Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang
KABUPATEN ACEH TAMIANG
TESIS
Oleh
BAMBANG SUWITO S
117011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KABUPATEN ACEH TAMIANG
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BAMBANG SUWITO S
117011105/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Nama Mahasiswa : BAMBANG SUWITO S
Nomor Pokok : 117011105
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
(5)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : BAMBANG SUWITO S
Nim : 117011105
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK
MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN ACEH TAMIANG
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :BAMBANG SUWITO S
(6)
yang mudah dan dapat dipahami oleh masyarakat pemegang hak atas tanah milik adat menjadi sertipikat hak milik. Salah satu fungsi penting dalam pendaftaran tanah adalah menjamin adanya kepastian hukum mengenai berbagai hak atas tanah dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak. Oleh karena itu maka dapatlah ditarik rumusan masalahnya, bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, untuk mengetahui bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, untuk mengetahui bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari buku-buku, dan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, juga dilakukan penelitian lapangan(field research)dengan mewawancarai responden yang terkait dengan pokok pembahasan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pendaftaran hak atas tanah milik adat sampai terbitnya sertipikat hak milik pada prinsipnya sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku akan tetapi kesadaran hukum mendaftarkan tanah di Aceh Tamiang masih kurang karena, masih kurang mengertinya masyarakat. Dalam proses pengurusan pendaftaran tanah memakai waktu yang lama dan biaya yang besar sehingga sangat memberatkan bagi masyarakat kecil, kurang memahami fungsi dari sertipikat akibat rendahnya pendidikan dan kurangnya penyuluhan dari pihak Kantor Pertanahan kedesa-desa terdalam. Pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, pendaftaran/ permohononan sertipikat tanah pertama kali yaitu dengan cara konversi penyesuaian hak-hak adat atau hak atas tanah yang bersifat tradisional atau kedaerahan kedalam hak-hak atas tanah yang bersifat unifikasi yang telah diatur dalam UUPA. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik. Tanah adat yang dimohonkan ada akan tetapi belum pernah terdaftar sebagai tanah milik adat pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, objek tanah yang dimohonkan di kantor tidak sesuai dengan jumlah pada kenyataannya, subjek haknya yang tidak jelas untuk diberikan haknya.
Selanjutnya disarankan dengan adanya administrasi pertanahan yang tertib dan mutakhir, maka baik anggota masyarakat maupun pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan untuk melakukan perbuatan hukum atau perencanaan atas bidang-bidang tanah secara cepat dan tepat untuk menghindari pemanfaatan “percaloan” tanah yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya ekonomi biaya tinggi. Selalu dan tetap melakukan pemutihan status tanah terhadap tanah-tanah bagi masyarakat yang kurang mampu.
(7)
understood by the holders of the rights to adat land who want to change their land document into the property right certificate. One of the important functions of land registration is to ensure the existence of legal certainty related to various rights to land and legal protection for the rights holders. Therefore, the questions to be answered in this study were how community legal awareness was performed in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, what terms and procedures were applied in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, and what constraints were faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property.
The purpose of this study was to find out how community legal awareness was performed in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, what terms and procedures were applied in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, and what constraints were faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property.
The data for this sudy were obtained through library research by studying the books, the legislations related to the topic of study and field research by interviewing the respondents related to the subject matter of this study.
The result of this study showed that the process of registering the change of the status of adat land up to the isuance of the certificate of proprietary rights had principally done in accordance with the existing law but legal awareness of the community members in Aceh Tamiang to register their land is still less due to their lack of understanding, the process of land registration was time consuming and very costly that it is very burdensome for the common people, the common people did not understand the function of land registration due to their less education and lack of extension provided by the District Land Office up to the remote villages. The process of the registration of the change of status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office begins with applying for land certificate by converting the traditional (adat) rights to land into the rights to land in the unification form regulated in Agrarian Law. The constraints faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property were that the adat land filed does exist but it has never been registered as adat land at Aceh Tamiang District Land Office, the object of the land filed is different from the reality, and to whom the right to be given is not clear.
It is suggested that with the orderly and up to date land administration, the community members and the government can easily get the data needed to do a legal action or to make a planning for the plots of lands quickly and acuurately to avoid “brokering of land” that eventually can result in high cost economy. The government should keep legalizing the status of the lands belong to the underprivileged communities.
(8)
iii
Segala puji dan syukur Alhamdulillahpenulis sampaikan kehadirat Allah swt. atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang”. Selanjutnya, shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing dan mengangkat derajat umat manusia dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Terwujudnya tesis ini merupakan usaha maksimal yang telah penulis lakukan, dan penulis menyadari dalam penyusunan Tesis ini banyak mengalami hambatan/ kendala walaupun demikian dapat diatasi berkat bantuan dan pertolongan Allah SWT, dan juga bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku Rektor atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, pada waktu penyusunan Tesis
ini telah menjabat ketua Prodi Kenotariatan, sebagai dosen pembimbing I dan juga sekaligus dosen dalam perkuliahan yang telah memberikan motivasi yang
dapat menumbuhkan keyakinan dan kekuatan mental penulis dalam
menyelesaikan masa perkuliahan sampai kepada penyelesaian Tesis ini, sehingga dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku pembimbing II yang dengan
kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, memberi arahan, saran-saran, dan motivasi kepada penulis baik pada saat
(9)
iv
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, Mhum selaku pembimbing III yang
dengan kesabaran, telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, memberi arahan, saran-saran dan motivasi kepada penulis baik pada saat mengikuti perkuliahan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maupun selama penyusunan Tesis. 5. Keluarga sebagai pemicu semangat dan tulang punggung kekuatan penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan yaitu Istriku tercinta Rumiati, Ibunda tercinta Sriwati dan Ayahanda Sumardi, S.H, S.pN mereka inilah yang selalu memberikan semangat dan dorongan yang sangat berarti dalam perjalanan mengikuti perkuliahan penulis sampai kepada tahap penyelesaian perkuliahan serta penyelesaian Tesis ini.
1. Kepada semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung
memberikan bantuan bagi penulis sehingga sukses dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya atas bantuan yang penulis sebutkan di atas, penulis ucapkan banyak terimakasih dan berharap serta berdo’a kepada Allah Swt. Semoga segala bantuan dan dorongan semangat yang telah diberikan, dibalas oleh Allah Swt. dengan balasan yang berlipat ganda, dengan harapan semoga tesis ini memberikan sedikit kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya bagi pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang. Semoga Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim meridhai semua amal baik kita.
Kuala Simpang, Februari 2014
Penulis
(10)
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Bambang Suwito S
Tempat/Tgl Lahir : Langsa 24 Juni 1985
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Dusun Setia Desa Purwodadi
Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang
II. KELUARGA
Istri : Rumiati, S.Pd
Ayah : Sumardi, SH, S.pN
Ibu : Sriwati
III. PENDIDIKAN
SD Muhammadiyah 02 Medan : 1991-1997
SLTP Muhammadiyah Langsa : 1997-2000
SMU Alwasliah Kualasimpang : 2000-2003
S1 Fakultas Hukum Samudera Langsa : 2004-2009 S2 Program Magister Kenotariatan FH USU : 2011-2014
(11)
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR SINGKATAN ……….. viii
DAFTAR ISTILAH ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFAR BAGAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Konsepsi ... 25
G. Metode Penelitian ... 27
1. Sifat Penelitian ... 27
2. Lokasi Penelitian ... 28
3. Jenis Penelitian ... 28
4. Teknik Pengumpulan Data ... 28
5. Alat Pengumpul Data ... 29
(12)
KABUPATEN ACEH TAMIANG ... 31
A. Keberadaan Tanah Adat di Aceh Tamiang ... 31
B. Hukum Pendaftaran Tanah Milik Adat ... 35
C. Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mendaftarkan Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik ... 58
BAB III PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN ACEH TAMIANG ... 61
A. Hukum Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang ... 61
B. Permohonan Pendaftaran Tanah Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang... 63
C. Keadaan Yang dialami Oleh Masyarakat Dalam Pengurusan Pendaftaran Hak Atas Tanah Miliknya ……….. .. 87
BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN ACEH TAMIANG DALAM PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN ACEH TAMIANG 89 A. Permasalahan Dalam Kantor Pertanahan Terhadap Tanah Milik Adat ... 89
B. Penyelesaian Kasus Tanah ... 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 105
(13)
BPN : Badan Pertanahan Nasional
BARAK : Bumi Air dan Ruang Angkasa
BW : Burjelijk Wetboek
HAN : Hukum Agraria Nasional
HM : Hak Milik
HP : Hak Pakai
HGU : Hak Guna Usaha
HGB : Hak Guna Bangunan
HPL : Hak Pengelolaan
HTN : Hukum Tanah Nasional
HMN : Hak Menguasai Negara
HSUB : Hak Sewa Untuk Bangunan
HTPT : Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
INPRES : Instruksi Presiden
IMPRES : Imbauan Presiden
KASI : Kepala Seksi
KANWIL : Kantor Wilayah
KAKAN : Kepala Kantor
(14)
MA : Mahkamah Agung
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MNA : Menteri Negara Agraria
PERPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
PENPRES : Penetapan Presiden
PERMEN : Peraturan Menteri
PEMKAB : Pemerintah Kabupaten
PP : Peraturan Pemerintah
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
PERDA : Peraturan Daerah
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RUU : Rancangan Undang Undang
SKPT : Surat Keterangan Pendaftaran tanah
UU : Undang-undang
UUD : Undang-undang Dasar
(15)
Abstraksi : Gambaran
Berinterkoneksi : Menghubungkan
Bidang : Lahan
Catur Tertib : Tertib Hukum, Tertib Administrasi, Tertib Penggunaan
Dan Tertib Pemeliharan Lingkungan
Continous Recording : Pendataan Lanjutan
Dubius : Dua Pengertian
Disaneer : Dibersihkan
Dualisme : Dua Pemahaman
Eksistensi : Keberadaan
Eksplisit : Diuraikan Secara Jelas Dan Tegas
Equality Befor The Law : Suatu Hak Asasi Manusia Yang Sangat Funda Mental
Implementasi : Penerapan
Konstatir : Segala Sesuatu Yang Ditulis Dan Diterapkan Adalah
Benar
Konsisten : Teguh Dalam Pendirian
Komunikasi : Alat Untuk Menyampaikan Pesan Lewat Lisan
Landreform : Pengaturan Penguasaan, Penggunaan, Peruntukan Dan
PemanfaatanTanah
(16)
Optimal : Sempurna
Pluralisme : Banyak Pengertian
Produksi : Hasil Usaha Untuk Rekreasi
Publisitas : Mengumumkan
Pra-Survei : Persiapan Yang Dilakukan Sebelum Pengukuran Tanah
Rachtskadaster : Pendaftaran Tanah
Recording Of Title : Pendaftaran Pertama kali
Rechtsidee : Cita-Cita Hukum
Spesialitas : Pengkhususan
Solusi : Jalan Keluar
Sertifikasi Tanah : Sertipikat Tanah
Tanah : Lapisan Lepas Permukaan Bumi Paling Atas
(17)
TABEL I : Rekapitulasi Bidang Tanah Yang Terdaftar Pada Kabupaten
Aceh Tamiang halaman 65.
TABEL II : Rekapitulasi Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang
(18)
BAGAN 1 : Proses pendaftaran halaman 12.
BAGAN 2 : Pemastian Lembaga halaman 48.
(19)
yang mudah dan dapat dipahami oleh masyarakat pemegang hak atas tanah milik adat menjadi sertipikat hak milik. Salah satu fungsi penting dalam pendaftaran tanah adalah menjamin adanya kepastian hukum mengenai berbagai hak atas tanah dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak. Oleh karena itu maka dapatlah ditarik rumusan masalahnya, bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, untuk mengetahui bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, untuk mengetahui bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari buku-buku, dan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, juga dilakukan penelitian lapangan(field research)dengan mewawancarai responden yang terkait dengan pokok pembahasan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pendaftaran hak atas tanah milik adat sampai terbitnya sertipikat hak milik pada prinsipnya sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku akan tetapi kesadaran hukum mendaftarkan tanah di Aceh Tamiang masih kurang karena, masih kurang mengertinya masyarakat. Dalam proses pengurusan pendaftaran tanah memakai waktu yang lama dan biaya yang besar sehingga sangat memberatkan bagi masyarakat kecil, kurang memahami fungsi dari sertipikat akibat rendahnya pendidikan dan kurangnya penyuluhan dari pihak Kantor Pertanahan kedesa-desa terdalam. Pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, pendaftaran/ permohononan sertipikat tanah pertama kali yaitu dengan cara konversi penyesuaian hak-hak adat atau hak atas tanah yang bersifat tradisional atau kedaerahan kedalam hak-hak atas tanah yang bersifat unifikasi yang telah diatur dalam UUPA. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik. Tanah adat yang dimohonkan ada akan tetapi belum pernah terdaftar sebagai tanah milik adat pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang, objek tanah yang dimohonkan di kantor tidak sesuai dengan jumlah pada kenyataannya, subjek haknya yang tidak jelas untuk diberikan haknya.
Selanjutnya disarankan dengan adanya administrasi pertanahan yang tertib dan mutakhir, maka baik anggota masyarakat maupun pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan untuk melakukan perbuatan hukum atau perencanaan atas bidang-bidang tanah secara cepat dan tepat untuk menghindari pemanfaatan “percaloan” tanah yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya ekonomi biaya tinggi. Selalu dan tetap melakukan pemutihan status tanah terhadap tanah-tanah bagi masyarakat yang kurang mampu.
(20)
understood by the holders of the rights to adat land who want to change their land document into the property right certificate. One of the important functions of land registration is to ensure the existence of legal certainty related to various rights to land and legal protection for the rights holders. Therefore, the questions to be answered in this study were how community legal awareness was performed in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, what terms and procedures were applied in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, and what constraints were faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property.
The purpose of this study was to find out how community legal awareness was performed in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, what terms and procedures were applied in registering the change of the status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office, and what constraints were faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property.
The data for this sudy were obtained through library research by studying the books, the legislations related to the topic of study and field research by interviewing the respondents related to the subject matter of this study.
The result of this study showed that the process of registering the change of the status of adat land up to the isuance of the certificate of proprietary rights had principally done in accordance with the existing law but legal awareness of the community members in Aceh Tamiang to register their land is still less due to their lack of understanding, the process of land registration was time consuming and very costly that it is very burdensome for the common people, the common people did not understand the function of land registration due to their less education and lack of extension provided by the District Land Office up to the remote villages. The process of the registration of the change of status of adat land into private property at Aceh Tamiang District Land Office begins with applying for land certificate by converting the traditional (adat) rights to land into the rights to land in the unification form regulated in Agrarian Law. The constraints faced by Aceh Tamiang District Land Office in the registration of the change of the status of adat land into private property were that the adat land filed does exist but it has never been registered as adat land at Aceh Tamiang District Land Office, the object of the land filed is different from the reality, and to whom the right to be given is not clear.
It is suggested that with the orderly and up to date land administration, the community members and the government can easily get the data needed to do a legal action or to make a planning for the plots of lands quickly and acuurately to avoid “brokering of land” that eventually can result in high cost economy. The government should keep legalizing the status of the lands belong to the underprivileged communities.
(21)
A. Latar Belakang Masalah
Memperhatikan Aceh umumnya dan Aceh Tamiang khususnya dalam segala
upaya kearah pelaksanaan pendaftaran tanah. Sehubungan dengan keadaan konflik
yang terjadi di Provinsi Aceh telah membuat masyarakat ketakutan terlebih-lebih
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di belahan daerah pedalaman, sehingga
timbul perasaan tidak nyaman yang dikarenakan keadaan yang demikian itu untuk
pengurusan atau mendaftarkan tanah dari milik adat untuk menjadi sertipikat hak
milik menjadi terhambat dan bahkan sebahagian masyarakat berfikir bahwa
melakukan pendaftaran tanah itu tidaklah penting melainkan asalkan bisa memiliki
tempat tinggal, tempat untuk menyambung kehidupan sudahlah cukup.
Rumah sebagai tempat berlindung serta berbagai gedung kantor, pabrik, pusat
perbelanjaan, sekolah, dan sebagainya didirikan di atas tanah. Bahan makanan yang
dibutuhkan manusia juga ditanam diatas tanah. Manusia adalah makhluk social yang
tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.1 Manusia juga membutuhkan sehingga
melakukan eksploitasi bahan tambang yang ada di dalam atau dibawah permukaan
tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kadang-kadang manusia
terpengaruh dengan lingkungan dan menolak adanya kebenaran yang lain, ada pula
(22)
yang terkadang timbul perselisihan lain dalam perebutan masalah-masalah politik,
pengaruh golongan dan sebagainya.2 Tanah menjadi suatu kebutuhan dimana setiap
orang membutuhkannya, hal ini mendorong setiap orang untuk dapat memiliki dan
menguasai tanah yang dibutuhkannya.3 Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN), dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala
Kantor Pertanahan (KAKAN). Dalam menjalankan tugasnya, Kantor Pertanahan
dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Repulik Indonesia.
Pendaftaran tanah dilakukan Untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas
tanah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok
Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang Pertaturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA), Pemerintah wajib menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Indonesia dan mengharuskan kepada pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan.
Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas
tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah mempunyai kewenangan
untuk mengurus, mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi
haknya. Eksistensi tanah adat didalam UUPA ini terdapat dalam Pasal 3 dan Pasal 5.
Pasal 3 UUPA berbunyi :
2Triyana Harsa,Taqdir Manusia alam Pandangan Hamka Kajian Pemikiran Tafsir Al-aqhar,
Pena, Banda Aceh 2008, Hal. 106. 3
(23)
“Dengan mengingat ketentuan Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
Nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan Bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan-Peraturan yang lain yang lebih
tinggi.”
Selanjutnya menurut Pasal 5 UUPA berbunyi :
“Hukum Agraria berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas peraturan Bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan
Peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
berdasarkan pada agama”.
Dengan kedua Pasal tersebut di atas terkandung maksud bahwa : hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dan dengan sosialisme negara. Keistimewaannya hak milik itu
adalah masa berlakunya yang tidak terbatas, tidak memerlukan izin siapa-siapa bila
pemiliknya bermaksud menjaminkan tanahnya menjadi hak milik dimana dalam hal
(24)
uang ke bank, dan masih banyak lagi sisi keistimewaan dari tanah yang berstatus hak
milik bila dibandingkan dengan tanah berstatus lain.4
Pengertian pendaftaran tanah dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tampaknya mendekati pengertian yang dikonstatir oleh Boedi Harsono,
yang mendefinisikan pendaftaran tanah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Negara/ Pemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan
keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada
diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi bagi kepentingan
rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang Pertanahan,
termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya.5
Pendaftaran tanah yang merupakan kepunyaan bersama menurut hukum adat
tidak dapat didaftarkan begitu saja tanpa ada musyawarah dari kaum dan pemilik
tanah, oleh sebab itu petugas Kantor Pertanahan harus menanyakan terlebih dahulu
pada pemilik tanah adat tersebut, apakah sudah merupakan kesepakatan bersama dari
anggota kaum untuk mendaftarkan tanah adat tersebut. Untuk mendaftarkan tanah
adat haruslah ada kesepakatan atau persetujuan dari anggota kaum yang gunanya
untuk menjaga jangan timbulnya sengketa nantinya.
4 G. Kartasapoetra,Masalah Pertanahan di Indonesia,(Jakarta : Rineka, 1992), Hal. 11 5 Mhd. Yamin Lubis Dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tariff Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, Mandar Maju, Bandung 2010. Hal. 389. Dikutip dari Boedi Harsono,Hukum Agrarian Indonesia, Sejarah Pokok Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian, Isi Dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Penerbit Djambatan, Cetakan Kelima, 1994), Hal. 63.
(25)
Pembuatan dan penerbitan sertipikat hak atas tanah merupakan salah satu
rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur
dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, yang bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Disamping itu dengan
dilakukannya pendaftaran tanah secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu
perwujudan daripada pelaksanaan catur tertib pertanahan.
Ada tiga hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik atas tanah hal ini
tercantum dalam Pasal 22 dan Pasal 26 UUPA :
1. Menurut ketentuan hukum adat, yang diatur dalam suatu Peraturan
Pemerintah;
2. Karena ketentuan Undang-undang;
3. Karena adanya suatu peristiwa perdata, baik yang terjadi karena dikehendaki,
yang lahir karena perbuatan hukum dalam bentuk perjanjian, misalnya dalam
bentuk jual beli, hibah, tukar menukar, ataupun karena peristiwa perdata
semata-mata, misalnya karena perkawinan yang menyebabkan terjadinya
persatuan harta dengan berlakunya Undang-undang perkawinan, kematian
yang melahirkan warisan ab intestato, maupun warisan dalam bentuk hibah
wasiat.
Tanah merupakan salah satu modal utama dalam mewujudkan cita-cita
Nasional yang hendak dicapai dengan menyelenggarakan pembangunan, menegakkan
(26)
prinsip hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air. Dengan prinsip ini telah
dinyatakan kita telah melepaskan adanya dualisme dalam hukum agraria di Indonesia,
yang pernah berlaku pada zaman penjajahan di Indonesia dan demikian pula kita
telah melepaskan pluralisme dalam pelaksanaan hak-hak adat di Indonesia
(khususnya mengenai keagrariaan) sebagaimana yang telah ditemukan oleh
Vanvolenhoven dengan 19 lingkungan adatnya dengan demikian hanya berlaku satu
hukum yang mengatur keagrarian di tanah air kita. Untuk itu telah dipercayakan
kepada UUPA yang akan memberikan semua jawaban-jawaban tentang
persoalan-persoalan tentang keagrariaan. Dengan berlandaskan Pasal 33 ayat 3 Undang-undang
Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai
dengan penjelasan dari UUPA tersebut sehingga negara sebagai suatu organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa.
Dari penjelasan UUPA mengenai hal ini dinyatakan bahwa wewenang hak
menguasai dari Negara ini dalam tingkatan tertinggi :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya.
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari)
(27)
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang-orang dan
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.6
Dalam kegiatan pembangunan diperlukan tanah, baik untuk diusahakan atau
usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikatan ataupun sebagai tempat
pemukiman, kantor untuk berbagai pelaksanaan tugas negara di bidang pemerintahan,
pertahanan dan keamanan. Selain itu juga sebagai pusat kegiatan produksi,
perdagangan, transportasi, komunikasi, pendidikan, peribadatan dan rekreasi.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1995 telah diletakkan dasar-dasar
pembangunan sumber daya manusia dalam bidang hukum yaitu “Hal ini tercermin
dalam suatu keinginan untuk mencapai tujuan pembangunan secara optimal yaitu
masyarakat adil, makmur dan sejahtera”. Pembangunan bidang hukum yang
menyeluruh dan pelaksanaan serta peraturan hukum dan peran para aparat dalam
mengayomi masyarakat diharapkan dapat mendukung pembangunan nasional dengan
memantapkan aparatur dan kemampuan profesional para aparat yang bersih dan
berwibawa.7
Kemakmuran akan dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan negara,
masyarakat dan perseorangan secara memuaskan. Dalam memenuhi kebutuhan akan
tanah kita dihadapkan pada kenyataan bahwa satu pihak tanah yang tersedia adalah
terbatas jenis dan luasnya, sedang dilain pihak kebutuhan negara, masyarakat dan
6 AP. Perlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Mandar
Maju, 2008, Hal. 44.
7Djuhaendah Hasan,Kualitas Sumber Daya Manusia PPAT, disampaikan dalam Lokakarya
(28)
perseorangan terus meningkat jenis dan volumenya. Sehubungan dengan itu akan
meningkat pula kebutuhan akan adanya dukungan berupa terwujudnya jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan.
Sebagaimana halnya dibidang-bidang lain, pemberian jaminan Kepastian
Hukum dibidang pertanahan adalah memerlukan tersedianya perangkat hukum yang
tertulis, lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, sesuai dengan
ketentuan-ketentuannya. Disamping itu guna menghadapi kasus-kasus dibidang
Pertanahan selain diperlukan tersedianya perangkat hukum dan tersedianya berbagai
keterangan mengenai tanah yang menjadi objek dari perbuatan hukum yang
dilakukan. Dilihat dari segi fisik tanahnya untuk memberikan hak tertentu diperlukan
adanya kepastian mengenai letak, batas-batas dan luas serta pemilikan bangunan serta
tanaman-tanaman yang mungkin ada di atas tanah tersebut. Dari segi data yuridisnya,
diperlukan adanya status hukum tanahnya dan status pemegang hak dan tentang ada
atau tidak hak-hak pihak lain yang membebani tanah tersebut. Dan data fisik
diperlukan untuk mengetahui mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau
bagian bangunan diatasnya.
Sedangkan untuk hubungan dengan pihak lain, para pemegang hak
memerlukan surat-surat tanda bukti haknya yang memungkinkan para pemegang hak
tersebut mudah membuktikan hak atas tanah yang dimilikinya. Hal-hal tersebut diatas
dapat dipenuhi dengan menyelenggarakan “Pendaftaran Tanah” dalam menjamin
(29)
“Rachtskadaster” penyelenggaraan pendaftaran tanah dengan mudah akan dapat
memperoleh data yang diperlukan karena tata-usaha pendaftaran tanah mempunyai
sifat terbuka untuk umum sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997. Salah satu fungsi penting dalam bidang Pertanahan adalah menjamin
adanya kepastian hukum mengenai berbagai hak atas tanah dan perlindungan
terhadap pemegang hak. Oleh karena itu maka dalam Pasal 19 Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim
disebut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), diatur bahwa “untuk menjamin
kepastian hukum atas tanah perlu diselenggarakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Indonesia pada umumnya dan khususnya di Provinsi Aceh (Aceh Tamiang)”.
Untuk melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal
19 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, Dalam pelaksanaannya selama kurun
waktu lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun, peraturan ini belum dapat memberikan
hasil yang memuaskan. Terlihat bahwa dalam kurun waktu tersebut masih banyak
bidang tanah hak yang belum memenuhi syarat untuk didaftarkan sebab syarat
pendaftaran yang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan dari perundang-undangan
atas tanah. Oleh karena itu peranan PPAT dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya
sangatlah erat hubungannya dengan pendaftaran tanah.
Pembangunan dibidang pertanahan diharapkan dapat mewujudkan kondisi
pemanfaatan dan kepemilikan tanah yang tertib, yang pada akhirnya dapat
mendatangkan kesejahteraan dan ketenteraman serta keamanan warga masyarakat,
(30)
oleh perorangan maupun badan hukum atau lembaga atau instansi pemerintah atau
swasta yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu masih terdapat penguasaan tanah tanpa dilandasi dengan suatu hak atas
tanah serta penguasaan tanah pertanian yang melampaui batas sehingga
memungkinkan timbulnya sengketa di bidang pertanahan.
Dengan adanya administrasi pertanahan yang tertib dan mutakhir, maka baik
anggota masyarakat maupun pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang
diperlukan untuk melakukan perbuatan hukum atau perencanaan atas bidang-bidang
tanah secara cepat dan tepat untuk menghindari pemanfaatan “percaloan” tanah yang
akhirnya dapat menyebabkan timbulnya ekonomi biaya tinggi bahwa Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung
tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga pada
tanggal 8 juli 1997 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib
didaftarkan.8
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
10 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 kegiatan pengumpulan, pengolahan,
penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah hak-hak
tertentu serta penertiban surat-surat tanda bukti hak yang bersangkutan. Rangkaian
(31)
kegiatan tersebut diawali dengan kegiatan pendaftaran untuk pertama kali berupa
pembuatan peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur untuk menyimpan dan
menyajikan data fisik bidang-bidang tanah yang bersangkutan serta pembuatan buku
tanah untuk menyimpan dan menyajikan data yuridisnya, diakhiri dengan penertiban
sertipikat haknya sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Karena data yang
disimpan dan disajikan di Kantor Pertanahan tersebut selalu mengalami perubahan,
maka kegiatan pendaftaran tanah meliputi juga pemeliharaannya, agar data tersebut
tetap cocok dengan keadaan sebenarnya.
Pasal 12 Undang-Undang Pokok Agraria Tugas-tugas Kantor Pertanahan
selaku instansi vertikal adalah “Recording of Title dan Continous Recording” dan
kemudian menerbitkan bukti haknya yang disebut sertipikat hak atas tanah,
sedangkan PPAT, tugas utamanya adalah “Recording of Deeds of Conveyance”yang
secara khusus tidak ada instansi lain yang boleh melakukannya.Deeds of conveyance
itu meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan, pemberian hak baru (Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai di atas Hak Milik) dan pendaftaran dari sewa menyewa
tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah orang lain”. Masalah yang sering
dihadapi oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang dalam pendaftaran tanah milik
adat ini menyangkut akan penyesuaian data fisik dan data yuridisnya sehingga
dasar-dasar dari alas hak seseorang dapat dikenali dan dapat pula dijadikan sebagai bukti
awal untuk melakukan upaya pendaftaran hak atas tanah yang kemudian oleh kantor
pertanahan diterbitkan sertipikat yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Yang
(32)
peraturan yang berkaitan dengan masalah perdaftaran tanah ini. Sehingga berdasarkan
penelitian di lapangan prosesnya belum terlaksana sebagaimana yang di inginkan
oleh pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Adapun hambatan
yang sering terjadi adalah masalah kurang proaktifnya masyarakat bukan kesalahan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sehingga penerbitan Sertipikat Hak Milik (SHM)
agak terlambat dari tempo waktu yang sudah ditentukan. Badan Pertanahan Nasional
(BPN) sebagai organisasi publik mempunyai tugas pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai organisasi publik dan mendorong pelaksanaan good governance, Badan
Pertanahan Nasional (BPN) berupaya menciptakan pelayanan yang lebih transparan,
sederhana, murah dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan dibidang pertanahan, maka
pemerintah dalam hal ini kantor pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang harus
menyelenggarakan penyertipikatan tanah rutin secara kolektif dibeberapa kecamatan
di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.
Bagan 1 Proses Pendaftaran:9
9Catatan Kuliah Umum Bersama Abd. Rahim Lubis.
Pengukuran
Pemetaan
Pembuktian
Tanah Adat konversi
Tanah Negara Pemeriksaan& Pemberian Hak
Pembukuan& Pendaftaran (Pensertipikatan)
(33)
Seluruh masyarakat sangat menginginkan pelayanan pendaftaran di bidang
pertanahan tanah dengan prosedur yang mudah dan dapat dipahami oleh masyarakat
pemegang hak atas tanah.
Dari hasil pra-survei di kampung Purwodadi dan kampung Jawa Kecamatan
Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan bagian dari desa yang
menjadi target peneliti atas pelaksanaan pendaftaran tanah menunjukkan bahwa
masih banyak tanah-tanah yang diperoleh masyarakat melalui warisan, akan tetapi
belum didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang. Hal tersebut
terkait dengan keamanan, biaya, prosedur pendaftaran dan pengetahuan masyarakat.
Disisi lain meskipun dalam masyarakat pedesaan khususnya di daerah wilayah
Kabupaten Aceh Tamiang, berdasarkan keterangan dari kantor pertanahan kesadaran
masyarakatnya masih rendah dalam hal pendaftaran hak atas tanahnya (warisan),
misalnya :
1. Masih ada masyarakat atau ahli waris yang hanya mempunyai kepemilikannya
berupa bentuk pajak.
2. Ahli waris yang masih enggan melakukan pendaftaran hak atas tanah lebih
dari 6 (enam) bulan batas akhir yang ditentukan peraturan pemerintah.
3. Masih ada beberapa masyarakat atau ahli waris yang belum mengetahui
tentang prosedur dan proses tentang pendaftaran tanah, dalam hal ini mereka
mempunyai anggapan bahwa prosedur dan proses pendaftaran hak atas
tanahnya dilakukan berbelit-belit sehingga mereka belum berani untuk
(34)
4. Masih ada masyarakat atau ahli waris beranggapan biaya pengurusan
pendaftaran hak atas tanah besar/ mahal, karena kesediaan biaya belum
mencukupi, mereka menunda untuk pendaftaran hak atas tanahnya.
Berangkat dari adanya ketentuan normatif mengenai peraturan pendaftaran
pewarisan hak atas tanah dengan praktek yang ada dalam masyarakat, maka dengan
ini sangat tertarik untuk mengevaluasi dan mengkajinya kedalam penulisan tesis
dengan judul : “Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut untuk dijadikan sebagai
penelitian lanjutan:
1. Bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat dalam pendaftaran tanah milik
adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang?
2. Bagaimanakah syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi hak
milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang?
3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh
Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor
(35)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang
hendak dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis kesadaran hukum masyarakat dalam
pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Aceh Tamiang.
2. Untuk mengetahui syarat dan prosedur pendaftaran tanah milik adat menjadi
hak milik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh
Tamiang dalam pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara
teoritis maupun praktis yaitu :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan wawasan
dan kajian tentang pendaftaran tanah untuk dapat menjadi bahan
perbandingan bagi kepemilikan lanjutan.
b. Memperkaya khasanah perpustakaan hukum khususnya di bidang hukum
pertanahan.
(36)
a. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam
menyelesaikan masalah terhadap pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah.
b. Untuk memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat khususnya
mengenai pelaksanaan pendaftaran tanah milik adat menjadi hak milik.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran keperpustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa penelitian yang berjudul “Pendaftaran Tanah Milik Adat
Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang” belum ada
yang melakukan penelitian sebelumnya.
Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya sehingga
tesis ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Buat langkah yang awal dalam penulisan ini maka sudah seharusnya penulis
perlu mengetahui apa itu kerangka teori?
Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan
hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.10 Teori adalah suatu sistem
10 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
(37)
yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau
berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia.11
Sedangkan menurut M. Solly Lubis kerangka teori adalah suatu kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin
disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka
berfikir dalam penulisan.
Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara
khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif dan empiris.
Penulisan ini berupaya guna menganalisis secara hukum terhadap proses pendaftaran
tanah milik adat menjadi hak milik.
Tujuan hukum pendaftaran tanah tidak terlepas dari tujuan hukum pada
umumnya. Tujuan hukum menurut hukum konvensional adalah mewujudkan keadilan
(Rechts Gerechtigheid), kemanfaatan (Rech Tsutiliteit) dan kepastian hukum
(rechtzekerheit).12
Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum
(Rechtzekerheit) dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungannya dalam
11HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto,Teori Hukum,Refika Aditama, Bandung, 2005,
Hal. 22
12Ahmad Ali,Menguak Takbir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan sosiologis),Jakarta, PT.
(38)
pergaulan kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu
terhadap pihak yang lain.13
Hukum pertanahan di Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa
pemegang hak milik. Kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan kepastian hukum
terhadap tanah, sehingga setiap pemilik dapat terjamin haknya dalam
mempertahankan hak miliknya dari gangguan luar.14
Van Apeldoorn dalam bukunya Inleding Toot De Studies van Het Ederlands
Recht, mengatakan : Tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara
damai. Hukum menghendaki kedamaian, yang mana kedamaian diantara manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia
yang tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap
yang merugikannya.
Kepentingan individu dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan
satu sama lain. Pertentangan-pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan
pertikaian-pertikaian dan kekacauan satu sama lain, kalau tidak diatur oleh hukum
untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum pertahankan kedamaian dengan
mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang
harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya.15
13M. Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU),Hal. 17
14Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda,(Jakarta: PT. Intermasa,
1980), Hal. 2
15Van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum (Terjemahan Inleding Toot De Studies Van Hed Nederlands Recht,cetakan ke-4 oleh M. Oetarid Sadino),Jakarta : Noordhoff-kolff NV, 1958, Hal. 20
(39)
Dalam perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan kemajuan
pola pikir dan teknologi dalam kehidupan masyarakat terutama dalam dunia usaha
sertipikat tanah sangat diperlukan.
Untuk mengetahui sejauh mana tentang fungsi dan tugas PPAT dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah terlebih dahulu dilihat peraturan yang mendasari
diadakannya pendaftaran tanah tersebut. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok
Agraria menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria sistem yang kita
pergunakan adalah sistem ”Cadaster” sebagaimana dikembangkan pada zaman
Belanda. Sistem ini selain sederhana, juga efisien dan murah. Dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut, para pendahulu kita dibidang pertanahan
telah meletakkan landasan-landasan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi pendaftaran
tanah, yang sangat diperlukan untuk segera melaksanakan Undang-undang Pokok
Agraria. Landasan tersebut tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pada
waktu itu. Dan kalau dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 adalah negatif bertendensi positif artinya bahwa sertipikat yang telah diterbitkan
sepanjang orang lain bisa membuktikan bahwa itu haknya, maka sertipikat tersebut
dapat diajukan pembatalan, namun dalam batas-batas waktu tertentu berubah menjadi
(40)
Asas publisitas dimaksudkan bahwa pendaftaran itu bersifat umum dan
terbuka, oleh karena itu setiap orang berhak untuk meminta informasi dari kantor
pendaftaran tanah serta surat keterangan pendaftaran tanah yang berisikan jenis hak,
luas, lokasinya dalam keadaan sita atau berperkara dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang dijelaskan bahwa disamping asas publisitas juga dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dikenal juga asas spesialitas, yaitu
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ketentuan tersebut maka
asas publisitas lebih memberikan jaminan sedangkan asas spesialitas kepastian
hukum.
Asas spesialitas berarti bahwa pendaftaran tanah itu jelas dan diketahui
lokasinya sehingga peranan dari surat ukur adalah memperjelas lokasi tanah tersebut.
Kalimat-kalimat tersebut seolah-olah berdiri sendiri-sendiri, tidak merupakan suatu
rangkaian uraian mengenai sesuatu. “Rechtcadaster” dimaksudkan bahwa
pendaftaran ini hanya demi untuk pendaftaran hak dan bukan sebagai tagihan pajak.
Kepastian hukum sebagaimana dimaksud oleh Pasal 19 ayat (1) Undang-undang
Pokok Agraria adalah demi kepastian hukum dari hak tanah tersebut. Pemastian
lembaga dimaksudkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai
satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta-akta peralihan, pendirian hak
baru dan pengikatan tanah sebagai jaminan.
Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan
(41)
tanah ini kemudian dilakukan oleh Kantor Pertanahan. Penyelenggaraan pendaftaran
tanah secara garis besar meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan pendaftaran tanah. Kedua hal tersebut sama pentingnya karena apabila
salah satu dari kedua hal tersebut kurang diperhatikan maka akan mendatangkan
hal-hal yang tidak diharapkan di kemudian hari.
Penjelasan umum tentang Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
mengemukakan perlunya diadakan peraturan pendaftaran tanah yang baru yang
dinyatakan sebagai jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Pemberian
jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan pertama-tama memerlukan tersedianya
perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten
sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. “Sehubungan dengan itu
Undang-Undang Pokok Agraria memerintahkan diselenggarakan Pendaftaran Tanah dalam
rangka menjamin kepastian hukum sebagaimana dimaksud di atas”. Tujuan
diselenggarakannya Pendaftaran Tanah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 19
Undang-undang Pokok Agraria adalah bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan
dalam rangka menjamin kepastian di bidang pertanahan yaitu :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
(42)
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Sertipikat tanah sebagai suatu barang berharga yang dapat dipakai untuk
memajukan suatu usaha yang berdampak pada lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 suatu peraturan pendaftaran tanah yang menghasilkan sertipikat yang
dibutuhkan tersebut, namun kendala pelaksanaan pendaftaran tanah akan berdampak
pada dunia usaha.
Untuk tidak timbulnya ketidakpastian hukum khususnya pada pelaksanaan
pendaftaran tanah pemerintah harus mencari solusi bagaimana agar pelaksanaan
pendaftaran tanah di Indonesia dapat lebih cepat dan terarah agar tidak bermunculan
masalah-masalah pertanahan dalam masyarakat. Timbulnya masalah-masalah
pertanahan dalam masyarakat, hal ini tidak terlepas dari ketidakpastian akan
kepemilikan tanah. Ketidakpastian ini muncul karena tanah-tanah yang dimiliki itu
belum terdaftar.16
Dalam membicarakan tentang pendaftaran tanah yang belum bersertipikat
maka harus diketahui dahulu apa pengetian tanah dan dasar hukum mengenai tanah
itu sendiri.
Menurut geologis-agronomis, pengertian tanah adalah lapisan lepas
permukaan bumi paling atas yang dapat dimanfaatkan untuk menanami tumbuhan
(43)
disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan.
Sedangkan tanah bangunan digunakan untuk menegakkan rumah.
Didalam tanah garapan ini dari atas kebawah berturut-turut terdapat sisiran
garapan sedalam irisan bajak, lapisan pembentukan kukus dan lapisan dalam.17
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tanah adalah :
a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali
b. Keadaan bumi disuatu tempat
c. Permukaan bumi yang diberi batas
d. Bahan dari bumi, bumi sebagai lahan sesuatu (pasir, cadas, aspal dan
lain-lain).18
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan definisi tanah, sesuai
dengan Pasal 4 (empat) ayat (1) yang menyebutkan bahwa “atas dasar hak mengusai
dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang
lain serta badan-badan hukum”. Sehingga secara yuridis, pengertian tanah adalah
permukaan bumi.
AP Parlindungan menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA), Negara kita masih terdapat dualisme dalam hukum agraria.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih berlakunya dua macam hukum yang
17AP Parlindungan,Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA,(Bandung, Alumni, 1973), Hal. 35 18Kamus Besar Bahas Indonesia,Balai Pustaka Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,
(44)
menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita, yaitu hukum adat dan hukum barat
sehingga terdapat dua macam tanah yaitu tanah adat dan tanah barat.19
Pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan sistem publikasi negatif yang
mengandung unsur positif, demikian Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, hal ini dapat dilihat pada Pasal 19 ayat
(2) huruf (c) Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), bahwa pendaftaran
menghasilkan surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam mengatasi kelemahan sistem publikasi negative/ stelsel negatif ini,
maka dipergunakan lembaga yang terdapat dalam hukum adat yaitu lembaga Rechts
Verwerking.
Rechts verwerking yaitu apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan
sertifikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah
tersebut dengan itikat baik dan secara nyata merasa menguasai tanah tersebut, maka
pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut
haknya. Apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut
tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak atau kepala kantor
pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah
atau penerbitan sertipikat.20
19AP Parlindungan,Op.Cit,Hal. 40
20Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah,(Bandung,
(45)
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan dunia observasi, antara
abstraksi dan realitas.21 Konsep adalah suatu konstruksi yang dihasilkan oleh suatu
proses yang berjalan dalam pikiran peneliti untuk keperluan analisis.22 Konsep
diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal
yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.23
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan pengertian atau
penafsiran mendua (Dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Agar tidak terjadi
kekeliruan dalam memahami istilah atau konsep yang digunakan maka dapat
diberikan konsep secara definisi operasional sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah sebagai
berikut:
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus-menerus, teratur dan berkesinambungan, meliputi pengumpulan,
pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
21Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,Bandung, Alumni,
1983, Hal. 19
22Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, citra Aditya Bandung, 1996, Hal. 397.
(46)
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya”.24
Tanah adalah permuakan bumi, yang dalam penggunaannya meliputi juga
sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang ada
diatasnya dengan pembatasan dalam Pasal 4 yaitu sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang
bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan yang lainnya yang
lebih tinggi.25
Tanah milik adat adalah hak atas tanah dari masyarakat hukum adat yang
belum pernah didaftarkan, yang dibeberapa wilayah di Indonesia dikenal dengan
berbagai nama seperti, hak ulayat misalnya. Hak ulayat adalah suatu rangkaian dari
hak-hak dan kewajiban masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan
tanah-tanah yang termasuk lingkungan wilayah. Hak persekutuan hukum atas tanah-tanah sekitar
lingkungannya yang dikenal dengan hak ulayat itu merupakan hak tertinggi atas tanah
yang dimiliki oleh suatu persekutuan hukum, dimana masyarakat tersebut mempunyai
hak untuk menguasai tanah atau sebidang tanah yang ada disekitar lingkungannya.
Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang adalah kantor pelayanan publik
atas tanah yang terletak di Aceh Tamiang sebagai tempat penyelenggaraan
administrasi pendaftaran tanah.
24Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 25Rustam Efendi Rasyid, pendaftaran tanah dan PPAT
(47)
G. Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian
masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian.26Kata metode berasal dari bahasa Yunani“Metods”yang berarti cara atau
jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja
untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.27
Adapun dalam penulisan ini, digunakan metode penelitian sesbagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode ini menyangkut masalah cara
kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.28
Sebagai suatu hasil karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka
menurut sifatnya penelitian yang dilaksanakan ini dikatagorikan sebagai penelitian
yang bersifat deskriftif analisis, maksudnya adalah suatu analisis data yang
berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum dipublikasikan untuk menjelaskan
tentang seperangkat data yang lain.29
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis sebab penelitian ini akan
menggambarkan dan melukiskan azas-azas dan peraturan-peraturan yang
26Jujun Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995, Hal. 328
27Koentjaningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1997, Hal. 16
28Koentjaningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat,Jakarta, PT. Gramedia, Hal. 70 29Bambang sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta,
(48)
berhubungan dengan tujuan penelitian yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan tentang fakta dan kondisi atau gejala yang menjadi objek penelitian
setelah itu diadakan telah secara kritis, dalam arti memberikan penjelasan-penjelasan
atas fakta atau gejala tersebut, baik dalam kerangka sistematisasi maupun
singkronisasi dan berdasarkan pada aspek yuridis. Dengan demikian akan menjawab
permasalahan yang menjadi objek penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Daerah penelitian yang menjadi target untuk dijadikan sebuah penelitian
adalah di daerah Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh.
3. Jenis Penelitian
Penelitian ini lebih kepada “empiris. Hal tersebut disebabkan tujuan akhir
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 pada daerah penelitian yang
menjadi target peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian ini
termasuk kedalam penelitian hukum sosiologis (Socio-legal Research) atau empiris
(49)
dalam masyarakat mengenai pendaftaran tanah hak milik adat di kabupaten Aceh
Tamiang atau disebut juga dengan penelitian lapangan.
5. Alat Pengumpul Data
1. Studi Dokumen
Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, peraturan perundang-undangan,
dokumen lain yang terkait dengan judul ini. Data yang diperoleh disebut data
sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer
b. Bahan hukum sekunder
c. Bahan hukum tersier
2. Wawancara
a. Terhadap Responden
Dengan membuat Kuesioner, ini dilakukan terhadap beberapa orang dari
responden yang telah mendaftarkan tanahnya, dan beberapa orang responden yang
belum mendaftarkan tanahnya.
b. Terhadap narasumber
Dalam melakukan wawancara yang merupakan alat pendukung pengumpulan
data dalam penelitian ini. Wawancara yang dilakukan terhadap informan dengan
(50)
6. Analisis Data
Analisis data adalah sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan
kerja seorang peneliti yang memerlukan penelitian, dan pencurahan daya pikir secara
optimal.30 Dan analisis data juga merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data kedalam pola katagori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.
Data yang telah dikumpulkan, kemudian dimanfaatkan sedemikian rupa
sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini dilakukan
secara kualitatif dengan sifat deskriptif analitis, karena penelitian ini tidak hanya
bermaksud mengungkapkan atau melukiskan data sebagaimana adanya, tetapi juga
bermaksud melukiskan realitas dari kebijakan legislatif sebagaimana yang
diharapkan.
Selanjutnya data tersebut baik data primer dan sekunder, ditarik kumpulkan
dengan menggunakan metodededuktifsehingga dapat diperoleh kumpulan akhir yang
tepat setidak–tidaknya mendekati kebenaran ilmiah yang penulis harapkan dalam
tulisan ini.
(51)
BAB II
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN ACEH TAMIANG
A. Keberadaan Tanah Adat di Aceh Tamiang
Tanah adat dalam praktek lapangan adalah tanah yang dikuasai secara
turun-temurun oleh suatu masyarakat tertentu yang dari zaman nenek moyangnya yang
dikuasai minimal 20 tahun sebelum berlakunya UUPA yang dalam fisiknya didapati
ada tanaman-tanaman keras yang ditanam dahulu seperti kayu-kayu besar yang
diantaranya;
1. Kayu Kempas;
2. Kayu Kruweng;
3. Kayu Damar;
4. Kayu Meranti dan lain sebagainya, yang usianya lebih dari 30 tahun.31
Hak ulayat sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan
dikalangan masyarakat hukum adat dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Untuk
didaerah Aceh khususnya Aceh Tamiang tidak ada kita temukan penamaan khusus
atas tanah adat akan tetapi masyarakat setempat menyebutnya dengan nama tanah
adat. Hak ulayat mengandung dua unsur. Unsur pertama adalah unsur hukum perdata,
yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat yang
31 Wawancara dengan Bapak Sugiono pada tanggal 22 Juli 2013 (Kepala Seksi Sengketa
(52)
bersangkutan dari tanah ulayat, yang dipercayai mula-mula berasal dari peninggalan
nenek moyang mereka dan merupakan karunia suatu kekuatan gaib, sebagai
pendukung utama kehidupan dan penghidupan serta lingkungan hidup seluruh warga
masyarakat hukum adat. Unsur kedua adalah unsur hukum politik, yaitu sebagai
kewenangan untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan dan penguasaan
tanah ulayat tersebut, baik dalam hubungan interen dengan para warganya sendiri
maupun eksteren dengan orang-orang bukan warga atau orang luar. Dalam hukum
agraria adat ada ciri-ciri umum yang mudah kita kenali yaitu;
1. Asli, gotong-royong, kekeluargaan.
2. Kedaerahan, pluralistis, kurang menjamin kepastian hukum karena tidak
pernah dibuat dalam bukti tertulis.
3. Sebagai hukum yang hidup, dipengaruhi masyarakat sekitarnya. Oleh sebab
itu perlu “disaneer” (dibersihkan) dari cacadnya.
Subjek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat itu sendiri baik yang
merupakan persekutuan hukum yang didasarkan kesamaan tempat tinggal maupun
yang didasarkan pada keturunan. Hak ulayat memberikan kewenangan tertentu
kepada masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya yang sumber pelaksaan dan
ketentuan tata cara pelaksanaannya adalah dengan hukum adat yang bersangkutan
dasar hukumnya Pasal 4 ayat satu huruf (a) dan pelepasan tanah untuk keperluan
‘‘orang luar” Pasal 4 ayat (1) huruf (b). Penguasaan tanah muncul dalam praktek
(53)
Hak penguasaan tanah tanah yang dimaksud terdiri atas:32
1. Hak Penguasaan Legal terdiri atas;
1) Legal Umum :
a) Lembaga hukum yang dapat dilihat dalam Pasal 20 sampai Pasal 45
UUPA
b) Hubungan hukum konkrit dapat dilihat dalam Pasal yang berkaitan
dengan Konversi UUPA
2) Legal Khusus :
Hak Menguasai Negara (dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA)
3) Legal Fisik dan Yuridis.
2. Hak PenguasaanIlegal
Hak penguasaan illegal yaitu kepemilikan tanah yang tanpa adanya alas hak
apapun seperti tidak adanya surat keterangan dari datok penghulu atau kepala desa
atau tidak adanya pengakuan dari ketua adat ataupun surat keterangan camat.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama dasar UUPA kita sebenarnya terdapat
dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 juga sebagai pelaksanaan dari pada Pancasila dalam
kehidupan hukum di Indonesia. Dalam “penjelasan UUPA” kita baca sebagai berikut;
“Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan
merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi negara
dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
32Wawancara Dengan Yendarino (55 Tahun) Datok Penghulu Kampung Purwodadi tanggal 02
(54)
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak diatas tanah bagi rakyat seluruhnya.33
Dengan melihat dasar-dasar hukum agraria nasional kita maka dasar
kenasionalan (Pasal 1 ayat 1,2,3) Kesatuan; Kekayaan Nasional; Hubungan Bersifat
Abadi; Hubungan itu semacam Hak Ulayat. Tidak dikenal Azas Domein BARA:
dikuasai negara sabagai organisasi kekuasaan. Kekuasaan negara terhadap hak
perseorangan dibatasi oleh isi haknya. Kekuasaan negara dibatasi oleh hak ulayat
(Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4)). Dalam pelaksanaan hak ulayat (Pasal 3), sepanjang
menurut kenyataan masih ada; sesuai dengan kepentingan nasional dan negara; tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi. Tanda-tanda
yang perlu dilihat untuk menentukan masih adanya hak ulayat meliputi 3 unsur
yaitu;34
a. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih
merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan
ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
33A.P. Parlindungan,Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Alumni, Bandung 1982, Hal. 1.
34 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Cetakan Ke-17 Edisi Revisi Djambatan, Jakarta
(55)
b. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi
lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya
mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan
c. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu
terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6). Tanah, terutama
untuk kepentingan warga negara Indonesia (Azas Kebangsaan Pasal 1), Hanya
warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan penuh dengan tanah
(Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1)). Warga negara asing dapat mempunyai tanah
tertentu, dan tidak kuat. Badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik, kecuali
ditentukan khusus. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kesempatan yang
sama (Pasal 9 ayat 2) perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah.
B. Hukum Pendaftaran Tanah Milik Adat
Tanah adat dan masyarakat hukum adat mempunyai hubungan yang sangat
erat satu dengan yang lainnya. Dalam masyarakat adat lebih mengedepankan rasa
kekeluargaan. Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan,
(56)
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.35 Hubungan hukum antara masyarakat
hukum adat dengan tanahnya menciptakan hak yang memberikan masyarakat sebagai
suatu kelompok hukum, hak untuk menggunakan tanah bagi keuntungan masyarakat
yang merupakan hak asli dan utama dalam hukum tanah adat dilingkungan
masyarakat hukum adat, yang juga dianggap sebagai sumber hukum adat dan dapat
dipunyai oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat tersebut.36
Adat bermaksud suatu peraturan yang diamalkan secara turun-temurun (sejak
dahulu kala) didalam masyarakat sehingga merupakan hukum dan peraturan yang
harus dipatuhi. Adat juga didefinasikan sebagai suatu cara yang sudah menjadi
kebiasaan.37 Kebiasaan-kebiasaan yang hidup didalam masyarakat itu telah diyakini
sebagai hukum. Peraturan hukum itu memberikan akibat pada situasi tertentu, seperti
keadaan, kejadian atau perbuatan untuk posisi hukum, untuk keseluruhan hak dan
kewajiban para subjek (manusia/ badan hukum). Unifikasi hukum tanah dalam UUPA
berupaya melembagakan hak-hak atas tanah yang baru. Pembentukan Hukum Tanah
Nasional (HTN) kemudian diikuti dengan dikeluarkannya berbagai peraturan
perundang-undangan baru. Hasilnya, hak-hak atas tanah yang baru dapat dibuat
dalam hiraki yang berjenjang. Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas
tanah dalam hukum tanah nasional (UUPA) menurut Boedi Harsono yang dikutip
oleh Noor (2006) dalam susunan berjenjang yaitu sebagai berikut :
35 S. Sumarsono, Mansyur, dkk, Pendidikan kewarganegaraan, Cetakan ke-2, PT. SUN,
Jakarta 2002, Hal. 108.
36
Sukanti Arie Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Rajawali, Jakarta,1983, Hal 21
(57)
1. Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam
wilayah negara, yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam
penjelasan Umum Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang
dingkat pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi semua
tanah di seluruh wilayah negara.
2. Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan atas tanah sebagai penugasan
pelaksanaan hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua
tanah bersama bangsa Indonesia.
Sistem hukum tanah pada saat kolonial berkuasa mengandung dualisme
hukum. Pertama bagi penduduk pribumi berlaku hukum adat, sedangkan yang kedua
bagi golongan lainnya berlaku hukum Barat, karena pada masa penjajahan, sistem
hukum pertanahan yang dijalankan pemerintah menganut dan berorientasi pada
sistem hukum Belanda dan Eropa. Apabila dibicarakan tentang kedudukan dan
peranan hukum adat, analisisnya sedikit banyaknya mempunyai kecenderungan
untuk bersifat sosiologis. Hal ini terutama disebabkan karena;38
1. Sebagai hukum kebiasaan, hukum adat adalah merupakan suatu abstraksi dari
perilaku nyata yang terakhir dan unik.
38 Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peranan Hukum Adat di Indonesia, Cetakan ke-2
(58)
2. Untuk mengadakan identifikasi terhadap hukum adat, ada kecendrungan untuk
mempergunakan metode sosiologis (dan antropologis)
3. Konsepsi-konsepsi “kedudukan” dan “peranan” merupakan konsepsi
sosiologis (sebagai bagian dari struktur sosial).
Dalam konsepsi hukum tanah adat yang merupakan kristalisasi nilai-nilai
luhur kehidupan masyarakat Indonesia, yang mengedepankan keseimbangan antara
“Kepentingan Bersama” dengan “Kepentingan Perseorangan”. Pemilikan dan
pemanfaatan tanah harus memperhatikan keselarasan. Menurut Sumantri, konsepsi
hukum tanah adat berbeda dengan konsepsi hukum tanah Barat, dalam hukum tanah
Barat dasarnya adalah “Individualisme” dan “liberalisme”.
Sebelum lahirnya hukum agraria kolonial, di Indonesia telah berlaku hukum
pendaftaran tanah yang tumbuh bagi masyarakat adat sebelum 24 september 1960.
Kebutuhan akan hukum agraria yang menjamin kepastian dan perlindungan hukum
hak-hak masyarakat dirasakan sangat mendesak, dan sejak 24 September 1960
ditetapkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria atau sering disebut undang Pokok Agraria (UUPA).
Undang-undang ini lahir setelah melalui proses yang cukup lama, menganut unifikasi hukum
dan berdasarkan hukum adat. Bila diselusuri dari fungsi dan keberadaan hukum, dan
dikaitkan dengan jural postulates yang dikemukakan oleh kohler, terlihat bahwa
didalam UUPA, nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
mulai dikesampingkan dan digantikan oleh “hukum” yang baru didalam mengatur
(1)
“masyarakat” dapat mengerti dan dapat memanfaatkan perlindungan hukum yang telah diamanatkan oleh undang-undang kita untuk kesejahteraan rakyat. Dengan adanya administrasi pertanahan yang tertib dan mutakhir, maka pemerintah maupun masyarakat dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan untuk melakukan perbuatan hukum atau perencanaan atas bidang-bidang tanah secara cepat dan tepat untuk menghindari pemanfaatan “percaloan” tanah yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya ekonomi biaya tinggi.
3. Selalu dan tetaplah untuk mempertimbangkan dan melakukan pemutihan status tanah terhadap tanah-tanah bagi masyarakat yang kurang mampu sehingga mereka dapat memiliki sertipikat tanah sebagaimana yang lainnya sehingga kelompok masyarakat yang menjadi target (masyarakat ekonomi lemah) benar-benar mendapatkan perhatian dari pemerintah dan merasakan perhatian tersebut dari pemerintah sebagai kepeduliannya kepada masyarakat ekonomi lemah.
(2)
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku ;
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Cetakan ke-4,Kencana, Jakarta2012.
Ali Ahmad, Menguak Takbir Hukum ( Suatu Kajian Filosofis dan sosiologis), Jakarta, PT. Gunung Agung, Tbk, 2002.
Ali Zainudin,Sosiologi Hukum,Sinar Grafika, Palu 2005.
Apeldoorn Van, Pengantar Ilmu Hukum (Terjemahan Inleding Toot De Studies Van Hed Nederlands Recht,cetakan ke-4 oleh M. Oetarid Sadino), Jakarta : Noordhoff-kolff NV, 1958.
Arifin Syamsul,Pengantar Hukum Indonesia, Medan Area University Press, Medan, 2012.
Badrulzaman Darus Mariam, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983.
Budiardjo Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008.
Darwis Hude M.,Emosi,Erlangga, Jakarta 2006.
Durkheim Emile, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan,Erlangga, Jakarta 1973.
Gazalba S.,Penghantar Kebudayaan,Sebagai IlmuPustaka,Jakarta 1990.
Harsa Triyana, Taqdir Manusia Alam Pandangan Hamka Kajian Pemikiran Tafsir Al-aqhar,Pena, Banda Aceh 2008.
Harsono Boedi,Hukum Agraria Indonesia, Cetakan Ke-17 Edisi Revisi Djambatan, Jakarta 2006.
Harsono Boedi, Hukum Agrarian Indonesia, Sejarah Pokok Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian, Isi Dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Penerbit Djambatan, Cetakan Kelima, 1994).
(3)
Harsono Budi, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang - Undang Pokok Agraria dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 1997).
Hasan Djuhaendah, Kualitas Sumber Daya Manusia PPAT, disampaikan dalam Lokakarya Pola Pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bandung, 25 Agustus 1997.
Hutagalung Arie Sukanti, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Rajawali, Jakarta,1983.
Iqbal Dawami M.,cita-cita,Diva Press, Bojong 2008.
Ismail Badruzzaman, Panduan Adat Dalam Masyarakat Aceh, Majelis Adat Aceh (MAA), Banda Aceh 2009.
Kansil C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan ke-8, Balai Pustaka, Jakarta.
Kartasapoetra G.,Masalah Pertanahan di Indonesia,Rineka, Jakarta 1992.
Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1997.
Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia., Jakarta 2000.
Mertokusumo Sudikno, Penemuan Hukum sebuah pengantar, Liberty, Yogyakarta 1996.
Nabhani,Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, Yayasan Sastra Group, Langsa 2011. Otje Salman HR. dan Susanto Anton F, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung,
2005.
Parlindungan A.P.,Pedoman Pelaksanaan U.U.P.A. dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akte Tanah,Alumni, Bandung 1978.
Parlindungan A.P, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pjabat Pembuat Akta Tanah,Alumni, Bandung 1982.
(4)
Perlindungan AP., Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Mandar Maju, 2008.
Prodjodikoro Wirjono, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: PT. Intermasa, 1980).
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, citra Aditya Bandung, 1996.
Singarimbun Masri dkk,Metode Penelitian survei,LP3ES, Jakarta, 1989.
Siregar Anshari Tampil, Mempertahankan hak atas tanah, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, cetakan pertama Okteber 2005.
Soehino,Ilmu Negara, Liberty, Jogyakarya 1998.
Soekanto Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.
Soekanto Soerjono, kedudukan dan peranan hukum adat di Indonesia,Cetakan ke-2 Kurnia Esa, Jakarta Desember 1981.
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. raja Grafindo Persada, Jakarta 1982.
Solli Lubis M., Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU).
Soly Lubis M.,Manajemen Strategis Pembangunan Hukum,Mandar Maju, Bandung 2011.
Suandra Wayan,Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Subekti R., Tjitrosudibio R.,Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cetakan ke-37, PT. Pradnya Paramita.
Sumantri Suria Jujun, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
Sumarsono S., Mansyur, dkk,Pendidikan kewarganegaraan, Cetakan ke-2, PT. SUN, Jakarta 2002.
Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
(5)
Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Tim Abdi Guru,Pendidikan Kewarganegaraan,Erlangga, Jakarta 2006. W Suprayetno,Psikologi Agama,Cita Pustaka Media Perintis, Bandung 2009. Waluyo Bambang,Penelitian Hukum Dalam Peraktek,sinar Grafika, Jakarta, 1996. Waluyo Bambang,Penelitian Hukum Dalam Peraktek,sinar Grafika, Jakarta, 1996. Wignjodipoero Soerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta : CV.Haji
Mas Agung, 1987).
Yahya Harahap M.,Hukum Acara Perdata,Cetakan ke-8 Sinar Grafika Offset, 2008. Yahya Harahap M.,pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP Penyidikan
dan Penuntutan Edisi ke-2,Sinar Grafika, Jakarta 2007.
Yamin Lubis Mhd. Dan Rahim Lubis Abd.,Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tariff Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, Mandar Maju, Bandung 2010.
Yamin Lubis Muhammad dan Rahim Lubis Abd, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung, CV. Mandar Maju, 2008).
B. Peraturan Perundang-undangan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tentang tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada BPN.
C. Sumber-Sumber Yang Lainnya.
Marsono Boedi, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, dibahas dalam Seminar Nasional yang diselenggara oleh Usakti dengan BPN pada tanggal 14 Agustus 1997 di Hotel Horison – Jakarta.
(6)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,Jakarta, Edisi E-II, Cetakan Ketiga, 1994.
Sambutan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional pada Seminar Nasional menyambut PP Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 14 Agustus 1997 di Jakarta.