Perawatan Lesi Likenoid Oral yang Disebabkan oleh Obat Antihipertensi

tepat dan melihat gambaran histologis sel displasia yang dapat berkembang ke arah keganasan. 8,17

2.2.7 Perawatan

Tujuan utama perawatan likenoid oral adalah menghilangkan gejala rasa sakit, menyembuhkan lesi, penurunan resiko kanker rongga mulut dan pemeliharaan oral higiene. 20 Dalam mencapai tujuan tersebut dapat digunakan modalitas perawatan farmakologik maupun non-farmakologik. Berbagai macam bahan farmakologik seperti kortikosteroid,retinoid, cyclosporin dan tacrolimus telah digunakan untuk merawat likenoid oral. Dari sekian banyak pilihan obat, kortikosteroid merupakan pilihan utama yang paling sering dianjurkan karena memiliki efek imunosupresan dan anti inflamasi yang sesuai dengan patogenitas likenoid. 27,29 Pemberian obat-obatan golongan kortikosteroid dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara lokal ataupun sistemik.Dalam pengobatan farmakologik secara lokal, kortikosteroid topikal paling banyak dipilih untuk merawat lesi atropik dan erosif. 20 Kortikosteroid topikal bermanfaat dalam mengurangi rasa sakit serta inflamasi. Pilihan obat yang dapat digunakan adalah triamcinolone acetonide 0,1, bethametasone valerate gel 0,05, clobetasol proprionate gel 0,05, dan fluocinonide acetonide 0,05 ditemukan efektif pada lesi likenoid yang lebih parah dan tidak merespon golongan lain. Obat ini juga dianjurkan terhadap pasien yang memiliki penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes karena memiliki efek samping yang lebih sedikit. 28,29 Cara penggunaan obat-obatan tersebut yaitu pasien diinstruksikan untuk mengaplikasikan selapis tipis pada lesi sebanyak 3 kali sehari, setelah makan dan sebelum tidur.Pada pasien yang lesinya meluas dan pemberian Universitas Sumatera Utara topikal akan memberikan rasa tidak nyaman maka penggunaan suspensi berbentuk obat kumur dapat diindikasikan, pemilihan obatnya yaitu aqueous triamcinolone acetonide 1,0 mgml atau dexamethasone elixir 0,1 mgml. Pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan 5 mL larutan selama 2 menit setelah makan dan sebelum tidur. 29 Terapi kortikosteroid secara sistemik merupakan pengobatan paling efektif pada penderita dengan lesi likenoid oral yang meluas serta sulit disembuhkan. Pengobatan ini juga dianjurkan terhadap lesi yang tidak responsif terhadap terapi topikal.Prednison dipilih sebagai pengobatan awal pada pasien likenoid oral dengan dosis 30-60 mg per hari. 30 Pengobatan harus tetap dilanjutkan sampai lesi terkontrol.Obat-obatan lain yang dapat dipilih adalah golongan methyl prednisolone. Pengobatan secara injeksi intralesi dapat dilakukan dengan pilihan obat intralesional corticosteroids sebanyak 0,2-0,4 ml atau triamcinolone acetonide 1,0 ml. Kekurangan dari pengobatan ini adalah timbulnya rasa sakit serta tidak selalu efektif dan akan timbul efek lokal seperti pembesaran mukosa. 27,28 Untuk mengurangi efek samping yang dapat terjadi, kortikosteroid sistemik sering digunakan bersama topikal agar memperoleh hasil pengobatan yang efektif.Dosis yang digunakan bervariasi, bergantung dengan respon pasien. Dosis harus disesuaikan dengan individu yaitu melihat keparahan lesi, usia, dan berat badan pasien. 28 Selain kortikosteroid terdapat agen farmakologik lain untuk merawat lesi likenoid oral yang dapat digunakan secara topikal ataupun sistemik seperti retinoid yang memiliki kandungan vitamin A dan berguna untuk mempercepat penyembuhan Universitas Sumatera Utara lesi. Retinoid dapat dipilih dalam perawatan lesi apabila kortikosteroid tidak berhasil. Topikal retinoid memiliki efek terapeutik dalam mengobati daerah hyperkeratotic likenoid, dan pengobatan sistemiknya dianjurkan dalam pengobatan likenoid dengan lesi yang lebih parah. 30 Selain itu, tacrolimus jugamerupakan pilihan obat yang diindikasikan secara topikal untuk mengontrol lesi dan efektif dalam penyembuhan likenoid tipe erosif, memiliki efek penetrasi yang baik terhadap kulit dan efek samping yang ditimbulkan adalah iritasi lokal. Cyclosporin adalah senyawa polypeptide yang dapat menghalangi produksi sitokin dan efektif digunakan secara topikal. Cyclosporin dapat menjadi pengobatan konvensional ataupun alternatif pada kontrol awal likenoid oral, tetapi pengobatan ini tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama karena memerlukan biaya yang mahal serta masih terdapat obat lain yang lebih tepat dalam penanganan lesi ini. Selain ketiga pilihan obat tersebut, juga terdapat bermacam obat-obatan golongan lain seperti azathioprine, dapsone, glycyrrhizin, interferon, levamisole, dan mesalazine yang dapat dipilih sebagai perawatan farmakologik. 28,29 Perawatan secara non-farmakologik yaitu biopsi, laser dan photochemotherapy PUVA. Secara umum biopsi dilakukan untuk menghilangkan daerah lesi yang beresiko tinggi menjadi sel dysplasia. Perawatan lanjutan seperti laser yang dapat dipilih adalah cryotherapy, CO 2 laser dan ND:YAG laser. Photochemotherapy PUVA berguna terhadap pasien yang tidak merespon terapi farmakologik, beberapa studi mengindikasikan terapi ini karena memiliki efek terapeutik dan merupakan terapi lebih lanjut dalam mengontrol lesi. 28,30 Faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab lesi harus disingkirkan, apabila Universitas Sumatera Utara penyebabnya tambalan amalgam maka bahan tambalan harus diganti. Sementara likenoid yang disebabkan oleh obat-obatan, penggantian ataupun pemberhentian obat harus dilakukan untuk mengontrol lesi dan mencegah perkembangannya kearah keganasan. 8,20 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 LAPORAN KASUS

Seorang pasien, wanita, usia 57 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga, pada tanggal 7 Oktober 2011, dirujuk dari RS. Pelabuhan Belawan ke RSGMP FKG-USU dengan keluhan luka di pipi kiri. Dari anamnesis diperoleh bahwa luka tersebut sudah berlangsung selama ± 1 tahun, dengan keluhan terasa sakit apabila mengonsumsi makanan yang pedas. Sejak timbulnya luka pasien baru satu kali berobat ke dokter umum, diberi obat berupa tablet sebanyak 2 macam dan obat kumur betadine. Pasien juga mengaku tidak mengalami stres atau tekanan psikologi, selain itu pasien juga menggunakan Lasegar. Pasien mengatakan bahwa telah menderita hipertensi sejak 1,5 tahun yang lalu. Oleh dokter, pasien diberi obat AB-vask dan Tensivask yang dikonsumsi secara bergantian. Pasien mengatakan sejak mulai mengonsumsi obat tersebut timbul luka pada pipinya. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak dijumpai kelainan apapun. Pemeriksaan intra oral pada mukosa bukal sebelah kiri di sekitar regio 38, 37, 36, 35 terlihat daerah ulserasi, dangkal, ditutupi pseudomembran kekuningan, bentuk tidak teratur, ukuran ± 3x1 cm, berwarna merah dan dikelilingi striae putih gambar 7. Gigi 36 radiks, 16,48,47,37,38 karies. Terdapat kalkulus pada gigi 35, 34, 33, 32, 31. Universitas Sumatera Utara