PENYELIDIKAN GAYA BERAT UNTUK PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARANGANYAR BAGIAN BARAT

(1)

commit to user

i

PENYELIDIKAN GAYA BERAT UNTUK PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH

KARANGANYAR BAGIAN BARAT

Disusun oleh :

FATHONI SUKMA HIDAYAT M0206033

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juni, 2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

SorjaKoesuma, M.Si. NIP. 19720801 200003 1 001

MohtarYunianto, S.Si, M.Si. NIP. 19800630 200501 1 001

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Senin

Tanggal : 18 Juli 2011 Anggota Tim Penguji

1. Dr. Yofentina Iriani, M.Si. (...) NIP. 19711227 199702 2 001

2. Dra. Riyatun, M.Si. (...) NIP. 19680226 199402 2 001

Disahkan oleh Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta


(3)

commit to user

iii

Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D. NIP. 19680508 199702 1 001

PENYELIDIKAN GAYA BERAT UNTUK PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARANGANYAR BAGIAN BARAT

FATHONI SUKMA HIDAYAT

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Struktur bawah permukaan daerah karanganyar bagian barat menarik untuk dipelajari. Hal ini terkait banyaknya industri di Karanganyar bagian barat. Karena jenis batuan bawah permukaan sangat mempengaruhi bangunan di atasnya. Seperti kemampuan batuan untuk menopang bangunan dan resistansi terhadap pergerakan tanah. Penelitian ini meliputi pemetaan struktur dalam bumi di Karanganyar bagian barat seluas 100 km2. Pada bidang Geofisika, metode gravitasi digunakan untuk mengetahui variasi densitas batuan di dalam bumi. Variasi densitas di bawah permukaan tanah menyebabkan adanya perubahan gaya berat di atas permukaan. Gaya berat juga dipengaruhi oleh perubahan topografi, dan rotasi bumi. Faktor ini harus direduksi sebelum interpretasi data gaya berat untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Proses akhir data gaya berat dapat digunakan untuk mengetahui lapisan tanah. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh densitas rata-rata batuan adalah 2,5 gr/cm3dengan metode Nettleton. Pemodelan menggunakan Grav2D, diperoleh bahwa daerah penelitian densitas batuannya 1,004 gr/cm3, 1,503 gr/cm3, 1,56 gr/cm3, 2,39 gr/cm3, serta 3,257 gr/cm3. Dari tabel densitas batuan diperoleh kesimpulan bahwa di Karanganyar bagian barat termasuk batuan lempung, batuan pasir, batuan beku diabase.


(4)

commit to user

iv

A RESEARCH ON THE GRAVITY OF SUBSURFACE STRUCTURAL MAPPING

IN THE WESTERN KARANGANYAR

FATHONI SUKMA HIDAYAT

Physics Department, Math and Science Faculty, Sebelas Maret University

ABSTRACT

The structure of subsurface in the western Karanganyar is interesting to be learned. It is related to the number of industrial building established in western Karanganyar. Hence, the kind of subsurface rocks really influence the building above. This research covers the structural mapping of deep earth in the western Karanganyar with range 100 km2. In Geophysics, gravity method is used to find out the variety of rocks density in the earth. Variety of densityin the subsurface causes the gravity change on the surface. Gravity is also influenced by topography change and earth rotation. This factor must be redrawn before interpreting the data of gravity to find out the structure of the subsurface. In the end process, gravity data can be used to know the soil layer. From the research, it is obtained that the average rock density scored 2.5 gr/cm3 by Nettleton methods. Model using Grav2D acquired that the rock density is 1,004 gr/cm3, 1,503 gr/cm3, 1,56 gr/cm3, 2,39 gr/cm3, and 3,257 gr/cm3.From the table of the rock density, it can be concluded that western Karanganyar contained clay, sandstones, and diabase.


(5)

commit to user

v


(6)

commit to user

v

PENYELIDIKAN GAYA BERAT UNTUK PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARANGANYAR BAGIAN BARAT

FATHONI SUKMA HIDAYAT

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Struktur bawah permukaan daerah karanganyar bagian barat menarik untuk dipelajari. Hal ini terkait banyaknya industri di Karanganyar bagian barat. Karena jenis batuan bawah permukaan sangat mempengaruhi bangunan di atasnya. Seperti kemampuan batuan untuk menopang bangunan dan resistansi terhadap pergerakan tanah. Penelitian ini meliputi pemetaan struktur dalam bumi di Karanganyar bagian barat seluas 100 km2. Pada bidang Geofisika, metode gravitasi digunakan untuk mengetahui variasi densitas batuan di dalam bumi. Variasi densitas di bawah permukaan tanah menyebabkan adanya perubahan gaya berat di atas permukaan. Gaya berat juga dipengaruhi oleh perubahan topografi, dan rotasi bumi. Faktor ini harus direduksi sebelum interpretasi data gaya berat untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Proses akhir data gaya berat dapat digunakan untuk mengetahui lapisan tanah. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh densitas rata-rata batuan adalah 2,5 gr/cm3dengan metode Nettleton. Pemodelan menggunakan Grav2D, diperoleh bahwa daerah penelitian densitas batuannya 1,004 gr/cm3, 1,503 gr/cm3, 1,56 gr/cm3, 2,39 gr/cm3, serta 3,257 gr/cm3. Dari tabel densitas batuan diperoleh kesimpulan bahwa di Karanganyar bagian barat termasuk batuan lempung, batuan pasir, batuan beku diabase.


(7)

commit to user

vi

A RESEARCH ON THE GRAVITY OF SUBSURFACE STRUCTURAL MAPPING

IN THE WESTERN KARANGANYAR

FATHONI SUKMA HIDAYAT

Physics Department, Math and Science Faculty, Sebelas Maret University

ABSTRACT

The structure of subsurface in the western Karanganyar is interesting to be learned. It is related to the number of industrial building established in western Karanganyar. Hence, the kind of subsurface rocks really influence the building above. This research covers the structural mapping of deep earth in the western Karanganyar with range 100 km2. In Geophysics, gravity method is used to find out the variety of rocks density in the earth. Variety of densityin the subsurface causes the gravity change on the surface. Gravity is also influenced by topography change and earth rotation. This factor must be redrawn before interpreting the data of gravity to find out the structure of the subsurface. In the end process, gravity data can be used to know the soil layer. From the research, it is obtained that the average rock density scored 2.5 gr/cm3 by Nettleton methods. Model using Grav2D acquired that the rock density is 1,004 gr/cm3, 1,503 gr/cm3, 1,56 gr/cm3,

2,39 gr/cm3, and 3,257 gr/cm3.From the table of the rock density, it can be concluded that western Karanganyar contained clay, sandstones, and diabase. Key words: Gravity method, Gravity, Rock density.


(8)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Pada bidang Geofisika, metode gravitasi digunakan untuk mengetahui variasi densitas di dalam bumi. Variasi densitas di bawah permukaan tanah menyebabkan adanya perubahan gaya gravitasi di atas permukaan. Intensitas dari gaya gravitasi dipengaruhi oleh perbedaan massa di bawah permukaan. Ada dua komponen gaya gravitasi yang di ukur di atas permukaan. Kedua komponen tersebut adalah (1) secara umum dan relatif seragam komponen yang dipengaruhi oleh keseluruhan bumi dan (2) banyak komponen berukuran kecil yang mana variasi tersebut dikarenakan perubahan densitas (anomali gravitasi). Pengukuran gravitasi secara tepat serta koreksi pada variasi dalam komponen yang lebih besar di seluruh bumi, survey gravitasi dapat mendeteksi rongga dalam tanah baik yang natural maupun buatan manusia, variasi kedalaman dari bedrock, dan struktur geologi ( Griffin,1995).

Metode Gaya Berat berlaku saat ada perbedaan massa di bawah permukaan, yang mana massa tersebut lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan material di sekitarnya. Gaya berat juga dipengaruhi oleh perubahan topografi dan rotasi bumi. Faktor ini harus direduksi sebelum interpretasi data gaya berat untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Proses akhir data gaya berat dapat digunakan dalam berbagai masalah teknik dan lingkungan, termasuk membedakan ketebalan lapisan tanah, dan mendeteksi sesar dekat permukaan yang dapat diidentifikasi untuk aliran fluida panas bumi. Metode gaya berat termasuk teknik geofisika yang relatif mudah untuk sebuah interpretasi.

Karanganyar khususnya di bagian barat, sebagai salah satu pusat perindustrian di Jawa Tengah secara tidak langsung menuntut pembangunan infrastuktur yang mendukungnya. Pada tahun 2011, paling tidak ada sekitar 142 perusahaan atau industri, baik sedang maupun besar, tersebar di tiga kecamatan yaitu Jaten, Tasikmadu, serta Karanganyar. Imbas dari pertumbuhan industri yang


(9)

commit to user

semakin meningkat di Karanganyar, khususnya bagian barat, selain pertumbuhan ekonomi juga mempunyai sisi negatif dari segi kondisi lingkungan. Sisi negatif dari segi kondisi lingkungan yaitu percemaran air, tanah, dan udara. (http://karanganyarkab.go.id. 2011)

Selain itu, pertumbuhan industri dapat mengakibatkan penurunan lapisan tanah. Hal ini dikarenakan bertambahnya jumlah bangunan maka beban yang ditanggung tanah juga akan meningkat. Maka perlu adanya penelitian untuk memetakan kondisi bawah permukaan tanah di daerah tersebut, terkait jenis batuan yang berada di dalamnya. Hal inilah yang mendasari mengapa penelitian ini dilakukan. Dengan memetakan struktur bawah permukaan di daerah Karanganyar, khususnya di bagian barat dapat menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan diatas.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas masalah yang akan diteliti adalah

1. Bagaimana memetakan struktur bawah permukaan di daerah Karanganyar bagian barat?

2. Bagaimana pengukuran gravitasi di daerah Karanganyar bagian barat? 1.3. Batasan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Lokasi pengukuran yang di ambil adalah sebanyak 24 lokasi.

2. Menganalisa struktur bawah permukaan pada kondisi waktu penelitian. 3. Wilayah penelitian adalah Karanganyar bagian barat.

4. Pengambilan titik penelitian berada pada tiga lintasan. 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:


(10)

commit to user

2. Memetakan struktur bawah permukaan di daerah Karanganyar bagian barat.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai salah satu sumber informasi struktur bawah permukaan di daerah Karanganyar bagian barat

.

1.6.Sistematika Penulisan

Penulisan Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Metodologi Penelitian

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB V Simpulan dan Saran

Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan laporan skripsi. Pada Bab II berisi tentang dasar teori dari penelitian yang dilakukan. Bab III dijabarkan mengenai metode penelitian yang meliputi waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, serta proses dalam penelitian. Bab IV membahas tentang hasil penelitian dan analisis/pembahasan dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan penelitian. Pada bab V berisi tentang simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya serta saran untuk pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini.


(11)

commit to user

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gaya Gravitasi

Istilah gravimetri atau dalam bahasa Inggris gravimetry yang berasal dari bahasa latin gravis yang berarti berat dan bahasa Yunani metpew yang berarti mengukur. Jadi arti harfiahnya adalah pengukuran yang berhubungan dengan berat atau measurement of gravity. Setiap massa yang berpartisipasi dengan putaran bumi melalui sumbunya dipengaruhi oleh gaya berat bumi itu sendiri dan oleh benda langit lainnya dan juga oleh percepatan sentrifugal. Gaya hasil keduanya adalah gaya berat F. Jadi F adalah fungsi dari pengaturan massa bumi dan benda ruang angkasa lain juga dari putaran bumi.(Untung,2001).

Hukum Newton tentang gravitasi menyatakan bahwa besar dari gaya gravitasi antara dua massa adalah sebanding dengan masing-masing massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar kedua massa tersebut. Dalam koordinat kartesian, gaya yang terjadi antara partikel bermassa m pada titik

Q=(x’,y’,z’) dan partikel bermassa m0dititik P=(x,y,z) dapat ditulis dengan

(2.1)

Dimana

Gambar2.1 Gaya Gravitasi antara dua benda

Q(x’,y’,z’ )

P(x,y,z)

̂


(12)

commit to user

dimana G adalah konstanta gravitasi Newton yang besarnya adalah 6,67 x 10-11 Nm2/kg2 (blakely,1995). Sedangkan untuk mencari percepatan gravitasinya maka gaya F harus dibagi dengan massa m0sehingga diperoleh:

(2.2)

(2.3)

Dalam unit SI percepatan gravitasi mempunyai satuan m/s2, dalam perkembangannya pada sistem c.g.s percepatan gravitasi mempunyai satuan cm/s2,yang diberi nama gal sebagai perhargaan pada Galileo. Perubahan percepatan gravitasi yang sangat kecil disebabkan oleh struktur geologi yang diukur dalam orde 10-3 gal (mgal). Anomali gravitasi terkait struktur geologi telah disurvei dengan instrumentasi lapangan dengan akurasi 0,1-1 mgal, yang dinamakan gravity unit(gu). Instrumentasi modern mampu untuk mengukur perbedaan gravitasi hingga 10-6 gal,atau mikrogal (µgal). Nilai percepatan gravitasi pada permukaan bumi adalah sekitar 9,8 m/s2(lowrie, 2007).

2.2. Sistem Pegas

Sistem yang bekerja dalam instrumen Gavitymeter adalah sistem pegas. Berikut ini penjelasan dari sistem pegas sederhana:


(13)

commit to user

Periode dari osilasi pegas gambar 2.2 tidak terpengaruh oleh g, jadi bisa dianggap √ . Tapi pada titik keseimbangan pegas mempunyai bentangan adalah . Jadi, . Dimana m adalah massa pendulum, k adalah konstanta pegas, l adalah panjang pegas. Kita tidak dapat menghitug , sehingga pegas sederhana ini bukanlah alat ukur mutlak. Tapi jika kita mengubah

maka juga berubah.

(2.4)

Namun dengan massa sederhana ini pada pegas sangat sulit dipraktekkan dalam gravimeter. Dimulai dari titik keseimbangan, , mungkin sekitar 1 m. Jadi untuk mengukur perubahan dalam pada level 0,5 mgal (tingkat akurasi pendulum), kita harus mengukur perubahan panjang lebih teliti dari:

(2.5)

Yang mana nilainya sangat kecil. Sehingga massa pada pegas tidak terlalu digunakan atau bisa diabaikan.

Jalan terbaik untuk membuat pegas bekerja adalah memodifikasi supaya mempunyai panjang periode secara natural. Dengan catatan untuk massa pada pegas adalah

(2.6)

Jadi, jalan lain untuk menyatakan ⁄ seperti berikut:

(2.7)

Jika kita dapat menambah Periode natural, T, kemudian perubahan kecil dalam akan menghasilkan besaran yang beralasan,dan bisa dihitung, perubahan dalam . Penambahan T menjadikan sebuah persamaan untuk membuat pegas dengan yang lebih besar. (Wahr, 1996).


(14)

commit to user

2.3. LaCoste-Romberg Meter

Sekarang ini alat ukur yang digunakan secara eksklusif adalah LaCoste-Romberg meter. Alat ukur ini didesain dengan periode yang hampir tak terbatas. Pegas dalam gambar 2.3 dinamakan “zero length spring”. Alat ini dibuat sedemikian rupa sehingga , dimana panjang pegas. Ada berbagai cara untuk membuat pegas semacam ini. Lengan panjangnya b, dengan massa pada lengan tersebut bebas untuk menambahi titik lengan sebelah kiri yang lebih rendah. Dimana massa pada lengan diabaikan.

Gambar 2.3. Desain Pegas Lacoste-Romberg(Wahr,1996)

Sistem ini mempunyai periode awal, jika lengan pada titik keseimbangan nilai , kemudian pada titik keseimbangan untuk setiap nilai . Hal ini bersifat kualitatif bila kita memperkecil (menaikkan pendulum ), nilai torsi pegas yang berlawanan arah jarum jam berkurang, sebab nilai L mengecil, dan nilai torsi

This side is vertical

y

mg

β

α θ

λ

L

m

900+ α


(15)

commit to user

searah jarum jam juga berkurang, hal ini terjadi akibat nilai sudut antara m g dan lengan momen b berkurang. Dengan demikian maka 2 nilai torsi ini dapat saling meniadakan, dan akhirnya tidak ada nilai torsi. Secara kualitatif, torsi yang berlawanan arah jarum jam pada m dari pegas adalah:

(2.8)

Nilai sudut adalah, ,

Sedangkan torsi yang searah jarum jam adalah:

(2.9)

Dengan catatan:

Persamaan dari kedua nilai torsi memberikan kondisi kesetimbangan sebagai berikut:

(2.10)

Untuk menghilangkan L, berdasarkan hukum sinus:

(2.11)

maka,

(2.12)

Sehingga persamaan (2.10) menjadi

(2.13)

Jadi kondisi kesetimbangannya tidak bergantung pada nilai θ, maka semua nilai θ akan memenuhi untuk


(16)

commit to user

jika tidak berpengaruh, maka lengan b akan terus berayun baik searah ataupun berlawanan arah jarum jam, dan baru berhenti jika menabrak. Ide dasarnya adalah untuk membuat settingan persamaan tersebut, kemudian menyesuaikan nilai y sampai alat ukur berada dalam posisi setimbang, maka akan kita ketahui bahwa

(2.15)

Jika kita mengukur perubahan disetiap nilai y maka kita juga akan mendapatkan perubahan nilai g. Hal ini bersifat relatif karena nilai ⁄ adalah suatu bentuk ekspresi persamaan y (Wahr,1996).

2.4 Koreksi Dalam Metode Gaya Berat

Secara teoritis bumi dianggap bulat sempurna, homogen(sebaran densitasnya merata), dan tidak berotasi. Pada kenyataannya, bumi berbentuk

spheroid, permukaannya tidak rata, dan berotasi. Bumi juga dipengaruhi gaya tarik benda di luar bumi seperti Bulan dan Matahari, oleh karena itu gaya berat di permukaan Bumi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:

1. Pasang surut 2. Koordinat Lintang 3. Ketinggian

4. Topografi

5. Variasi densitas bawah permukaan

Dalam metode gaya berat yang diharapkan adalah factor variasi densitas bawah permukaan, sehingga faktor lainnya harus dikoreksi atau direduksi dari nilai pembacaan pada gravitymeter.

2.4.1 Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan efek gaya tarik dari benda di luar Bumi seperti Bulan dan Matahari. Yaitu dengan cara mengukur nilai gaya berat di stasiun yang sama pada interval waktu tertentu, kemudian bacaan gravitymeter tersebut diplot terhadap fungsi waktu sehingga didapat suatu


(17)

commit to user

persamaan yang digunakan untuk menghitung koreksi pasang surut. Harga koreksi pasang surut ini selalu ditambahkan pada pembacaan gaya berat.

(2.16)

Dengan :

Gt = gaya berat yang telah terkoreksi pasang surut

Gobs = gaya berat pembacaan

Tideobs = koreksi pasang surut

Namun secara internasional nilai koreksi pasang surut waktu ke waktu sudah di tabelkan. Sehingga langsung bisa diperoleh harga koreksi pasang surut titik pengukuran pada waktu penelitian.

2.4.2. Koreksi Apungan (Drift Correction)

Koreksi ini dilakukan karena adanya perbedaan pembacaan gaya berat di stasiun(titik pengukuran) yang sama pada waktu yang berbeda, yang disebabkan karena adanya guncangan atau pergeseran pegas pada alat gravitymeter. Menghilangkan efek tersebut dengan cara akuisisi data gaya berat didesain dalam suatu rangkaian tertutup(loop), sehingga besar penyimpangan tersebut dapat diketahui dan diasumsikan linier pada selang waktu tertentu. Harga koreksi drift

pada masing-masing titik stasiun adalah: (

) (2.17)

(Koesuma,2001). Dengan:

Drift(sn) = koreksi drift stasiun-n


(18)

commit to user

tb = waktu pembacaan stasiun base pada awal loop

tb’ = waktu pembacaan stasiun base pada akhir loop

Gb = nilai pembacaan stasiun base pada awal loop

Gb’ = nilai pembacaan stasiun base pada akhir loop

Koreksi drift selalu dikurangkan terhadap pembacaan gravitymeter.

(2.18)

Dengan :

Gtd = gaya berat terkoreksi pasang surut dan drift

Gt = gaya berat terkoreksi pasang surut 2.4.3. Koreksi Lintang (Latitude Correction)

Seperti diketahui bahwa Bentuk Bumi mendekati shperoidal. Untuk pendekatan bentuk Bumi tersebut digunakan spheroid referensi. Spheroid

referensi ini adalah suatu ellipsoid yang digunakan sebagai pendekatan untuk muka laut rata-rata(geoid) dengan mengabaikan efek dari benda di atasnya. Sesuai dengan Blakely (1995), secara teoritis spheroid referensi (G lintang) diberikan oleh persamaan GRS (Geodetic Reference System) 1980 gravitasi normal ini adalah :

(2.19)

Dengan φ adalah posisi lintang titik pengukuran.

2.4.4. Koreksi Udara Bebas (Free-Air Correction)

Berkurangnya nilai gravitasi akibat jarak yang semakin jauh dari geoid, maka dibutuhkan koreksi udara bebas. Koreksi udara bebas adalah perbedaan gravitasi yang diukur pada mean sea level (geoid) dengan gravitasi yang diukur pada ketinggian h meter dengan tidak ada batuan di antaranya. Besarnya koreksi


(19)

commit to user

ini adalah 0,0386 mgal/meter (Untung dan Sato, 1978). Sehingga nilai gravitasi harus ditambah 0,0386 mgal permeternya.

2.4.5. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Koreksi Bouguer disebabkan adanya pengaruh tarikan massa yang terletak antara datum dan titik ukur yang belum diperhitungkan pada saat koreksi udara bebas. Sehingga nilai yang terukur harus dikurangi dengan besarnya gaya tarikan tersebut. Koreksi Bouguer diberikan oleh persamaan :

(2.20)

Dimana ρ adalah densitas rata-rata permukaan (gr/cm3), dan h (dalam meter)

merupakan ketebalan slab( jarak datum dan titik ukur) (Telford,1990). 2.4.6. Koreksi Medan (Terrain Correction)

Daerah yang memiliki topografi relative datar cukup melakukan koreksi sampai mendapatkan nilai anomali Bouguer sederhana. Sedangkan untuk daerah topografi berbukit diperlukan koreksi medan. Koreksi ini diterapkan sebagai akibat dari pendekatan slab horizontal tak berhingga, padahal kenyataannya bumi tidar datar. Dengan adanya bukit dan lembah yang berdekatan dengan stasiun pengukuran akan menghasilkan gaya tarik antara pusat massa bukit atau pusat lembah yang merupakan massa kosong dengan pendulum gravimeter. Perhitungan koreksi terrain dapat dilakukan dengan menggunakan Hammer chart yang dikembangkan oleh Sigmund Hammer.

2.4.7. Anomali Bouguer

Data pengukuran gaya berat yang telah dikoreksi pasang surut, drift, dan diikat terhadap G ikat (977976,38 mGal) menghasilkan G absolute. Pada data G absolute dilakukan koreksi lintang (Gn), koreksi udara bebas (FAC), koreksi

Bouguer (BC), dan koreksi terrain (TC) sehingga diperoleh Anomali Bouguer Lengkap (CBA) dalam mGal, sesuai persamaan berikut:


(20)

commit to user

(2.21)

Dengan : CBA = Anomali Bouguer

Gabs = Nilai gravitasi pengamatan

Gn = Nilai gravitasi normal

= Koreksi udara bebas

= Koreksi Bouguer = Koreksi medan 2.5. Proyeksi ke Bidang Datar

Data anomali bouguer lengkap di topografi akan mengalami distrorsi akibat topografi yang tidak homogen. Ketinggian titik ukur yang bervariasi ini perlu untuk diseragamkan sehingga mempermudah interpretasi. Metode Bidang Titik Massa Dampney adalah metode yang digunakan untuk membawa data anomali bouguer lengkap di topografi ke suatu bidang datar dengan ketinggian tertentu. Massa penyebab anomali di dekati menjadi sebuah bidang massa yang disebut bidang titik massa yang diperoleh dari data-data gravitasi di topografi. Bidang massa penyebab anomali kemudian di gunakan untuk menentukan nilai gravitasi pada suatu bidang datar sesuai ketinggian yang diinginkan. Persamaan metode Bidang Titik Massa Dampney dinyatakan sebagai :

( )

(2.22)

(Dampney dalam Setyawan,2005). Dengan

= nilai anomali gravitasi di topografi = kontras densitas pada bidang titik massa x, y, z = koordinat anomali gravitasi di topografi

α, β, h = koordinat titik massa pada bidang titik massa


(21)

commit to user

Dalam pemrosesan digital persamaan (2.22) dirubah dalam bentuk fungsi jumlahan menjadi :

(2.23)

tiap nilai dari fungsi dialjabarkan sebagai matrik fungsi yaitu matrik nilai gravitasi

g, matrik posisi a dan matrik kontras densitas m.

(2.24) yaitu ……. .…… dengan

(2..25)

Proses kalkulasi nilai gravitasi di bidang datar dilakukan dalam dua tahapan yakni (1) menentukan nilai kontras densitas pada bidang titik massa dari data gravitasi di topografi, kemudian (2) menentukan nilai gravitasi di bidang datar dari nilai kontras densitas pada bidang massa yang telah diperoleh.

(2.26)

Untuk mengetahui seberapa besar kesalahan dari kontras densitas maka dapat diketahui dengan menghitung error (kesalahan) dari selisih nilai gravitasi awal dengan gravitasi balikan dari kontras densitas tersebut.

(2.27)

(2.28)

Setelah diketahui nilai kontras densitas dengannilai kesalahan yang kecil maka nilai gravitasi di suatu bidang datar di tentukan dengan :


(22)

commit to user

Gambar 2.4. Prinsip kerja Metode Bidang Titik Massa Dampney(Dampney dalam Setyawan,2005)

2.6. Pemisahan Anomali Regional-residual

Biasanya anomali Bouguer masih mengandung beberapa anomali dari berbagai sumber. Anomali dengan panjang gelombang besar yang berasal dari kontras densitas dalam disebut anomali regional. Hal ini sangat penting untuk memahami struktur dengan skala besar dari lapisan Bumi seperti zona subduksi. Sedangkan anomali dengan panjang gelombang rendah yang berasal dari anomali massa di sekitar daerah eksplorasi disebut anomali residual. Pemisahan regional dan residual sangat penting dalam tahap interpretasi peta kontur gravitasi. Analisa didasarkan pada seleksi profil pada suatu struktur, atau bisa juga distribusi dua dimensi dari peta anomali Bouguer. (Lowrie, 2007).

y -z

x Bidang

Topografi (x,y,-z)

Spheroid Reference z = 0

h

Titik Proyeksi Titik Amat Titik Massa


(23)

commit to user

Salah satu cara pemisahan anomali adalah menggunakan metode polinomial. Metode polinomial sebenarnya adalah sebuah prosedur dengan teknik numerik yang dapat diaplikasikan untuk dekomposisi anomali medan potensial ke dalam suatu bagian yang konsisten atau sebuah pola yang konsisten. Metode polinomial adalah analisa trend regional dengan metode ini anomali bouguer diasumsikan F pada (n+1) dari data (xi,yi)i= 0,1,..n. Fitting sebuah permukaan

yang akan di interpretasi dapat ditulis:

(2.30)

Dimana a1,a2..an adalah koefisien yang dideterminasikan dengan pengaturan

menggunakan metode least square dan p1,p2..pn adalah perkiraan fungsi x dan y

yang dipilih sebagai basis fungsi. Pada masing-masing data, perbedaan di antara elevasi permukaan F sehingga diperoleh anomali residual R( ) adalah

(2.31)

(Nwankwo, 2006). 2.7. Pemodelan Talwani

Pemodelan Talwani 2,5D adalah pemodelan anomali gravitasi dengan menggunakan bentuk anomali 2,5D yaitu model 2D dengan penampang berhingga yang sama pada arah tegak lurus dengan bidang 2D-nya, maka besarnya medan gravitasi parsial karena suatu volume dijabarkan sebagai :

Jika diasumsikan ρ bernilai tetap maka medan gravitasi pada arah vertikal


(24)

commit to user

(2.32)

(Bullard dalam Bugyo,2010).

Untuk model benda anomali gravitasi 2,5D (gambar 2.5) ditambahkan panjang strike benda baik kekiri maupun kekanan dari poligon pada bidang xz dan didefinisikan sebagai Y1 yang bernilai positif pada arah +Y dan Y2 yang berniali

positif pada arah –Y. Sehingga dengan mengintegralkan persamaan (2.32) pada arah y dari –Y2 hingga 0 dan 0 hingga Y1 diperoleh :

Gambar 2.5. Geometri dari benda 2,5D sumbu z positif kebawah, sumbu y arah strike dan kelurusan lintasan pada arah x.

(2.33)

dengan

√ √ Penyelesaian integral persamaan (2.33) pada arah z adalah :

(2.34)

Integral luasan poligon pada persamaan (2.34) dapat di rubah dalam bentuk integral garis dari sekeliling poligon dengan merubah fungsi z kedalam fungsi x dari setiap sisi di poligon tersebut (Gambar 2.6). Untuk setiap sisi dari poligon fungsi z di definisikan sebagai :

-y

x

y


(25)

commit to user

Dengan

Gambar 2.6. Hubungan x dan y pada model poligon tetutup(Bullard dalam Bugyo,2010)

Dan z0 adalah titik potong antara sisi ke I dengan sumbu z. Maka Persamaan

(2.34) akan berubah menjadi :

(2.35) dengan

dan

∮ √

x0i

x

z

θi θi

z0i

θi

(xi,zi)


(26)

commit to user

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 24 lokasi di daerah Karanganyar bagian barat mulai pada koordinat 7033’49.7” LS sampai 7037’05.9”LS dan 110050’56.0” BT sampai 110056’58.9”BT. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011. 3.2. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian dengan metode geofisika ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahapan tersebut secara berturut-turut adalah tahap pengambilan data, tahap pengolahan data, tahap interpretasi data. Tahap-tahap yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1.

B

Pengambilan Data

Koreksi Pasut

Koreksi Tinggi Alat

Koreksi Drift

A

Mulai


(27)

commit to user

B

Gravitasi Observasi

Anomali Bouguer

C

Koreksi Gravitasi Normal

Koreksi Udara Bebas

Koreksi Bouguer

Koreksi Medan

Proyeksi ke Bidang Datar

Pemisahan Anomali Regional-Residual


(28)

commit to user

Gambar 3.1. Alur Penelitian 3.3. Pengambilan Data dan Penelitian

Pada pengambilan data dan penelitian ada beberapa hal harus dilakukan yaitu:

3.3.1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi Pengenalan Lapangan, Persiapan alat, serta transportasi. Tahap Pengenalan lapangan dilakukan untuk mencakup seluruh daerah penelitian dan untuk mengetahui jalur-jalur lintasan yang digunakan untuk pengambilan data. Alat yang digunakan adalah Gravimeter La Coste & Romberg tipe G525 untuk mengukur gaya berat serta GPS(Global Position System) dan peta topografi untuk menentukan koordinat dan ketinggian lokasi. Bahan yang digunakan adalah buku lab, pensil, serta mistar. Adapun gambar alat Gravimeter adalah sebagai berikut:

C

Anomali Model

Selesai A

Informasi Geologi


(29)

commit to user

Gambar 3.2. Gravitymeter LaCoste-Romberg G525.

3.3.2. Tahap Pengambilan Data

Proses pengambilan data dimulai dengan pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat pada titik base station yang mana letaknya di Bandung, tepatnya di titik DG0. Titik tersebut sebagai titik ikat tingkat I dari titik pengamatan selanjutnya. Sedangkan untuk letak titik ikat tingkat II adalah di UNS. Titik ikat tingkat II inilah yang digunakan untuk looping harian. Looping harian adalah pengmbilan data dengan cara dimulai dari titik ikat dan diakhiri di titik tersebut pada hari itu juga. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh drift dari gravitymeter. Nilai yang digunakan pada titik ikat tingkat II merupakan nilai yang sudah diikatkan terlebih dulu ke titik ikat tingkat I.

Setelah pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat di titik base station, pencatatan di titik UNS sebagai titik ikat tingkat II. Pada titik tersebut dimulai

looping harian. Selanjutnya pencatatan nilai skala pembacaan gaya berat tiap titik pada 24 titik daerah penelitian.


(30)

commit to user

Gambar 3.3. Looping harian.

Variabel yang di catat adalah skala pembacaan gaya berat pada gavitymeter, waktu pembacaan, koordinat lokasi pembacaan, serta ketinggian lokasinya. Setelah pengambilan data pada semua titik penelitian kemudian kembali ke titik UNS untuk akhir dari looping harian. Setelah semua data pada titik penelitian dicatat, baik pada titik stasiun n maupun pada titik ikat tingkat II, maka dilakukan pencatatan akhir pada titik DG0.

3.3.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data penelitian, selanjutnya data tersebut diolah sesuai dengan urutan pada gambar 3.1. Pengolahan data awal yang dilakukan adalah konversi nilai skala gravitymeter ke miligal. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh dari penelitian masih berupa nilai skala gravitymeter. Nilai gravitasi yang telah dikonversi merupakan hasil pengukuran variasi gaya berat dari titik pengukuran satu ke titik pengukuran lain dan tidak mengukur gaya berat mutlak pada suatu titik ukur. Selanjutnya adalah mereduksi nilai gravitasi terukur. Hal ini dilakukan karena hasil pengukuran di lapangan masih terpengaruh kondisi geologis daerah penelititan. Reduksi yang dilakukan adalah koreksi pasang surut,

UNS St 1

St 2

St n


(31)

commit to user

koreksi tinggi alat, koreksi drift, koreksi gravitasi normal, koreksi udara bebas, koreksi bouguer, koreksi medan.

1. Koreksi pasang surut.

Koreksi ini dikarenakan adanya pengaruh gaya tarik bumi oleh massa bulan dan matahari pada saat pengukuran.

2. Koreksi tinggi alat.

Koreksi ini dilakukan karena nilai gravitasi yang didapat dari pengukuran merupakan nilai di atas permukaan, seharusnya nilai tersebut merupakan nilai tepat di permukaan tanah.

3. Koreksi drift.

Gravitymeter yang sangat peka terhadap goncangan menyebabkan pergeseran pembacaan pada alat. Oleh karena itu perlu adanya koreksi terhadap pergeseran tersebut dan besarnya sebagai fungsi waktu.

4. Koreksi gravitasi normal.

Jari- jari bumi di tiap tempat memiliki nilai yang berbeda-beda karena bentuk bumi yang tidak bulat sempurna. Hal ini menyebabkan nilai gravitasi yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu memungkinkan untuk menghitung nilai gravitasi secara teoritis berdasarkan letak lintangnya. 5. Koreksi udara bebas.

Bumi dianggap bulat sempurna yang dibatasi oleh bidang speroida acuan, hanya memperhitungkan perbedaan ketinggian terhadap speroida acuan dengan mengabaikan massa di antara speroida acuan dan titik ukurKoreksi bouguer.

6. Koreksi bouguer.

Koreksi ini tergantung pada ketinggian dan massa jenis batuannya. Untuk mencari massa jenis batuan dengan menggunakan metode penentuan massa jenis rata-rata.


(32)

commit to user

7. Koreksi medan.

Pengukuran di daerah berbukit akan berbeda dengan pengukuran di daerah datar, maka perlu adanya koreksi medan di sekitar titik pengamatan. Yaitu dengan memperhatikan topografi di sekitar titik pengamatan.

Anomali Bouguer dapat diperoleh dari selisih medan gravitasi hasil pengukuran dengan nilai gravitasi normal yang telah dikoreksi. Namun anomali ini bukan merupakan anomali yang sebenarnya. Hal ini karena anomali tersebut berada di topografi. Oleh karena itu perlu adanya proyeksi ke bidang datar dengan metode Dampney. (Dampney dalam Setyawan, 2005). Setelah diproyeksikan kemudian anomali Bouguer dipisahkan anomali regional dan residualnya. Pemisahan anomali menggunakan metode polinomial. (Thruston dan Brown, 1992).

Proses dalam metode Dampney adalah menetukan sumber ekivalen titk massa diskrit pada kedalaman tertentu di bawah permukaan dengan memanfaatkan data anomali Bouguer di permukaan. Kemudian dihitung medan gravitasi teoritis tersebut pada suatu bidang datar dengan ketinggian tertentu. Dari metode ini diperoleh anomali bouguer di atas topografi. Oleh karena itu tidak perlu lagi adanya pengangkatan ke atas dari data anomali Bouguer.

Setelah nilai anomali Bouguer sudah berada di bidang datar, maka perlu adanya pemisahan anomali menggunakan metode polinomial. Metode ini berasumsi bahwa data anomali Bouguer didefinisikan F(xi,yi), yang diambil

sampel pada sebuah grid dengan spasi dimensi (n-1) ∆x dan (m-1) ∆y, dimana ∆x

dan ∆y merupakan interval grid dalam sumbu x dan sumbu y.( Thruston dan Brown, 1992). Jika F(xi,yi) merupakan representasi polinomial, maka dengan

perhitungan sesuai persamaan (2.28) diperoleh besarnya anomali regional. dari anomali regional yang telah diperoleh kita dapat menentukan besarnya anomali residual dengan mengurangi anomali Bouguer dengan anomali regional sesuai persamaan (2.29).


(33)

commit to user

Gambar 3.4. Representsi trend regional dengan metode polinomial. 3.3.4. Tahap Interpretasi Data

Pada tahap interpretasi data penelitian ini menggunakan metode yang dikemukakan oleh Talwani. Yaitu analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan menggunakan metode poligon. Prinsip umumnya adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan,dengan menghitung benda anomali berupa poligon-poligon. Masing-masing titik dari poligon akan memberikan gaya gravitasi sehingga membentuk profil gravitasi. Bila error sudah kecil, maka model tersebut merupakan hasil pemodelan dari penelitian. Perhitungan komputasi menggunakan program Grav2DC.


(34)

commit to user

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini penentuan jenis batuan didasarkan pada nilai densitas batuan tersebut. Pengukuran dengan metode gravitasi sebagaimana telah dijelaskan dalam bab 3 sebelumnya, dilakukan untuk mengetahui nilai densitas pada daerah penelitian. Topografi daerah penelitian ini adalah daratan dengan ketinggian terendah di barat daerah penelitian, semakin ke timur semakin naik. Sehingga dapat dikatakan daerah penelitian berupa daratan miring. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil pengolahan data yang telah diperoleh dari lapangan dengan mengacu pada batasan masalah dari penelitian ini sendiri. Kemudian dilakukan interpretasi dari hasil pengolahan data untuk mengetahui struktur bawah permukaan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.

4.1. Nilai Gravitasi Pada Lokasi Penelitian

Pengukuran dari lapangan yang masih berupa nilai pembacaan pada Gravitymeter diproses sehingga diperoleh gravitasi pada masing-masing lokasi penelitian. Adapun besarnya gravitasi pada lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1.


(35)

commit to user

Gambar 4.2. Profil gravitasi 3D pada lokasi penelitian

Hasil pengukuran menunjukkan nilai gravitasi pada masing-masing lokasi tidak menyimpang jauh dari gravitasi bumi rata-rata yaitu 9,80 m/s2 atau 980.000 mGal. Selisih gravitasi pada pengukuran dengan gravitasi bumi rata-rata adalah < 3.000 mGal. Nilai 9,8 m/s2 merupakan hasil rata-rata gravitasi dari seluruh gravitasi di seluruh lokasi di bumi. Pada gambar 4.2 nampak bahwa ada sekitar tiga puncak dan satu lembah. Puncak tersebut menunjukkan bahwa di sekitar lokasi tersebut mempunyai nilai gravitasi yang lebih besar di banding lokasi lain di daerah penelitian. Sedangkan ada satu lembah lembah menunjukkan bahwa di lokasi tersebut dan di sekitarnya mempunyai nilai gravitasi yang lebih kecil dibandingkan lokasi lain di daerah penelitian.

4. 2. Hasil Penentuan Densitas Rata-rata Batuan.

Untuk menentukan nilai densitas rata-rata batuan pada daerah penelitian digunakan metode Nettleton yang mana dibuat ektrapolasi nilai gravitasi dari berbagai harga densitas. Lokasi bukit dan lembah yang dipakai untuk ekstrapolasi


(36)

commit to user

ini adalah Wirun, Cangkol, Bakalan, Kayuapak, Lalung, Pundungrejo, Keragilan. Profil topografi untuk ketujuh lokasi tersebut adalah sebagai berikut:

Wiru n

CAN

GKO

L

KAY

UAPAK LALUN

G

PUN DU

NG REJ

O KERG

ILAN

120 130 140 150 160 170 180

h

(M)

Gambar 4.3. Profil ketinggian untuk menentukan densitas rata-rata. Hasil ekstrapolasi nilai gravitasi dari beberapa daerah sampel tersebut berupa profil sebagai berikut:


(37)

commit to user

Harga densitas yang diambil adalah harga densitas untuk gafik gravitasi yang terkorelasi mnimum dengan profil topografi, baik korelasi positif maupun korelasi negatif. Dapat dilihat pada grafik dari Wirun sampai Bakalan nampak bahwa ada pola naik atau positif dan turun atau negatif. Pada grafik dari Bakalan ke Kayuapak, Kayuapak ke Lalung, serta dari Pundungrejo ke Keragilan tampak bahwa untuk semua harga densitas batuan membentuk pola yang sama. Hal ini dikarenakan data ketinggian yang diperoleh dari hasil pengukuran kurang sesuai dengan data ketinggian di peta topografi. Faktor ketinggian lokasi pengukuran sangat penting dalam reduksi data gravitasi. Sehingga hasil ekstrapolasi dari nilai gravitasi yang diperoleh menunjukkan pola yang sama.

Untuk beberapa harga densitas mengikuti pola naik atau pun turun. Namun untuk grafik nilai gravitasi dengan harga densitas 2,5 gr/cm3 diperkirakan mempunyai korelasi paling minimum terhadap pola naik maupun turun. Oleh karena itu densitas 2,5 gr/cm3 dipakai sebagai harga densitas rata-rata batuan di daerah penelitian ini. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung koreksi Bouguer.

4. 3. Anomali Bouguer

Setelah reduksi data yang dilakukan mulai dari menghitung gravitasi normal, koreksi drift, koreksi pasang surut, koreksi udara bebas, koreksi medan, koreksi Bouguer, maka akan diperoleh hasil anomali bouguer dengan menghitung selisih antara gravitasi pengamatan dengan medan gravitasi normal yang telah dikoreksi . Anomali Bouguer yang sudah ini merupakan anomali yang berada di topografi. Sehingga bisa dikatakan anomali tersebut bukanlah anomali yang sebenarnya. (Koesuma,2001). Oleh karena itu untuk mendapatkan anomali yang sebenarnya maka data anomali Bouguer perlu diproyeksikan ke suatu bidang datar tertentu.

Peta kontur anomali Bouguer yang telah diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:


(38)

commit to user

Gambar 4.5. Profil anomali Bouguer lengkap di topografi.

Gambar 4.6. Profil anomali Bouguer lengkap 3D di topografi.

Peta anomali Bouguer pada gambar 4.4. daerah lokasi penelitian memanjang dari barat ke timur. Untuk daerah seperti di utara daerah penelitian cenderung lebih rendah, berkisar ≤-76 mGal. Sedangkan di selatan daerah penelitian memiliki


(39)

commit to user

anomali Bouguer sekitar ≥-66 mGal. Bila dilihat dari peta kontur anomali pulau Jawa maka hasil yang didapat dari penelitian ini cukup relevan. Karena untuk daerah sekitar Karanganyar mempunyai nilai anomali minus. (Brotopuspito, 2010).

Gambar 4.7. Peta anomali Bouguer pulau Jawa (Brotopuspito, 2010). 4.4. Anomali Bouguer di Bidang Datar

Peta anomali Bouguer yang diperoleh dari hasil perhitungan masih berada di topografi. Untuk meminimalkan distorsi data gravitasi akibat ketinggian yang bervariasi, maka perlu adanya proyeksi ke suatu bidang datar tertentu.(Setyawan, 2005). Pada penelitian ini proyeksi ke bidang datar menggunakan metode sumber ekivalen titik massa Dampney. Bidang datar pada penelitian ini berada pada ketinggian 284 meter di atas speroida acuan.

Data anomali gravitasi yang tidak teratur dan pada ketinggian yang bervariasi dibuat suatu sumber ekivalen titik massa diskrit pada bidang datar dengan kedalaman tertentu. Pada penelitian ini kedalaman sumber ekivalen titik massa yang digunakan adalah 7000 meter di bawah speroida acuan. Percepatan gravitasi di bidang datar pada ketinggian 284 meter, yang diakibatkan oleh sumber tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:


(40)

commit to user

Gambar 4.8. Profil anomali Bouguer di bidang datar, ketinggian 284 m.

Gambar 4.9. Profil anomali Bouguer di bidang datar, ketinggian 284 m. Pola anomali Bouguer di bidang datar pada ketinggian 284 meter menunjukkan pola anomali yang sama dengan pola anomali bouguer di topografi. Hal ini menunjukkan bahwa benda anomali mempunyai peran dalam pembentukan


(41)

commit to user

topografi daerah penelitian ini. Range nilai anomali Bouguer pada bidang datar berkisar antara -82 mGal sampai -56 mGal.

Bila dibandingkan dengan anomali Bouguer pada topografi, maka range nilai anomali Bouguer pada bidang datar lebih kecil. Hal ini dikarenakan distorsi akibat topografi yang tidak homogen sudah diminimalkan. Sehingga selisih anomali Bouguer pada bidang datar relatif kecil.

4.5. Hasil Pemisahan Anomali Regional dan Anomali Residual

Anomali Bouguer yang sudah diproyeksikan ke bidang datar masih merupakan integrasi dari anomali regional dan anomali residual. Sehingga perlu adanya suatu pemisahan antara anomali regional dan anomali residual. Dengan menggunakan metode polinomial dapat dihitung besarnya anomali regional. Sehingga dapat dicari anomali residual dengan cara mengurangkan anomali Bouguer dengan anomali regional. Jadi anomali residual merupakan selisih antara anomali bouguer dengan anomali regional.

4.5.1. Anomali Regional

Anomali regional merupakan anomali yang berasal sumber yang sangat dalam, berukuran besar dan biasanya berhubungan dengan lempeng tektonik.(Gupta dan Ramani, 1980). Ada beberapa kriteria dalam proses pengambilan anomali ini. Pertama adalah pola konturnya sudah menampakkan kecenderungan yang sama. Kedua adalah bentuk konturnya mencirikan struktur yang dalam seperti bentuk lempeng tektonik. (Koesuma,2001).


(42)

commit to user

Perhitungan dengan menggunakan metode polinomial, yang kemudian dibuat plot ke dalam peta kontur diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 4.10. Profil anomali regional, selang kontur 1 mGal.

Gambar 4.11. Profil anomali regional, selang kontur 1 mGal.

Dari hasil kontur yang diperoleh dapat dilihat bahwa range anomali berkisar antara -81 sampai -54 mGal. Bila dibandingkan dengan range anomali Bouguer yang sudah berada di bidang datar, maka range anomali regional lebih kecil.


(43)

commit to user

Sehingga nilai anomali residual dapat dihitung dengan mencari selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional.

Bentuk kontur pada anomali regional bila dihitung dengan menggunakan metode polinomial akan membentuk pola struktur yang dalam seperti bentuk lempeng tektonik. Hal ini terbukti dengan peta kontur anomali regional yang diperoleh dari penelitian ini. Terlihat pada gambar 4.10 bahwa pola kontur yang condong atau miring ke arah Utara-Selatan dengan nilai anomali di bagian Utara lebih rendah dibandingkan dengan anomali yang berada di bagian Selatan.

4.5.2. Anomali Residual

Anomali residual merupakan anomali lokal yang berada di daerah penelitian. Anomali ini diperoleh dari selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional. Anomali residual inilah yang digunakan untuk interpretasi bawah permukaan daerah penelitian ini. Hasil dari perhitungan yang kemudian diplot ke bentuk peta kontur diperoleh anomali residual sebagai berikut:


(44)

commit to user

Gambar 4.13. Profil anomali residual 3D, selang kontur 1 mGal.

Nilai anomali residual yang didapat berkisar antara -14 sampai 8 mGal. Biasanya nilai anomali residual berkisar antara -10 sampai 10 mGal. (Koesuma, 2001). Nilai anomali residual ini sudah tidak terpengaruh kondisi topografi. Karena anomali ini sudah berada di berada di bidang datar. Anomali terbesar berada di Selatan daerah penelitian dengan anomali sebesar 8 mGal. Sedangkan anomali terendah berada di tengah daerah penelitian dengan anomali sebesar -14 mGal.

Kontras anomali residual sangat nampak terutama di tengah daerah penelitian yaitu di daerah sekitar Joho. Peneliti berasumsi bahwa kontras ini dipengaruhi variasi densitas batuan di daerah tersebut. Sedangkan di Timur daerah penelitian kontras anomali relatif kecil. Kemungkinan densitas batuan di daerah tersebut hampir seragam.

4.6. Hasil Pemodelan

Setelah diperoleh peta kontur anomali residual yang merupakan anomali yang bersumber dari lokal daerah penelitian, maka di buat sayatan atau lintasan pada peta tersebut.Hal ini dilakukan untuk interpretasi bawah permukaan dengan menggunakan pemodelan. Diambil sayatan memanjang dari arah Timur Laut ke


(45)

commit to user

Barat Daya sebagai lintasan A-A’, serta memanjang dari arah Barat ke Timur sebagai lintasan BB’.

Gambar 4.14. Profil sayatan.

Pemodelan dengan menggunakan software Grav2DC diperoleh hasil sebagai berikut:


(46)

commit to user

Pemodelan pada gambar 4.15 didapat dengan menginversi bentuk-bentuk anomali berupa poligon. Hasil pemodelan harus mempunyai nilai error minimum. Error pada pemodelan untuk lintasan A-A’ adalah 9,77. Pada lintasan ini diperoleh nilai kontras densitas masing-masing:

a. ∆ρ = -1,496 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,004 gr/cm3. b. ∆ρ = -0,997 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,503 gr/cm3. c. ∆ρ = -0,940 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,56 gr/cm3. d. ∆ρ = 0,110 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 2,39 gr/cm3. e. ∆ρ = 0,757gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 3,257 gr/cm3. Massa jenis tersebut didapat dari densitas Bouguer (rata-rata) 2,5 gr/cm3 ditambah dengan ∆ρ. Diperkirakan pada lintasan A-A’ mempunyai struktur bawah permukaan dengan batuan yaitu berupa sedimen seperti batuan lempung (clay), batuan pasir (sandstone), serta terdapat batuan beku diabase (Telford, 1990).

Adapun pemodelan pada sayatan kedua diperoleh hasil sebagai berikut:


(47)

commit to user

Pada pemodelan lintasan ini nilai errornya adalah sebesar 2,96. Besarnya kontras densitas adalah sebagai berikut:

a. ∆ρ = 1,720 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 4,22 gr/cm3. b. ∆ρ = -0,688 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,812 gr/cm3. c. ∆ρ = 0,147 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 2,353 gr/cm3. d. ∆ρ = 0,840 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 3,34 gr/cm3. Diperkirakan jenis batuan pada lintasan B-B’ antara lain yaitu Chalcopyrite

dengan densitas 4,22 gr/cm3, pasir dengan densitas 1,812 gr/cm3, batuan pasir dengan densitas 2,353 gr/cm3, serta batuan peridotite dengan densitas 3,34gr/cm3. Bila ditinjau dari kedua lintasan A-A’ dan B-B’ maka jenis batuan yang ada di bawah permukaan daerah Karanganyar bagian Barat sebagian besar merupakan batuan yang tergolong jenis batuan sedimen dan batuan beku. Yang mana keseluruhan batuan tersebut merupakan limpahan dari lahar dingin gunung Lawu.


(48)

commit to user

41 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, penulis menarik simpulan sebagai berikut:

1. Anomali Bouguer pada daerah penelitian bernilai negatif. Hal ini disebabkan besarnya gravitasi dari hasil pengukuran di lapangan lebih kecil dibandingkan dengan faktor koreksinya.

2. Nilai densitas rata-rata di Karanganyar bagian Barat dan sekitarnya diperoleh hasil 2,5 gr/cm3.

3. Jenis batuan di Karanganyar bagian Barat adalah batuan lempung (clay), batuan pasir (sandstone), serta terdapat batuan beku diabase, dan

peridotite. 5.2. Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Perlunya pengukuran ketinggian yang lebih akurat pada lokasi penelitian, karena faktor ketinggian sangat mempengaruhi hasil pengolahan data. 2. Perlu adanya pembanding dengan metode lain dalam pengolahan data,

sehingga hasil penelitian diharapkan mendekati realita di lapangan.


(1)

commit to user

Sehingga nilai anomali residual dapat dihitung dengan mencari selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional.

Bentuk kontur pada anomali regional bila dihitung dengan menggunakan metode polinomial akan membentuk pola struktur yang dalam seperti bentuk lempeng tektonik. Hal ini terbukti dengan peta kontur anomali regional yang diperoleh dari penelitian ini. Terlihat pada gambar 4.10 bahwa pola kontur yang condong atau miring ke arah Utara-Selatan dengan nilai anomali di bagian Utara lebih rendah dibandingkan dengan anomali yang berada di bagian Selatan.

4.5.2. Anomali Residual

Anomali residual merupakan anomali lokal yang berada di daerah penelitian. Anomali ini diperoleh dari selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional. Anomali residual inilah yang digunakan untuk interpretasi bawah permukaan daerah penelitian ini. Hasil dari perhitungan yang kemudian diplot ke bentuk peta kontur diperoleh anomali residual sebagai berikut:


(2)

commit to user

Gambar 4.13. Profil anomali residual 3D, selang kontur 1 mGal.

Nilai anomali residual yang didapat berkisar antara -14 sampai 8 mGal. Biasanya nilai anomali residual berkisar antara -10 sampai 10 mGal. (Koesuma, 2001). Nilai anomali residual ini sudah tidak terpengaruh kondisi topografi. Karena anomali ini sudah berada di berada di bidang datar. Anomali terbesar berada di Selatan daerah penelitian dengan anomali sebesar 8 mGal. Sedangkan anomali terendah berada di tengah daerah penelitian dengan anomali sebesar -14 mGal.

Kontras anomali residual sangat nampak terutama di tengah daerah penelitian yaitu di daerah sekitar Joho. Peneliti berasumsi bahwa kontras ini dipengaruhi variasi densitas batuan di daerah tersebut. Sedangkan di Timur daerah penelitian kontras anomali relatif kecil. Kemungkinan densitas batuan di daerah tersebut hampir seragam.

4.6. Hasil Pemodelan

Setelah diperoleh peta kontur anomali residual yang merupakan anomali yang bersumber dari lokal daerah penelitian, maka di buat sayatan atau lintasan pada peta tersebut.Hal ini dilakukan untuk interpretasi bawah permukaan dengan menggunakan pemodelan. Diambil sayatan memanjang dari arah Timur Laut ke


(3)

commit to user

Barat Daya sebagai lintasan A-A’, serta memanjang dari arah Barat ke Timur sebagai lintasan BB’.

Gambar 4.14. Profil sayatan.

Pemodelan dengan menggunakan software Grav2DC diperoleh hasil sebagai berikut:


(4)

commit to user

Pemodelan pada gambar 4.15 didapat dengan menginversi bentuk-bentuk anomali berupa poligon. Hasil pemodelan harus mempunyai nilai error minimum. Error pada pemodelan untuk lintasan A-A’ adalah 9,77. Pada lintasan ini diperoleh nilai kontras densitas masing-masing:

a. ∆ρ = -1,496 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,004 gr/cm3. b. ∆ρ = -0,997 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,503 gr/cm3. c. ∆ρ = -0,940 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,56 gr/cm3. d. ∆ρ = 0,110 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 2,39 gr/cm3. e. ∆ρ = 0,757gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 3,257 gr/cm3. Massa jenis tersebut didapat dari densitas Bouguer (rata-rata) 2,5 gr/cm3 ditambah dengan ∆ρ. Diperkirakan pada lintasan A-A’ mempunyai struktur bawah permukaan dengan batuan yaitu berupa sedimen seperti batuan lempung (clay), batuan pasir (sandstone), serta terdapat batuan beku diabase (Telford, 1990).

Adapun pemodelan pada sayatan kedua diperoleh hasil sebagai berikut:


(5)

commit to user

Pada pemodelan lintasan ini nilai errornya adalah sebesar 2,96. Besarnya kontras densitas adalah sebagai berikut:

a. ∆ρ = 1,720 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 4,22 gr/cm3. b. ∆ρ = -0,688 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 1,812 gr/cm3. c. ∆ρ = 0,147 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 2,353 gr/cm3. d. ∆ρ = 0,840 gr/cm3 atau batuan dengan densitas sebesar 3,34 gr/cm3. Diperkirakan jenis batuan pada lintasan B-B’ antara lain yaitu Chalcopyrite

dengan densitas 4,22 gr/cm3, pasir dengan densitas 1,812 gr/cm3, batuan pasir dengan densitas 2,353 gr/cm3, serta batuan peridotite dengan densitas 3,34gr/cm3. Bila ditinjau dari kedua lintasan A-A’ dan B-B’ maka jenis batuan yang ada di bawah permukaan daerah Karanganyar bagian Barat sebagian besar merupakan batuan yang tergolong jenis batuan sedimen dan batuan beku. Yang mana keseluruhan batuan tersebut merupakan limpahan dari lahar dingin gunung Lawu.


(6)

commit to user

41 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, penulis menarik simpulan sebagai berikut:

1. Anomali Bouguer pada daerah penelitian bernilai negatif. Hal ini disebabkan besarnya gravitasi dari hasil pengukuran di lapangan lebih kecil dibandingkan dengan faktor koreksinya.

2. Nilai densitas rata-rata di Karanganyar bagian Barat dan sekitarnya diperoleh hasil 2,5 gr/cm3.

3. Jenis batuan di Karanganyar bagian Barat adalah batuan lempung (clay), batuan pasir (sandstone), serta terdapat batuan beku diabase, dan

peridotite.

5.2. Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Perlunya pengukuran ketinggian yang lebih akurat pada lokasi penelitian, karena faktor ketinggian sangat mempengaruhi hasil pengolahan data. 2. Perlu adanya pembanding dengan metode lain dalam pengolahan data,

sehingga hasil penelitian diharapkan mendekati realita di lapangan.