melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 15 ayat 1 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: a. menerima laporan danatau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin danatau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Jadi, dalam rangka menanggulangi masalah-masalah aliran sesat, UU No 28 tahun 1997 jo UU No 2 tahun 2002 pada intinya memberikan tugas dan wewenang kepada Kepolisian RI untuk menerima laporan danatau pengaduan; membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; - Departemen Pertahanan Keamanan Bahwa di samping UU No 28 tahun 1997 jo UU No 2 tahun 2002 Kepolisian RI, masih ada lagi peraturan yang terkait dengan pembahasan ini, yaitu UU No 20 tahun 1982 jo UU No 2 tahun 2002 UU No 20 tahun 1982 Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia jo UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yaitu; Pasal 6 Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa,serta menanggulangi setiap ancaman. Pasal 7 ayat 3 Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Pasal 10 ayat 3 huruf d Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional Bertitik tolak dari sekian undang-undang yang telah dipaparkan, hanya UU No 15 tahun 1961 jo UU No 5 tahun 1991 jo UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, dan UU No 13 tahun 1961 jo UU No 28 tahun 1997 tentang Kepolisian RI yang secara tegas memberikan kewenangan melakukan pengawasan terhadap aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat, negara dan bangsa dan pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama. Hal ini berarti bahwa seolah-olah yang paling berwenang melakukan kebijakan penanggulangan terhadap aliran paham keagamaan dan aliran kepercayaan adalah Kejaksaan RI dan Kepolisian RI. Namun demikian, pada prakteknya hal ini tidak bisa hanya dilakukan oleh Kejaksaan dan Kepolisian. Artinya instansi yang lain tidak bisa diabaikan begitu saja, terutama Departemen Agama yang secara khusus memang memiliki kompetensi di bidang keagamaan. Patut dicatat, ada beberapa hal mendasar mengenai kebijakan penanggulangan aliran sesat kepercayaan sebagai berikut; - bahwa UU No 1 Pnps 1965 mengamanatkan kepada Menteri agama Departeman Agama, Jaksa Agung Kejaksaan RI, dan Menteri Dalam Negeri Departeman Dalam Negeri untuk memberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatan menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama - bahwa UU No 28 tahun 1997 tentang Kepolisian RI dan UU No 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, memberikan tugas dan wewenang mengenai perlindungan masyarakat, menciptakan ketertiban umum dan lain sebagainya. - bahwa keberadaan aliran sesat kepercayaan terkait erat dengan masalah agama dan ketertiban masyarakat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam rangka merealisasikan UU No 1 Pnps 1965, mutlak diperlukan suatu koordinasi yang baik antar instansi, karena bagaimanapun juga, aliran sesat terkait erat dengan masalah penyimpangan, penistaan, penyalahgunaan, bahkan penistaan agama dan terkait erat pula dengan masalah ideologi, politik, sosial, budaya, keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. Contoh koordinasi antar departemen yang pernah dilakukan dalam menanggulangi adalah sebagai berikut: 210 Kasus Ahmadiyah Lobok Barat, menurut TGH Mahally Fikri, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Lombok barat, warga sudah lama menolak keberadaan anggota Ahmadiyah. Pemerintah Kabupaten Pemkab Lobar telah menyatakan ajaran Ahmadiyah sebagai terlarang dalam SK Bupati Lobar No. 352001. 211 Instruksi pelarangan tersebut diterbitkan setelah Pemkab Lobar berkoordinasi dengan MUI Lobar dan Departemen Agama. Berbagai instansi sebagaimana diuraikan, pada hakikatnya memiliki tugas dan wewenang serta kewajiban untuk - mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat - memberikan pelayanan dan bimbingan kepada masyarakat beragama 210 Gatra, Edisi VI 13 Maret 2006 211 Pelarangan terhadap suatu ajaran menurut UU No 1 Pnps 1965 bukan dilakukan oleh Bupati - melakukan pengawasan terhadap aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat, negara dan bangsa - pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama Jadi, uraian di atas menunjukkan, bahwa koordinasi antar instansi dalam penanggulangan suatu aliran yang diduga menyimpang dari pokok- pokok agama itu, mutlak diperlukan. Hal ini penting, sebab untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu aliran dikategorikan sebagai aliran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama tidak bisa hanya dilakukan oleh satu instansi saja, apalagi UU No 1 Pnps 1965 menyatakan menunjuk secara tegas, tiga instansi yang berhak untuk memberikan peringatan. Artinya, tidak bisa, misalnya Departemen Agama saja tanpa koordinasi dengan instansi yang lain tiba-tiba mengambil kebijakan dan menyatakan suatu aliran keagamaan tertentu sebagai aliran sesat, karena sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa aliran sesat terkait erat dengan masalah ideologi, politik, sosial, budaya, keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat yang harus ditangani oleh berbagai departemen.

c. Mekanisme Penanggulangan Aliran Sesat