haknya mengajukan permintaan itu kepada Menteri Negara AgrariaKepala BPN Pasal III ayat 2 dan Pasal IV.
32
2.3.2. Terjadinya hak-hak atas tanah yang “primer” Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai .
Terjadinya hak-hak atas tanah yang primer tersebut karena pemberian oleh Negara, seperti yang disebut dalam Pasal 22, 31, 37 dan 41. Pemberian hak ini
dilakukan dengan penerbitan suatu Surat Keputusan Pemberian Hak oleh Pejabat yang berwenang, diikuti dengan pendaftarannya pada Kantor Pertanahan
KabupatenKotamadya, menurut ketentuan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan Surat Keputusan Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya,
hak-hak tersebut lahir dengan dibukukan dalam Buku-tanah yang bersangkutan. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi pada saat diberikannya hak tersebut oleh pemilik
tanah yang bersangkutan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai inipun wajib didaftar pada Kantor Pertanahan dengan cara dibukukannya dalam Buku Tanah yang bersangkutan. Keberadaan Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik itu baru mengikat pihak ketiga sejak saat di daftar Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.
Bahwa Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tersebut terjadi atau lahir pada saat diberikan oleh pemilik tanah yang bersangkutan dengan akta PPAT, adalah sesuai sifat tunai perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah dalam Hukum
Adat antara dua pihak yang sederajat kedudukan hukumnya. Perbuatan hukum yang dilakukan dihadapan PPAT tersebut, maka dengan akta PPAT sebagai tanda buktinya, dipenuhi juga sifat terang dan nyata riil, yang merupakan
syarat bagi sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, sehingga menurut hukum mengikat para pihak yang melakukannya, tetapi karena administrasi PPAT tidak terbuka bagi umum, maka untuk memperoleh alat pembuktian
yang mengikat pihak ketiga diwajibkan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan itu di daftar pada Kantor Pertanahan.
Sebagaimana diketahui bahwa administrasi pendaftaran tanah mempunyai sifat terbuka bagi umum, dan dengan diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti adanya Hak Guna Bangunan dan mungkin juga bagi adanya Hak Pakai
tersebut, diperoleh tanda bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya dari pada akta PPAT.
2.3.3. Terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat.
32
Ibid, hal. 311 dan 312.
Pada Pasal 22 ayat 1 UUPA telah menyebutkan tentang terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat. Dalam Penjelasan Pasal ini disebut sebagai contoh
terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat adalah pembukaan tanah, cara-cara itu akan diatur agar supaya tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan kepentingan
umum dan Negara.
33 Hak Ulayat sebagai hubungan hukum konkret, pada asal mulanya diciptakan oleh nenek moyang atau sesuatu
kekuatan gaib, pada waktu meninggalkan atau menganugerahkan tanah bersangkutan kepada orang-orang yang merupakan kelompok tertentu. Hak Ulayat sebagai lembaga hukum sudah ada sebelumnya, karena masyarakat hukum
adat yang bersangkutan bukan satu-satunya yang mempunyai Hak Ulayat. Bagi masyarakat hukum adat tertentu, Hak Ulayat bisa tercipta karena pemisahan dari masyarakat hukum adat
induknya, menjadi masyarakat hukum adat baru yang mandiri, dengan sebagian wilayah induknya sebagai tanah ulayatnya. Tanah Ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada. Masih adanya Hak Ulayat pada suatu masyarakat hukum adat tertentu, antara lain dapat diketahui dari kegiatan
sehari-hari Kepala Adat dan Tetua Adat dalam kenyataannya, yang masih dianggap sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah ulayat, yang merupakan tanah bersama para
warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Selain diakui, pelaksanaannya dibatasi, dalam arti harus sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas undang-undang dan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan- peraturan yang lebih tinggi, demikian dinyatakan dalam Penjelasan Umum UUPA.
Hak Ulayat yang pada kenyataannya tidak ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali, juga tidak akan diciptakan Hak Ulayat baru, oleh karena itu Hak Ulayat
tidak akan di atur dan UUPA juga tidak memerintahkan untuk di atur, karena pengaturan hak tersebut akan berakibat melangsungkan keberadaannya, maka
pengaturan Hak Ulayat yang masih ada dibiarkan tetap berlangsung menurut hukum adat setempat.
34
2.3.4. Terjadinya Hak-hak atas tanah yang sekunder.