PENGARUH KOMUNIKASI TERAUPETIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT INAP RSUD KOTA JOGJA

(1)

RSUD KOTA JOGJA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh : Fajar Avivul Havid

20151030019

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAUPETIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT INAP

RSUD KOTA JOGJA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh : Fajar Avivul Havid

20151030019

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH KOMUNIKASI TERAUPETIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT INAP

RSUD KOTA JOGJA

TESIS

Disusun Oleh : Fajar Avivul Havid

20151030019

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I

Dr. Susanto, M.S Tanggaal……….

Pembimbing II


(4)

iii


(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat orang lain, melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang membuat pernyataan:

Fajar Avivul Havid 20151030019


(6)

v MOTTO

Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keinginan. Karena itu bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain) dan berharaplah kepada tuhanmu


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT INAP RSUD JOGJA” guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan di Program studi Magister Manajemen Rumah sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan tesis ini, berbagai macam hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun atas bimbingan dan kerjasama berbagai pihak sehingga hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Bambang Cipto, MA selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sudah memajukan universitas muhamadyah yogyakarta dan progam pascasarjana magister manajemen rumah sakit

2. DR. dr. Arlina Dewi, M. Kes, AAK, selaku Kepala Program Studi Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 3. Dr. Susanto,M.S selaku pembimbing I yang dengan kesediaan dan

keikhlasan di tengah-tengah kesibukannya dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak penyusunan tesis hingga penulisan tesis ini.

4. dr. Mahendro Prasetyo Kusumo, MMR selaku pembimbing II yang selama ini telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, ilmu, serta waktunya dalam penulisan tesis ini


(8)

vii

5. drg. Hj. RR Tuty Setyowati,M.Kes selaku Direktur Utama RSUD Jogja yang telah memberikan izin penelitian

6. Semua dosen beserta staff Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terima kasih telah memberikan ilmu dan bantuannya selama menempuh kuliah di Magister Manajemen Rumah sakit.

7. Seluruh perawat dan staff karyawan RSUD Jogja terutama di Rawat Inap atas bantuannya selama menjalankan penelitian disana

8. Seluruh tim kelompok tesis Rhisa Oviani, Juniati Agma dan Erda Suhaila terima kasih kerjasama yang baik dan kompak dalam menyelesaikan penelitian ini

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah menjalin silaturahmi dengan penulis, mohon ikhlaskan segala kesalahan dan khilaf penulis, semoga Allah membalas semua kebaikan, Amin

Wassalam‟alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Desemberr 2016


(9)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 10

1. Komunikasi Teraupetik ... 10

2. Perawat ... 22

3. Pelayanan Rawat Inap ... 23

4. Kepuasan Pasien ... 23

B. Penelitian Terdahulu ... 35

C. Landasan Teori ... 36

D. Kerangka Konsep ... 38

E. Hipotesis... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 39

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

D. Cara Pengambilan Sampel ... 42

E. Jalan Penelitian ... 43

F. Variabel Penelitian ... 43

G. Definisi Operasional ... 44

H. Instrumen Data ... 45


(10)

ix

J. Teknik Analisis Data ... 48

K. Analisis Data ... 49

L. Uji Prasyarat Analisis Data ... 50

M. Pengujian Hipotesis... 51

N. Etika Penelitian ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55

1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 55

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian ... 57

3. Komunikasi Terapeutik Perawat ... 59

4. Kepuasan Pasien ... 62

5. Uji Prasyarat Analisis ... 67

6. Pengujian Hipotesis ... 69

B. Pembahasan ... 74

1. Komunikasi Terapeutik Perawat ... 74

2. Kepuasan Pasien ... 78

3. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja ... 83

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Simpulan ... 94

B. Saran... 95

C. Keterbatasan Penelitian ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 35

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi ... 59

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja ... 60

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi ... 61

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien pada Tahap Orientasi ... 62

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien pada Tahap Kerja ... 63

Tabel 4.6 Tabel Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Tahap Terminasi ... 64

Tabel 4.7 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Orientasi Tiap Rawat Inap ... 65

Tabel 4.8 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Kerja Tiap Rawat Inap ... 66

Tabel 4.9 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Terminasi Tiap Rawat Inap ... 67

Tabel 4.10 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 68

Tabel 4.11 Tabel Uji Linearitas ... 69

Tabel 4.12. Analisis Determinasi ... 70

Tabel 4.13 Uji Statistik F ... 71


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner (Check List)... 103

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Dan Reliabiitas ... 109

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas ... 112

Lampiran 4. Hasil Uji Linieritas ... 115


(14)

xiii

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT

INAP RSUD JOGJA

Fajar Avivul Havid1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Komunikasi yang terjadi di rawat inap belum berjalan baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan alasan perawat beranggapan sudah menyampaiakan informasi kepada pihak pasien atau keluarga yang menunggu pasien secara jelas dan lengkap, namun terkadang ada pasien yang tidak mengerti akan maksud perawat dan keluarga yang menunggu bergantian sehingga menyebabkan pasaien atau keluarga bertanya kembali kepada perawat untuk mendapatkan informasi tentang penyakit nya namun perawat enggan mengulang informasi kembali dengan jelas kepada pasien, Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan untuk menjalin hubungan antara pasien dan perawat serta mengevaluasi komunikasi perawat terhadap pasien.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Rawat Inap RSUD Jogja

Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 160 responden. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data dengan menggunakan uji regresi linier ganda

Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang di teliti ada 3 tahap yang terdiri dari tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis pada 3 tahap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di rawat inap dengan taraf signifikasi p (<0,05) yaitu tahap orientasi (0.001), tahap kerja (0.283) dan tahap terminasi (0.004).

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikankomunikasi terapeutik perawat pada fase orientasidan fase terminasi terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, sedangkan pada tahap kerja tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, Dengan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh adalah Tahap Orientasi.


(15)

xiv

THE INFLUENCE OF NURSE THERAPEUTIC COMMUNICATION TO PATIENT’S SATISFACTION IN INPATIENT

HOSPITAL YOGYAKARTA

Fajar Avivul Havid1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Hospital Management of Study Program, Magister Program, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background:Communication happens in inpatient yet runs good hearts provide services shown to the patient with reasons nurse assume already deliver the information shown to the parties patients or families awaiting patient operating obviously and complete, but sometimes ada nursing not understand will mean nurse and families who waited thus alternately causing pasaien or family asked back kepada nurse to review get information about his ailments but nurse reluctant to repeat information back with obviously shown to the patient, communications therapeutic is communication which aims to review relationships between patients and nurse well as evaluate communication nurse against patients

Research Purpose: To know influence of nurse therapeutic

communication to patient’s satisfaction in inpatienthospital Yogyakarta Methods:The research is quantitative with the approach cross sectional. Sample is 160 respondents. Research tool used was a questionnaire. Analysis of the data using linear regression double test.

Results and Discussion: Communications therapeutic researched there are 3 stages comprising the steps of orientation, stages of labor and termination stage. Test results on the analysis of 3 phase therapeutic communication to satisfaction of patients hospitalized with a significance level of p (<0.05) that the orientation phase (0.001), stage of labor (0.283) and the termination stage (0.004).

Conclusions: There is a significant effect of therapeutic communication nurse in the orientation phase and termination phase of the patient's satisfaction in inpatient hospitals Jogja, whereas at this stage of the work there is no influence of therapeutic communication nurse to patient satisfaction in inpatient hospitals Jogja, the stage therapeutic communication most influential is Orientation


(16)

iii


(17)

xiii

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT

INAP RSUD JOGJA

Fajar Avivul Havid1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Komunikasi yang terjadi di rawat inap belum berjalan baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan alasan perawat beranggapan sudah menyampaiakan informasi kepada pihak pasien atau keluarga yang menunggu pasien secara jelas dan lengkap, namun terkadang ada pasien yang tidak mengerti akan maksud perawat dan keluarga yang menunggu bergantian sehingga menyebabkan pasaien atau keluarga bertanya kembali kepada perawat untuk mendapatkan informasi tentang penyakit nya namun perawat enggan mengulang informasi kembali dengan jelas kepada pasien, Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan untuk menjalin hubungan antara pasien dan perawat serta mengevaluasi komunikasi perawat terhadap pasien.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Rawat Inap RSUD Jogja

Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 160 responden. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data dengan menggunakan uji regresi linier ganda

Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang di teliti ada 3 tahap yang terdiri dari tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis pada 3 tahap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di rawat inap dengan taraf signifikasi p (<0,05) yaitu tahap orientasi (0.001), tahap kerja (0.283) dan tahap terminasi (0.004).

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikankomunikasi terapeutik perawat pada fase orientasidan fase terminasi terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, sedangkan pada tahap kerja tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, Dengan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh adalah Tahap Orientasi.


(18)

xiv

THE INFLUENCE OF NURSE THERAPEUTIC COMMUNICATION TO PATIENT’S SATISFACTION IN INPATIENT

HOSPITAL YOGYAKARTA

Fajar Avivul Havid1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Hospital Management of Study Program, Magister Program, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background:Communication happens in inpatient yet runs good hearts provide services shown to the patient with reasons nurse assume already deliver the information shown to the parties patients or families awaiting patient operating obviously and complete, but sometimes ada nursing not understand will mean nurse and families who waited thus alternately causing pasaien or family asked back kepada nurse to review get information about his ailments but nurse reluctant to repeat information back with obviously shown to the patient, communications therapeutic is communication which aims to review relationships between patients and nurse well as evaluate communication nurse against patients

Research Purpose: To know influence of nurse therapeutic

communication to patient’s satisfaction in inpatienthospital Yogyakarta Methods:The research is quantitative with the approach cross sectional. Sample is 160 respondents. Research tool used was a questionnaire. Analysis of the data using linear regression double test.

Results and Discussion: Communications therapeutic researched there are 3 stages comprising the steps of orientation, stages of labor and termination stage. Test results on the analysis of 3 phase therapeutic communication to satisfaction of patients hospitalized with a significance level of p (<0.05) that the orientation phase (0.001), stage of labor (0.283) and the termination stage (0.004).

Conclusions: There is a significant effect of therapeutic communication nurse in the orientation phase and termination phase of the patient's satisfaction in inpatient hospitals Jogja, whereas at this stage of the work there is no influence of therapeutic communication nurse to patient satisfaction in inpatient hospitals Jogja, the stage therapeutic communication most influential is Orientation


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Komunikasi melibatkan adanya pesan atau massage, channel, feedback dan effect yang ditransfer menggunakan simbol kemudian diartikan secara subjektif oleh penerima untuk pengendalian, motivasi dan ekspresi (Mundakir, 2006; Kasule, 2007).

Komunikasi dilaksanakan untuk menjalin hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien sebagai sarana saling bertukar informasi untuk mencapai kebersamaan antar individu dengan tujuan untuk perubahan tingkah laku (Damaiyanti, 2006). Komunikasi sebagai dasar dari interaksi antar individu untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak (potter & perry, 2005), melalui terapi komunikasi perawat harus membangun hubungan,


(20)

2

mengidentifikasi pasien kekhawatiran, kebutuhan dan memperkirakan persepsi pasien termasuk tindakan rinci (perilaku, pesan) (Esmeralda, et al, 2013)

Menurut Afnuhazi (2014), Komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatanya di pusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan suatu hubungan perawat dan klien dengan tujuan mencapai derajat kesembuhan yang optimal dan efektif, sehingga akan mempersingkat lama perawatan pasien dimana hubungan ini dimulai dari membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien (Nasir, dkk., 2009).

Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya, dan apabila tidak diterapkan akan menganggu hubungan terapeutik yang berdampak pada ketidakpuasan pasien. Pasien akan merasa puas ketika kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasaan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2007). Komunikasi yang tercipta dari perawat akan menghasilkan kepuasan pada pasien, karena pasien


(21)

akan merasa nyaman dengan pelayanan dari perawat sehingga meningkatkan semangat untuk mencapai kesembuhan dan mendapatkan kepuasan dari yang dilakukan perawat (Hajarudin, 2014).

Pasien pertama kali datang kerumah sakit untuk periksa sampai tinggal beberapa waktu sementara di ruang inap rumah sakit akan berjumpa pertama dengan perawat, sebelum berjumpa dengan dokter. jika perawat menyabut pasien dengan sopan, baik dan ramah makan pasien akan merasa nyaman dan percaya, sehingga ketika pasien sudah merasakan kenyamanan dan percaya maka perawat akan mudah berkomunikasi dengan pasien, sehingga membuat pasien percaya untuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Dampak negatif yang muncul saat tidak berjalannya komunikasi teraupetik adalah pasien akan merasa tidak seneng dengan pelayanan kesehatan dirumah sakit dan pasien tidak akan percaya.

Komunikasi terapeutik yang diberikan perawat dipelayanan rawat inap akan memberikan kepuasan tersendiri oleh pasien, yang pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan di rumah sakit. Terutama pada pasien rawat inap, Untuk dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik maka perlu adanya peningkatan pelayanan di semua


(22)

4

bidang secara terpadu, terencana, serta baikseperti komunikasi terapeutik, jika komunikasi terapeutik yang diberikan dipelayanan rawat inap baik maka pasien akan merasakan puas dalam mendapatkan pelayanan di rawat inap, jika komunikasi terepeutik kurang baik maka pasien akan berfikir bahwa pelayanan yang diberikan kurang baik sehingga akan banyak keluhan pasien tentang kuranganya kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan perawat dari segi komunikasi.

Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013)

Kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain, kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor antara lain pendekatan dan perilaku petugas, mutu informasi, prosedur perjanjian, fasilitas pelayanan untuk pasien seperti pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan perawatan yang diterima. Salah satu faktor untuk mempengaruhi kepuasan pasien adalah pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi teraupetik (Wijono, 2008).


(23)

Menurut penelitian terdahulu tentang kepuasan pasien dilakukan Laode, dkk 2011 tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Buton Utara, didapatkan adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien. hal ini di dukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Priscylia A. Rorie (2014) tentang hubungan hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan kepuasan pasien di Rawat Inap Irina A RSUP Prof. DR.R. D. Kandou Manado yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komunikasi teraupetik perawat dengan kepuasan pasien.

Berdasarkan hasil survei awal di rawat inap RSUD Kota Jogja kepada 25 pasien dengan metode wawancara, 10 pasien mengatakan kurang puas dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat, pasien menyatakan bahwa terdapat beberapa perawat yang kurang memberikan informasi yang jelas kepada pasien dan tidak memperkenalkan diri sebelum perawatan maupun tindakan. Hal ini sesuai dengan hasil survei awal kepada 10 orang perawat dari ruang rawat inap yang berbeda, 6 perawat menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi teraupetik kepada pasien memang belum berjalan dengan baik. Prakteknya,


(24)

6

komunikasi terapeutik yang sesungguhnya sangat jarang dilakukan oleh perawat di RSUD Kota Jogja dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan alasan perawat beranggapan sudah menyampaiakan informasi kepada pihak pasien atau keluarga yang menunggu pasien secara jelas dan lengkap, namun terkadang ada pasien yang tidak mengerti akan maksud perawat dan keluarga yang menunggu bergantian sehingga menyebabkan pasaien atau keluarga bertanya kembali kepada perawat untuk mendapatkan informasi tentang penyakit nya namun perawat enggan mengulang informasi kembali dengan jelas kepada pasien, sedangkan hal yang mendukung kesembuhan pasien tidak hanya memberikan informasi tentang kesehatannya tapi mendengarkan keluhan pasien, empati, edukasi dan pelayanan yang ramah juga sangat mempengaruhi kesembuhan pasien.

Dari data diatas tidak ditemukan ketidaksesuaian dari data rumah sakit dan hasil survey yang peneliti lakukan, sehingga masalah yang muncul di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Komunikasi Teraupetik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja


(25)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja?

2. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja?

3. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja?

4. Manakah Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat yang paling berpengaruh Kepuasan di Rawat Inap RSUD Jogja?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi teraupetik perawat terhadap kepuasan pasien di Rawat Inap RSUD Kota Jogja.


(26)

8

2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan

Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja

c. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja d. Untuk mengetahui pelaksanaan Tahapan Komunikasi

Terapeutik yang paling berpengaruh terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD RSUD Jogja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh pada perkuliahan ke dalam suatu penelitian.


(27)

b. Diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu dan menjadi bahan rujukan bagi dunia pendidikan dalam menetapkan kurikulum pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Kota Jogja dalam penerapan komunikasi teraupetik kepada pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

b. Tenaga kesehatan yang bertugas di Rawat Inap RSUD Kota Jogja mampu mengaplikasikan komunikasi teraupetik dengan baik.


(28)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Komunikasi Teraupetik

a. Pengertian Komunikasi Teraupetik

Komunikasi adalah proses perpindahan informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan dengan tujuan saling mempengaruhi satu dengan yang lain dengan tujuan mendapatkan sebuah kesepakatan baik dalam hubungan individu, kelompok, maupun masyarakat secara luas (Priyanto 2014). Sedangkan Menurut Afnuhazi (2014), Komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatanya di pusatkan untuk kesembuhan pasien.

Suasana yang menggambarkan komunikasi terapeutik adalah apabila dalam berkomunikasi dengan klien, perawat mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi klien yang sedang dirawat, mengenai tanda dan gejala yang ditampilkan serta keluhan yang dirasakan (Nasir, 2009)


(29)

b. Tujuan komunikasi teraupetik

Menurut Afnuhazi (2014), tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu klien menjelaskan dan menggurangi beban perasan dan ikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan, menggurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri. Tujuan komunikasi teraupetik diarah kan pada pertumbuhan klien yang meliputi :

1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.

2) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

3) Kemampuan membina hubungan interpersonal, saling tergantung dan intim dengan kapasits untuk mencintai dan di cintai

4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realitas


(30)

12

c. Manfaat komunikasi teraupetik

Manfaat komunikasi teraupetik (Damayanti, 2008) adalah: 1) Mendorong dan menganjurkan kerja sama antar

perawat dengan pasien melalui hubungan perawat – klien.

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat

d. Teknik-teknik komunikasi teraupetik

Khotimah, Marsito, dkk (2012) menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat sangat mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan pasien. Teknik dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik sangat penting untuk diperhatikan. Semakin baik pelaksanaan teknik komunikasi terapeutik, maka semakin baik pula kepuasan yang dirasakan pasien.

Hasil penelitian Fanada (2012) juga mendukung penelitian tersebut yang menyatakan bahwa penting bagi perawat untuk memperhatikan teknik-teknik dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, dimana hal tersebut juga dapat diterapkan pada pasien waham. Tenaga


(31)

keperawatan harus memahami dan mampu menerapkan tahap-tahap dalam proses komunikasi terapeutik pada pasien waham. Pelaksanaan setiap komunikasi terapeutik dengan teknik yang baik dan benar dapat mendorong pasien waham mau berinteraksi.

1) Mendengarkan

Informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukan dengan memandang kearah klien selama berbicara, menjaga, kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan umpan balik.

2) Menunjukan penerimaan

Menerima bukan bearti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukan eksperi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien brbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap


(32)

14

penerimaan sebaiknya perawat menanggukkan kepala dalam meespon pembicaraan klien.

3) Mengulang peryataan klien

Perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesanya mendapatkan respon dan berharap komunikasi dapat berlanjut. Menggulang pokok pikiran klien menunjukan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

4) Klarifikasi Apabila terjadi kesalahpahaman

Perawat perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.

5) Memfokuskan Pembicaraan

Tujuan penerapan metode ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik dan mudah dimengerti. Perawat tidak perlu menyela pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah penting kecuali apabila tidak membuahkan informasi baru.


(33)

6) Menyampaikan Hasil Pengamatan

Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan.

7) Menawarkan Informasi.

Penghayatan kondisi klien akan lebih baik apabila ia mendapat informasi yang cukup dari perawat. Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakkan pendidikan kesehatan bagi klien. Apabila ada informasi yang tidak disampaikan oleh dokter, perawat perlu meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan, bukan menasihatinya.

8) Diam

Dengan diam akan terjadi proses pengorganisasian pikiran dipihak perawat dan klien. Penerapan metode ini memerlukan ketrampilan dan


(34)

16

ketepatan waktu agar tidak menimbulkan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien berkomunikasi dengan dirinya sendiri, menghimpun pikirannya, dan memproses informasi.

9) Menunjukkan Penghargaan

Menunjukkan penghargaan dapat dinyatakan dengan mengucapkan salam kepada klien, terlebih disertai menyebutkan namanya. Hal ini akan diterima oleh klien sebagai suatu penghargaan yang tulus. Dengan demikian klien merasa keberadaannya dihargai 10) Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya. Dengan demikian perawat mengidentifikasi bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, untuk membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri. Stuart, (2007) & meidiana (2008).


(35)

e. Tahap-tahap komunikasi teraupetik

Menurut Priyoto (2015) komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi klien, karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu:

1) Tahap pre interaksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.

Tugas perawat pada tahap ini, yaitu:

a) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya

b) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien.

c) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi

d) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan diimplementasikan saat bertemu dengan klien.


(36)

18

2) Tahap orientasi

Tahap ini dimulai pada saat bertemu pertama dengan klien. Saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membantu hubungan saling percaya.

Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.

Tugas-tugas perawat pada tahap ini adalah:

a) Membantu hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji dan menghargai klien.

b) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu tempat, waktu dan topik pertemuan.

c) Mengenali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien.


(37)

d) Merumuskan tujuan dengan klien.

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain: memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan, jabat tangan, memperkenalkan diri perawat, menyepakati kontrak, melengkapi kontrak, evaluasi dan validasi, menyepakati masalah.

3) Tahap kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah diterapkan. Teknik komunikasi yang sering digunakan perawat antara lain mengoksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan. 4) Tahap terminasi

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terlena dan berada pada tingkat optimal. Bisa terjadi terminasi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu


(38)

20

atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dibagi 2 yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini:

a) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif

b) Melakukan evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.

c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.

d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan.


(39)

f. Faktor yang mempengaruhi komunikasi teraupetik

Menurut Potter and Perry (1987) dalam Yusman (2013) adalah :

1) Persepsi: suatu bentuk penerimaan tentang sesuatu yang terjadi disekitarnya, berkaitan dengan panca indra manusia.

2) Nilai: suatu kenyakinan yang sangat dekat dengan masalah etika yang dianut seseorang.

3) Emosi: situasi yang dirasakan berkaitan dengan keadaan subjektif seseorang dilingkungannya.

4) Latar belakang social budaya: faktor ini menjadi pedoman perawat dalam berinteraksi dengan klien. 5) Pengetahuan: hasil dari pendidikan dengan harapan

perawat dapat berinteraksi dengan pasien yang memiliki perbedaan tingkat pengetahuan.

6) Peran dan hubungan: seseorang mampu menempatkan diri ketika berinteraksi dengan orang lain dan dapat menjalin hubungan sesuai dengan peran masing-masing

7) Kondisi lingkungan: lingkungan social sebagai tempat komunikasi berlangsung.


(40)

22

g. Faktor-faktor penghambat dalam proses komunikasi terapuetik

Menurut Purwanto (1994) dalam (Damayanti, 2008) ada beberapa faktor yang dapat memperhambat komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, Komunikasi satu arah, kepentingan yang berbeda, membrikan jaminan yang tidak mungkin, memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita, membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi, menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakan, memberikan kritik mengenai perasaan penderita, menghentikan atau mengalihkan topik pembicaraan, terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan, memperlihatkan sifat jemu, pesimis

2. Perawat

Pengertian perawat dapat kita lihat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Regitrasi dan Praktik Perawat maka pada pasal 1ayat 1 yang berbunyi “ Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun diluar negeri sesuai


(41)

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai tanggung jawab sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan perawat baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun, melainkan dengan melalui jenjang pendidikan perawat

3. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi,diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainya (Depkes RI, 1997)

4. Kepuasan Pasien a. Pengertian kepuasan

Teori kepuasan perhatian dipusatkan pada faktor internal seseorang yang mengatur perilaku atau menentukan kebutuhan seseorang (Suarli & Bahtiar, 2005).Kepuasan merupakan perbandingan perasaan seseorang dari hasil


(42)

24

yang diharapkan setelah pemakaian. Secara umum harapan merupakan suatu keyakinan yang berkaitan dengan hal yang diterima, sedangkan persepsi terhadap hal yang diterima merupakan hasil dari kinerja yang dirasakan (Tjiptono, 2006).

b. Pengertian pasien

Pasien adalah pelanggan utama rumah sakit yang menjadi fokus semua bentuk pelayanan Rumah Sakit dan pasien adalah pemberi nilai yang terbaik atas pelayanan yang diterimanya (Wijono, 2008). Pasien adalah konsumen yang membutuhkan kepuasan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).

c. Kepuasan pasien

Pasien pada dasarnya mengharapkan pelayanan optimal yang sesuai atau melebihi dari harapannya (Hanafi & Richard, 2012). Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013). Terdapat tiga tingkat kepuasan pasien, bila


(43)

pelayanan kurang dari harapan, pasien tidak dipuaskan. Bila pelayanan sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila pelayanan melebihi harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2008).

d. Elemen Kepuasan Pasien

Menurut Wijono (2008), elemen kepuasan dibagi menjadi lima yaitu:

1) Akses (acces) : kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

a) Kemudahan dalam berjanji dengan telepon b) Kemudahan dalam berjanji dengan seseorang c) Lama penentuan sebelum bertemu provider d) Jumlah waktu tunggu di ruang tunggu resepsionis e) Jumlah waktu tunggu di ruang periksa sebelum

bertemu provider

f) Akses terhadap perawatan medis dalam keadaan darurat

g) Kemudahan bertemu dengan petugas pelayanan kesehatan yang dipilih

h) Kemudahan dalam memperoleh informasi medis/advis melalui telepon


(44)

26

2) Hal yang menyenangkan (convenience)

a) Lokasi pusat pelayanan kesehatan yang dikunjungi b) Jam berkunjung

c) Parkir

d) Pelyanan memperoleh file resep

e) Mendapatkan pemeriksaan laboratorium sesuai provider

f) Mendapatkan X-Ray sesuai perintah provider 3) Komunikasi (communication)

a) Penjelasan tentang problem kesehatan yang dialami

b) Penjelasan provider tentang prosedur pemeriksaan medis dan laboratorium

c) Penjelasan tentang resep obat yang diberikan d) Komunikasi antar provider dan staf

e) Keinginan mendengarkan provider pelayanan kesehatan

f) Penjelasan tentang tindakan medis yang diminta g) Edukasi tentang cara menangani problem


(45)

h) Edukasi tentang menghindari sakit yang mungkin dapat terjadi

i) Memperoleh program kesehatan yang lebih baik j) Petunjuk tentang tindakan pencegahan

4) Mutu pelayanan kesehatan yang diterima

a) Ketelitian provider dalam pemeriksaan kesehatan b) Jumlah waktu yang digunakan provider bersama

pasien

c) Ketelitian dalam pengobatan yang diterima d) Kerjasama tim antara provider dan perawat

e) Keseluruhan mutu pelayanan dan provider pelayanan kesehatan

f) Keseluruhan mutu keperawatan dari perawat 5) Pelayanan personal

a) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan provider

b) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan perawat

c) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan resepsionis


(46)

28

e) Penghargaan yang diperlihatkan perawat f) Penghargaan yang diperlihatkan resepsionis g) Kepedulian yang diperlihatkan provider h) Kepedulian yang diperlihatkan perawat i) Kepedulian yang „diperlihatkan resepsionis

j) Kebijaksanaan dalam bertelepon dengan pusat kesehatan

e. Faktor yang mempengaruhi kepuasan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pasien yang disampaikan oleh ahli, antara lain menurut Wendy Leebov et al dalam (wijono, 2008), yaitu :

1) Faktor kompetensi (Competence) : pengalaman memberikan pelayanan medis/keperawatan seperti : a) Dokter

b) Perawat c) Resepsionis d) Staf lain

Menurut Cleveland Clinic Foundation, (1986), pelanggan membuat kesimpulan terutama menyangkut keahlian provider menurut faktor-faktor berikut :


(47)

a) Keterampilan memeriksa seorang dokter b) Kemungkinan pengobatan yang diberikan c) Obat yang diberikan

d) Keterampilan penggunaan teknologi medis e) Tipe masalah medis yang ditangani dokter f) Keterlibatan dokter dalam penelitian

2) Keterjangkauan (Affordability) : Faktor pembiayaan Mengenai uang jasa, dapat nersifat kontroversial, terlalu murah atau terlalu mahal. Tergantung pelayanan dan perasaan serta sikap penerima pasien ungkapan bahwa “ anda memperoleh sesuai apa yang anda bayar”, mungkin benar. Namun seringkali juga tidak. Pasien merasa tidak menerima sesuai dengan besarnya uang yang telah dibayarkan. Justru karena hal-hal yang besifat non medis.

a) Biaya pelayanan/perawatan termasuk faktor yang amat diperhatikan oleh pasien. Pengeluaran biaya yang sepadan dengan perolehan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan akan seiring dengan kepuasan pasien.


(48)

30

b) Masalah biaya pelayanan kesehatan hendaknya terbuka secara professional.

c) Seharusnya tidak ada biaya tambahan diluar ketentuan yang diberlakukan atau diluar sepengetahuan pasien dan keluarganya.

3) Faktor Ambience : Faktor Seputar Lingkungan Rumah Sakit

a) Kebersihan fasilitas, keindahan gedung dan halaman

b) Kondisi bangunan

c) Kemudahan menemukan tempat pelayanan d) Lingkungan kerja tidak semrawut

e) Ukuran luas fasilitas ruangan

f) Halaman parker yang aman dan lapang

4) Faktor Sistem : Keruwetan ( The Maze Factor ) memudahan menemukan tempat pelayanan/perawatan a) Efisiensi pelayanan yang disediakan

b) Kemampuan memperoleh janji yang cepat c) Waktu tunggu dokter


(49)

5) Faktor Kelembutan (Kidgloves) / Faktor Hubungan antar Manusia (HAM)

a) Kepedulian dokter dan para medis pada pasien dan keluarganya.

b) Kemauan dan kemampuan berkomunikasi dokter dan paramedic dengan pasien dan keluarganya. c) Waktu yang digunakan dokter dengan pasien d) Pemenuhan kebutuhan emosional pasien. e) Kesedian membantu pada pasien

f) Ketrampilan pelayanan interpersonal kepada pasien

g) Penempilan Staff yang tidak berpengelaman, ogah-ogahan dan kasar membuat pasien menderita h) Lembur Staff yang melelahkan sehingga

menggunakan HAM

6) Faktor Kenyamanan dan Keistimewaan (Ammenities and Extras) :

Faktor ini tidak terlalu sulit dilakukan, namun cukup bepengaruh terhadap kepuasan pasien. Banyak hal dapatdilakukan untuk memberikan untuk


(50)

32

memberikan kenyamanan dan perasaan di istimewakan terhadap pasien.

Suatu kenyaman (ammnenities) dan keistimewaan (extras) yang diberikan pada pasien dan keluarganya akan memberikan kekuatan dan kepuasan pada mereka, karena membuat merasa dihargai, diistimewakan, diperhatikan dan mengurangi kecemasan. Perlakuan tersebut seperti :

a) Tersedia AC;

b) Menyediakan majalah/surat kabar/teka-teki silang diruang tunggu.

c) Tersedia TV/VCD

d) Bahan-bahan promosi kesehatan e) Nutrisi promosi dan lain-lain.

f) Menaruh bunga dan wewanggian ruangan.

g) Kamar kecil yang bersih, nyaman dan airnya lancer.

Namun demikian pasien sangat memahami waktu tunggu, sehingga mereka bisa merasakan apakah kenyamanan dan keistimewaan yang diberikan itu


(51)

hanya untuk menghabiskan waktu saja atau memang “ waiting time” yang seharusnya dijalani pasien.

7) Faktor waktu pelayanan

Masalah waktu dalam pelayanan sering menjadi penyebab utama ketidakpuasan pelanggan termasuk pasien dan pegawai itu sendiri, seperti :

a) Waktu tunggu yang panjang diruang tunggu/periksa

b) Kurangnya waktu dokter dalam melakukan

c) Waktu untuk mendapatkan rujukan yang diperlukan

d) Waktu antrian mendapat kamar perawatan

e) Waktu untuk mencari ruangan ynag diperlukan oleh pasien untuk periksa atau perawatan.

f) Waktu untuk memenuhi persyaratan administrasi dan pembayaran

g) Waktu dan usaha yang sia-sia saat menghubunggi dokter dalam keadaan gawat darurat.

h) Kurangnya dokter dalam menghargai waktu yang penting bagi pasien


(52)

34

f. Faktor-faktor yang memepengaruhi komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien

(Wijono, 2008), mengungkapkan kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain, kepuasan pasien dipengaruhi banyak factor antara lain pendekatan dan perilaku petugas, mutu informasi, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan perawatan yang diterima. Salah satu adalah pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. peran komunikasi sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien.


(53)

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan Laode, dkk (2011) Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Buton Utara Suevei deskriptif dengan pendekatan cross sectional Adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Buton Utara Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian. Priscylia A. Rorie (2014) Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat dengan kepuasan pasien di Rawat Inap Irina A RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado Survei analitik dengan pendekatan cross sectional Adanya Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat dengan kepuasan pasien di Rawat Inap Irina A RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada metode, tempat dan waktu penelitian.


(54)

36

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan Doni, dkk (2014) Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap bedah kelas tiga rumah sakit daerah kalisat di kabupaten jember Suevei deskriptif dengan pendekatan cross sectional Adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap inap bedah kelas tiga rumah sakit daerah kalisat di kabupaten jember Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian.

C. Landasan Teori

Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Salah satu bagian dari komunikasi terapeutik yang paling berperan dalam kepuasan pasien adalah tahapan komunikasi terapeutik. Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahapan, yaitu tahap prainteraksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi (Priyoto, 2014).


(55)

Pada penelitian ini diteliti 3 tahap yaitu tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hal ini dikarenakan tiga tahap ini langsung berinteraksi terhadap pasien, sehingga pasien dapat menilai komunikasi terapeutik yang di rasakannya secara langsung. Sedangkan tahap prainteraksi merupakan tahapan persiapan perawat tanpa terlihat oelh pasien sebelum berinteraksi kepada pasien

Secara garis besar kepuasan pasien dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor kompetensi, keterjangkauan, faktor ambience, faktor sistem, faktor kelembutan, faktor kenyamanan dan keistimewaan serta faktor waktu pelayanan (Wijono,2008)

Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013).


(56)

38

D. Kerangka Konsep

Keterangan : Dilakukan penelitian Gambar. 2. Kerangka Konsep

E. Hipotesis

1. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kota Jogja.

2. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kota Jogja. 3. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap

terminasi terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kota Jogja.

4. Komunikasi terapeutik Tahap orientasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kota Jogja. Komunikasi Terapeutik :

Kepuasan Pasien (Y) Orientasi (X1)

Kerja (X2) Terminasi (X3)


(57)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei inferensial yaitu teknik stastitik yang digunakan untuk menganalisis data sempel dan hasilnya diperlakukan untuk populasi(Sugiyono, 2015). Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan cross sectional, yaitu jenis survei yang mengamati sebuah objek penelitian, baik satu maupun beberapa variabel, dengan cara menghimpun data pada suatu masa yang sama. Setiap objek yang diamati dilakukan sekali saja (Indrawan, dkk 2014).

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subyek penelitian, adalah orang, tempat, atau benda yang diamati dalam rangka sebagai sasaran (Kamus Bahasa Indonesia, 1989).Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari sebagian anggota yang dipilih dari populasi. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah perawat di Rawat Inap RSUD Kota Jogja.


(58)

40

Obyek penelitian, adalah hal yang menjadi sasaran penelitian (Kamus Bahasa Indonesia, 1989). Menurut Supranto (2000) obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Maka objek pada penelitian ini adalah pasien di Rawat Inap RSUD Kota Jogja.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diatarik kesimpulanya (Sugiyono, 2013). Pada penelitian iniyang dijadikan populasi adalah pasien rawat inap RSUD Kota Jogja.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang dipilih dari populasi pada penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Jogja. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proportionate cluster random sampling.

Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu berdasarkan rumus Isaac & Michael dalam (Sugiyono, 2015) dengan taraf kesalahan 5 %. Pada penelitian ini Jumlah populasi yang diambil


(59)

adalah seluruh pasien yang ada di rawat inap RSUD Jogja dalam 14 hari pada bulan juli 2015 yaitu sebanyak 252 pasien.

∑ Populasi (14 hari) = 252 5 % = 155 sampel, dibulatkan menjadi 160.

Pengambilan populasi dalam waktu 14 hari berdasarkan total kunjungan pasien dalam satu bulan sedikit, jika pengambilan populasi kurang dari 14 hari, maka populasi yang didapatkan sedikit. Semakin banyak populasi maka semakin bagus sampel yang didapatkan.

Jumlah populasi pasien di pelayanan rawat inap RSUD Jogja Rumus :

1. Dahlia :

41.06 : 252 x 100 % = 16,3  16,3 : 100x 160 = 26 2. Cempaka

49,46 : 252 x 100 % = 19,6  19,6 : 100x 160 = 31 3. Bogenvil


(60)

42

4. Kenanga

34,06 : 252 x 100 % = 13,6  13,6 : 100x 160 = 22 5. Edelwis

64,4 : 252 x 100 % = 25,5  25,5 : 100x 160= 41 Jumlah populasi pasien di pelayanan rawat inap RSUD Jogja untuk bangsal dahlia sebanyak 41 orang, didapatkan sampel sebanyak 26 orang , cempaka sebanyak 49 orang, didapatkan sampel sebanyak 31 orang, bougenvil sebanyak 63 orang, didapatkan sampel 40 orang, kenanga sebanyak 34 orang, didapatkan sampel sebanyak 22 orang, dan edelwis sebanyak 64 orang, didapatkan sampel sebanyak 41 orang.

D. Cara Pengambilan Sampel 1. Kriteria Inklusi Pasien

a. Pasien rawat inap berumur 18-55 tahun

b. Kondisi pasien bersedia dan memungkinkan untuk mengisi kuesioner yang diajukan petugas penelitian.

c. Pasien yang pernah di Rawat inap di RSUD Jogja minimal 2 hari dengan alasan semakin lama kontak pasien dengan petugas semakin banyak mengevaluasi pelayanan.


(61)

2. Kriteria Ekslusi Pasien

Pasien yang tidak sadar, memiliki penyakit mental, tidak dapat baca tulis, dan pasien yang diluar kriteria inklusi.

E. Jalan Penelitian

Penelitian-penelitian kuantitatif

1. Konsultasi dengan pihak RSUD Jogja dan Pembimbing MMR 2. Melaksanakan survei awal

3. Penyusunan skala sikap dan penyusunan angket kuesioner (sudah divalidasi dari penelitian sebelumnya).

4. Pelaksanaan penelitian dengan membentuk tim pelaksana penelitian, kemudian pelaksanaan penelitian dalam 7 hari. 5. Pengolahan data, penulisan laporan penelitian, dan presentasi

hasil penelitian. F. Variabel Penelitian

Menurut Marono (2011) variabel adalah konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai. Semua variable yang diteliti harus diidentifikasikan, mana yang termasuk variable bebas (independent), variable tergantung (dependent), variable moderator, variabel intervening dan variable kontrol. Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu:


(62)

44

1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah komunikasi terapeutik 2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Variabel tergantung adalah kepuasan pasien. G. Definisi Operasional

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Komunikasi yang dinilai dalam penelitian ini adalah komunikasi yang menggunakan tahapan komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat dipelayanan rawat inap RSUD Kota Jogja, tahapan tersebut yaitu:

a. Tahap Orientasi (X1) merupakan tahap perawat mengenali yang dirasakan oleh pasien.

b. Tahap Kerja (X2) merupakan hal paling utama untuk mencapai suatu tujuan.

c. Tahap Terminasi (X3) merupakan tahap akhir dari pertemuan, tahap ini perawat menciptakan realita perpisahan, mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan dan merencanakan kontak tindak lanjut.


(63)

2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Kepuasan Pasien (Y) adalah perasaan puas, senang dan kelegaan yang dirasakan oleh pasien setelah mendapatkan pelayanan kesehatan di Rawat Inap RSUD Jogja,pasien akan merasakan puas jika pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan.. Kepuasan pasien dalam penelitian ini akan dinilai dari kuesioner.

H. Instrumen Data

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebarkan secara serentak kepada responden yang telah terpilih dan diisi oleh responden pada hari tersebut dengan melakukan interviewer kepada pasien, instansi yang terkait, dan pihak direktorat. Hal ini untuk memperkuat hasil analisis dari pasien yang disebarkan melalui kuesioner. Daftar pertanyaan yang digunakan terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Kuesioner untuk mengetahui karakteristik responden, seperti umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kelas perawatan, sumber biaya, pihak yang menganjurkan memilih RSUD Jogja

2. Kuesioner untuk mengukur penilaian responden mengenai kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik yang telah


(64)

46

dilaksanakan RSUD Jogja. Kuesioner tersebut dikelompokkan sebagai berikut :

a. Untuk kuesioner komunikasi terapeutik secara garis besar berisi pertanyaan tentang tahapan komunikasi terapeutik. Pertanyaan no. 1–14 tentang tahap orientasi, no. 14-30 tentang tahap kerja, no. 31–34 tentang tahap terminasi.

Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut : TS= Tidak Pernah, HTP = Hampir Tidak Pernah R= Ragu-ragu, S= Sering, SL = Selalu

b. Untuk kuesioner kepuasan pasien secara garis besar berisi tentang reaksi puas/tidak puas yang dialami oleh pasien terhadap komunikasi terapeutik.

Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut : TS= Tidak Pernah, HTP = Hampir Tidak Pernah R= Ragu-ragu, S= Sering, SL = Selalu. Sebelum kuesioner tersebut dipakai dalam penelitian sesungguhnya, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dibantu dengan program SPSS versi 16 for Windows.


(65)

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel

1. Uji Validitas

Sebuah instrument atau alat ukur dikatakan valid apabila instrument dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono,2015). Artinya apa yang di ukur memang sesuai dengan kenyataannya dilapangan. Pengujian validitas alat pengumpul data atau kuesioner yang telah dibuat ini menggunakan rumus korelasi product moment yaitu dengan mengkorelasikan nilai korelasi item butir dengan total skor pertanyaan. Penyimpulan valid atau tidaknya item dengan membandingkan r hitung dengan r table pada taraf signifikan 5%. Pernyataan dikatakan valid bila r hitung lebih besar dari r table dan bila r hitung lebih kecil dari nilai r table maka pertanyaan tersebut tidak valid (Arikunto, 2006).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengetahui tingkat kehandalan suatu instrument, sehingga dapat diramalkan apabila alat ukur dipergunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang hampir sama dalam waktu yang berbeda dan pada orang yang


(1)

B. Pembahasan

1. Komunikasi Terapeutik Perawat

Hasil penelitian komunikasi pada tahap orientasi didapatkan distribusi responden terhadap palaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada fase orientasi yang paling tinggi sebanyak 71 responden dengan persentasenya adalah 44,4 % menyatakan “sering”, 37

responden menyatakan selalu dengan presentase 23,1 %, 29 responden menyatakan ragu-ragu dengan prsentase 18,1 %, 20 responden menyatakan hampir tidak pernah dengan presentase 12,5 % dan 3 responden menyatakan tidak pernah dengan presentase 1,9%

Berdasarkan penelitian 160 responden pada komunikasi terepeutik pada tahap orientasi lebih banyak menjawab sering dan sedikit yang menjawab selalu. Pada tahap orientasi dimana perawat pertama kali berinteraksi dengan pasien, fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan pasien untuk membantu hubungan awal saling percaya. Pada fase orientasi juga perawat lebih banyak mendekatkan diri dengan pasien dari mengucapkan salam, memberi senyum, berkenalan, mengerti perasaan dan pikiran pasien, memberi ketenangan akan penyakitnya dan memberi keyakinan kepada pasien tentang kondisi yang dialami dengan tujuan pasien tetap percaya dan nyaman kepada perawat. Tahap orientasi tugas utama perawat harus memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.4

Hasil penelitian komunikasi pada tahap kerja terdapat 58 responden dengan

persentasi 36,2 % menyatakan “selalu”, 56

responden menyatakan sering dengan presentase 35,0 %, 31 responden menyatakan ragu-ragu dengan prsentase 19,4%, 11 responden menyatakan hampir tidak pernah dengan presentase 6,9 % dan 4 responden menyatakan tidak pernah dengan presentase 2,5%. Pada tahap kerja dimana tahap ini adalah tahap yang paling penting karena tahap dimana perawat dan pasien bersama-sama mengatasi masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan hasil penelitian 160 responden pada komunikasi terepeutik pada tahap kerja lebih banyak menjawab selalu, Faktor penghambat dalam proses komunikasi terapeutik yaitu kemapuan pemahaman yang berbeda disetiap individu, penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi yang terjadi satu arah, kepentingan yang berbeda-beda dalam komunikasi,

pemberian jaminan yang tidak mungkin, memberitahu apa yang harus dilakukan kepada pasien, membicarakan beberapa hal yang bersidat pribadi, menuntut bukti, tantangan dan penjelasan dari pasien tentang tindakannya, memberi kritik mengenai perasaan penderita, mengalihkan topik pembicaraan, terlalu banyak berbicara padahal seharusnya harus menjadi pendengar yang baik, memperlihatkan sifat pesimis.5

Komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi di rawat inap RSUD Jogja didapatkan 49 responden dengan persentase

30,0 % menyatakan “ragu-ragu”,35 responden

menyatakan sering dengan presentase 21,9 %, 35 responden menyatakan hampir tidak pernah dengan prsentase 21,9%, 29 responden menyatakan selalu dengan presentase18,1 % dan 12 responden menyatakan tidak pernah dengan presentase 7,5%.

Berdasarkan hasil penelitian 160 responden pada komunikasi terepeutik pada tahap terminasi lebih banyak menjawab ragu-ragu. Pada tahap terminasi dimana hubungan perawat dan pasien diakhiri, fase ini adalah fase yang sulit karena hubungan yang sudah terbina dan saling percaya akan berakhir, pada fase ini perawat dituntut harus bisa memberikan komunikasi yang baik kepada pasien yang hendak meninggalkan rawat inap sehingga pasien tidak cemas dengan kondisi kesehatan yang dialami. jika perawat tidak melaksanakan komunikasi terepeutik dengan baik pada fase terminasi maka dampak yang diterima pasien adalah pasien merasa cemas saat meninggalkan rumah sakit. Pada tahap ini pasien banyak mengatakan ragu-ragu terhadap pelaksaan komunikasi terepeutik yang diberikan perawat, banyak faktor yang mempengaruhinya salah satunya berhubungan dengan kurangnya umpan balik perawat dan kesalahpahaman dalam berkomunkasi yang tidak tepat antara perawat dan pasien.6

Komunikasi terapeutik yang cukup kemungkinan disebabkan perawat kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan cara membangun komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien. Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi perawat karena dapat memperoleh informasi tentang kondisi pasien dan bagi pasien komunikasi ini dapat membantu dalam menyampaikan keluhan pasien sehingga dapat dilakukan diagnosa yang tepat dan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien sehingga pasien dapat memperoleh kesembuhan.7


(2)

2. Kepuasan pasien

Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi 60 responden dengan persentase 37,5, %

menyatakan “ragu-ragu”, 54 responden

menyatakan puas dengan presentase 33,8 %, 28 responden menyatakan tidak puas dengan prsentase 17,5 %, 13 responden menyatakan sangat puas dengan presentase 8,1 % dan 5 responden menyatakan sangat tidak puas dengan presentase 3,1%.

Tahap orientasi dirawat inap RSUD jogja sebagian besar menyatakan ragu-ragu dan sebagian besar menyatakan puas.Hal ini sangat dipengarhuhi banyak faktor yang mempengaruhi pasien mengatakan ragu-ragu tentang kepuasan. Faktor yang mempengaruhi nya adalah kurang nya perawat dalam menyampaikan komunikasi terapeutik dengan baik, kurang nya menerapkan teknik-teknik komunikasi dengan baik dan kurangnya perawat dalam meberikan kode-kode komunikasi verbal dan non verbal saat pertama berinteraksi. Teori ini didukung oleh penelitian sebelum nya tentang hubungan komunikasi perawat terhadap kepuasan pasien dirawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zaenoel Abidin, bahwa komunikasi terepeutik yang berjalan dari 78 responden yang mengatakan baik didapatkan 41 responden dengan kepuasan yang mengatakan puas didapatkan 21 responden.Berdasarkan hasil yang didapat bahwa komunikasi terapeutik sebagian berjalan baik namun hasil kepuasan yang didapat tidak mengatakan puas, dari hasil yang didapat komunikasi terapeutikmemegang peran penting dalam mempengaruhi kepuasan pasien.8

Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja 62 responden dengan persentase 38,8 %

menyatakan “ragu-ragu”, 59 responden

menyatakan ragu-ragu dengan presentase 36,9%, 24 responden menyatakantidak puas dengan prsentase 15,0%, 11 responden menyatakan sangat puas dengan presentase 6,9 % dan 4 responden menyatakan sangat tidak puas dengan presentase 2,5%.

Tahap kerja dirawat inap RSUD Jogja sebagian besar menyatakan puas. pada penilitian ini komunikasi terapeutik fase kerja didapatkan pasien paling banyak mengatakan selalu, sehingga pasien sebagian mengatakan puas terhadap komunikasi terepeutik namun kepuasanya tidak sepenuhnya mengatakan puas, ada sebagain yang mengatakan ragu-ragu, sangat puas, tidak pernah dan hampir tidak pernah. Hal ini dikarenakan pada fase kerja

perawat berinteraksi saat tindakan sehingga hanya mengandalkan kode-kode dalam berinteraksi, kode yang dimaksud adalah komunikasi verbal dan nonverbal.komunikasi terepeutik berjalan dengan baik apabila dalam penyampaian pesan terdapat kode yang dapat menyakinkan penerima pesan, sehingga penerima pesan dapat merasakan kepuasan dari pesan yang diterimanya.9

Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa komunikasi verbal dan non verbal perawat yang dilakukan diruang rawat inap RSUD kabupaten Srageter sangat

berhubungan dengan kepuasan pasien.10

Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi 72responden dengan persentase 45,0%

menyatakan “puas”, 55 responden menyatakan ragu-ragu dengan presentase 34,4%, 17 responden menyatakansangat puasdengan prsentase 10,6 %, 15 responden menyatakan tidak dengan presentase 9,9 % dan 4responden menyatakan sangat tidak puas dengan presentase 2,5%.

Tahap terminasi dirawat inap RSUD Jogja sebagian besar menyatakan puas.pada penilitian ini komunikasi terapeutik fase terminasi pasien paling banyak mengatakan ragu-ragu. Hal ini banyak penyebbab pasien merasakan kepuasan, diantaranya pasien merasakan komunikasi yang sudah dilakukan perawat lengkap membuat pasien merasa dihargai dan dipedulikan (caring) meskipun teknik penyampaian belum terlaksana dengan baik, sehingga pasien tetap merasa puas dengan pelayanan yang diterima karena merasa dihargai mesikpun teknik nya belum sesuai. Semakin baik perilaku caring perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, pasien semakin senang dan puas dalam menerima pelayanan, berarti hubungan terapeutik perawat-klien semakin terbina.

Hal ini .didukung oleh penelitian dilakukan

sebelum nya yaitu perilaku caring perawat di rawat inap terdapat hubungan terhadap kepuasan pasien.11

3. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien a. Komunikasi Terapeutik fase

orientasi Perawat Terhadap Kepuasan Pasien

Terdapat Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Inap RSUD Jogja dengan nilai sig 0,000 (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi, “sering” dilakukan dengan jumlah 71 responden dengan


(3)

persentase 44,4% dengan tingkat

kepuasan pasien “ragu-ragu” dengan

jumlah 60 responden dengan persentase 37,5% .

Tahap ini mesikpun tingkat kepuasan pasien ragu-ragu namun terdapat pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien, hal ini dikarenakan pada tahap orientasi perawat pertama kali berinteraksi dengan pasien.

. Perawat pada fase orientasi dituntut

untuk memberi kesan baik untuk kenyamanan pasien selama dirawat, namun perawat tidak sepenuh nya melaksanakan komunikasi dengan baik mengakibatkan pasien ragu dengan penyampaian komunikasi yang diberikan perawat, hal ini banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor interpersonal dari perawat sendiri seperti kurangnya keinginan dari dalam individu untuk menerapkan komunikasi interpersonal menyebabkan penerapan komunikasi terapeutik tidak dilakukan secara efektif. Faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal yang teramati antara lain adalah interactant, symbol, dan media. Sedangkan hal yang mempengaruhi komunikasi interal yang tidak teramati antar lain adalah meaning(pengertian), learning (belajar), subjectivity (subjektivitas), negosiation (negosiasi), cultur (budaya).12

b. Komunikasi Terapeutik Fase Kerja Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Hasil penelitian tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien di rawat inap rsud jogja dengan nilai sig 0,285 (p>0,05). Hasil penelitian menunjukkan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap kerja, “sering” dilakukan dengan

jumlah 56 responden dengan persentase 35,0% dengan tingkat kepuasan pasien

“puas” dengan jumlah 62 responden

dengan persentase 38,8% .

Tahap ini mesikpun kepuasan pasien mengatakan banyak yang puas namun tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien. Hal lain yang mempengaruhi ketidak puasan diantaranya adalah ketidak efektifan berkomunikasi dan tidak simpati dalam berkomunikasi dikarenakan pada fase kerja dimana perawat harus menerapkan komunikasi saat tindakan, berakibat komunikasi yang diterapkan tidak efektif mesikpun perawat selalu menerapkan komunikasi terepeutik.

Komunikasi yang tidak diterapkan dengan efektif akan menghambat kinerja perawat dalam berinteraksi. Kepuasan pasien padaa rawat inap fase kerja terdapat pengaruh lain diantaranya adalah faktor internal dan faktor ekternal. Faktor ekternal meliputi sumber daya, pendidikan, pengetahuan, dan sikap, Sedangkan faktor internal dapat meliputi sosial budaya, ekonomi dan situasi.

Faktor dari kinerja perawat juga mempengaruhi dalam kepuasan pasien, pada fase kerja Suatu pelayanan dapat dikatakan baik salah satunya jika kinerja perawat dalam pelayanan mempenuhi kebutuhan pasien. Sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelum nya bahwa kinerja perawat sangat mempengaruhi kepuasan pasien didapatkan hasil karakteristik kinerja perawat bahwa kinerja yang baik sebanyak 9 orang responden (30,0%), dan yang kurang sebanyak 21 orang responden (70,0%) dengan kepuasan pasien menunjukkan sebanyak 9 orang responden (30,0%) menyatakan puas, dan sebanyak 21 orang responden (70%) menyatakan tidak puas.13

Kinerja perawat yang baik membuat pasien merasa percaya dan nyaman. Kepercayaan sangat penting untuk menentukan kepuasan (kesembuhan pasien) dengan sudah terbentuk kenyamanan, perawat dengan mudah mendekatkan diri dalam kondisi apapun meskipun perawat tidak menerapkan teknik-teknik berkomunikasi dengan sempurna. kepercayaan sabagai suatu kondisi dimana salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan keandalan dan integritas pihak yang lain, dengan kata lain kepercayaan tersebut timbul karena ada keyakinan bahwa pihak yang terlibat dalam pertukaran akan memberikan kualitas yang konsisten, jujur, dan bertanggung jawab. Keyakinan ini akan menimbulkan hubungan baik antara pihak yang terlibat pertukaran.14

Faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga, yaitu Kemampuan (Ability), Kebaikan hati (Benevolence) dan Integritas (Integrity).15

Kualitas pelayanan tidak hanya dari segi komunikasi tetapi bisa dipengaruh dari bagaiamana kualitas pelayanan yang diberikan oleh perwat terhapad pasien itu sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelum nya tentang pengaruh kualitas


(4)

pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit sultan Immanudin Pangkalan Bun Kalimantan Tengah. Hasil analisi data statistik, dimensi- dimensi kualitas pelayanan seperti bukti langsung ( tangibels), kehandalan (releability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty) serta kepercayaan berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit sultan immanudin pangkalan bun kalimantan tengah.16 Dimensi kualitas pelayanan yang

paling kuat berpengaruh dalam memberikan kepuasan pasien adalah dimensi kualitas pelayanan tangibels. dimensi tangibels yang mempengaruhi terdiri dari elemen fasilitas, peralatan medis dan lingkungan rumah sakit fisik pasien.17

c. Komunikasi Terapeutik Fase Terminasi Perawat Terhadap Kepuasan Pasien.

Hasil penelitian terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien di rawat inap rsud jogja dengan nilai sig 0,004 (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi, “ragu-ragu” dilakukan dengan jumlah 49 responden dengan persentase 30,0% dengan tingkat

kepuasan pasien “puas” dengan jumlah 72

responden dengan persentase 45,0% . Tahap terminasi ini merupakan tahap yang paling sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal, tahap terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang4. Tahap terminasi

perawat dan pasien mengakhiri semua hubungan yang sudah terjlain, berdasarkan penelitian perawat dalam memberikan pelayanan komunikasi terepeutik ragu-ragu namun pasien mengatakan puas. Mesikpun perawat tidak melakukan komunikasi terepeutik dengan efektif namun perawat sudah mememberi sikap peduli dan menghormati pasien, keadaan ini membuat pasien merasa sangat diperhatikan dan dihargai, sehingga terdapat pengaruh terhadap kepuasan. Kepuasan pasien sendiri banyak dipengaruhi yaitu pelayanan yang menyenangkan, dukungan emosional dan menghormati pasien selain itu juga dari jenis kelamin, pendapatan dan edukasi

yang dapat mempengaruhi kepuasan dengan pelayanan perawat.18

d. Tahap Berpengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat yang paling berpengaruh Terhadap Kepuasan Pasien

Tahap komunikasi terepeutik paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah tahap orientasi, dapat di lihat dari nilai t hitung yang paling tinggi di antara ketiga tahap komunikasi yang telah di uji, nilai t hitung yang paling tinggi yaitu nilai t hitung tahap orientasi yaitu sebesar 3.459 sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik tahap orientasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Jogja. Hal ini dikarenakan pada fase orientasi dimana perawat pasien pertama kali berjumpa dengan pasien. Fase orientasi digunakan untuk awal mula berinteraksi dan dan menyambung rasa untuk membina hubungan awal untuk hubungan selanjutnya. pada fase orientasi perawat fokus dengan berkomunikasi saja karena belum memberi tindakan terhadap pasien, keadaan ini pasien merasa akan nyaman dan dipedulikan untuk kedepannya selama dirawat inap sehingga pada fase ini merupakan fase yang paling berpengaruh. IV.KESIMPULAN

Terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada fase orientasi terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, Tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada fase kerja terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja, Terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada fase terminasi terhadap kepuasan pasien di rawat inap RSUD Kota Jogja dan Tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Jogja yaitu tahap orientasi. DAFTARPUSTAKA

[1] Nasir A, Abdul M, Sajidin, Wahit Iqbal, 2009, Komunikasi

dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Salemba Medika, Jakarta.

[2] Wijono D, 2008, Manajemen mutu rumah sakit dan kepuasan

pasien. Duta Prima Airlangga, Surabaya.

[3] Anis, M, 2011, Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di RSUD dr Soebandu Jember, Journal keperawatan. Diakses Mei 2011.

[4] Priyoto, 2015,Komunikasi & Sikap Empati dalam Keperawatan. Cetakan Pertama, Graha Ilmu: Yogyakarta

[5] Lalongkoe, R. 2013. Komunikasi keperawatan, Graha Ilmu, Yogyakarta


(5)

[6] Lily R. et al, 2012. Differences in Perception Between Nurses and Patients in Jordanian nurses’ effectivines in practicing Communication Skills. J Med J 2012; June: Vol. 46 (2)

[7] Dian L, Sri R, Edy W, 2012. Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan Pasien Pasca Operasi Rawat Inap Di

Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan, JurnalKeperawatan, Vol. 5

No. 1 Maret 2012 : 45 – 56

[8] Ardia P, 2013, Hubungan komunikasi perawat terhadap kepuasan pasien dirawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Zaenoel Abidin, Jurnal ilmu keperawatan, Vol 1 No1.

[9] Ari Y, 2015, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap dibangsal Kelas III

RSUD Wates Kulon Progo, Journal Ilmiah, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

[10] Dody P, Titik A, Sri S, 2014. Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di

Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten Sragen, Jurnal Ilmu

Keperawatan Indonesia Vol. 7, No. 2, Juli 2014

[11] Panji P, 2011. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III Bangsal Marwah

Rumah Sakit Pku Muhammadyah Yogyakarta. Progam Studi Ilmu

Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyah Yogyakarta [12] Sajidin, Muhammad. (2009). Aplikasi Komunikasi Dalam

Keperawatan. Salemba Medika.Jakarta.

[13] Anwar M, 2014. Hubungan Kinerja Perawat Terhadap Tingkat

Kepuasan Pasien Pengguna Yankestis Dalam Pelayanan

Keperawatan Di Rsud Syech Yusuf Kab.Gowa. Jurnal Kesehatan

Volume VII No. 2/2014

[14] Akbar, Mohammad Murzahid Dan Parves, Noorjahan. 2009. Impact Of Satisfaction On Customers Loyality. ABAC Journal Vol. 29, No 1 ( Januari-April 2009, Pp.24-38).

[15] Mula joseph, ainur rofiq. 2010. “the effect of customer’

Trust on EComerce: S Survey of Indonesian customer b to c transaction

[16] Siska P, Susanto, 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan PasienRawat Inap di Rumah Sakit Sultan

Immanudin Pangkalan Bun Kalimantan Tengah. Jurnal Asosiasi

Dosen Muhammadiyah Magister Administrasi Rumah Sakit. Vol.2 No. 2 Juli 2016

[17] Nguyen T, Nguyen T, 2014. Service Quality and Its Impact on Patient Satisfaction: An Investigation in Vietnamese Public Hospitals. Journal of Emerging Economies and Islamic Research, Vol.2 No.1, Januari 2014.

[18] Ahmed, T. Et All, 2014. Levels Of Adult Patients’ Satisfication

With Nursing Care In Selected Public Hospital In Ethiopia. Internal Journal Of Health Science, Qassim University, Vol.8, No.4.


(6)