BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN PEMAHAMAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA
PENAL TERHADAP ALIRAN SESAT
A.1. Pengertian kebijakan
Istilah kebijakan ditransfer dari bahasa Inggris: “policy” atau dalam bahasa Belanda: “Politiek” yang secara umum dapat diartikan sebagai
prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum dalam mengelola,
mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan
dan pengaplikasian hukumperaturan, dengan suatu tujuan umum yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran
masyarakat warga negara.
59
Selain rumusan seperti di atas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberi istilah “Politik” sebagai berikut;
60
1 pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti
sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan;
59
Lihat: Henry Campbell Black, et.al.,ed., Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, St. Paulminn
West Publicing C.O., 1979, hal1041, antara lain disebutkan bahwa Policy merupakan: The general principles by which a government is guided in its management of pullic affairs, or the
legislature in its measures … this term, as applied to a law, ordinance, or rule of law, denotes, its general purpose or tendency considered as directed to the welfare or prosperity of the state
community”.
60
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional edisi
ketiga, 2002, hal. 780
2 segala urusan dan tindakan kebijakan, siasat dan sebagainya
mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; 3
cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah, kebijakan .
Sutan Zanti Arbi dan Wayan Ardana, menterjemahkan “policy”
dengan istilah “kebijakan”. yaitu suatu keputusan yang menggariskan cara
yang paling efektif dan paling efisien untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara kolektif.
61
Menurut Barda Nawawi Arif , istilah “kebijakan” berasal dari kata
“politic”, “politics” dan “policy” Inggris atau “politiek” Belanda. Politik berarti “acting of judging wisely, prudent”, jadi ada unsur “wise” dan
“prudent” yang berarti bijaksana. “Politics” berarti “the science of the art of government”. Policy berarti a Plan of action, suatu perencanaan untuk
melakukan suatu tindakan dari negara, b art of government, dan c wise conduct.
62
Selain itu, Al Wisnusubroto secara umum mengartikan “policy”
sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum dalam
mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan urusan publik, masalah- masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-
undangan dan pengaplikasian hukumperaturan, dengan suatu tujuan
61
Sutan Zanti Arbi dan Wayan Ardana , Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, Pustekkom
Dikbud dan Rajawali, Jakarta 1984: hal 65
62
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Kriminal Criminal Policy, Bahan Penataran Kriminologi, FH
Universitas Katolik Parahyangan , Bandung tanggal 9-13, hal. 780
umum yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat warga Negara
63
Bertitik tolak dari berbagai pengertian di atas, diperoleh gambaran bahwa istilah “Policy” atau kebijakan, dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah “Hikmah”
64
akan ditemukan makna “Kebijaksanaan”, di dalam kebijaksanaan terkandung “sepatutnya seharusnya” suatu kebajikan.
Dengan kata lain, bukan kebijakan kalau tidak mengandung kebijaksanaan, dan bukan kebijaksanaan jika didalamnya tidak terkandung kebajikan. Jadi,
membicarakan kebijakan berarti membicarakan kebijaksanaan, demikian pula membicarakan kebijaksanaan berarti juga membicarakan kabajikan
kebaikan. Menarik apa yang tersurat dalam Al-Qur’an;
Maka berlombalah kamu dalam kebaikan. Kepada Allah tempat kamu kembali, lalu ditunjukkan kepadamu apa yang kamu perselisihkan.
Al-Maidah: 48
65
Bertitik tolak dari ayat tersebut di atas, terdapat sebuah ajakan untuk melakukan suatu kebaikan kebajikan bersama dalam kebuah komitmen
untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Romli Atmasasmita, bahwa perekat untuk menjadi satu
bangsa one nation adalah selain ideologi, juga komitmen dan solidaritas dari elemen bangsa untuk tetap menjadi satu, dan tidak terpecah-pecahkan
63
Al. wisnusubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer
, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999, halaman 10
64
Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 dijumpai kata “Hikmah”, artinya kebijaksanaan. Demikian pula rumusan dalam Pancasila dijumpai kata “Hikmah” sila IV menyebutkan;
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah garis bawah dari penulis kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
65
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terdjemahnja, Djamunu, Jakarta, 1965, hal 63, 168
atau tidak mau dipisah-pisahkan divide et impera; yang diperkuat unsur kewilayahan dan diakui menurut hukum internasional.
Sedangkan perekat menjadi satu bangsa dunia atau “international community” adalah kesadaran akan kebersamaan dalam cita-cita dan
komitmen untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sebagai pasangan yang memiliki ketergantungan satu sama lain. Tidak ada kesejahteraan tanpa
keadilan dan sebaliknya pula tidak akan ada keadilan tanpa kesejahteraan.
66
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa The Founding Fathers, merupakan dasar
fundamental pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara, menyiratkan sebuah cita-cita dan tujuan bersama hidup berbangsa dan bernegara. Cita-
cita atau tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti,
bahwa puncak dari cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara adalah merealisasikan sila kelima Pancasila dengan bertumpu pada empat sila
sebelumnya.
67
Untuk merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia tersebut di atas, kemudian diimplementasikan dalam bentuk berbagai kebijakan lanjutan
yang ditetapkan dirumuskan sebagai kebijakan sosial. Selanjutnya “kebijakan sosial” dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan
66
Romli Atmasasmita, Hubungan Negara Dan Masyarakat Dalam Konteks Perlindungan Hak Asasi Manusia,
Makalah, disampaikan pada Seminar Dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, diselenggarakan oleh DEPKEH HAM, Bali, 14 – 18 Juli 2003
67
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-IV
masyarakat. Jadi, di dalam pengertian sosial policy sekaligus tercakup di dalamnya social welvare policy dan social defence policy.
68
Selanjutnya, berbagai kebijakan sosial yang bersifat organik ini sebagai sarana pengejawantahan penjabaran lebih lanjut dapat
diidentifikasi dari ketentuan-ketentuan yang tertuang di dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 serta Penjelasannya yang dioperasionalisasikan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Kerangka dasar dan tujuan utama dari cita-cita bangsa dan negara Indonesia sebagaimana tertuang
dalam berbagai peraturan itulah yang kemudian dikenal dengan istilah “politik hukum”.
Menurut Sudarto, “politik hukum” adalah sebagai berikut:
69
- usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai
dengan keadaan dan situasi masyarakat pada suatu saat. -
kebijakan dari badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa
digunakan untuk mengekspresikan yang terkandung dalam masyarakat dan mencapai yang dicita-citakan.
Selain itu, menurut Solly Lubis, Politik hukum adalah kebijakan
politik yang menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
70
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, politik hukum yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah Melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan
68
M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta:1997, hal 23