikian maka dalam mengemban tugasnya harus disertai dengan dedikasi yang tinggi dan diwarnai dengan keprofesionalan yang penuh kewibawaan.
Dengan dasar inilah peran guru terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar terutama dalam pendidikan Agama Islam, guru sangatlah penting untuk membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara dan bangsa. Maka, peran guru agama Islam sangatlah diperlukan terutama
(21)
untuk anak berkebutuhan khusus kategori tunagrahita dalam meningkatkan prestasi belajar di dalam pelajaran pendidikan agama Islam agar peserta didik yang tunagrahita mampu bersaing dengan anak normal lain nya dalam menerima mata pelajaran agama Islam dengan baik juga.
Maka peneliti tertarik meneliti permasalahan ini dan mengangkatnya menjadi skripsi dengan judul Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Peserta didik Berkebutuhan Khusus Di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh
Handayani.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan beberapa pokok masalah antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru agama Islam terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?
2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?
3. Bagaimana peran guru Agama Islam dalam meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani?
(22)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat di rumuskan beberapa pokok tujuan penelitian, antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran Guru Agama Islam terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani.
2. Untuk mengetahui Prestasi Belajar Peserta didik anak berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Galuh Handayani.
3. Untuk mengetahui peran guru Agama Islam dalam meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Galuh Handayani.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan Khusus di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani, hal ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat dan kegunaan baik bagi pribadi peneliti maupun para praktisi pendidikan. Adapun kegunaan penelitian dalam pembahasan ini adalah:
1. Dapat dijadikan khazanah keilmuan dan telaah terhadap permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan Khusus di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani.
(23)
2. Memberikan kesempatan pada peneliti sekaligus peneliti untuk mengaplikasikan teori-teori pengetahuan yang telah dipelajari sejak awal studi dan untuk melatih diri dalam membuat karya ilmiah.
3. Sebagai bahan bacaan referensi bagi peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan Khusus di Pendidikan Inklusif.
E. Definisi Operasional
Judul penelitian yang peneliti angkat berjudul “Peran Guru Agama Islam Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik Berkebutuhan Khusus Di Kelas VIII
SMP Inklusif Galuh Handayani.” Untuk menjaga agar tidak terjadi salah pengertian
didalam memahami judul skripsi ini maka kiranya peneliti memberi penjelasan dan pengertian beberapa istilah pokok yang terdapat dalam judul tersebut, yakni:
1. Peran, apa yang dilakukan dan diucapkan seseorang dalam posisi tertentu.15 2. Guru Agama Islam yaitu, siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik. Didalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik.16
3. Prestasi Belajar, yaitu merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansi yang
15
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1993) 16
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung, PT: Remaja Rosdakarya, cet.II ,2013), 119
(24)
optimal.17 Fokus disini adalah prestasi belajar pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan di ambil dari prestasi belajar peserta didik nilai hasil raportnya.
4. Anak Berkebutuhan Khusus, yaitu mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.18
5. Pendidikan Inklusif, yaitu proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas regular, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya.19 Berdasarkan definisi dari beberapa istilah di atas, maka yang dimaksud dengan
judul “Peran Guru Agama Islam Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik
Berkebutuhan Khusus Di Kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani” adalah apa yang dilakukan dan diucapkan oleh seorang pendidik yang bertanggung jawab kepada peserta didik untuk menaikkan atau meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam bagi peserta didik yang optimal bagi yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen. Sehingga membutuhkan pelayanan yang intens di tempat pendidikan, dimana memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas regular, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya. Alasan memilih kelas VIII karena sudah cukup memahami dan
17
Usman Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 36 18
Ibid., 138 19
Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:
(25)
menerima pelajaran Pendidikan Agama Islam, untuk kelas VII masih awal pembelajaran dan tidak memungkinkan untuk peneliti mendapatkan transkrip nilai raport, dan jika kelas IX mereka sudah memasuki persiapan UAN yang tidak memungkinkan juga di perbolehkan, alasan itulah yang menjadi dasar mengapa peneliti mengambil di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam isi pembahasan skripsi ini, maka secara global dapat dilihat pada sistematika penelitian dibawah ini, sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, alasan memilih judul, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab dua merupakan kajian teori tinjauan tentang peran guru, pengertian guru, peran guru, kompetensi guru dalam proses pembelajaran, profesionalisme guru, tinjauan anak berkebutuhan khusus, pengertian anak berkebutuhan khusus, klasifikasi anak berkebutuhan khusus, faktor-faktor yang mempengaruhi anak berkebutuhan khusus, pengertian tunagrahita, penggolongan tunagrahita, karakteristik tunagrahita, faktor-faktor yang menyebabkan tunagrahita, tinjauan tentang prestasi belajar peserta didik, definisi prestasi belajar peserta didik, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, prinsip-prinsip prestasi belajar peserta didik, indikator prestasi belajar peserta didik, batas minimal prestasi belajar peserta didik, tinjauan
(26)
tentang pendidikan inklusif, pengertian pendidikan inklusif, tujuan pendidikan inklusif, kurikulum dan bahan ajar.
Bab tiga merupakan pembahasan tentang metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, sumber dan jenis data, tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data.
Bab empat merupakan pembahasan tentang analisis data yang diambil dari realita-realita objek berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Inklusif Galuh Handayani. dari sini peneliti mengklasifikasi data-data dalam rangka mengambil kesimpulan.
Bab lima adalah merupakan bab terakhir yang membahas tentang simpulan dari semua isi atau hasil penelitian skripsi ini baik secara teoritis maupun secara empiris. setelah itu peneliti mengajukan saran-saran sesuai dengan hasil kesimpulan sebagai tindak lanjutnya.
(27)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Peran Guru
1. Pengertian Guru
Guru adalah guru profesional, karenanya secara implisit dia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.20 Guru adalah suri tauladan, tempat bertanya, dan guru merupakan motor penggerak kearah kemajuan didalam lingkungannya.21
Dalam konteks pendidikan Islam secara Etimologi guru disebut dengan murabbi, muallim, dan muaddib.22 Kata Murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata muallim isim fail dari allama, yuallimu sebagaimana di dalam Al- Qur’an surat Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi:
Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar.23
Secara terminologi, para pakar menyebutkan makna pengertian tentang guru secara berbeda-beda, antara lain:
20
Zakiyah Daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 39 21
Yusak Burhanudin, Administrasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia,1998), h. 136 22
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h. 56 23
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Bandung: Diponegoro, 2012), h. 6
(28)
a. Moh. Fadhil al-Djamil menyebutkan, bahwa guru adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.24 Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.25
b. Marimba mengartikan guru sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai guru, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c. Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa guru adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
24
Ibid., h. 58 25
(29)
d. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa guru adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik. e. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa guru dalam Islam sama dengan teori di
Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5 dan 6 yang berbunyi:26
“Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Guru adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.”
Jadi, di dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 istilah untuk tenaga kependidikan dan guru dibedakan, namun dalam proses
transfer of knowladge nya sama, hanya saja dalam ruang lingkup dan suasana kelas yang berbeda.
Guru adalah suri tauladan yang mengajarkan kepada peserta didik apa yang belum di ketahui oleh mereka dan seorang yang memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua untuk memberikan ilmu pengetahuan, mempengaruhi peserta didik untuk mencapai suatu kedewasaan, bertingkah laku yang baik dalam kehidupan. Dari seorang guru
26
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(30)
yang telah mengarahkan peserta didik kepada kehidupan yang baik maka Allah SWT telah berjanji dalam firman-Nya yang telah di sebutkan di atas akan meninggikan derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dia hingga beberapa derajat di mata Allah SWT.
2. Peran Guru
Menurut Tampubolon (2001) menyatakan peran guru bersifat multifungsional, yang mana guru menduduki peran sebagai:
a. Orangtua
b. Pendidik atau pengajar c. Pemimpin atau manajer d. Produsen atau pelayan e. Pembimbing atau fasilitator f. Motivator atau stimulator g. Peneliti atau narasumber
Peran tersebut dapat bergradasi menurun, naik, atau tetap sesuai dengan jenjang tuntutannya.27
Menurut kajian Pullias dan Young, serta Yelon dan Weinstein, dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru antara lain28:
a. Peran guru sebagai pendidik
27
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, ( Ar-Ruzz Media, 2013), h. 27 28
(31)
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab,wibawa, mandiri dan disiplin guru guru harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam pribadinya. Sedangkan disiplin guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran professional, karena mereka bertugas mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran.29
b. Peran guru sebagai pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah. Ada beberapa hal yang harus dilakukan
29
(32)
oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu: Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan. Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar. c. Peran guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:30
1) Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
2) Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
30
(33)
belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
3) Guru harus memaknai kegiatan belajar. 4) Guru harus melaksanakan penilaian.
d. Peran guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2013 yang peserta didik lebih aktif dibanding gurunya, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
e. Peran guru sebagai penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang
(34)
kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.31
f. Peran guru sebagai pembaharu (innovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.32 g. Peran guru sebagai model dan teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta
31
Ibid., h.44 32
(35)
didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
h. Peran guru sebagai pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa
digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang
disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik. Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui
(36)
kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.33
i. Peran guru sebagai peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.34
j. Peran guru sebagai pendorong kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang
33
Ibid., h. 48 34
(37)
atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.35
k. Peran guru sebagai pembangkit pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.36
l. Peran guru sebagai pekerja rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika
35
Ibid., h. 52 36
(38)
kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya.37
m. Peran guru sebagai pemindah kemah
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.
n. Peran guru sebagai pembawa cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia. Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana
37
(39)
memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.38
o. Peran guru sebagai aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
p. Peran guru sebagai emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan
insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui
bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan
peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan
dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan
38
(40)
peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.39
q. Peran guru sebagai evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Penilaian harus adil dan objektif.40
r. Peran guru sebagai pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan. Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
39
Ibid., h.60 40
(41)
s. Peran guru sebagai kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.41
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
3. Kompetensi Guru dalam Proses Pembelajaran
Kompetensi berarti kemampuan seorang guru mengaplikasikan dan memanfaatkan situasi pembelajaran dengan menggunakan prinsip-prinsip
41
(42)
dan teknik penyajian bahan pelajaran yang telah disiapkan secara matang, sehingga dapat diserap peserta didiknya dengan mudah.42
Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, ayat 10, disebutkan :
“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Untuk meningkatkan kualitas guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap kompetensi guru. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka melakukannya untuk mengetahui kemampuan dan standar kualitas kompetensi guru.
Salah satu model pendidikan guru yang mungkin bisa mencapai standar adalah model Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK) setuju memakai kata permformance (perbuatan atau perilaku) daripada competence, karena dipandangnya lebih luas.43
Stanly Elam (1971) merumuskan beberapa unsur yang esensial dalam pendiidikan guru berdasarkan kompetensi. Unsur- unsur itu berkenaan dengan program pendidikan, pelaksanaan program serta hal-hal yang bersifat umum.
42
M. Arifin, Aminuddin Rasyad, Dasar-Dasar Pendidikan (Universitas Terbuka, 1997), h. 336
43
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung : PT.
(43)
Berdasarkan dengan pelaksanaan program menurt Elam pendidikan guru berdasarkan kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pengajaran bersifat individual dan personal. Dalam pendidikan guru berdasarkan kompetensi waktu bukan suatu yang konstan tetapi hanya sebagai variabel, karena tiap peserta didik punya latar belakang dan tujuan yang berbeda.
b. Pengalaman belajar peserta didik dituntun oleh umpan balik yang diterima dari teman, dari guru atau dari diri sendiri.
c. Program pengajaran tersusun dalam suatu sistem. Semua komponen pengajaran tersusun secara sistematis terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
d. Penekanan program pengajaran adalah pada keluaran (hasil) dan bukan pada masukan.
e. Pelaksanaan pengajaran bersifat moduler.
f. Peserta didik dinyatakan telah selesai dalam suatu program, apabila telah menguasai semua komponen yang dituntut.
Pendidikan yang didasarkan atas kompetensi mengajar dan pendidikan guru berdasarkan kompetensi mempunyai beberapa proposisi:
a. Guru adalah orang yang berpendidikan luas dengan latar belakang bidang pengajaran yang mendalam.
b. Perbuatan guru memanifestasikan penguasaan behavioral science yang luas.
(44)
c. Dalam keputusan ia ambil secara rasional.
d. Guru menguasai teknik-teknik komunikasi serta strategi mengajar dengan baik.
e. Dalam perbuatannya guru merefklesikan profesionalisme.44
Menurut Robert Housten dan Howard L. Jones ada lima belas kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
a. Mendiagnosis kebutuhan emosional, sosial, jasmaniyah, intelektual peserta didik.
b. Merumuskan tujuan-tujuan instruksional yang didasarkan atas kebutuhan peserta didik.
c. Membuat rencana pelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. d. Melaksanakan pengajaran sesuai dengan rencana tersebut.
e. Merencanakan dan melaksanakan penilaian untuk menilai hasil belajar peserta didik dan efektivitas pengajaran.
f. Menyesuaikan pengajaran dengan latar belakang budaya peserta didik. g. Memperlihatkan keterampilan mengajar dan model-model pengajaran
untuk mencapai tujuan tertentu bagi peserta didik tetentu.
h. Memperlihatkan pola-pola komunikasi yang efektif dalam kelas.
i. Menggunakan sumber-sumber yang sesuai untuk mencapai tujuan pengajaran.
j. Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.
44
(45)
k. Memonitor proses dan hasil belajar dan mengadakan perbaikan pengajaran.
l. Menggunakan keterampilan manajerial dan organisasi dalam mendorong perkembangan sosial, emosi, jasmani dan intelek peserta didik.
m. Sensitive terhadap kebutuhan dan perasaan sendiri dan juga terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
n. Bekerja efektif dalam kelompok professional.
o. Menganalisis efektifitas keprofesionalannya dan terus berusaha memperluas efektifitas tersebut.45
B. Tinjauan Tentang Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah dan konsep anak berkebutuhan khusus berkembang seiring dengan munculnya paradigma baru pendidikan inklusif, yang mewarnai perjalanan setiap anak Indonesia dalam menghadapi segala pelabelan negatif yang diarahkan kepada mereka. Menurut (Sunanto, 2009) dalam buku Muhammad Takdir Ilahi Pendidikan Inklusif adalah:
“Istilah anak berkebutuhan Khusus bukan berarti hendak
menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan
keberagaman yang berbeda.” 46
45
Ibid., h. 211 46
(46)
Istilah Anak Berkebutuhan Khusus tersebut bukan berarti menggantikan istilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa tetapi menggunakan sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang memiliki kebutuhan yang beragam. Pendapat James, Lynch dala Astati (2003) pada buku Hargio Santoso:
“Bahwa anak-anak yang termasuk kategori berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa (anak berkurangan dan atau anak berkemampuan luar biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak yang drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim
piatu dan anak jalanan.” 47
Tidak heran bila anak berkebutuhan khusus memiliki makna dan spectrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep pendidikan luar biasa.48 Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.49
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan
47
Ibid., h. 1 48
Ibid., h. 138 49
(47)
pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang. Disebut berkebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya.
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen). Sesungguhnya dalam pendidikan inklusif setiap anak dipandang memiliki karakter dan kebutuhan khusus yang berbeda, baik yang permanen atau temporer. Kebutuhan permanen adalah kebutuhan yang menetap dan tidak mungkin hilang, sedangkan kebutuhan temporer adalah kebutuhan yang sifatnya sementara. Intinya, anak berkebutuhan khusus menyangkut semua aspek keberbedaan yang dianggap tidak lazim dalam kacamata orang normal.50
Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara (temporer) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, semisal anak yang mengalami gangguan emosi karena frustasi akibat mengalami pemerkosaan sehingga memungkinkan
50
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, (Jakarta: Ar-Ruzz Media), 2013, h. 139
(48)
anak tidak dapat belajar dengan tenang. Hambatan belajar dan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus ini masih bisa dilakukan penyembuhan asalkan orang tua dan orang-orang yang terdekatnya mampu memberikan terapi penyembuhan yang bisa mengembalikan kondisi kejiwaan menjadi normal kembali.
Namun Edi Purwanta, M.Pd. mengatakan dalam pendidikan, kita mengelompokkan anak berdasarkan ciri-ciri yang sama untuk tujuan pendidikan. Samuel A. Kirk dan J.J Gallagher (1986) mengelompokkan anak berkebutuhan Khusus dalam kelompok-kelompok khusus sebagai berikut:51 a. Perbedaan intelektual, lemah mental termasuk anak-anak yang
berintelektual superior dan anak-anak yang lamban belajar.
b. Perbedaan dalam indra, termasuk anak-anak dengan gangguan kerusakan dalam pendengaran atau penglihatan.
c. Perbedaan komunikasi, termasuk anak-anak yang tiada mampu belajar atau mempunyai gangguan berbicara atau gangguan cacat biasa.
d. Perbedaan perilaku, termasuk anak-anak yang emosinya terganggu atau secara sosial tak dapat menyesuaikan dirinya.
e. Perbedaan fisik, termasuk anak-anak dengan kombinasi cacat (buta-tuli, terbelakang mental-tuli, dan sebagainya).
51
Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 104
(49)
Menurut Reynols dan Birch (1988) mengatakan bahwa Departemen Pendidikan Amerika mengklasifikasikan anak luar biasa sebagai sebutan anak berkebutuhan Khusus dalam sistem label menjadi 10 kelompok, yaitu:52
a. Kesulitan belajar spesifik b. Gangguan wicara
c. Retardasi mental d. Gangguan emosi e. Gangguan pendengaran f. Cacat ganda
g. Cacat tubuh
h. Gangguan kesehatan i. Gangguan penglihatan j. Tuli dan buta
Menurut Sunardi ( 1996) membuat perbadingan klasifikasi anak luar biasa dari tiga sumber yaitu, Departemen Pendidikan Amerika, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Sosial. Klasifikasi tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut:53
52
Ibid., 104 53
(50)
Amerika Serikat Kemendikbud Kementerian Sosial Berkesulitan belajar Retardasi mental Gangguan emosi Gangguan wicara Gangguan pendengaran Gangguan penglihatan Cacat tubuh Cacat tubuh Cacat ganda Buta dan tuli
Gangguan kesehatan - Tunagrahita Tunalaras Tunarungu-wicara Tunarungu-wicara Tunanetra Tunadaksa Tunadaksa Tunaganda Tunaganda - - Cacat mental Cacat mental Cacat rungu-wicara Cacat rungu-wicara Cacat netra Cacat tubuh
Cacat eks penyakit kronis -
- - Sumber : ( Modifikasi Perilaku, 2012)
Dari perbandingan tersebut, masih ada satu kelompok anak berkebutuhan khusus yang belum termuat, yaitu anak berbakat.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus untuk tujuan pendidikan menurut Peraturan pemerintah No. 79 tahun 1991 adalah sebagai berikut: a. Kelainan fisik :
1. Tunanetra
2. Tunarungu-wicara 3. Tunadaksa
b. Kelainan mental : 4. Tunagrahita ringan 5. Tunagrahita sedang
(51)
c. Gangguan emosi : d. Tunalaras
e. Kelainan ganda : 6. Tunaganda
Dari berbagai klasifikasi tersebut diatas anak berkebutuhan khusus dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pendidikan dan penanganan sebagai berikut:54
a. Anak tunanetra, meliputi anak yang mengalami gangguan penglihatan yang bergerak dari kurang penglihatan (low vision) sampai dengan buta total.
b. Anak tunarungu-wicara, meliputi anak yang mengalami tuna wicara, tuna rungu ringan sampai anak yang mengalami tuli total. c. Anak tunadaksa, meliputi anak yang mengalami cacat tubuh,
gangguan gerak balik tangan, kaki, tulang belakang, maupun fungsi gerak yang lain beserta anak cerebral palcy.
d. Anak tunagrahita, meliputi anak tuna grahita ringan (debil), tuna grahita sedang (embisil), dan anak autism.
e. Anak tunalaras, meliputi anak yang mengalami gangguan perilaku dan penyesuaian sosial.
f. Anak berbakat
g. Anak berkesulitan belajar spesifik
54
(52)
h. Tunaganda.
C. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar Peserta didik
1. Pengertian Prestasi Belajar Peserta didik
Untuk memudahkan pemahaman tentang prestasi belajar, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai pengertian prestasi dan belajar.
Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.55Menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun kelompok. Sedangkan menurut Mas’ud hasan Abdul dahar
dalam Djamarah bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.56
Pengertian prestasi adalah “apa yang di hasilkan atau diciptakan”.
Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak pernah melakukan suatu kegiatan. Pencapaian prestasi tidaklah mudah, akan tetapi kita harus menghadapi berbagai rintangan dan hambatan hanya dengan keuletan dan optimis dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya.
Sejalan dengan itu beberapa ahli berpendapat tentang prestasi antara lain:
55
Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Surabaya: Amelia, 2003), h. 330
56
(53)
1) Menurut Adi kusuma S., prestasi ialah apa yang di ciptakan, hasil yang menggembirakan.
2) WJS Poerwadarminta, mengartikan prestasi dengan “hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”
3) Nasrun Hararap dkk, prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai- nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Dari ketiga pengertian tersebut, terlihat ada satu kesamaan bahwa prestasi adalah merupakan hasil dari suatu kegiatan. Untuk itu dapat disimpulkan, bahwa prestasi adalah hasil yang menggembirakan dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, baik secara perorangan maupun kelompok dalam bidang tertentu.
Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha, berlatih untuk mendapatkan pengetahuan.57 Menurut Witherington “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanisfestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan”.58
Menurut Crow and Crow dan Hilgard
“belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap
baru”. Sedangkan menurut Hilgard “ belajar adalah suatu proses di mana
57
Ibid., 85 58
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, ( Bandung: PT.
(54)
suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu
situasi’.59
Menurut Skiner yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya educational psychology: the teaching-learning process, berpendapat bahwa:
Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasannya, bahwa belajar adalah … a process of progressive behavior adaption. Berdasarkan eksprimennya, B.F Skiner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).60
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan keseluruhan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Pengertian ini dapat dipandang sebagai pengertian belajar secara luas.61
Dari pengertian “Prestasi” dan “belajar” dapat diambil suatu
pengertian, bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dalam pengertian yang lebih praktis, prestasi belajar dapat diartikan dengan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan oleh seorang peserta didik yang dikembangkan
59
Ibid., 156 60
Ibid., 88 61
(55)
melalui mata pelajaran dan indikatornya ditunjukkan dengan nilai hasil tes yang telah diberikan oleh guru.
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Peserta didik
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Yang tergolong faktor internal adalah62 :
a. Faktor jasmaniyah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya
b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas:
1) Faktor intelektif yang meliputi:
a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. 2) Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
62
(56)
c. Faktor kematangan fisik maupun psikis Yang tergolong faktor eksternal, ialah : 1) Faktor sosial yang terdiri atas:
a) Lingkungan keluarga b) Lingkungan masyarakat. c) Lingkungan sekolah d) Lingkungan kelompok
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
3. Prinsip-Prinsip Prestasi Belajar Peserta didik
Gronlund (1977) dalam bukunya mengenai penyusunan prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam prestasi sebagai berikut63:
a. Prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara
jelas dengan tujuan instruksional.
63
Saifuddin Azwar, Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996) cet. Ke 1, jilid 2. H. 18
(57)
Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan prestasi belajar yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah digariskan pada suatu program.
b. Prestasi harus mengukur suatu sampel yang representative dari
hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program
instruksional atau pengajaran.
Sampel hasil belajar dalam hal ini adalah perwujudan soal tes dalam bentuk aitem-aitem yang mewakili kesemua pertanyaan yang secara teoritik mungkin ditulis
c. Prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para
anak didik.
Prestasi secara akurat dapat mencerminkan pentingnya pencapaian tujuan instrusional dan bila tes prestasi dapat mengukur sampel hasil belajar dengan layak maka prestasi bagi peningkatan belajar akan dapat diharapkan secara maksimal.
Bahwasanya tujuan utama prestasi belajar adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para peserta didik. Bila para peserta didik telah dapat memandang prestasi sebagai sarana yang menolong mereka, maka fungsi prestasi sebagai motivator dan pengaruh dalam belajar telah tercapai.
(58)
Di bawah ini ada juga jenis-jenis prestasi belajar peserta didik antara lain adalah :
1) Ranah Cipta (Kognitif)64
a) Pengamatan b) Ingatan c) Pemahaman d) Penerapan
e) Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti) f) Sintesis ( membuat paduan baru dan utuh)
2) Ranah Rasa (afektif)
a) Penerimaan b) Sambutan
c) Apresiasi (sikap menghargai) d) Internalisasi pendalaman e) Karakterisasi (penghayatan)
3) Ranah Karsa ( psikomotorik )
a) Keterampilan bergerak dan bertindak b) Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal.
64
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) cet I, h.
(59)
4. Indikator Prestasi Belajar Peserta didik
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagi akibat pengalaman dan proses belajar peserta didik. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa peserta didik, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar peserta didik, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar peserta didik sebagaimana yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Selanjutnya agar pemahaman lebih mendalam mengenai kunci pokok dan untuk memudahkan dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliable dan valid, dibawah ini disajikan sebuah table panjang. Table ini berasal dari berbagai sumber rujukan (surya, 1982; Barlow, 1985; Petty, 2004) dengan penyesuaian seperlunya.
(60)
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
A. Ranah Cipta
(Kognitif) 1. Pengamatan 2. Ingatan 3. Pemahaman 4. Penerapan 5. Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)
1. Dapat menunjukkan 2. Dapat membandingkan 3. Dapat menghubungkan
1. Dapat menyebutkan
2. Dapat menunjukkan kembali
1. Dapat menjelaskan
2. Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri
1. Dapat memberikan contoh 2. Dapat menggunakan secara
tepat
1. Dapat menguraikan
2. Dapat mengklasifikasikan/ memilah-milah
1. Tes Lisan 2. Tes Tertulis 3. Observasi
1.Tes Lisan 2. Tes Tertulis 3. Observasi
1. Tes Lisan 2. Tes Tertulis
1. Tes Tertulis 2. Pemberian
tugas 3. Observasi
1. Tes tertulis 2. Pemberian
(61)
6. Sintesis (membuat paduan baru dan utuh)
1. Dapat menghubungkan 2. Dapat menyimpulkan
3. Dapat menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
1. Tes tertulis 2. Pemberian
tugas
B. Ranah Rasa
(Afektif) 1. Penerimaan 2. Sambutan 3. Apresiasi (sikap menghargai) 4. Internalisasi (pendalaman)
1. Menunjukkan sikap menerima
2. Menunjukkan sikap menolak
1. Kesediaan
berpartisipasi/terlibat 2. Kesediaan memanfaatkan
1. Menganggap penting dan bermanfaat
2. Menganggap idah dan
harmonis 3. Mengagumi
1. Mengakui dan menyakini 2. Mengingkari
1. Tes tertulis 2. Tes skala sikap 3. Observasi
1. Tes skala sikap 2. Pemberian
tugas 3. Observasi
1. Tes skala penilaian/sikap 2. Pemberian
tugas 3. Observasi
1. Tes skala sikap 2. Pemberian
tugas ekspresif (yang
(62)
5. Karakterisasi (Pengahayatan)
1. Melembagakan atau meniadakan
2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
menyatakan sikap) dan proyektif (yang menyatakan perkiraan/ramal an) 3. Observasi 1. Pemberian tugas ekspresif dan proyektif 2. Observasi
C. Ranah Krasa
(Psikomotor) 1. Keterampilan bergerak dan bertindak 2. Kecakapan ekspresi verbal dannonverbal
1. Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya
1. Mengucapkan
2. Membuat mimic dan
gerakan jasmani
1. Observasi 2. Tes 3. Tindakan
1. Tes lisan 2. Observasi 3. Tes tindakan Sumber : ( Psikologi Perkembangan, 1995)
5. Batas Minimal Prestasi Belajar Peserta didik65
Setelah mengetahui indikator prestasi belajar di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar
65
(63)
para peserta didiknya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi peserta didik yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa peserta didik.
Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah satu ranah. Contoh, seorang peserta didik yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam, belum tentu rajin beribadah salat. Sebaliknya, peserta didik lain yang hanya mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jadi, nilai hasil evaluasi sumatif atau ulangan “X” dalam rapot,
misalnya mungkin secara afektif dan psikomotor menjadi “X-“ atau “X+”.
Inilah tantangan berat yang harus dihadapi oleh para guru sepanjang masa. Untuk menjawab tantangan ini guru seyogianya tidak hanyaa terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat penilaian afektif dan psikomotor peserta didik.
Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar peserta didik selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti
(64)
proses mengajar belajar. Di antara norma-norma pengukuran tersebut adalah:66
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10 b. Norma skala angka dari 10 sampai 100.
Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Alhasil pada prinsipnya jika seorang peserta didik dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrument evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing garde yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaran-pelajaran inti meliputi, antara lain: bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa mengurangi pentingnya bidang-bidang studi lainnya) merupakan “kunci
pintu” pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan passing grade
seperti ini sudah berlaku umum di Negara-negara maju dan meningkatkan kemajuan belajar peserta didik dalam bidang-bidang studi lainnya.
Selanjutnya, selain norma-norma tersebut di atas, ada pula norma lain yangh di Negara kita baru berlaku di perguruuan tinggi, yaitu norma prestasi belajar dengan menggunkan simbol huruf-huruf A, B, C, D, dan E. simbol
66
(65)
huruf-huruf ini dapat dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka sebagaimana pada tabel berikut.
Perbandingan Nilai Angka dan Huruf
Simbol - Simbol Nilai Angka dan Huruf
Predikat
Angka Huruf
8 - 10 = 80 – 100 = 3,1 – 4 7 – 7,9 = 70 – 79 = 2,1 – 3 6 – 6,9 = 60 – 69 = 1,1 – 2 5 – 5,9 = 50 – 59 = 1 0 – 49 = 0 – 49 = 0
A B C D E
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Gagal Sumber : (Psikologi Perkembangan, 1995)
D. Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusif
1. Pengertian pendidikan Inklusif
Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam program sekolah regular adalah inklusif.67 Pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang merangkul semua anak tanpa kecuali. Inklusif berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak-anak yang diberi label sebagai yang memiliki suatu perbedaan. Inklusif dapat di pandang sebagai
67
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua. Terj. Baihaqi, (Bandung: Penerbit Nuansa), h. 45
(66)
suatu proses untuk menjawab dan merespon keragaman di antara semua individu melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi ekslusi baik dalam maupun dari kegiatan pendidikan.68
Pearpoint and Forest (1992) dalam Mudjito, (2005) menjelaskan nilai penting yang melandasi suatu sekolah inklusif adalah penerimaan, pemilikan, dan asumsi lain yang mendasari sekolah inklusif adalah, bahwa mengajar yang baik adalah mengajar yang penuh gairah, yang mendorong agar setiap anak dapat belajar, memberikan lingkungan yang sesuai, dorongan dan aktivitas yang bermakna. Sekolah inklusif mendasarkan kurikulum dan aktivitas belajar harian pada sesuatu yang dikenal dengan mengajar dan belajar yang baik. Menurut Sapon-Shevin, pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.69
Akhirnya dapat dirumuskan bahwa Pendidikan Inklusif adalah proses pendidikan yang memungkinkan semua anak baik anak yang normal, maupun anak yang berkebutuhan khusus berkesempatan untuk berpartisipasi
68
Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:
Gosyen, 2012), h. 23 69
Geniofam, Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta:
(1)
128
untuk kebiasaan peserta didik berkebutuhan khusus sendirinya. Saat peran guru sebagai pembawa cerita, terlihat saat guru selalu membawa cerita-cerita inspiratif atau cerita-cerita yang berkaitan dengan mata pelajaran, yang dapat peserta didik ambil hikmah dari cerita tersebut bahkan dapat untuk menguatkan daya ingat materi melalui cerita. Yang terakhir, peran guru sebagai evaluator, peran ini terlihat semua aktivitas mengevaluasi dalam bentuk apapun dalam sebuah pembelajaran.
2. Prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani Surabaya dapat dikategorikan berada di predikat antara cukup hingga baik. Dengan skor nilai paling rendah 6,5 dan paling tertinggi 7, hal ini dapat disimpulkan cukup bagus untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang mendapat nilai tersebut.
3. Peran guru Agama Islam dalam meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik berkebutuhan khusus di kelas VIII SMP Inklusif Galuh Handayani Surabaya adalah peran guru sebagai pembimbing, pelatih, pensehat, dan pendorong kreatifitas. Guru melakukan kegiatan antara lain, pertama selalu membimbing terus menerus sampai bisa kepada peserta didik berkebutuhan khusus, kedua selalu melatih setiap gerak tubuh peserta didik saat melakukan praktek dan melatih anak-anak untuk seperti apa yang telah disampaikan dalam pembelajaran berlangsung, ketiga guru agama Islam memberikan nasehat disetiap perilaku peserta didik yang menyimpang dan memberi nasehat juga kepada seluruh peserta didik
(2)
129
lainnya. Keempat guru selalu melakukan aktifitas kreatif untuk mengembangkan bakat minat anak dan memotivasi peserta didik melalui kreatifitas seorang guru. Hal inilah yang secara nyata terlaksana dalam pembelajaran.
B. Saran
1. Agar lebih optimal untuk kelas di SMP Inklusif Galuh Handayani lebih baik lagi seharusnya semua aspek 19 peran guru yang terdapat dalam teori alangkah baiknya dapat diterapkan semua dalam pembelajaran. Kemudian perlunya mengikuti berbagai macam pelatihan-pelatihan yang menunjang kegiatan pembelajaran, mengikuti seminar pendidikan serta training-training untuk melatih skill yang dimiliki oleh seorang pendidik. 2. Terkait dengan prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus,
meningkatkan prestasi belajar dan pengembangan minat bakat peserta didik berkebutuhan khusus hendaknya terus dipertahankan dan lebih ditingkatkan sehingga SMP Inklusif Galuh Handayani unggul dengan SMP Inklusif lainnya, serta dapat mencetak generasi yang unggul dalam prestasi belajar PAI seperti peserta didik normal pada umumnya.
3. Untuk prestasi belajar peserta didik berkebutuhan khusus agar lebih optimal lagi, guru juga lebih mengoptimalkan peranan guru yang professional, seperti kreatif guru harus dibina dengan ikut berbagai kegiatan yang berkaitan program yang diselenggarakan maupun dengan pengembangan metode, media, maupun strategi dalam pembelajaran agar
(3)
130
mampu meningkatkan kualitas civitas akademika SMP Inklusif Galuh Handayani.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991. Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Akbar, Usman, 2003. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara Anwar, Desi, 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amelia
Arifin, M. Aminuddin Rasyad, 1997. Dasar-Dasar Pendidikan, Universitas Terbuka Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek Jakarta:
PT Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin, 1996. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar, Yogyakarta: Pustaka pelajar
Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press
Burhanudin, Yusak, 1998. Administrasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia Daradjat, Zakiyah dkk, 2011. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Departemen Agama, 2012. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro Geniofam, 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus,
Jogjakarta: Garailmu
Gurudanprofesioanalme.blogspot.in/2010/05/makna-profesionalme-guru
Hamalik, Oemar, 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT Bumi Aksara
Hasbullah, 2012. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta:PT Raja Grafindo Http://Id. Wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
Http://www.sarjanaku.com/2011/02/prestasi-belajar.html
Kridalaksana, Harimurti, 1993. Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
(5)
Lampiran Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyasa, 2010. Menjadi Guru Professional, PT Remaja Rosdakarya
Nazir M, tt. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia Persada
Purwanta, Edi, 2012. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus, Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Ramayulis, 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia Ramayulis, 2011. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Santoso, Hargio, 2012. Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Gosyen
Sepucuktunasbangsa.blogspot.in/2011/01/kurikulum-dan-pendidikan-inklusif-bagi.html?m=1
Smart, Aqila, 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat, Yogyakarta: Katahati
Smith, J. David, Tt. Sekolah Ramah untuk Semua. Terj. Baihaqi, Bandung: Penerbit Nuansa
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif,
Dan R&D, Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V. Wiratna, 2014. Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Baru Press Suparmoko, 1996. Metode Penelitian Praktis: Untuk Ilmu-ilmu sosial dan Ekonomi,
Yogjyakarta: BPFE
Suprihatiningrum, Jamil, 2013. Guru Profesional, Ar-Ruzz Media
Surakhmat, Winarno, 1994. Pengantar Penelitia Ilmiah, Bandung: Tarsito Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Syaodih Sukmadinata, Nana, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(6)
Syaodih Sukmadinata, Nana, 2005. Pengembangan kurikulum teori dan praktek Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tafsir, Ahmad, 2013. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, PT: Remaja Rosdakarya Takdir Ilahi, Mohammad, 2013. Pendidikan Inklusif konsep dan aplikasi, Jogjakarta:
PT ARuzz Media
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional