Aspek/ Faktor yang Dominan Mempengaruhi Bentuk Kota Denpasar

2.4 Aspek/ Faktor yang Dominan Mempengaruhi Bentuk Kota Denpasar

Sejarah perkembangan kota-kota di dunia menunjukkan bahwa pola dan bentuk kota dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu antara lain pengaruh dari kondisi topografi, sosio-kultur masyarakat, kehidupan perekonomian, kepentingan pertahanan, kegiatan politik, dan kehidupan religius masyarakat (Supriharjo, 2005). Aspek-aspek yang mempengaruhi morfologi Kota Denpasar, antara lain adalah :

2.4.1 Aspek Fisik

Aspek fisik yang mempengaruhi bentuk kota ataupun perubahan bentuknya (morfologi) terdiri dari berbagai faktor, yaitu faktor kondisi fisik yang meliputi letak secara fisik, kondisi topografi, yaitu lokasi dan unsur alam yang ditempati, serta berbagai pengaruh lain dari lingkungan sumber daya alam yang terkandung di dalam dan di atasnya (Supriharjo, 2005). Kondisi fisik Kota Denpasar dipengaruhi oleh kondisi geografis yang dipengaruhi oleh garis pantai dan banyak sungai. Panjang pantai kurang lebih 11 km, berupa perairan laut pantai Padang Galak dan Pantai Sanur serta pantai Pulau Serangan (Merti, 2010). Garis pantainya membentang mulai dari Pantai Padanggalak, Sanur, Mertasari dan Pantai Serangan. Garis pantai ini menimbulkan munculnya kegiatan pariwisata di sekitarnya yang menjadi sumber tumbuhnya perekonomian masyarakat. Di beberapa pantai seperti Padanggalak dan Serangan juga masih terdapat masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.

Terdapat dua sungai utama yang melintasi Kota Denpasar, yaitu Sungai Ayung dan Sungai Badung (Sunaryo, 2003). Hal ini mendorong tumbuhnya kegiatan berupa subak (pertanian), permukiman, dan pemerintahan di sepanjang sungai. Di sisi Sungai Badung misalnya, terdapat pusat kegiatan ekonomi seperti Pasar Badung dan Pertokoan Gajah Mada. Pusat pemerintahan juga berada di sisi sungai tersebut. Kota Denpasar terletak di lahan dengan ketinggian rata-rata 0-75 m dan kemiringan yang landai, yaitu 15% (Merti, 2010). Kondisi lahan ini menjadikan Kota Denpasar sebagai lokasi yang Terdapat dua sungai utama yang melintasi Kota Denpasar, yaitu Sungai Ayung dan Sungai Badung (Sunaryo, 2003). Hal ini mendorong tumbuhnya kegiatan berupa subak (pertanian), permukiman, dan pemerintahan di sepanjang sungai. Di sisi Sungai Badung misalnya, terdapat pusat kegiatan ekonomi seperti Pasar Badung dan Pertokoan Gajah Mada. Pusat pemerintahan juga berada di sisi sungai tersebut. Kota Denpasar terletak di lahan dengan ketinggian rata-rata 0-75 m dan kemiringan yang landai, yaitu 15% (Merti, 2010). Kondisi lahan ini menjadikan Kota Denpasar sebagai lokasi yang

Gambar 14. Peta aliran Sungai Badung. Sumber : www.denpasarkota.go.id.

2.4.2 Aspek Religi

Kota yang terbentuk bedasarkan aspek religi adalah kota yang memilki dimensi kesakralan, yaitu kota-kota yang mempunyai kegiatan ritual yang sangat intens (Supriharjo, 2005). Kota Denpasar memiliki nuansa religi yang cukup kental, sebagaimana umumnya daerah-daerah yang kental dengan pengaruh Agama Hindu. Hal yang paling kental terlihat adalah penerapan konsep Tri Kahyangan Desa di setiap desa adat (Sanjaya, 2010). Tri Kahyangan Desa adalah konsep tiga pura suci (Pura Desa, Puseh, dan Dalem) yang dimiliki setiap desa adat di Bali dan di Kota Denpasar pada khususnya. Pencetus pendirian Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman adalah Mpu Kuturan kira-kira pada abad ke-11. Pada abad tersebut yang menjadi raja di Bali adalah Raja Udayana yang didampingi oleh permaisurinya dari Jawa bernama Mahendradatta dengan gelar Gunapriya Dharma Patni. Pura ini digunakan untuk memuja tiga dewa besar Hindu (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Hal ini menyebabkan kekhasan setiap lokasi di Kota Denpasar yang banyak terlihat pura.

Aplikasi pengaruh religi yang kental adalah pada intensnya upacara agama yang digelar. Di Bali dan Kota Denpasar pada khususnya, banyak sekali upacara adat yang dilakukan pada skala besar maupun kecil (Suarcani, 2011). Walaupun demikian pelaksanaan upacara yadnya bisa dilakukan dengan tingkatan nista (bawah), madya (menengah), utama (tinggi) tergantung kemampuan finansial dan keikhlasan masing- masing individu, tidak ada satu keharusan harus ambil tingkatan yang mana, walaupun tingkatan ini berbeda tapi tetap memiliki arti dan tujuan yang sama. Aktivitas upacara adat di Bali, ada 5 macam jenis yadnya atau disebut Panca Yadnya, yaitu Dewa yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, manusia Yadnya dan Bhuta Yadnya. Adanya keperluan ritual ini mempengaruhi tingkat kebutuhan akan barang-barang ritual yang mempengaruhi perekonomian masyarakat Kota Denpasar. Hal ini juga mempengaruhi pemanfaatan ruang, khususnya pada setiap banjar yang merupakan pusat kegiatan terkecil dari ritual keagamaan. Contohnya, setiap banjar memiliki jalur/ jalan utama yang digunakan untuk ritual-ritual seperti ngaben dan mepeed (berjalan beriringan menuju pura). Rumah-rumah warga biasanya tersebar di sepanjang jalur ini.

Pura Desa

Pura Puseh

Pura Dalem

Desa Pekraman/ Adat

Gambar 15. Konsep Tri Kahyangan Desa.

Sumber : tahupedia.com

2.4.3 Aspek Sosial Budaya

Kehidupan sosio-kultur yang khas dari masyarakat yang khas dari masyarakat yang tinggal di suatu daerah, yang terbentuk kekhasan etnis dan suku, dalam beberapa hal juga mempengaruhi pola dan bentuk kotanya (Supriharjo, 2005). Faktor lain yang Kehidupan sosio-kultur yang khas dari masyarakat yang khas dari masyarakat yang tinggal di suatu daerah, yang terbentuk kekhasan etnis dan suku, dalam beberapa hal juga mempengaruhi pola dan bentuk kotanya (Supriharjo, 2005). Faktor lain yang

Gambar 16. Peta pembagian wilayah desa adat per-kecamatan di Kota Denpasar.

Sumber : www.denpasarkota.co.id.

2.4.4 Aspek Ekonomi

Aspek perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja utama wilayah, menjadi faktor yang menentukan pola dan bentuk kota (Supriharjo, 2005). Pasca ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi bali pada tahun 1958, perekonomian Kota Denpasar semakin berkembang (Merti, 2010). Awalnya, mayoritas masyarakat Kota Denpasar hidup dari aspek pertanian. Pola permukiman masyarakat dipengaruhi oleh pola irigasi dan terasiring sawah. Namun, seiring kebutuhan lahan masyarakat perkotaan yang mayoritas cenderung ke sektor non-pertanian, banyak terjadi perubahan fungsi lahan. Menurut data SLHD Kota Denpasar (2008), luasan sawah Kota

Denpasar hanya tersisa 2.717 ha (21,26%) 1 dari keseluruhan 12. 778 ha. Masyarakat kini lebih beralih terhadap mata pencaharian di bidang non-pertanian, misalnya perdagangan.

Berkembangnya perekonomian juga menyebabkan Kota Denpasar menjadi tujuan utama masyarakat di luar Kota Denpasar untuk datang mencari pekerjaan. Hal ini menjadikan pola permukiman Kota Denpasar saat ini semakin padat dan tidak beraturan.

2.4.5 Aspek Politik

Aspek politik dimaknai sebagai kekuatan yang mampu menggerakkan kekuasaan suatu kelompok/ negara. Kota-kota yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh kekuatan politik dipengaruhi oleh kekuatan politik, ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada saat itu. Pergulatan politik mulai terlihat dari sejarah munculnya Kota Denpasar, dimana saat baru memegang tampuk kekuasaan sebagai Raja Badung, I Gusti Ngurah Made Pemecutan membangun Puri Denpasar yang akan menjadi cikal bakal Kota Denpasar (J.M. Nas, 1995). Raja I Gusti Ngurah Made Pemecutan mengembangkan pusat kerajaan dengan menerapkan konsep Catus Patha, dimana di sekitar pusat kerajaan terhadap Puri (rumah keluarga raja), pasar, alun-alun, serta pura sebagai tempat persembahyangan. Saat Belanda masuk pada tahun 1906, pemerintahan Belanda memperluas wilayah Kota Denpasar menjadi seluas Kabupaten Badung saat ini (Artana dan Arimbawa, 2012). Belanda saat itu juga membangun beberapa fasilitas seperti hotel dan rumah sakit di sekitar pusat kota. Pada tahun 1992, Pemerintah Provinsi Bali memutuskan untuk memisahkan Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung. Setelah masa ini, bentu Kota Denpasar semakin berkembang dengan dibangunnya berbagai sarana prasarana seperti jalan dan fasilitas perdagangan jasa yang menyebabkan pesebaran bentuk Kota Denpasar saat ini berada di sekitar titik-titik utama tersebut.

1 Peta Penggunaan Lahan Kota Denpasar dapat dilihat di Halaman 19.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Aspek Normatif UU Kepailitan (Bagian I)

4 84 3

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh model learning cycle 5e terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem ekskresi

11 137 269

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84