PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD JOGJA

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI

GAWAT DARURAT RSUD JOGJA

TESIS

Diajukan GunaMemenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh : RHISA OVIANI

20151030045

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

GAWAT DARURAT RSUD JOGJA

TESIS

Diajukan GunaMemenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh : RHISA OVIANI

20151030045

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIKPERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI

GAWAT DARURAT RSUD JOGJA

TESIS

Disusun Oleh : Rhisa Oviani 20151030045

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I,

Dr. Susanto, M.S. Tanggal ………

Pembimbing II


(4)

(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat orang lain, melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, Oktober 2016 Yang membuat pernyataan

RHISAOVIANI 20151030045


(6)

v

Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).

Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Qs: Faathir ayat 28)

Kudedikasikan karyaku untuk: Papa dan Mama Tercinta Abang dan Adik-adikku Keluarga besar ku Almamaterku


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “PENGARUH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP

KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD JOGJA” guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan di Program studi Magister Manajemen Rumah sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan tesis ini, berbagai macam hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun atas bimbingan dan kerjasama berbagai pihak sehingga hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Cipto, MA selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. DR. dr. Arlina Dewi, M. Kes, AAK, selaku Kepala Program Studi Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 3. Dr. Susanto,M.S selaku pembimbing I yang dengan kesediaan dan

keikhlasan di tengah-tengah kesibukannya dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak penyusunan tesis hingga penulisan tesis ini.

4. dr. Mahendro Prasetyo Kusumo, MMR selaku pembimbing II yang selama ini telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, ilmu, serta waktunya dalam penulisan tesis ini


(8)

vii

6. Istiqomah, S.Kep,Ns,M.Sc selaku pembimbing lapangan di RSUD Jogja yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian

7. Semua dosen beserta staff Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terima kasih telah memberikan ilmu dan bantuannya selama menempuh kuliah di Magister Manajemen Rumah sakit.

8. Seluruh perawat dan staff karyawan RSUD Jogja terutama di Instalasi Gawat Darurat atas bantuannya selama menjalankan penelitian disana

9. Seluruh tim kelompok tesis Fajar Aviul Havid, Juniati Agma dan Erda Suhaila terima kasih kerjasama yang baik dan kompak dalam menyelesaikan penelitian ini

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah menjalin silaturahmi dengan penulis, mohon ikhlaskan segala kesalahan dan khilaf penulis, semoga Allah membalas semua kebaikan, Amin

Wassalam‟alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Oktober 2016


(9)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 9

1. Komunikasi Terapeutik ... 9

2. Perawat ... 21

3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat ... 22

4. Kepuasan Pasien ... 22

B. Penelitian Terdahulu ... 32

C. Landasan Teori ... 33

D. Kerangka Teori ... 34

E. Kerangka Konsep ... 35

F. Hipotesis... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

D. Cara Pengambilan Sample ... 39

E. Jalan Penelitian ... 39

F. Variabel Penelitian ... 40

G. Definisi Operasional ... 40

H. Instrumen Penelitian ... 42


(10)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 54

1. Gambaran Umum RSUD Jogja ... 54

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian ... 58

3. Gambaran Responden Penelitian ... 61

4. Uji Prasyarat Analisis ... 68

5. Pengujian Hipotesis ... 70

B. Pembahasan ... 75

1. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan. ... 75

2. Pengaruh ... 77

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 87

B. Saran... 88

C. Keterbatasan Penelitian ... 89


(11)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 32

Tabel 4.1 Uji Validitas Tahap Orientasi ... 59

Tabel 4.2 Uji Validitas Tahap Kerja ... 59

Tabel 4.3 Uji Validitas Tahap Terminasi ... 60

Tabel 4.4 Uji Reliabel Penelitian ... 61

Tabel 4.5 Jenis Kelamin Responden... 62

Tabel 4.6 Usia Responden ... 63

Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Responden ... 63

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi ... 64

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja ... 65

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi ... 66

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Kepuasan Pasien Pada Tahap Orientasi ... 66

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Menurut Kepuasan Pasien Pada Tahap Kerja ... 67

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Kepuasan Pasien Pada Tahap Terminasi ... 68

Tabel 4.14 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 69

Table 4.15 Uji Linieritas ... 70

Tabel 4.16 Koefisiensi Determinasi ... 71

Tabel 4.17 Uji Statistik F ... 72


(12)

x

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 34 Gambar 2.2 Kerangka Konsep... 35


(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner (Check List) ... Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas ... Lampiran 4 Hasil Uji Linieritas ... Lampiran 5 Hasil Uji Hipotesis Regresi ... Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Tiap Variabel ... Lampiran 7 Hasil Crosstabulasi ... Lampiran 8 Surat izin Penelitian ...


(14)

xii

GAWAT DARURAT RSUD JOGJA Rhisa Oviani1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Komunikasi terapeutik yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat masih belum berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan di Instalasi Gawat Darurat lebih mengutamakan tindakan kegawatdaruratan, akan tetapi tindakan saja belum tentu dapat meningkatkan kepuasan pasien secara optimal. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan untuk menjalin hubungan antara pasien dan perawat serta mengevaluasi komunikasi perawat terhadap pasien.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 140 responden. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data dengan menggunakan uji regresi linier ganda

Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang di teliti ada 3 tahap yang terdiri dari tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis pada 3 tahap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja sangat signifikan. Diantara 3 tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah tahap terminasi.

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Dengan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh adalah Tahap Terminasi.


(15)

xiii

THE INFLUENCE OF NURSE THERAPEUTIC COMMUNICATION

TO PATIENTS SATISFACTION IN EMERGENCY ROOM

HOSPITAL YOGYAKARTA

Rhisa Oviani1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1

1

Hospital Management of Study Program, Magister Program, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Therapeutic communication is occurring still not going well

in emergency room because in emergency room prefer emergency measure, but the act of course not necessarily can improve patient’s satisfaction optimally. Therapeuticcommunication is aimed between patients and nurse and then evaluated communication nurse to the patient.

Research Purpose: To know influence of nurse therapeutic

communication to patient’s satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta

Methods: The research is quantitative with the approach cross sectional.

Sample is 140 respondents. Research tool used was a questionnaire. Analysis of the data using linear regression double test.

Results and Discussion: Therapeutic communication is three the

consisting of the orientation stage, work stage and termination stage. Analisys result on therapeutic communication stage is patient’ssatisfaction in emergency room very significant. Among the three stage of therapeutic communication that most influence on patient satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta is the termination stage.

Conclusions: These are significant influence nurse therapeutic

communication with patient’s satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta. The most influential to therapeutic communication is termination stage.


(16)

(17)

xii

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI

GAWAT DARURAT RSUD JOGJA Rhisa Oviani1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1 1

Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Komunikasi terapeutik yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat masih belum berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan di Instalasi Gawat Darurat lebih mengutamakan tindakan kegawatdaruratan, akan tetapi tindakan saja belum tentu dapat meningkatkan kepuasan pasien secara optimal. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan untuk menjalin hubungan antara pasien dan perawat serta mengevaluasi komunikasi perawat terhadap pasien.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 140 responden. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data dengan menggunakan uji regresi linier ganda

Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang di teliti ada 3 tahap yang terdiri dari tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis pada 3 tahap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja sangat signifikan. Diantara 3 tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah tahap terminasi.

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Dengan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh adalah Tahap Terminasi.


(18)

xiii

HOSPITAL YOGYAKARTA

Rhisa Oviani1, Susanto1, Mahendro Prasetyo1

1

Hospital Management of Study Program, Magister Program, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Therapeutic communication is occurring still not going well

in emergency room because in emergency room prefer emergency measure, but the act of course not necessarily can improve patient’s satisfaction optimally. Therapeuticcommunication is aimed between patients and nurse and then evaluated communication nurse to the patient.

Research Purpose: To know influence of nurse therapeutic

communication to patient’s satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta

Methods: The research is quantitative with the approach cross sectional.

Sample is 140 respondents. Research tool used was a questionnaire. Analysis of the data using linear regression double test.

Results and Discussion: Therapeutic communication is three the

consisting of the orientation stage, work stage and termination stage. Analisys result on therapeutic communication stage is patient’ssatisfaction in emergency room very significant. Among the three stage of therapeutic communication that most influence on patient satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta is the termination stage.

Conclusions: These are significant influence nurse therapeutic

communication with patient’s satisfaction in emergency room hospital Yogyakarta. The most influential to therapeutic communication is termination stage.


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dokter dan perawat yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan pasien, dalam berkomunikasi dengan pasien dokter dan perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai teknik komunikasi seoptimal mungkin dengan tujuan mengubah perilaku pasien kearah yang positif (Mahmud, 2009).

Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius bagi dokter, perawat maupun pasien. Bahkan prinsip dasar komunikasi terapeutik seringkali diabaikan oleh dokter dan perawat. Diantara mereka ada yang beranggapan bahwa mereka tidak membutuhkan keahlian lain kecuali melakukan tindakan medis untuk menyembuhkan penyakit. Komunikasi dokter dan perawat dengan pasien umumnya bersifat formal dan terbatas (Wahyudin, 2009).

Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat


(20)

serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013).

Dampak negatif yang muncul saat tidak berjalannya komunikasi terapeutik adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dirumah sakit, menurunkan kualitas dari rumah sakit itu sendiri serta pandangan miring masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Pasien yang datang ke rumah sakit, pertama kali akan bertemu dengan perawat sebelum bertemu dengan dokter. Pertemuan pertama akan memberi kesan yang baik jika disambut dengan keramahan dan penjelasan terutama tentang prosedur pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan yang rinci, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Pelayanan gawat darurat merupakan tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit, karena merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit, yang memberikan pelayanan khusus kepada pasien gawat darurat secara terus-menerus selama 24 jam setiap hari. Karena itu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat harus diupayakan seoptimal mungkin. Serta menerapkan komunikasi efektif dan terapeutik dalam memberikan pelayanan terhadap pasien (Depkes, 2010).


(21)

3

Komunikasi terapeutik pada ruang Instalasi Gawat Darurat berbeda dengan komunikasi yang terjadi dibangsal karena di Instalasi Gawat Darurat lebih memfokuskan pada tindakan yang akan dilakukan sehingga dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik sangat kurang. Kegiatan kasus gawat darurat memerlukan sebuah sub sistem yang terdiri dari informasi, jaring koordinasi dan jaring pelayanan gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem terpadu (PUSBANKES 118, 2012).

Untuk pelayanan di Instalasi Gawat Darurat sering menimbulkan kekecewaan pasien, sebagai contoh yaitu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat yang tidak sesuai dengan urutan pasien yang datang. Banyak komplain dari pasien yang merasa tidak mendapatkan pelayanan padahal telah datang duluan. Masalah - masalah seperti ini terjadi salah satunya karena kurangnya komunikasi terapeutik oleh perawat yang merupakan tenaga medis yang pertama kali ditemui oleh pasien. Harapan pasien ketika bertemu petugas medis pertama kali adalah mendapatkan informasi, arahan, dan penjelasan tentang pelayanan medis secara baik dan rinci. Namun terkadang harapan pasien tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak menutup kemungkinan peran tenaga medis lainnya


(22)

juga dapat ikut andil membantu terbentuknya komunikasi yang efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Menurut Damaiyanti (2008) Komunikasi Terapeutik memiliki 4 tahapan yaitu tahap prainteraksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Tahap Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Tahap orientasi adalah kegiatan yang perawat lakukan saat pertama bertemu dengan pasien. Tahap kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, dan yang terakhir tahap terminasi yaitu akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien.

Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2015) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR. H. Chasan Boesoire Ternate tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien didapatkan bahwa terdapat hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien. Menurut penelitian yang terkait semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat maka pasien semakin puas. Hal ini di dukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Priscylia A. Rorie (2014) tentang hubungan


(23)

5

komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Rawat Inap Irina A RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada bulan Juli 2015 di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja kepada 25 pasien dengan metode wawancara, 17 pasien mengatakan kurang puas dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat, pasien menyatakan lambatnya penanganan di Instalasi Gawat Darurat dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya tentang keterlambatan penanganan medis serta kurangnya informasi tentang penyakit yang diderita oleh pasien, tindakan medis jarang disertai penjelasan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan hasil survei awal kepada 12 orang perawat di Instalasi Gawat Darurat yang menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik belum berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan jumlah pasien yang banyak datang ke Instalasi Gawat Darurat dalam satu waktu sehingga membuat perawat lebih mengutamakan kondisi klinis pasien yang dalam keadaan darurat.


(24)

Dari data diatas, muncul masalah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi, terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja?

2. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja?

3. Bagaimana Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja?

4. Manakah Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat yang paling berpengaruh Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja?


(25)

7

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja

b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja c. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan

Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja

d. Untuk mengetahui pelaksanaan Tahapan Komunikasi Terapeutik yang paling berpengaruh terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.


(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh pada perkuliahan ke dalam suatu penelitian.

b. Diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu dan menjadi bahan rujukan bagi dunia pendidikan dalam menetapkan kurikulum pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Jogja dalam penerapan komunikasi terapeutik kepada pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

b. Tenaga kesehatan yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja mampu mengaplikasikan komunikasi terapeutik dengan baik.


(27)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Komunikasi Terapeutik

a. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Menurut Nasir (2009) Komunikasi adalah proses penyesuaian dan adaptasi antara dua orang atau lebih dengan maksud untuk menguatkan, mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2006), komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan orang lain.

Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh seseorang perawat dan merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi


(28)

keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien (Nurhasanah,2010).

Menurut penelitian Sutrisno (2015) Komunikasi terapeutik merupakan sarana bagi perawat dalam menjalin hubungan saling percaya dan dapat meningkatkan kepuasan pasien, sehingga dapat meningkatkan citra yang baik untuk tenaga kesehatan khususnya profesi keperawatan

b. Tujuan komunikasi terapeutik

Menurut Priyanto (2009) komunikasi terapeutik dapat digunakan untuk memberikan motivasi dan mengembangkan kepribadian kearah adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan yang meliputi:

1) Penerimaan dan penghormatan diri

Diharapkan perawat dapat mengubah pandangan pasien tentang dirinya dan masa depannya sehingga pasien dapat menerima dan menghargai dirinya sendiri

2) Peningkatan fungsi untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuan. Perawat membimbing dalam membuat tujuan secara realitas serta meningkatkan kemampuan memenuhi kebutuhan.


(29)

11

3) Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri. Pasien yang memiliki gangguan identitas personal biasanya tidak percaya diri dan harga diri yang rendah, sehingga perawat membantu meningkatkan dan memperjelas identitas dan integritas pasien.

c. Manfaat komunikasi terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik (Damayanti, 2008) adalah: 1) Mendorong dan menganjurkan kerja sama antar

perawat dengan pasien melalui hubungan perawat – klien.

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat

d. Teknik-teknik komunikasi terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (1987) dalam Mundakir (2006) teknik komunikasi terapeutik perawat dalam berkomunikasi dengan pasien adalah:

1) Mendengar (listening)

Perawat sebagai pendengar aktif untuk pasien, namun harus tetap kritis dan korektif jika ada hal yang menyimpang dari yang disampaikan oleh pasien.


(30)

2) Pertanyaan terbuka (broad opening)

Pertanyaan terbuka merupakan teknik yang memberikan kesempatan bagi pasien mengungkapkan perasaan tanpa membatasi.

3) Mengulang (restarting)

Mengulang merupakan bentuk penguatan terhadap apa yang disampaikan pasien dengan cara mengulang pokok pikiran yang disampaikan pasien, hal ini menunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan pasien.

4) Klasifikasi

Perawat mengklarifikasi jika perawat ragu atau tidak jelas dengan informasi yang disampaikan oleh pasien.

5) Refleksi

Refleksi merupakan suatu reaksi antara perawat dan pasien selama proses komunikasi berlangsung. Terdapat 2 refleksi yaitu isi dan perasaan. Refleksi isi yaitu memvalidasi dari hal yang didengar. Refleksi perasaan adalah memberi respon perasaan pasien


(31)

13

terhadap isi pembicaraan, tujuannya agar pasien tahu dan menerima perasaannya.

Ditinjau dari segi teori masih banyak teknik-teknik yang belum diterapkan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.Hal ini mungkin dikarenakan durasi perawatan di Instalasi Gawat Darurat yang cukup singkat, sehingga kesan tidakbaik maupun baik, yang telah disampaikan pasien merupakan hal yang wajar. Akan tetapi, dari pihak perawat harus memperbaiki apa yang sudah ada, dengan merefresing kembali teori komunikasi terapeutik, persiapan diri dari rumah untuk benar-benar siap bekerja melayani dirumah sakit. (Hermawan,2009) 6) Memfokuskan

Perawat membantu berbicara tetap pada topik, tujuan spesifik, jelas dan fokus pada kenyataan pasien. 7) Membagi persepsi

Pasien diminta berpendapat tentang hal yang dirasakan perawat, apakah yang dirasakan perawat sesuai dengan harapan pasien atau bahkan tidak menginginkannya.


(32)

8) Identifikasi tema

Perawat mengidentifikasi masalah yang dialami klien selama percakapan untuk mengeksporasi masalahnya.

9) Diam (silence)

Perawat memberi kesempatan berfikir dan memotivasi pasien untuk menyampaikan keluhan atau masalahnya.

10) Informing

Perawat memberikan informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan pasien.

11) Saran

Perawat memberikan ide untuk menyelesaikan masalah dari pasien yang dilakukan ditahap kerja. e. Tahap-tahap komunikasi terapeutik

Menurut Priyoto (2015) komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi klien, karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu:


(33)

15

1) Tahap pre interaksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tahap ini lebih memfokuskan persiapan perawat sebelum berhadapan langsung dengan pasien. Perawat merupakan seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan, didalam kependidikan perawat materi yang harus dikuasai oleh perawat adalah komunikasi terapeutik dengan tingkat kompetensi mandiri. Perawat yang telah lulus secara legal sudah berkompeten dalam melakukan komunikasi terapeutik.

Tugas perawat pada tahap ini, yaitu:

a) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya

b) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri dengan analisa diri, ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien.

c) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi


(34)

d) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan diimplementasikan saat bertemu dengan klien.

2) Tahap orientasi

Tahap ini dimulai pada saat bertemu pertama dengan klien. Saat pertama kali bertemu dengan klien tahap ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membantu hubungan saling percaya.

Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.

Tugas-tugas perawat pada tahap ini adalah:

a) Membantu hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji dan menghargai klien.


(35)

17

b) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu tempat, waktu dan topik pertemuan.

c) Mengenali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien.

d) Merumuskan tujuan dengan klien.

Hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini antara lain : memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan, jabat tangan, memperkenalkan diri perawat, menyepakati kontrak, melengkapi kontrak, evaluasi dan validasi, menyepakati masalah. 3) Tahap kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah diterapkan. Teknik komunikasi yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan.


(36)

4) Tahap terminasi

Tahap ini merupakan tahap yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terlena dan berada pada tingkat optimal. Bisa terjadi terminasi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dibagi 2 yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.

Terminasi terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada tahap ini:

a) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif

b) Melakukan evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.


(37)

19

c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.

d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan.

f. Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Menurut Potter and Perry (1987) dalam Yusman (2013) adalah :

1) Persepsi: suatu bentuk penerimaan tentang sesuatu yang terjadi disekitarnya, berkaitan dengan panca indra manusia.

2) Nilai: suatu kenyakinan yang sangat dekat dengan masalah etika yang dianut seseorang.

3) Emosi: situasi yang dirasakan berkaitan dengan keadaan subjektif seseorang dilingkungannya.

4) Latar belakang sosial budaya: faktor ini menjadi pedoman perawat dalam berinteraksi dengan klien. 5) Pengetahuan: hasil dari pendidikan dengan harapan

perawat dapat berinteraksi dengan pasien yang memiliki perbedaan tingkat pengetahuan.


(38)

6) Peran dan hubungan: seseorang mampu menempatkan diri ketika berinteraksi dengan orang lain dan dapat menjalin hubungan sesuai dengan peran masing-masing

7) Kondisi lingkungan: lingkungan social sebagai tempat komunikasi berlangsung.

g. Faktor-faktor penghambat dalam proses komunikasi terapeutik

Menurut Purwanto (2007) ada beberapa faktor yang dapat memperhambat komunikasi terapeutik antara lain: 1) Kemampuan pemahaman yang berbeda

2) Pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu

3) Komunikasi satu arah 4) Kepentingan yang berbeda

5) Memberikan jaminan yang tidak mungkin

6) Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita

7) Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi

8) Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakan


(39)

21

9) Memberikan kritik mengenai perasaan penderita 10) Menghentikan atau mengalihkan topik pembicaraan 11) Terlalu banyak bicara yang seharusnya

mendengarkan

12) Memperlihatkan sifat jemu, pesimis. 2. Perawat

Pengertian perawat dapat kita lihat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka pada pasal 1ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai tanggung jawab sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan perawat baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun, melainkan dengan melalui jenjang pendidikan perawat


(40)

3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat merupakan tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit, karena merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit, yang memberikan pelayanan khusus kepada pasien gawat darurat secara terus menerus selama 24 jam setiap hari. Karena itu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat harus diupayakan seoptimal mungkin. Serta menerapkan komunikasi efektif dan terapeutik dalam memberikan pelayanan terhadap pasien.Untuk itu diperlukan kualitas SDM professional termasuk tenaga keperawatannya (Depkes, 2010). Di Instalasi Gawat Darurat penerapan komunikasi terpeutik lebih mengutamakan tahap kerja dibandingkan tahapan yang lain, hal ini karena pelayanan di Instalasi Gawat Darurat lebih mengutamakan tindakan terutama yang bersifat emergency.

4. Kepuasan Pasien a. Pengertian kepuasan

Teori kepuasan perhatian dipusatkan pada faktor internal seseorang yang mengatur perilaku atau menentukan kebutuhan seseorang (Suarli & Bahtiar, 2010). Kepuasan merupakan perbandingan perasaan seseorang dari hasil


(41)

23

yang diharapkan setelah pemakaian. Secara umum harapan merupakan suatu keyakinan yang berkaitan dengan hal yang diterima, sedangkan persepsi terhadap hal yang diterima merupakan hasil dari kinerja yang dirasakan (Tjiptono, 2006).

b. Pengertian pasien

Pasien adalah pelanggan utama rumah sakit yang menjadi fokus semua bentuk pelayanan Rumah sakit dan pasien adalah pemberi nilai yang terbaik atas pelayanan yang diterimanya (Wijono, 2008). Pasien terbagi 2 yaitu pasien dalam dan pasien luar. Pasien dalam adalah pasien yang memperoleh pelayanan tinggal atau rawat pada suatu unit pelayanan kesehatan. Pasien luar adalah pasien yang hanya dapat layanan tertentu namun tidak menginap pada unit pelayanan kesehatan. Pasien adalah konsumen yang membutuhkan kepuasan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2006).

c. Kepuasan pasien

Kepuasan pasien adalah perasaan senang/puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas


(42)

akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas (Meyana, 2009). Pasien pada dasarnya mengharapkan pelayanan optimal yang sesuai atau melebihi dari harapannya (Hanafi & Richard, 2012).

Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013).

d. Dimensi Kepuasan Pasien

Menurut Supardi (2008), dimensi respon dibagi menjadi lima yaitu:

1) Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan cepat.


(43)

25

2) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tepat.

3) Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepasa konsumen sehingga dipercaya.

4) Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan konsumen.

5) Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yang disampaikan oleh para ahli antara lain menurut Wendy Leebov et al dalam (Wijono, 2008):

1) Faktor Kompetensi (Competence): Pengalaman memberikan pelayanan medis/keperawatan seperti: a) Dokter

b) Perawat c) Resepsionis


(44)

d) Staf lain

Menurut Cieveland Clinic Foundation 1986, pelanggan membuat kesimpulan terutama menyangkut keahlian provider menurut faktor-faktor berikut:

a) Ketrampilan memeriksa seorang dokter b) Kemungkinan pengobatan yang diberikan c) Obat yang diberikan

d) Ketrampilan penggunaan teknologi medis e) Tipe masalah media yang ditangani dokter f) Keterlibatan dokter dalam penelitian

2) Keterjangkauan (Affordability): Faktor Pembiayaan Mengenai uang jasa, dapat bersifat kontroversial, terlalu murah atau terlalu mahal. Tergantung pelayanan dan perasaan serta sikap penerima pasien ungkap bahwa “anda memperoleh sesuai apa yang anda bayar”, mungkin benar. Namun seringkali juga tidak. Pasien merasa tidak menerima sesuai dengan besarnya uang yang telah dibayarkan. Justru karena hal-hal yang bersifat non medis.

3) Faktor Ambience: Faktor Seputar Lingkungan Rumah Sakit


(45)

27

a) Kebersihan Fasilitas, keindahan gedung dan halaman

b) Kondisi bangunan

c) Kemudahan menemukan tempat pelayanan d) Lingkungan kerja tidak semrawut

e) Ukuran luas fasilitas ruangan

f) Halaman parkir yang aman dan lapang

4) Faktor Sistem: Keruwetan (The Maze Factor) Kemudahan menemukan tempat pelayanan/perawatan a) Efisiensi pelayanan yang disediakan

b) Kemampuan memperoleh janji yang cepat c) Waktu tunggu dokter

d) Waktu tunggu tes

5) Faktor Kelembutan (Kidgloves)/ Faktor Hubungan antar Manusia (HAM)

a) Kepedulian dokter dan para medis pada pasien dan keluarganya

b) Kemauan dan kemampuasn berkomunikasi dokter dan paramedis dengan pasien dan keluarganya c) Waktu yang digunakan dokter dengan pasien d) Pemenuhan kebutuhan emosional pasien


(46)

e) Kesediaan membantu resepsionis dan staf lainnya f) Persahabatan (keramah tamahan) resepsionis dan

staf lain

g) Kesediaan membantu pada pasien

h) Ketrampilan pelayanan interpersonal kepada pasien

i) Penampilan staff yang tidak berpengalaman, ogah-ogahan dan kasar membuat pasien menderita j) Lembur staff yang melelahkan sehingga

mengganggu HAM.

6) Faktor Kenyamanan dan Keistimewaan (Ammenities and Extras) :

Faktor ini tidak terlalu sulit dilakukan, namun cukup berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Banyak hal dapat dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan perasaan diistimewakan terhadap pasien.

Suatu kenyamanan (ammnenities) dan keistimewaan (extras) yang diberikan pada pasien dan keluarganya akan memberikan kekuatan dan kepuasan pada mereka, karena membuat merasa dihargai,


(47)

29

diistimewakan, diperhatikan dan mengurangi kecemasan. Perlakuan tersebut seperti :

a) Tersedia AC

b) Menyediakan majalah/surat kabar/teka-teki silang di ruang tunggu

c) Tersedia TV/VCD

d) Bahan-bahan promosi kesehatan (booklet, leaflet, poster)

e) Nutrisi promosi dan lain-lain

f) Menaruh bunga dan wewangian ruangan

g) Kamar kecil yang bersih, nyaman dan airnya lancar.

Namun demikian pasien sangat memahami waktu tunggu, sehingga mereka bisa merasakan apakah kenyamanan dan keistimewaan yang diberikan itu hanya untuk menghabiskan waktu saja atau memang “waiting time” yang seharusnya di jalani pasien. Kenyamanan dan keistimewaan yang utama adalah keramahtamahan, kesabaran petugas, kecepatan, kecermatan dan kesungguhan pelayanan.


(48)

7) Faktor Waktu Pelayanan

Masalah waktu dalam pelayanan sering menjadi penyebab utama ketidakpuasan pelanggan termasuk pasien dan pegawai itu sendiri seperti:

a) Waktu tunggu yang panjang diruang tunggu/periksa

b) Kurangnya waktu dokter dalam melakukan pemeriksaan

c) Waktu untuk mendapatkan rujukan yang diperlukan

d) Waktu antrian mendapat kamar perawatan

e) Waktu pemeriksaan laboratorium, radiologi, transfusi darah dsb

f) Waktu untuk mencari ruangan yang diperlukan oleh pasien untuk periksa atau perawatan

g) Waktu untuk memenuhi persyaratan administrasi dan pembayaran

h) Waktu dan usaha yang sia-sia saat menghubungi dokter dalam keadaan gawat darurat

i) Kurangnya dokter dalam menghargai waktu yang penting bagi pasien.


(49)

31

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien

Wijono(2008), mengungkapkan kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain, kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor antara lain pendekatan dan perilaku petugas, mutu informasi, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan perawatan yang diterima. Salah satu adalah pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Peran komunikasi sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien.


(50)

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan

Noor, Hidayah (2015) Hubungan Komunikasi Teraupetik Verbal dan Non Verbal Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUD Kabupaten Kudus Analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional.

T Terdapat hubungan Hubungan

Komunikasi Teraupetik Verbal dan Non Verbal Perawat dengan Tingkat

Kecemasan

Keluarga pasien di Instalasi

Perawatan Intensif RSUD Kabupaten Kudus

Perbedaan dengan penelitian ini adalah

terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek

penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian. Sutrisno, dkk (2015) Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan kepuasan pasien di IGD RSUD DR. H. Chasan Boesoire Ternate Survei analitik dengan pendekatan cross sectional Adanya hubungan Komunikasi Terapeutik

Perawat dengan kepuasan pasien di IGD RSUD DR. H. Chasan Boesoire Ternate

Perbedaan dengan penelitian ini adalah

terletak pada metode, tempat dan waktu penelitian. Surahman, (2014) Pengaruh Dimensi Kecerdasan Emosional Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah

Unit I

Yogyakarta Penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional Terdapat

pengaruh yang signifikan antara kecerdasan

emosional terdiri dari dimensi kesadaran emosi, pengendalian emosi, motivasi diri, empati dan hubungan sosial terhadap

komunikasi terapeutik

perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unit I Yogyakarta

Perbedaan dengan penelitian ini adalah

terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek

penelitian, metode, tempat dan waktu


(51)

33

C. Landasan Teori

Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Salah satu bagian dari komunikasi terapeutik yang paling berperan dalam kepuasan pasien adalah tahapan komunikasi terapeutik. Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahapan, yaitu tahap prainteraksi, orientasi, kerja dan terminasi. Tahap terminasi merupakan tahap dimana perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian terhadap apa yang telah dilakukan oleh perawat. (Priyoto, 2015).

Secara garis besar kepuasan pasien dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor kompetensi, keterjangkauan, faktor ambience, faktor sistem, faktor kelembutan, faktor kenyamanan dan keistimewaan serta faktor waktu pelayanan (Wijono,2008)

Faktor lainnya yang juga mempengaruhi kepuasan pasien adalah komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013)


(52)

Untuk penelitian kali ini peneliti mengambil jenis pelayanan di Instalasi Gawat Darurat, hal ini disebabkan oleh pelayanan gawat darurat merupakan tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit, karena merupakam ujung tombak pelayanan rumah sakit, yang memberikan pelayanan khusus kepada pasien gawat darurat secara terus-menerus selama 24 jam setiap hari. Karena itu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat harus diupayakan seoptimal mungkin. Serta menerapkan komunikasi efektif dan terapeutik dalam memberikan pelayanan terhadap pasien (Depkes, 2010).

D. Kerangka Teori

Sumber: Wendy Leetbov, et al (1990) dalam Wiyono (2008)

Sumber: Sutrisno,dkk (2015)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Kepuasan Pasien

Faktor Waktu Pelayanan

Faktor Kenyamanan dan Keistimewaan

Faktor Kelembutan

Faktor Sistem

Faktor Ambience Keterjangkauan Faktor kompetensi

Kepuasan


(53)

35

E. Kerangka Konsep

Keterangan : Dilakukan penelitian Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1. Ada Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

2. Ada Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

3. Ada Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

Komunikasi Terapeutik:

Kepuasan Pasien (Y) Orientasi (X1)

Kerja (X2)


(54)

4. Tahap Komunikasi Terapeutik yang paling berpengaruh terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah Tahap Terminasi.


(55)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan cross sectional, yaitu jenis survei yang mengamati sebuah objek penelitian, baik satu maupun beberapa variabel, dengan cara menghimpun data pada suatu masa yang sama. Setiap objek yang diamati dilakukan sekali saja (Indrawan, dkk, 2014). B. Subjek dan Objek Penelitian

Yang dimaksud subjek penelitian, adalah orang, tempat, atau benda yang diamati dalam rangka sebagai sasaran (Kamus Bahasa Indonesia, 1989).Adapun subjek dalam penelitian ini adalah perawat di pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

Menurut Supranto (2000) objek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas oleh Anto Dayan (1986) yang mengungkapkan bahwa obyek penelitian, adalah pokok persoalan


(56)

yang hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Maka objek pada penelitian ini adalah pasien Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Menurut Susanto (2013), Populasi mengacu pada keseluruhan pelompok, peristiwa, atau segala sesuatu yang menarik bagi peneliti untuk diinvestigasi. Maka, populasi dalam penelitian ini adalah pasiendi Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Jumlah populasi pada penelitian ini selama 3 hari.

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi. Sampel terdiri dari sebagian anggota yang dipilih dari populasi yang pada penelitian ini adalah pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan desain simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan 5 % (Sugiyono, 2015). Untuk jumlah populasi pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja di bulan Juli 2015 sebanyak 2110 responden. Di akumulasi selama 1 minggu menjadi sebanyak 528 responden,


(57)

39

kemudian akumulasi selama 3 hari sebanyak 210 responden. Dalam penelitian ini didapatkan sampel dengan kesalahan 5% pertiga hari sebanyak 140 responden.

D. Cara Pengambilan Sample

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi Pasien

a. Pasien Instalasi Gawat Darurat berumur 18-55 tahun b. Kondisi pasien bersedia dan memungkinkan untuk mengisi

kuesioner yang diajukan petugas penelitian.

c. Pasien yang pernah diperiksa di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja minimal 1 kali dengan alasan semakin lama kontak pasien dengan petugas semakin banyak mengevaluasi pelayanan.

2. Kriteria Ekslusi Pasien

Pasien yang tidak sadar, memiliki penyakit mental, tidak dapat baca tulis, dan pasien yang diluar kriteria inklusi.

E. Jalan Penelitian

Penelitian-penelitian kuantitatif

1. Konsultasi dengan pihak RSUD Jogja dan Pembimbing MMR 2. Melaksanakan survei awal


(58)

3. Penyusunan skala sikap dan penyusunan angket kuesioner (sudah divalidasi dari penelitian sebelumnya).

4. Pelaksanaan penelitian dengan membentuk tim pelaksana penelitian, kemudian pelaksanaan penelitian dalam 3 hari. 5. Pengolahan data, penulisan laporan penelitian, dan presentasi

hasil penelitian. F. Variabel Penelitian

Menurut Nursalam (2003) variabel adalah perilaku atau karateristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dll). Semua variable yang diteliti harus diidentifikasikan, mana yang termasuk variable bebas (independent), variable tergantung (dependent), variable mediator pengontrol, dan variable perancu. Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu:

1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah komunikasi terapeutik 2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Variabel tergantung adalah kepuasan pasien. G. Definisi Operasional

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan


(59)

41

kesehatan kepada pasien. Komunikasi yang dinilai dalam penelitian ini adalah komunikasi yang menggunakan tahapan komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja, tahapan tersebut yaitu:

a. Tahap Orientasi (X1) merupakan tahap perawat mengenali

yang dirasakan oleh pasien.

b. Tahap Kerja (X2) merupakan hal paling utama untuk

mencapai suatu tujuan.

c. Tahap Terminasi (X3) merupakan tahap akhir dari

pertemuan, tahap ini perawat menciptakan realita perpisahan, mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan dan merencanakan kontak tindak lanjut.

2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Kepuasan Pasien (Y) adalah perasaan senang dan puas yang dirasakan oleh pasien setelah mendapatkan pelayanan kesehatan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja, rasa puas yang dirasakan pasien terjadi ketika pelayanan yang didapatkan sesuai yang diharapkan oleh pasien. Kepuasan pasien dalam penelitian ini akan dinilai dari kuesioner.


(60)

H. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebarkan secara serentak kepada responden yang telah terpilih dan diisi oleh responden pada hari tersebut dengan sebelumnya melakukan in-depth interview kepada perawat dan pasien, instansi yang terkait, dan pihak direktorat. Hal ini untuk memperkuat hasil analisis dari pasien yang disebarkan melalui kuesioner. Daftar pertanyaan yang digunakan terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Kuesioner untuk mengetahui karakteristik responden, seperti umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kelas perawatan, sumber biaya, pihak yang menganjurkan memilih RSUD Jogja

2. Kuesioner untuk mengukur penilaian responden mengenai kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik yang telah dilaksanakan RSUD Jogja. Kuesioner tersebut dikelompokkan sebagai berikut :

a. Untuk kuesioner komunikasi terapeutik secara garis besar berisi pertanyaan tentang tahapan komunikasi terapeutik. Pertanyaan no. 1–14 tentang tahap orientasi, no. 14-30 tentang tahap kerja, no. 31–34 tentang tahap terminasi.


(61)

43

Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut: TS=Tidak Pernah, HTP=Hampir Tidak Pernah, R=Ragu-ragu, S= Sering, SL =Selalu.

b. Untuk kuesioner kepuasan pasien secara garis besar berisi tentang reaksi puas/tidak puas yang dialami oleh pasien terhadap komunikasi terapeutik.

Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut: TS= Tidak Pernah, HTP = Hampir Tidak Pernah R= Ragu-ragu, S= Sering, SL= Selalu. Sebelum kuesioner tersebut dipakai dalam penelitian sesungguhnya, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dibantu dengan program SPSS versi 16 for Windows. I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel

1. Uji Validitas

Sebuah instrument atau alat ukur dikatakan valid apabila instrument dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono,2015). Artinya apa yang di ukur memang sesuai


(62)

dengan kenyataannya dilapangan. Pengujian validitas alat pengumpul data atau kuesioner yang telah dibuat ini menggunakan rumus korelasi product moment yaitu dengan mengkorelasikan nilai korelasi item butir dengan total skor pertanyaan. Penyimpulan valid atau tidaknya item dengan membandingkan r hitung dengan r table pada taraf signifikan 5%. Pernyataan dikatakan valid bila r hitung lebih besar dari r table dan bila r hitung lebih kecil dari nilai r table maka pertanyaan tersebut tidak valid (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini menggunakan instrument penelitian terdahulu yang telah di uji validitasnya. Dengan hasil semua item pertanyaan yang ada didalam kuesioner didapat kan hasil r hitung > r tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap item pertanyaan dikatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengetahui tingkat kehandalan suatu instrument, sehingga dapat diramalkan apabila alat ukur dipergunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang hampir sama dalam waktu yang berbeda dan pada orang yang berbeda. (Arikunto 2006). Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach. Secara umum


(63)

45

reliabilitas dari variable sebuah kuesioner dikatakan cukup baik apabila memiliki koefisien Alpha Cronbach > 0,6 (Sugiyono,2015). Pada penelitian ini menggunakan instrument penelitian terdahulu yang telah di uji reliabilitas. Dengan hasil semua item pertanyaan yang ada didalam kuesioner didapat kan hasil melebihi koefisien Alpha Cronbach > 0,6, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap item pertanyaan dikatakan reliabel. J. Teknik Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Data akhir diolah dengan teknik stastik yaitu teknik pengolahan data dengan menggunakan analisis statistik (Notoatmojo,2010). Pada penelitian ini peneliti mengolah data dengan mnenggunakan computer dengan SPSS 16 for Windows. Proses pengolahan data melalui tahap - tahap sebagai berikut: a. Editing

Editing dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir tersebut:

1) Apakah lengkap

2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas


(64)

4) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsistens dan jawaban pertanyaan lainnnya.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan peng”kode”an atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Memasukkan data (data entry) atau processing

Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” dimasukkan kedalam SPSS 16 for windows.

d. Pembersihan data (cleaning)

Setelah dilaksanakan entry data maka data perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan - kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan data di koreksi.

2. Analisis Data

a. Analisis statistik inferensial adalah teknik statistic yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini untuk mengetahui karakteristik responden


(65)

47

terhadap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

b. Analisis regresi linear ganda merupakan regresi yang digunakan untuk menguji lebih dari satu variabel bebas (Martono, 2011). Dalam penelitian ini, analisis regresi digunakan untuk menilai pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

3. Uji Prasyarat Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linier ganda. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian persyaratan analisis yang berupa uji normalitas dan uji linieritas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Bila data terdisitrbusi normal maka tehnik statistik yang digunakan adalah statistic parametriks (Sugiyono,2015). Menurut Imam Ghozali (2009), salah satu cara untuk melakukan uji normalitas adalah analisis Kolmogorov-Smirnov, dengan uji hipotesis:


(66)

Ha : skor pengukuran tidak berdistribusi normal

Kriteria yang digunakan adalah Ho diterima apabila nilai signifikansi lebih dari 0.05. Perhitungan analisis Kolmogorov – Smoirnov dengan bantuan program SPSS 16 for Windows. b. Uji Linearitas

Uji linieritas berfungsi untuk mengetahui apakah garis regresi antara X dan Y membentuk garis linier atau tidak, kalau membentuk garis linier maka analisis regresi dapat dilakukan (Sugiyono,2015). Uji linieritas menggunakan uji F dengan bantuan program komputer SPSS 16 for Windows. Kriteria pengujian linieritas adalah jika F hitung lebih kecil daripada F tabel, pada taraf signifikan 5%, maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah linier. (Ghozali,2006)

4. Pengujian Hipotesis

Uji statistik regresi linear berganda digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan lebih dari dua variable melalui koefisiensi regresinya. Untuk regresi linear berganda, uji statistiknya adalah sebagai berikut:


(67)

49

a. Koefisiensi Determinasi (R2)

Menurut Imam Ghozali (2009) Koefisiensi determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuasn variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gurajati (2003) dalam Imam Ghozali (2009) jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2=1, maka Adjusted R2=R2=1 sedangkan R2 =0, maka adjusted R2= (1-k)/(n-k). Jika k>1, maka adjusted R2 akan bernilai negatif. Koefisiensi determinasi pada penelitian ini untuk mengetahui seberapabesar pengaruh komunikasi terapeutik perawat


(68)

terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

b. Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji serentak yaitu uji statistik bagi koefisien regresi yang serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Menguji keberartian regresi ganda dengan uji F. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

1) Jika signifikan F hitung ≤ α (0,05) maka Ha diterima. Ini berarti bahwa semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2) Jika signifikan F hitung ≥ α (0,05) maka Ha ditolak. Ini berarti bahwa semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ( Sugiyono, 2015).

Pada penelitian ini uji statistik F untuk mengetahui secara bersama-sama pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja dan merupakan syarat untuk dilakukan uji t (parsial). Jika uji statistik F signifikan maka uji t salah satunya bernilai signifikan.


(69)

51

c. Uji signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik)

Uji t statistic dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi yang paling umum digunakan yaitu α = 5%. Uji t statistik digunakan untuk menguji koefisiensi regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian hipotesis yang digunakan adalah:

1) Apabila probabilitas kesalahan kurang 0,05 (p<0,05) maka, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2) Apabila probabilitas kesalahan lebih dari 0,05 (p> 0,05) maka, Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variable dependen (Sugiyono, 2015).

Pada penelitian ini uji t digunakan untuk mengetahui nilai signifikansi koefisiensi pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.


(70)

K. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian yang berhubungan langsung dengan manusia merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian. Maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut Hidayat (2007) masalah etika yang harus diperhatikan adalah:

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilakukan. Tujuannya adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Informasi yang harus ada dalam lembar persetujuan antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan


(71)

53

lainnya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan melaporkan pada hasil riset. Kerahasiaan data dilakukan dengan tidak mempublikasikan nama responden dan hanya menyajikan hasil serta jawaban responden.


(72)

54 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum RSUD Jogja a. Profil RSUD Jogja

RSUD Kota Yogyakarta atau yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang berada di ujung Selatan Kota Yogyakarta. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK0203/I/0233/2014 menjadi rumah sakit tipe B Pendidikan. Dalam 10 tahun belakangan ini berusaha senantiasa untuk selalu mengembangkan layanan – layanan unggulannya. Saat ini Rumah Sakit Jogja sedang berbenah mempersiapkan diri menjadi rumah sakit rujukan regional

Rumah Sakit Jogja didirikan di atas tanah seluas lebih dari 27.000 m² dengan luas bangunan lebih dari 15.000 m² cukup luas untuk menerapkan konsep keindahan dan kenyamanan. Sebagai rumah sakit modern, Rumah Sakit Jogja dilengkapi dengan peralatan medis canggih dan


(73)

55

terkini serta berbagai layanan unggulan antara lain: pelayanan klinik eksekutif yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan dengan mengedepankan kenyamanan, kecepatan, dan kepastian, pelayanan klinik gigi yang dilengkapi dengan dokter spesialis orthodonsi yang ramah, kemudian ada juga pelayanan kulit dan kosmetik di klinik kulit yang akan membantu pasien tampil lebih percaya diri. Klinik ini dilengkapi dengan peralatan yang canggih dan dilayani oleh dokter spesialis yang sudah mendapatkan pelatihan di Australia. Layanan unggulan lainnya adalah klinik Tumbuh kembang Anak dan layanan pemeriksaan Endoskopi untuk mendukung pelayanan kesehatan yang prima dan paripurna.

Jumlah SDM Pejabat Struktural ada 19 orang, Staff Medis ada 56 orang, Keperawatan dan Bidan ada 260 orang, Kesehatan Lain ada 114 orang, Fungsional Umum ada 197 orang dan keseluruhan SDM Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ada 646 orang. Kamar perawatan dan poliklinik yang lengkap dan modern memberikan kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi penyembuhan


(74)

pasien. Untuk menjamin ketersediaan, kualitas, akurasi obat dan pelayanan yang cepat, layanan transaksi pembayaran dan Farmasi Rumah Sakit Jogja dikelola dengan menggunakan sistem komputerisasi terintegrasi. Selain dukungan fasilitas tersebut di atas, dalam memberikan jaminan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien (Patient Safety), Rumah Sakit Jogja menerapkan Patient Safety Program / Program Keselamatan Pasien.

Rumah Sakit Jogja juga telah memperoleh pengakuan jaminan mutu layanan kesehatan/Akreditasi dari Kementerian Kesehatan RI untuk 2007 dengan stadar penilaian 12 pelayanan. Saat ini sedang berusaha untuk lulus akreditasi dengan standar penilaian KARS versi tahun 2012. Pada perkembangannya, pada tahun 2014 status RSUD Kota Yogyakarta berubah menjadi Rumah Sakit tipe B pendidikan berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.02.03/1/0233/2014.

Di RSUD Jogja kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Dari segi pelayanan, RSUD Jogja memiliki 12 jenis pelayanan yang meliputi :


(75)

57

Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis, Farmasi, Keselamatan Kesehatan Kerja, Radiologi, Laboratorium, Kamar Operasi, Pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan Perinatal resiko infeksi.

(http://rumahsakitjogja.jogjakota.go.id/index.php/profile). b. Visi dan Misi RSUD Jogja

Visi RSUD Jogja adalah terwujudnya pelayanan prima dan menjadi pilihan utama masyarakat. Sedangkan misi RSUD Jogja adalah:

1) Mewujudkan pelayanan dengan standar profesi tertinggi berbasis keselamatan pasien, sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

2) Meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai secara berkesinambungan.

3) Mewujudkan Rumah Sakit Pendidikan, wahana penelitian, pelatihan dan pengembangan.

4) Membangun Sistem Informasi dan Manajemen Rumah Sakit yang handal.

5) Mewujudkan manajemen yang efektif dan efisien dalam iklim kerja yang terintegrasi dan kondusif.


(76)

6) Ikut mewujudkan Yogyakarta sebagai kota berwawasan lingkungan sehat.

(http://rumahsakitjogja.jogjakota.go.id/index.php/visi_misi) 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian

a. Hasil Uji Validitas

Nilai koefisiensi validitas setiap instrument dapat di konsultasikan dengan nilai r tabel. Penyimpulan instrument dapat dikonsultasikan dengan r tabel (Sugiyono,2015). Penyimpulan valid atau tidaknya item adalah dengan membandingkan r hitung dengan r tabel pada taraf signifikan 5%. Pertanyaan dinyatakan valid bila r hitung lebih besar dari r tabel dan bila r hitung lebih kecil dari nilai r tabel maka pernyataan tersebut tidak valid (Arikunto,2006).

Pada penelitian ini instrument yang digunakan merupakan instrument dari penelitian terdahulu yang telah divaliditasi oleh Anis M (2011) yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di RSUD dr Soebandi Jember”.


(77)

59

Tabel 4.1 Uji Validitas pada Tahap Orientasi Tahap Orientasi

No item r hitung (Penelitian )

1 0.9714

2 0.855

3 0.855

4 0.8847

5 0.9643

6 0.8137

7 0.9229

8 0.8367

9 0.8503

10 0.8503

11 0.9353

12 0.8367

13 0.7649

14 0.8172

Pada tabel 4.1 Hasil uji validitas pada penelitian terdahulu terdapat nilai r tabel sebesar 0.361, sehingga dapat disimpulkan r hitung > r tabel setiap item pernyataan tahap orientasi di katakan valid.

Tabel 4.2 Uji Validitas pada Tahap Kerja Tahap Kerja

No item r hitung (Penelitian)

1 0.7761

2 0.8172

3 0.8137

4 0.9229

5 0.9353

6 0.9353

7 0.8584


(1)

Orientasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja dengan nilai sig 0.016 (p<0.05).

Hasil penelitian menunjukkan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi, yaitu menurut penilaian responden, Komunikasi Terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja pada Tahap Orientasi “sering” dilakukan dengan jumlah 57 responden dengan persentase 38,14% dengan tingkat kepuasan pasien “puas” dengan jumlah 47 responden dengan persentase 33.57% .

Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak dengan pasien. Diharapkan pasien berperan serta secara penuh dalam kontrak, namun pada kondisi tertentu, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak realitas pasien meningkat.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi salah satunya adalah lingkungan. Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang

efektif. Suasana yang bising tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyaman. b. Komunikasi Terapeutik Perawat

pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

Terdapat Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja dengan nilai sig 0.010 (p<0.05).

Hasil penelitian menunjukkan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Kerja, yaitu menurut penilaian responden, komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja pada Tahap Kerja “ragu-ragu” dilakukan dengan jumlah 47 responden dengan persentase3 3.57% tingkat kepuasan pasien “puas” dengan jumlah 75 responden dengan persentase 53.57 %.

Tahap kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara


(2)

meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya kemudian menganalisa respon ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien.

Dalam tahap ini perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefiniskan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

c. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja.

Terdapat Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Jogja dengan nilai sig 0.000 (p<0.05).

Hasil penelitian menunjukkan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Terminasi , yaitu menurut penilaian responden, Komunikasi Terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja pada Tahap Terminasi memilih “sering” dengan jumlah 51 responden dengan persentase 36.43% dengan tingkat kepuasan pasien “puas” dengan jumlah 68 responden dengan persentase 48.57%. Tahap Terminasi merupakan tahap dimana perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan yang telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah kondisi yang menguntungkan dan memuaskan.11

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tahap Terminasi merupakan tahap yang paling sering dilakukan perawat dan berpengaruh dalam kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Tahap Terminasi mendapatkan kategori yang baik dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat.12 Instalasi Gawat Darurat merupakan tempat akan sering ditemukan kasus


(3)

kegawatan yang harus segera mendapat pelayanan dan perawatlah yang selalu kontak pertama dengan pasien 24 jam. Oleh sebab itu, pelayanan professional harus ditingkatkan karena pasien gawat darurat mebutuhkan pelayanan yang cepat, tepat dan cermat dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa cacat. Oleh karenanya perawat Instalasi Gawat Darurat disamping mendapat bekal ilmu pengetahuan keperawatan juga perlu untuk lebih meningkatkan keterampilan yang spesifik seperti tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat.12

Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas.13

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari sikap dan perilaku dalam berkomunikasi dengan pasien yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, meskipun sarana dan

prasarana pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan namun ukuran utama penilaian tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh petugas. Sikap dan perilaku yang baik oleh perawat sering dapat menutupi kekurangan dalam hal sarana dan prasarana.

Komunikasi yang dilakukan perawat dalam menyampaikan informasi sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien.Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. Perawat merupakan kunci yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, hal ini disebabkan karena seringnya interaksi antara perawat dan pasien selama menjalani masa perawatan.

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Terdapat Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat pada Tahap Orientasi, Kerja dan Terminasi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja. Tahap Komunikasi Terapeutik Perawat yang paling mempengaruhi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah Tahap Terminasi.


(4)

2. Saran

a. Bagi pihak manajemen rumah sakit Dengan adanya pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat, maka diharapkan pihak rumah sakit untuk membuat kebijakan terkait dengan komunikasi terapeutik yang dimasukkan dalam poin penilaian kinerja.

Disarankan untuk mengadakan pelatihan mengenai pentingnya komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan mutu pelayanan RSUD Jogja.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengadakan penelitian lanjutan mengenai hubungan komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien dengan meneliti faktor lain dari komunikasi terapeutik yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap kepuasan pasien. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tentang komunikasi terapeutik, dapat menggunakan desain penelitian yang menggabungkan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif

(mix method) atau metode observasi, agar peneliti dapat mendapatkan hasil penelitian yang objektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Leebov,Wendy,Vergare,Michal, Scott Gail,(1990), Patient Satisfaction,PMIC Health Journal, Los Angeles, California

2. Sutrisno, Mulyadi, Jiil, 2015.

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD DR.H.

CHASAN BOESOIRE Ternate,e

journal keperawatan. Universitas Sam Ratulangi Manado

3. Priyoto, 2015, Komunikasi & Sikap Empati dalam Keperawatan. Cetakan Pertama, Graha Ilmu: Yogyakarta

4. PUSBANKES 118, 2012. Komunikasi di Ruang Instalasi Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

5. Hermawan, Hadi, 2009, Persepsi

pasien tentang pelaksanaan

komunikasi terapeutik perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien di Unit Gawat Darurat Rs. MARDI RAHAYU KUDUS. Journal Kesehatan. Diakses November 2009

6. Anis, M, 2011, Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di RSUD dr Soebandu Jember, Journal keperawatan. Diakses Mei 2011

7. Sugiyono, 2015, Metode penelitian manajemen.Alfabeta, Bandung.

8. Liang & Tang, 2013, „The chinese

community patient’s life statisfication,

assesment of community medical service and trust in Community health delivery system health and quality of life outcomes. Health Journal.nih.gov.


(5)

9. Lilis A, Hubungan Komunikasi

Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Journal Ilmiah, Mei,2011

10. Hanafi I & Richard S.D, 2012,„Keterampilan komunikasi interpersonal perawat berpengaruh peningkatan kepuasan pasien, Journal Keperawatan Vol 5, no 2. Diakses 29 Januari 2016.

11. Nasir, M, 2013, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien dan Keluarga Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

12. Yulita, Ari, 2015, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap dibangsal Kelas III RSUD, Wates Kulon Progo, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

13. Meyana, Fakhirah. 2009. Hubungan Sikap Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di PKU Muhammadiya Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah.Stikes Aisyah.Yogyakarta


(6)