METODOLOGI PENELITIAN PENYELIDIKAN GAYA BERAT UNTUK PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARANGANYAR BAGIAN BARAT

commit to user 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 24 lokasi di daerah Karanganyar bagian barat mulai pada koordinat 7 33’49.7” LS sampai 7 37’05.9”LS dan 110 50’56.0” BT sampai 110 56’58.9”BT. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011.

3.2. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian dengan metode geofisika ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahapan tersebut secara berturut-turut adalah tahap pengambilan data, tahap pengolahan data, tahap interpretasi data. Tahap-tahap yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1. B Pengambilan Data Koreksi Pasut Koreksi Tinggi Alat Koreksi Drift A Mulai Data commit to user B Gravitasi Observasi Anomali Bouguer C Koreksi Gravitasi Normal Koreksi Udara Bebas Koreksi Bouguer Koreksi Medan Proyeksi ke Bidang Datar Pemisahan Anomali Regional-Residual Anomali Regional Anomali Residual commit to user Gambar 3.1. Alur Penelitian 3 .3. Pengambilan Data dan Penelitian Pada pengambilan data dan penelitian ada beberapa hal harus dilakukan yaitu:

3.3.1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi Pengenalan Lapangan, Persiapan alat, serta transportasi. Tahap Pengenalan lapangan dilakukan untuk mencakup seluruh daerah penelitian dan untuk mengetahui jalur-jalur lintasan yang digunakan untuk pengambilan data. Alat yang digunakan adalah Gravimeter La Coste Romberg tipe G525 untuk mengukur gaya berat serta GPSGlobal Position System dan peta topografi untuk menentukan koordinat dan ketinggian lokasi. Bahan yang digunakan adalah buku lab, pensil, serta mistar. Adapun gambar alat Gravimeter adalah sebagai berikut: C Anomali Model Selesai A Informasi Geologi Pemodelan commit to user Gambar 3.2. Gravitymeter LaCoste-Romberg G525.

3.3.2. Tahap Pengambilan Data

Proses pengambilan data dimulai dengan pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat pada titik base station yang mana letaknya di Bandung, tepatnya di titik DG0. Titik tersebut sebagai titik ikat tingkat I dari titik pengamatan selanjutnya. Sedangkan untuk letak titik ikat tingkat II adalah di UNS. Titik ikat tingkat II inilah yang digunakan untuk looping harian. Looping harian adalah pengmbilan data dengan cara dimulai dari titik ikat dan diakhiri di titik tersebut pada hari itu juga. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh drift dari gravitymeter. Nilai yang digunakan pada titik ikat tingkat II merupakan nilai yang sudah diikatkan terlebih dulu ke titik ikat tingkat I. Setelah pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat di titik base station, pencatatan di titik UNS sebagai titik ikat tingkat II. Pada titik tersebut dimulai looping harian. Selanjutnya pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat tiap titik pada 24 titik daerah penelitian. commit to user Gambar 3.3. Looping harian. Variabel yang di catat adalah skala pembacaan gaya berat pada gavitymeter, waktu pembacaan, koordinat lokasi pembacaan, serta ketinggian lokasinya. Setelah pengambilan data pada semua titik penelitian kemudian kembali ke titik UNS untuk akhir dari looping harian. Setelah semua data pada titik penelitian dicatat, baik pada titik stasiun n maupun pada titik ikat tingkat II, maka dilakukan pencatatan akhir pada titik DG0.

3.3.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data penelitian, selanjutnya data tersebut diolah sesuai dengan urutan pada gambar 3.1. Pengolahan data awal yang dilakukan adalah konversi nilai skala gravitymeter ke miligal. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh dari penelitian masih berupa nilai skala gravitymeter. Nilai gravitasi yang telah dikonversi merupakan hasil pengukuran variasi gaya berat dari titik pengukuran satu ke titik pengukuran lain dan tidak mengukur gaya berat mutlak pada suatu titik ukur. Selanjutnya adalah mereduksi nilai gravitasi terukur. Hal ini dilakukan karena hasil pengukuran di lapangan masih terpengaruh kondisi geologis daerah penelititan. Reduksi yang dilakukan adalah koreksi pasang surut, UNS St 1 St 2 St n St = stasiun Pengamatan commit to user koreksi tinggi alat, koreksi drift, koreksi gravitasi normal, koreksi udara bebas, koreksi bouguer, koreksi medan. 1. Koreksi pasang surut. Koreksi ini dikarenakan adanya pengaruh gaya tarik bumi oleh massa bulan dan matahari pada saat pengukuran. 2. Koreksi tinggi alat. Koreksi ini dilakukan karena nilai gravitasi yang didapat dari pengukuran merupakan nilai di atas permukaan, seharusnya nilai tersebut merupakan nilai tepat di permukaan tanah. 3. Koreksi drift. Gravitymeter yang sangat peka terhadap goncangan menyebabkan pergeseran pembacaan pada alat. Oleh karena itu perlu adanya koreksi terhadap pergeseran tersebut dan besarnya sebagai fungsi waktu. 4. Koreksi gravitasi normal. Jari- jari bumi di tiap tempat memiliki nilai yang berbeda-beda karena bentuk bumi yang tidak bulat sempurna. Hal ini menyebabkan nilai gravitasi yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu memungkinkan untuk menghitung nilai gravitasi secara teoritis berdasarkan letak lintangnya. 5. Koreksi udara bebas. Bumi dianggap bulat sempurna yang dibatasi oleh bidang speroida acuan, hanya memperhitungkan perbedaan ketinggian terhadap speroida acuan dengan mengabaikan massa di antara speroida acuan dan titik ukurKoreksi bouguer. 6. Koreksi bouguer. Koreksi ini tergantung pada ketinggian dan massa jenis batuannya. Untuk mencari massa jenis batuan dengan menggunakan metode penentuan massa jenis rata-rata. commit to user 7. Koreksi medan. Pengukuran di daerah berbukit akan berbeda dengan pengukuran di daerah datar, maka perlu adanya koreksi medan di sekitar titik pengamatan. Yaitu dengan memperhatikan topografi di sekitar titik pengamatan. Anomali Bouguer dapat diperoleh dari selisih medan gravitasi hasil pengukuran dengan nilai gravitasi normal yang telah dikoreksi. Namun anomali ini bukan merupakan anomali yang sebenarnya. Hal ini karena anomali tersebut berada di topografi. Oleh karena itu perlu adanya proyeksi ke bidang datar dengan metode Dampney. Dampney dalam Setyawan, 2005. Setelah diproyeksikan kemudian anomali Bouguer dipisahkan anomali regional dan residualnya. Pemisahan anomali menggunakan metode polinomial. Thruston dan Brown, 1992. Proses dalam metode Dampney adalah menetukan sumber ekivalen titk massa diskrit pada kedalaman tertentu di bawah permukaan dengan memanfaatkan data anomali Bouguer di permukaan. Kemudian dihitung medan gravitasi teoritis tersebut pada suatu bidang datar dengan ketinggian tertentu. Dari metode ini diperoleh anomali bouguer di atas topografi. Oleh karena itu tidak perlu lagi adanya pengangkatan ke atas dari data anomali Bouguer. Setelah nilai anomali Bouguer sudah berada di bidang datar, maka perlu adanya pemisahan anomali menggunakan metode polinomial. Metode ini berasumsi bahwa data anomali Bouguer didefinisikan Fx i ,y i , yang diambil sampel pada sebuah grid dengan spasi dimensi n-1 ∆x dan m-1 ∆y, dimana ∆x dan ∆y merupakan interval grid dalam sumbu x dan sumbu y. Thruston dan Brown, 1992. Jika Fx i ,y i merupakan representasi polinomial, maka dengan perhitungan sesuai persamaan 2.28 diperoleh besarnya anomali regional. dari anomali regional yang telah diperoleh kita dapat menentukan besarnya anomali residual dengan mengurangi anomali Bouguer dengan anomali regional sesuai persamaan 2.29. commit to user Gambar 3.4. Representsi trend regional dengan metode polinomial.

3.3.4. Tahap Interpretasi Data

Pada tahap interpretasi data penelitian ini menggunakan metode yang dikemukakan oleh Talwani. Yaitu analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan menggunakan metode poligon. Prinsip umumnya adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan,dengan menghitung benda anomali berupa poligon-poligon. Masing- masing titik dari poligon akan memberikan gaya gravitasi sehingga membentuk profil gravitasi. Bila error sudah kecil, maka model tersebut merupakan hasil pemodelan dari penelitian. Perhitungan komputasi menggunakan program Grav2DC. commit to user 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN