Pola Mengelola Hutan Rakyat MHR

220 terbesar adalah nilai manfaat tak langsung yaitu sebesar Rp781.45 miliar lebih atau sekitar 83.84. Dari nilai ini terlihat bahwa manfaat tidak langsung hutan dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang nilainya hampir mencapai 5 kali nilai manfaat langsung. Nilai manfaat tidak langsung yang begitu besar, dalam analisis ekonomi lingkungan harus dijadikan sebagai nilai yang harus diperhitungkan, karena dampaknya dapat dirasakan langsung secara luas oleh masyarakat sekitar kawasan. Dalam penaksiran manfaat tidak langsung selalu digunakan pertimbangan ekologis yang sangat berpengaruh secara keeluruhan terhadap produktivitas, yang secara signifikan berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan daerah.

9.3. Pola Mengelola Hutan Rakyat MHR

Program MHR adalah penanaman hutan tanaman Akasia mangium dilahan milik masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan sekitar areal kerja MHP, kerjasama melibatkan pemilik lahan dengan MHP. Tujuan program ini adalah untuk menanami lahan milik masyarakat yang tidak produktif dengan modal dan bantuan teknis dari MHP, sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Syarat paling penting untuk program ini adalah lahan yang diajukan untuk digunakan program MHR oleh pemiliknya mempunyai status pemilikan yang syah menurut peraturan yang berlaku. Perhitungan nilai ekonomi pengelolaan HTI dengan pola Mengelola Hutan Rakyat MHR adalah perkiraan nilai ekonomi total yang dihasilkan dari 221 keberhasilan perusahaan mengelola lahan milik rakyat yang menganggur atau tidak produktif untuk di tanamani hutan tanaman dengan jenis Acasia mangium. Penaksiran nilai penuh dari setiap kategori manfaat ekonomi hutan tanaman dengan pola MHR ini dilakukan dengan bantuan data primer dan didukung oleh data sekunder yang tersedia. Dalam perhitungan ini disadari masih banyak menghadapi berbagai kelemahan, namun demikian gambaran nilai penuh potensi sumberdaya alami strategis dikawasan hutan tanaman pola MHR ini dapat dikuantifikasi nilai rupiahnya dengan taksiran yang mendekati nilai penuh yang semestinya. Penilaian ini meliputi kawasan hutan tanaman milik rakyat yang dikelola oleh perusahaan dan sudah ditanami Akasia mangium. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan program ini sangat diminati, terutama bagi petani yang memiliki lahan yang luas dan menganggur. Berdasarkan data yang ada hingga tahun tanam 2010 jumlah lahan MHR yang telah ditanami selama 7 tahun terakhir adalah seluas 9 565.53 ha yang tersebar di 34 blok dan 12 unit dengan melibatkan lebih dari seribu kepala keluarga. Jika dalam satu siklus MHR diasumsikan selama 7 tahun, maka dari luasan tersebut akan dipanen HTI seluas 1 366.5 hektar setiap tahunnya. Manfaat Langsung 1. Produksi Kayu Akasia untuk Pulp Manfaat langsung yang diterima dari penanaman HTI dengan pola MHR ini adalah berupa produksi kayu HTI yang dihasilkan dalam satu daur siklus. Dari hasil pengamatan lapangan terhadap petani peserta MHR, di peroleh data bahwa rata-rata produksi kayu petani peserta MHR adalah 144.08 m 3 ha atau setara 222 dengan berat BDT seberat 61 tonha. Dengan harga rata-rata kayu di pabrik BDT Rp565 107.33ton, maka rata-rata penerimaan HTI program MHR sebesar Rp34 740 879.93ha, dari jumlah tersebut di kurangi biaya rata-rata sebesar Rp16 034 095.7ha, sehingga pendapatan yang di terima adalah sebesar Rp18 706 784.23. Rincian mengenai rata-rata produksi, harga, penerimaan, biaya dan pendapatan petani peserta MHR per hektar dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 34. Rata-rata produksi, harga, penerimaan, biaya dan pendapatan dari HTI peserta MHR per hektar, tahun 2010 No. Uraian Nilai 1. Produksi : - dalam m 3 - dalam BDT ton 144.08 61.64 2. Hargaunit RpBdt 565 107.33 3. Penerimaan Rpha 34 740 879.93 4. Biaya Rpha 16 034 095.70 5. Pendapatan Rpha 18 706 784.23 6. Bagi hasil : - Perusahaan 60 Rpha - Petani 40 Rpha 11 224 070.54 7 482 713.69 Catatan: Perhitungan dilakukan tanpa discount rate, karena bagi petani semua biaya dihitung dengan nilai sekarang yang sudah ditambah biaya bunga bank. Dari tabel di atas terlihat bahwa rata-rata pendapatan per hektar tanaman HTI dengan pola MHR adalah sebesar Rp18 706 784.23. Dari jumlah tersebut 60 adalah bagian yang diterima oleh perusahaan yaitu sebesar Rp11 224 070.54 dan sisanya 40 adalah bagian yang diterima petani yaitu sebesar Rp7 482 713.69. Jika rata-rata luas areal yang di panen per tahun dari pola MHR ini adalah seluas 1 366.5 hektar per tahun, maka nilai ekonomi total bersih kayu akasia dari pola MHR per tahun adalah sebesar Rp25 562 820 650. Dari jumlah tersebut 60 nya adalah bagian yang diterima oleh perusahaan MHP yaitu sebesar Rp15 337 223 692 390 dan sisanya 40 adalah bagian yang diterima oleh petani yaitu sebesar Rp10 225 128 260. Pengelolaan HTI dengan pola MHR ini telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan perusahaan sebesar Rp15 miliar lebih, dan petani sebesar Rp10 miliar lebih per tahun. Jumlah tersebut cukup besar dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di sekitar wilayah perusahaan, yang selama ini memiliki lahan namun tidak produktif.

2. Pembuatan arang kayu akasia

Hasil sisa potongan kayu akasia yang tidak terpakai untuk bahan baku pulp banyak sekali terdapat di lahan bekas tebangan HTI PT MHP. Kayu sisa tebangan ini tidak masuk kualifikasi untuk diolah pabrik pulp baik dari segi diameternya maupun panjangnya. Kayu sisa tebangan ini dapat dibuat menjadi arang untuk memenuhi konsumsi lokal, nasional, maupun untuk ekspor. Teknologi yang digunakan untuk pembuatan arang ini cukup sederhana, yaitu dengan teknologi tungku portable dari drum atau gorong-gorong. Potensi ekonomi pembuatan arang kayu akasia cukup besar. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, dari seluruh areal tanaman MHR yang di panen setiap tahunnya tersedia sekitar 15 000 m 3 kayu acacia mangium berukuran diameter 2 – 7 cm yang tidak terpakai dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun. Dari volume tersebut diperkirakan dapat diproduksi sekitar 5 000 ton arang per tahun. Jika harga arang di lokasi penelitian rata-rata Rp500kg maka diperkirakan nilai arang kayu acacia mangium setiap tahunnya adalah sebesar Rp 2.5 miliar. 224

4. Upah Kerja

Jika luas total MHR adalah 9 565.53 ha dengan siklus per daur 7 tahun maka sekitar 1 366.5 ha setiap tahunnya HTI yang di tanam baru dengan pola MHBM. Setiap hektar tanaman HTI membutuhkan 53 HOK hingga panen, maka dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 72 424.5 HOK per tahun. Jika upah per HOK Rp50 ribu, maka dalam satu tahun nilai dari upah kerja atau total upah yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan adalah sebesar Rp3 621 225 000 per tahun. Tabel 35. Total Manfaat Langsung HTI dengan pola MHR, tahun 2010 No. Jenis Manfaat Pengukuran Nilai Total Rp jutatahun 1. 2. 3. Produksi Kayu Akasia untuk Pulp Pembuatan arang kayu akasia Upah Kerja Rp18 706 784.23ha x 1 366.5 ha 5000 tontahun x Rp500kg 1 366.5 ha x 53 HOKha x Rp50 ribuHOK 25 562.82 2 500.00 3 621.22 Total Manfaat Langsung 31 684.04 Dari tabel di atas terlihat bahwa total manfaat langsung yang diperoleh dari pola MHR adalah sebesar Rp31.68 miliar lebih. Dari jumlah tersebut porsi terbesar adalah dari produksi kayu untuk pulp sebesar Rp25.56 miliar atau sekitar 80.68, dari upah kerja sebesar Rp3.6 miliar lebih atau sekitar 11.43, sedangkan sisanya adalah dari pembuatan arang kayu akasia sebesar Rp2.5 miliar atau sekitar 7.89. Manfaat Tak Langsung Indirect Use Values Sama halnya seperti pada pola MHP murni, pola MHR juga memberikan manfaat tak langsung dari ekosistem hutan tanaman industri seluas 9 565.53 ha 225 berupa pengendali erosi dan banjir, penjaga siklus hara, dan serapan karbon. Metode perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode biaya penggantian.

1. Pengendali erosi dan banjir

Hutan tanaman industri pola MHR dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang cukup besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa pengendalian erosi dan banjir. Secara ilmiah telah diuraikan di muka bagaimana peranan ekosistem hutan dalam mencegah terjadi erosi dan banjir. Sebagaimana penelitian Kurnia 1996 bahwa mulsa Mucuna sp sangat efektif dalam mengurangi erosi tanah sebesar 74-85 dan dapat diterapkan pada tanah yang mempunyai tingkat erosi sampai 10 cm. Jika biaya pengendalian erosi dengan mulsa Mucuna sp adalah Rp1 640 per ton tanah erosi dan jumlah tanah yang tererosi di sekitar kawasan tanpa HTI adalah sebesar 15 tonhatahun Hanafiah dkk., 2000, maka biaya pengendalian erosi yang harus dikeluarkan untuk pengendalian erosi, banjir dan bencana lainnya dengan menggunakan mulsa Mucuna sp. adalah sebesar Rp235 312 038tahun.

2. Penjaga Siklus Hara

Nilai ekonomi sebagai penjaga siklus hara dan keseimbangan ekosistem di sekitar kawasan hutan tanaman, pendekatan yang digunakan adalah dengan menghitung nilai dari sekitar 15 ton serasah per hektar per tahun yang dihasilkan oleh ekosistem hutan tanaman dari pohon Acacia mangium MHP, 2009. Jika 226 serasah diasumsikan setara dengan pupuk kompos, dengan harga sebesar Rp500 per kg. Maka manfaat tidak langsung sebagai penjaga siklus hara dari ekosistem hutan tanaman industri ini dapat dihitung dengan mengalikan 15 ton serasahhath x Rp500kg x 9 565.53 ha maka nilainya adalah sebesar Rp71 741 475 000.

3. Serapan Karbon

Kawasan hutan tanaman Acacia mangium PT. MHP dengan pola MHR seluas 9 565.53 hektar merupakan salah satu sumberdaya hutan yang turut andil dalam penyerapan karbon. Kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan A. mangium di HTI PT MHP pada siklus tebang kedua terdapat kandungan karbon 25 tonha Setiawan et al., 2000. Jika merujuk pada standar nilai yang digunakan dimana satu ton karbon bernilai US 10 ITTO FRIM, 1994. Maka nilai ekonomi total serapan karbon dari hutan tanaman industri dengan pola MHR per tahunnya adalah sebesar Rp21 522 442 500 asumsi US 1 = Rp9000. Tabel 36. Manfaat Tak Langsung HTI dengan pola MHR, tahun 2010 No. Jenis Manfaat Pengukuran Nilai Total Rp jutatahun 1. 2. 3. Pelindung erosi Penjaga siklus hara Serapan karbon Erosi 15 tonhath x luas 9 565.53 ha x biaya mulsa mucuna sp. Rp1 640ha 15 ton serasahhath x Rp500kg x luas 9 565.53 ha 25 tonha karbon x Rp90 000ton x luas 9 565.53 ha 235.31 71 741.48 21 522.44 Total Manfaat Tak Langsung 93 499.23 Dari tabel di atas terlihat bahwa porsi terbesar dari manfaat tidak langsung adalah nilai manfaat sebagai penjaga siklus hara, dengan nilai sebesar Rp71.74 miliar atau sekitar 76.73, disusul dengan nilai serapan karbon sebesar Rp21.5 227 miliar atau sekitar 23, dan sisanya sebesar Rp235.3 juta atau 0.25 sebagai nilai ekonomi pelindung erosi. Tabel 37. Nilai ekonomi total HTI pola MHR, tahun 2010 No. Uraian Nilai Rp jutatahun 1. 2. Manfaat Langsung Manfaat Tak Langsung 31 684.04 93 499.23 Total Nilai Ekonomi Pola MHR 125 183.27 Berdasarkan hasil estimasi nilai manfaat langsung dan nilai manfaat tidak langsung pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai ekonomi total kawasan hutan tanaman Acacia mangium dengan pola MHR pada PT MHP per tahun adalah senilai Rp125.1 miliar lebih. Dari jumlah tersebut manfaat langsung yang diterima hanya sebesar Rp31.68 miliar lebih atau sekitar 25.3 saja, sedang porsi nilai terbesar adalah nilai manfaat tak langsung yaitu sebesar Rp93.5 miliar atau sekitar 74.7. Dari nilai ini terlihat bahwa manfaat tidak langsung hutan dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang nilainya mencapai hampir 3 kali nilai manfaat langsung. Nilai manfaat tidak langsung yang begitu besar dan selama ini jarang di lihat, dalam analisis ekonomi lingkungan harus dijadikan sebagai nilai yang harus diperhitungkan, yang dampaknya dapat dirasakan langsung secara luas oleh masyarakat sekitar kawasan. Dalam penaksiran manfaat tidak langsung selalu digunakan pertimbangan ekologis yang sangat berpengaruh secara keeluruhan terhadap produktivitas, sosial ekonomi, sosial ekologis, sosial budaya yang secara signifikan berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan daerah. 228

9.4. Beberapa Pelajaran Penting dari Valuasi Ekonomi Pola HTI