Tinjauan tentang Peradilan Agama

commit to user 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Peradilan Agama

a. Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum Acara Peradilan Agama ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya H.A.Mukti Arto, 1996:9 . Sumber hukum acara Peradilan Agama terdapat dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menetapkan tentang Hukum Acara yang berlaku pada peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini. 1 Peraturan Perundang-undangan Tentang Hukum Acara Perdata yang Berlaku Di Lingkungan Peradilan Agama dan Di Peradilan Umum, yaitu: a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan dan Pelaksanaannya. b Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. 2 Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Di Peradilan Umum, yaitu: commit to user 14 a HIR Het Herziene Inlandsche Reglement atau disebut juga RIB Reglemen Indonesia yang diperbarui. b RBG Rechts Reglement Buitengewesten atau disebut juga Reglemen untuk daerah seberang, maksudnya untuk daerah luar jawa dan madura. c RSV Reglement opde Burgelijke Rechts Vordering yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Road van justitie. d BW Burgeljke Wetboek atau disebut juga Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Eropa. 3 Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Khusus Di Pengadilan Agama, yaitu: a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. b Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. c Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Islam. 4 Sumber-Sumber Lainnya a Peraturan Mahkamah Agung RI. b Surat Edaran Mahkamah Agung RI. c Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. d Kitab-kitab Fikih dan sumber-sumber tidak tertulis lainnya. Hal ini sejalan dengan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa: Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Mardani, 2009:61-62. commit to user 15 Perkara-perkara dalam bidang perkawinan berlaku hukum acara khusus dan selebihnya berlaku hukum acara perdata pada umumnya, hukum acara khusus ini meliputi kewenangan relatif Pengadilan Agama, pemanggilan, pembuktian, biaya perkara serta pelaksanaan putusan Mukti Arto,1996:9 . Selain dari Hukum Acara Perdata di Pengadilan Umum yang berlaku di Pengadilan Agama, Hukum Acara Perdata khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 yang menjadi pijakan Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, adalah bidang acara perdata yang menyangkut persengketaan dalam perkawinan. Hukum acara persengketaan dalam bidang perkawinan diatur dalam Pasal 65 sampai Pasal 91 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

b. Asas-asas Umum Peradilan Agama

Asas umum Peradilan Agama adalah asas hukum tertentu dalam bidang hukum acara yang secara khusus dimiliki oleh Pengadilan Agama. Asas-asas ini untuk sekedar membedakan dengan asas khusus yang melekat pada masalah tertentu merupakan pedoman umum dalam melaksanakan penerapan Undang-undang dan keseluruhan rumusan pasal. Oleh karena itu, pendekatan interprestasi, penerapan, dan pelaksanaanya tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan jiwa dan semangat yang tersurat dan tersirat dalam setiap asas umum, di antaranya yaitu: 1 Asas Personalitas KeIslaman. Dalam asas ini dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan meyelesaikan perkara-perkara antar orang-orang yang beragama Islam. Asas personalitas keIslaman yang melekat pada Peradilan Agama yaitu di antaranya: commit to user 16 a Pihak-pihak yang berperkara atau bersengketa harus sama-sama pemeluk agama Islam. b Perkara-perkara yang dipersengketakan harus mengenai perkara- perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, wakaf, sedekah dan ekonomi syari’ah. c Hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam. Patokan asas personalitas keIslaman didasarkan pada patokan umum dan patokan pada saat terjadi hubungan hukum. Patokan umum berarti apabila seseorang telah mengaku beragama Islam maka bagi dirinya telah melekat asas personalitas keIslaman, patokan saat terjadinya hubungan hukum adalah pada saat terjadi hubungan hukum kedua belah pihak yang berperkara sama-sama beragama Islam dan hubungan hukum yang mereka laksanakan berdasarkan hukum Islam, maka sengketanya mutlak dan absolut tunduk menjadi kewenangan peradilan agama. 2 Asas KebebasanKemerdekaan. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, asas kebebasan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yaitu Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Tujuan memberikan kemerdekaan bagi kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan fungsi peradilan yaitu agar hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dapat ditegakkan serta benar-benar dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip penting commit to user 17 negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3 Asas Upaya Mendamaikan. Asas ini mewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan pada semua tingkat pengadilan. Dengan adanya perdamaian berdasarkan kesadaran para pihak yang berperkara, tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan, sehingga kedua belah pihak pulih kembali dan suasana rukun dan persaudaraan serta tidak dibebani dendam yang berkepanjangan. Peranan hakim dalam mendamaikan para pihak yang berperkara terbatas pada anjuran, nasehat, penjelasan, dan memberi bantuan dalam perumusan sepanjang itu diminta oleh kedua belah pihak. 4 Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum di Kecualikan Dalam Perceraian. Asas ini menerangkan bahwa Undang-Undang menghendaki agar jalannya persidangan tidak hanya diketahui oleh para pihak yang berperkara tetapi juga oleh publik. Tujuannya adalah agar persidangan berjalan secara Fair, menghindari adanya pemeriksaan yang sewenang-wenanng atau menyimpang. Pada prinsipnya sidang pemeriksaan di Pengadilan terbuka untuk umum, kecuali Undang- Undang menetukan lain atau hakim dengan alasan-alasan penting yang dicatat dalam berita acara sidang memerintahkan bahwa pemeriksaan keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup. Ketentuan sidang terbuka untuk umum dikecualikan dalam perkara perceraian, hal ini diatur dalam Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan commit to user 18 Agama jo. Pasal 33 dan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan pemeriksaan perkara perceraian tertutup untuk umum akantetapi dalam pembacaan putusan terbuka untuk umum. 5 Asas Legalitas. Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda- bedakan orang. Asas legalitas mengandung pengertian rule of law dimana pengadilan berfungsi dan berwenang menegakkan hukum harus berlandaskan hukum serta tidak bertindak di luar hukum. Hakim dilarang menjatuhkan hukuman yang bertentangan dengan hukum. 6 Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. Sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat, namun demikian dalam pemeriksaan perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Tujuannya adalah agar suatu proses pemeriksaan di pengadilan relatif tidak memakan waktu lama sesuai dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri, serta proses persidangan yang tidak berbelit-belit dan sering mundur dalam jadwal persidangan. 7 Asas Equality. Asas ini artinya adalah persamaan hak dan kedudukan di depan hukum sehingga tidak boleh ada diskriminasi, yang membedakan kedudukan orang di depan sidang pengadilan. Hakim tidak boleh membeda-bedakan perlakuan pelayanan berdasarkan status sosial, ras agama, suku, jenis kelamin, dan budaya. 8 Asas Membantu Para Pencari Keadilan. Asas ini menjelaskan bahwa hakim tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin jalannya persidangan dan mencari serta commit to user 19 menentukan hukum penyelesaian suatu sengketa atau perkara yang diajukan kepadanya. Namun, hakim juga berfungsi memberi solusi terbaik sekaligus memberi bantuan kepada para pihak yang berperkara secara obyektif dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta berusaha keras mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk terwujudnya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Mardani, 2009: 37-45 .

c. Kompetensi wewenang Peradilan Agama

Kompetensi wewenang Peradilan Agama terdiri atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif: 1 Kompetensi Absolut Kompetensi absolut adalah kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkatan Pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkatan Pengadilan lainnya. Misalnya: Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam sedangkan bagi yang selain Islam itu menjadi kewenangan Peradilan Umum, jadi terhadap kekuasaan absolut ini Pengadilan Agama harus meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Roihan A. Rasyid, 1991:27 . Kekuasaan absolut Pengadilan dalam lingkup Peradilan Agama ada dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yaitu perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh dan ekonomi syari’ah. Adapun penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 sebagai berikut : Pasal 49 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah, melainkan juga di bidang ekonomi commit to user 20 syariah lainnya. Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Huruf a Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain: 1. Izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 dua puluh satu tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; 4. pencegahan perkawinan; 5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. pembatalan perkawinan; 7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; commit to user 21 22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Huruf b Yang dimaksud dengan waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. Huruf c Yang dimaksud dengan wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembagabadan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. Huruf d Yang dimaksud dengan hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. Huruf e Yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syariah. Huruf f Yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Huruf g Yang dimaksud dengan infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki karunia, atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wataala. commit to user 22 Huruf h Yang dimaksud dengan shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembagabadan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wataala dan pahala semata. Huruf i Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a. bank syariah; b. lembaga keuangan mikro syariah. c. asuransi syariah; d. reasuransi syariah; e. reksa dana syariah; f. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; g. sekuritas syariah; h. pembiayaan syariah; i. pegadaian syariah; j. dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan k. bisnis syariah. 2 Kompetensi Relatif Kompetensi relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau daerah. Kekuasaan dan wewenang Pengadilan Agama sesuai tempat dan kedudukannya, Pengadilan agama berkedudukan di kota atau ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Kompetensi relatif Peradilan Agama merujuk pada Pasal 118 ayat 1 HIR menganut asas actor sequitur forum rei bahwa yang berwenang adalah pengadilan di tempat kediaman tergugat . Namun, ada beberapa pengecualian yang tercantum dalam Pasal 118 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 yaitu sebagai berikut: a Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan yang diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal Penggugat. commit to user 23 b Apabila tempat tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada pengadilan tempat tinggal penggugat. c Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada peradilan di wilayah hukum dimana barang itu terletak. d Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta tersebut Mardani,2009:53-54 . Di dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kompetensi relatif ada beberapa perbedaan dalam pengaturannya, dalam perkara bidang perkawinan yaitu cerai talak dan cerai gugat diajukan ke Pangadilan Agama adalah diatur secara khusus dalam Pasal 66 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedangkan untuk perkara waris, hibah, wakaf, wasiat, shadaqah, zakat, infak dan ekonomi syari’ah, gugatan atau permohonan diajukan ke Pengadilan Agama sesuai ketentuan dalam hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum yaitu diatur dalam Pasal 118 HIR 142 Rbg Afandi Mansur, 2009:77 .

d. Kewenangan Mengadili Oleh Pengadilan Agama

Kewenangan lingkungan Peradilan Agama adalah sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum. Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 yang berbunyi: “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. commit to user 24 Kewenangan mengadili di Pengadilan Agama ada dua yaitu meliputi: 1 Golongan Rakyat Tertentu. Asas personalitas keIslaman yang berbunyi “Peradilan Agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Dalam penjelasan umumnya dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam. Karenanya asas ini dapat dijadikan acuan aturan mengenai siapa saja yang dapat mengajukan perkara di pengadilan agama. Asas personalitas keIslaman yang melekat pada pengadilan agama yaitu sebagai berikut Mardani, 2009: 37-38 : a Pihak-pihak yang berperkarabersengketa harus sama-sama pemeluk agama Islam. b Perkara-perkara yang di persengketakan harus mengenai perkara- perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, wakaf, sedekah, dan ekonomi Syariah. c Hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam dan diselesaikan berdasarkan hukum Islam, maka para pihak tetap tunduk kepada kewenangan Pengadilan Agama walaupun pada saat terjadi sengketa salah satu pihak sudah beralih ke agama lain. 2 Perkara-perkara Tertentu. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, diketahui bahwa perkara-perkara tertentu yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan meyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, commit to user 25 waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqoh, dan ekonomi Syariah. Jadi perkara-perkara di luar perkara tersebut bukan menjadi wewenang dari Pengadilan Agama. Pengadilan Agama juga mempunyai kewenangan memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat serta memberi penetapan “itsbat” terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan bulan Syawal tahun Hijriah dalam rangka Mentri Agama mengeluarkan penetapan secara rasional untuk penetapan I satu Ramadhan dan I satu Syawal.

e. Produk Pengadilan Agama

Di dalam Pengadilan Agama terdapat dua jenis perkara, yaitu jenis perkara voluntair dan contentius. Terdapat dua cara mengajukan perkara di Pengadilan Agama, untuk perkara contentious diajukan dalam bentuk gugatan dan untuk perkara voluntair diajukan dalam bentuk permohonan. Permohonan ialah suatu surat pemohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung suatu sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Dalam permohonan ada istilah pemohon dan termohon. Peradilan perdata yang menyelesaikan perkara pemohonan disebut juirisdictio voluntaria peradilan yang tidak sebenarnya . Disebut demikian karena ketika itu sebenarnya hanya menjalankan fungsi executive power bukan yudicative power. Namun, di lingkungan Peradilan Agama dalam perkara perkawinan, walaupun disebut permohonan tidak mutlak berarti voluntaria. Misalnya, permohonan cerai talak dan izin poligami, walaupun menggunakan istilah permohonan tetapi termasuk perkara contentiosa. Suami berkedudukan commit to user 26 sebagai pemohon, sedangkan istri berkedudukan sebagai termohon Mardani, 2009: 80-81 . Produk Peradilan Agama ada 2 yaitu: 1 Putusan Vonis Al-qadha’u Putusan yaitu pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan kontentius . a Macam-Macam Putusan: 1 Putusan akhir. Putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik yang telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun yang tidak atau belum menempuh semua tahap pemeriksaan. Putusan yang dijatuhkan sebelum sampai tahap akhir dari tahap pemeriksaan tetapi telah telah mangakhiri pemeriksaan yaitu: a Putusan Gugur. b Putusan verstek yang tidak diajukan verzet. c Putusan yang menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa H.A. Mukti Arto, 1996:246 . Dilihat dari sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan putusan akhir itu terbagi menjadi 3 tiga macam yaitu: a Putusan Deklaratoir Putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut menurut hukum. Putusan ini terjadi dalam dalam putusan permohonan talak, gugat cerai karana perjanjian ta’lik talak, penetapan ahli waris yang sah, penetapan adanya harta bersama, penetapan hak perawatan anak oleh ibunya, perkara volunter dan seterusnya. commit to user 27 b Putusan Konstitutif Putusan yang menciptakan dan menimbulkan keadaan baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya. Putusan konstitutif terapat pada putusan pembatalan perkawinan, putusan verstek, guagatan cerai bukan karena ta’lik talak dan seterusnya. c Putusan Kondemnatoir Putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi prestasi. Putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial, yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas permohonan penggugat putusan dapat dilaksanakan dengan paksa oleh Pengadilan Agama yang memutusnya. Putusan ini diterapkan diantaranya pada penyarahan pembagian harta bersama, penyerahan hak nafkah iddah, mut’ah dan sebagainya Mardani,2009:120-121 . 2 Putusan sela. Putusan yang dijatuhkan masih dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperlancar persidangan. 3 Putusan serta-merta. Putusan pengadilan agama yang pada putusan tersebut oleh salah satu pihak atau para pihak yang berperkara dilakukan upaya hukum baik verzet, banding maupun kasasi dan memakan waktu relatif lama, lalu ada suatu gugatan dari salah satu pihak, agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. commit to user 28 b Kekuatan Hukum Putusan Putusan pengadilan mempunyai 3 tiga kekuatan, yaitu sebagai berikut: 1 Kekuatan Mengikat Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara. Kekuatan mengikat suatu putusan ada yang dalam arti positif dan dalam arti negatif. Dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar. Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama nebis in idem . 2 Kekuatan Pembuktian Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum, bukti kebenaran hukum, dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata yang sama. 3 Kekuatan Eksekutorial Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara paksa oleh aparat negara. 2 Penetapan Itsbat Beschiking Adapun yang dimaksud dengan penetapan adalah produk Peradilan Agama dalam arti bukan peradilan yang sesungguhnya jurisdictio voluntaria , karena hanya ada pemohon yang memohon untuk ditetapkan tentang sesuatu, sedangkan ia tidak berperkara dengan lawan maka diktum penetapan tidak pernah berbunyi menghukum melainkan hanya bersifat menyatakan declaratoir dan menciptakan constitutoir . Misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adhal, perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya. Pada penetapan hanya ada pemohon tidak ada lawan hukum. Sedangkan kekuatan hukum penetapan adalah berlaku untuk pihak-pihak maupun untuk dunia luar pihak ketiga tetapi commit to user 29 penetapan hanya berlaku untuk pemohon sendiri, untuk ahli warisnya dan untuk orang yang memperoleh hak daripadanya.

2. Tinjauan tentang Perkawinan

Dokumen yang terkait

Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan...

0 33 5

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN DOKUMEN (Studi Putusan Pengadilan Agama Karanganyar No: 832/Pdt.G/2004/PA.Kra. Tanggal 11 April)

0 4 61

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN DOKUMEN (Studi Putusan Pengadilan Agama Karanganyar No: 832/Pdt.G/2004/PA.Kra. Tanggal 11 April)

0 4 17

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN DOKUMEN (Studi Putusan Pengadilan Agama Karanganyar No: 832/Pdt.G/2004/PA.Kra. Tanggal 11 April)

0 4 16

Urgensi izin isteri secara lisan dan tertulis dalam poligami (analisis putusan pengandilan agama rangkasbitung perkara No. 0390/pdt.G/2013/PA.Rks )

0 6 73

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA ADANYA PEMALSUAN IDENTITAS SUAMI DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor 1447Pdt.G2011PA.Sm)

4 21 139

Pembatalan Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Semarang)

0 18 159

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor : 1624/Pdt.G/2009/PA.SDA).

0 2 77

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor : 1624/Pdt.G/2009/PA.SDA).

0 0 77

Tinjauan Administrasi Negara Terhadap Pembatalan Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Pengadilan Agama Makassar) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 97