PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD KOTA YOGYAKARTA
i
HALAMAN JUDUL TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Manajemen Rumah Sakit
Disusun Oleh: Juniati Agma
20151030029
PRODI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
i
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN
DI RSUD KOTA YOGYAKARTA HALAMAN JUDUL
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Manajemen Rumah Sakit
Disusun Oleh: Juniati Agma
20151030029
PRODI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
ii
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN
DI RSUD KOTA YOGYAKARTA
TESIS
Juniati Agma 20151030029 Telah disetujui oleh :
Pembimbing I,
Dr. Susanto, M. S Tanggal...
Pembimbing II,
(4)
iii
(5)
iv
plagiat karya orang lain, melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Yogyakarta, November 2016 Yang membuat pernyataan:
JUNIATI AGMA 20151030029
(6)
v MOTTO
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, Hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Pengampun
(Qs: Faathir ayat 28)
Kudedikasikan karyaku untuk: Ayah dan Ibu Tercinta Almamaterku
(7)
vi Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillaahirobbil „aalamin. Syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya sehingga telah terselesaikannya tesis yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di RSUD Kota Yogyakarta” tepat pada waktunya.
Penulisan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 2 pada Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih, jazakumullohu khoiron katsiran penulis sampaikan kepada:
1. Prof Dr. Bambang Cipto, MA selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. DR. dr. Arlina Dewi, M. Kes, AAK, selaku Kepala Program Studi Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Dr. Susanto, M.S selaku pembimbing I yang telah memberikan
banyak ilmu dan waktu dalam membimbing penulis sejak penyusunan tesis hingga akhir.
4. dr. Mahendra Prasetyo Kusumo, MMR selaku pembimbing II yang selama ini telah memberikan dukungan, semangat, ilmu dan waktunya selama proses penyelesaian tesis ini.
5. drg. Hj. RR Tuty Setyowati, M.Kes selaku direktur Utama RSUD Jogja yang telah memberikan izin penelitian di RSUD Jogja.
(8)
vii
6. Taufiq Fachrudin., ST, MMR selaku pembimbing lapangan di RSUD Kota Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh dosen beserta staff Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas seluruh ilmu yang dicurahkan kepada penulis.
8. Seluruh perawat dan staff karyawan RSUD Kota Yogyakarta terutama di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta atas bantuan dan dukungannya dalam menjalankan penelitian.
9. Kepada tim seperjuangan Erda Suhaila, Rhisa Oviani dan Fajar Avivul yang telah meberi dukungan, menjalankan kerjasama yang baik dalam menyelesaikan penelitian ini.
10. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah berjasa baik secara langsung maupun tidak hingga terselesaikannya tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Atas seluruh perhatian dan dukungannya penulis ucapkan terimakasih.
Yogyakarta, November 2016
(9)
viii
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ...iv
MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ...xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ...xiv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Telaah Pustaka ... 8
B. Penelitian Terdahulu ... 30
C. Landasan Teori ... 32
D. Kerangka Konsep ... 33
E. Hipotesis ... 34
BAB III ... 35
METODE PENELITIAN ... 35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35
B. Subjek dan Objek Penelitian... 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
D. Cara Pengambilan Sampel ... 38
E. Jalan Penelitian ... 39
F. Variabel Penelitian ... 40
G. Definisi Operasional Variabel ... 40
H. Instrumen Penelitian ... 41
I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
J. Analisis Data ... 45
(10)
ix
BAB IV ... 52
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Hasil Penelitian... 52
B. Pembahasan ... 69
BAB V ... 77
SIMPULAN DAN SARAN... 77
A. Simpulan ... 77
B. Saran ... 78
C. Keterbatasan Penelitian ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(11)
x
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 30
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi ... 54
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja ... 55
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi ... 56
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien pada Tahap Orientasi . 57 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien pada Tahap Kerja ... 58
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Tahap Terminasi ... 59
Tabel 4.7 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Orientasi Tiap Poliklinik .. 60
Tabel 4.8 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Kerja Tiap Poliklinik ... 61
Tabel 4.9 Distribusi Kepuasan Pasien Tahap Terminasi Tiap Poliklinik 62 Tabel 4.10 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 64
Tabel 4.11 Uji Linearitas ... 65
Tabel 4.12 Analisis Determinasi ... 66
Tabel 4.13 Hasil Uji F ... 67
(12)
xi
DAFTAR GAMBAR
(13)
xii
Lampiran 1 Kusioner (Check List) ... 83
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91
Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas ... 101
Lampiran 4 Hasil Uji Linearitas ... 104
Lampiran 5 Hasil Uji Hipotesis Regresi ... 109
Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Tiap Variabel ... 112
(14)
xiii
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN
DI RSUD KOTA YOGYAKARTA
THE INFLUENCE OF NURSE THERAPEUTIC COMMUNICATION TO OUT PATIENT’S
IN RSUD YOGYAKARTA Juniati Agma1, Mahendro2
Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan hasil survei awal masih didapatkan kurang puasnya pasien terkait komunikasi terapeutik perawat. Dengan memiliki keterampilan komunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan hal ini akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan profesional dalam asuhan keperawatan
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitan berupa survei deskriptif inferensial dengan pendekatan
cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 285
responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier ganda.
Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang diteliti ada 3 tahap yaitu tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta didapatkan nilai yang sangat signifikan (p<0,05), tahap orientasi (5,374, p=0,000), tahap kerja (3,945, p=0,000) dan tahap terminasi (4,107, p=0,000).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta, dan tahap orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
(15)
xiv
health facilities with the initial survey results they obtained less satisfied patients therapeutic nurse-related communication. By having therapeutic communication skills, nurses will be easier to establish a trusting relationship with the patient, and it will be more effective for nurses in providing professional satisfaction in nursing care
Objective: To know influence of nurse therapeutic communication to satisfaction of outpatients in RSUD Yogyakarta.
Methods: The study was a quantitative research methods such as surveys of descriptive inferential research with cross sectional approach. Number of samples in this research is 285 respondents. The instrument used a questionnaire. Analysis of data using multiple linear regression.
Results and Discussion: Therapeutic Communication studied there three phases: orientation, stage work and termination stage. The result of the analysis of therapeutic communication to satisfaction of outpatient RSUD Yogyakarta values obtained were highly significant (p <0.05), the orientation phase (5.374, p = 0.000), work phase (3.945, p = 0.000) and the termination phase (4,107, p = 0.000).
Conclusions: There is the influence of therapeutic communication nurse to satisfaction of outpatients in RSUD Yogyakarta, and orientation phase is a phase that most influence on patient satisfaction.
(16)
(17)
x
THE INFLUENCE OF NURSE THERAPEUTIC COMMUNICATION TO OUT PATIENT’S
IN RSUD YOGYAKARTA Juniati Agma1, Mahendro2
Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan hasil survei awal masih didapatkan kurang puasnya pasien terkait komunikasi terapeutik perawat. Dengan memiliki keterampilan komunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan hal ini akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan profesional dalam asuhan keperawatan
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitan berupa survei deskriptif inferensial dengan pendekatan
cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 285
responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier ganda.
Hasil dan Pembahasan: Komunikasi terapeutik yang diteliti ada 3 tahap yaitu tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Hasil uji analisis komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta didapatkan nilai yang sangat signifikan (p<0,05), tahap orientasi (5,374, p=0,000), tahap kerja (3,945, p=0,000) dan tahap terminasi (4,107, p=0,000).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta, dan tahap orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
(18)
xi ABSTRACT
Background: RSUD Yogyakarta is a referral hospital of first-level health facilities with the initial survey results they obtained less satisfied patients therapeutic nurse-related communication. By having therapeutic communication skills, nurses will be easier to establish a trusting relationship with the patient, and it will be more effective for nurses in providing professional satisfaction in nursing care
Objective: To know influence of nurse therapeutic communication to satisfaction of outpatients in RSUD Yogyakarta.
Methods: The study was a quantitative research methods such as surveys of descriptive inferential research with cross sectional approach. Number of samples in this research is 285 respondents. The instrument used a questionnaire. Analysis of data using multiple linear regression.
Results and Discussion: Therapeutic Communication studied there three phases: orientation, stage work and termination stage. The result of the analysis of therapeutic communication to satisfaction of outpatient RSUD Yogyakarta values obtained were highly significant (p <0.05), the orientation phase (5.374, p = 0.000), work phase (3.945, p = 0.000) and the termination phase (4,107, p = 0.000).
Conclusions: There is the influence of therapeutic communication nurse to satisfaction of outpatients in RSUD Yogyakarta, and orientation phase is a phase that most influence on patient satisfaction.
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Komunikasi merupakan proses yang selalu dilakukan dalam kehidupan setiap manusia, tidak terkecuali perawat. Dalam perkembangan dunia kesehatan komunikasi merupakan hal terpenting dalam melakukan interaksi antara tenaga medis dengan pasien. Banyak persepsi yang menganggap komunikasi itu hal yang mudah, padahal kesalahan dalam melakukan komunikasi dapat berakibat fatal bagi diri sendiri dan orang lain. Banyak kejadian besar yang terjadi di dunia ini dikarenakan kesalahpahaman antara yang disampaikan dan yang menerima pesan dalam berkomunikasi (Suryani, 2015)
Didalam keperawatan sendiri sering kali membicarakan tentang komunikasi terapeutik namun kenyataannya penerapan komunikasi terapeutik sangat sulit dan jarang diterapkan. Memang dalam pelayanan keperawatan tidak hanya komunikasi terapeutik, melainkan banyak hal. Namun komunikasi terapeutik memegang peranan penting dalam pelayanan kepada pasien, karena merupakan unsur paling utama yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
(20)
2
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan bagi pasien. Dengan memiliki keterampilan komunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan hal ini akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan profesional dalam asuhan keperawatan (Damaiyanti, 2008).
Tujuan akhir dari pelayanan Rumah Sakit adalah kepuasan pasien, dan pasien akan memberikan suatu penilaian terhadap jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan kepuasannya. Puas atau tidaknya pasien tergantung dengan pelayanan yang diterimanya dan yang seharusnya diterima. (Wijono, 2008)
Salah satu unsur penilaian pasien terhadap pelayanan yang diberikan adalah komunikasi, karena komunikasi mempunyai peran yang besar dalam kepuasan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara terapeutik akan banyak menghindari resiko yang tidak perlu terjadi dan akan membuat pasien merasa lebih nyaman dan puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat (Suryani, 2015)
Penelitian terdahulu tentang kepuasan pasien terkait komunikasi dalam pelayanan kesehatan, yaitu Laode (2011) tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan
(21)
kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Buton Utara, didapatkan adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dengan meningkatnya jenis-jenis pelayanan, kemampuan SDM, peralatan medis, sarana dan prasarana maka RSUD Kota Yogyakarta ditetapkan menjadi Rumah Sakit kelas “B” Non Pendidikan pada tanggal 28 Nopember 2007. RSUD Kota Jogja memiliki pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan rawat darurat 24 Jam, pelayanan Paripurna satu hari (One Day Care), pelayanan rawat Inap dan tindakan operasi serta pelayanan Penunjang.
Berdasarkan hasil survei awal di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 2015 kepada 30 pasien dengan metode wawancara, 19 pasien mengatakan kurang puas dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat, pasien menyatakan bahwa terdapat beberapa perawat yang kurang ramah, kurang senyum dan kurang memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Hal ini sesuai dengan hasil survei awal kepada 9 orang perawat dari poliklinik yang berbeda, 5 perawat menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi teraupetik kepada pasien memang belum
(22)
4
berjalan dengan baik. Prakteknya, komunikasi terapeutik yang sesungguhnya sangat jarang dilakukan oleh perawat di RSUD Kota Yogyakarta dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan alasan jumlah pasien yang banyak sehingga waktu untuk memberikan empati, edukasi yang lebih maupun komunikasi terapeutik lainnya sangat terbatas sehingga yang dapat dilakukan hanya memberikan informasi sesuai yang ditanyakan pasien saja sedangkan hal yang mendukung kesembuhan pasien tidak hanya informasi tentang kesehatannya tapi mendengarkan keluhan pasien, empati, edukasi dan pelayanan yang ramah juga sangat mempengaruhi kesembuhan pasien. .
Dari data diatas masih banyak ditemukan kurang puasnya pasien terkait komunikasi yang dilakukan perawat rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta sehingga masalah yang muncul di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di RSUD Kota Yogyakarta”.
(23)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. “Bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta”?
2. “Bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta”?
3. “Bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta”?
4. “Tahap komunikasi terapeutik apa yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta”? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta.
(24)
6
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta
b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta
c. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta
d. Untuk mengetahui tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh pada perkuliahan ke dalam suatu penelitian.
(25)
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Kota Yogyakarta dalam penerapan komunikasi teraupetik kepada pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Menambah bukti ilmiah terkait komunikasi terapeutik dalam pelayanan kesehatan sehingga bisa menjadi rujukan dalam ilmu manajemen rumah sakit.
(26)
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka
1. Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian komunikasi terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni
communicatio yang artinya pemberitahuan atau pertukaran
ide. Maksudnya adalah dalam suatu proses komunikasi akan ada pembicara yang menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan ada timbal balik atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2015). Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan kepada proses dalam memfasilitasi penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien (Damaiyanti, 2008).
b. Tujuan komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya akan dapat mengurangi beban
(27)
perasaan pasein dalam menghadapi maupun mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi terapeutik menurut Suryani, (2015) adalah:
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Dengan melakukan komunikasi terapeutik pada pasien, perawat diharapkan dapat mengubah cara pandang pasien sehingga pasien dapat lebih menghargai dan menerima dirinya.
2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain
3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan pasien serta mencapai tujuan yang realistik. 4) Menjaga harga diri. Dalam komunikasi yang dilakukan,
perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.
5) Hubungan saling percaya.
c. Macam-macam komunikasi terapeutik
Menurut Nasir (2009) jenis komunikasi ada dua yaitu: 1) Komunikasi verbal
Komunikasi yang dilakukan dalam pertukaran informasi secara verbal dengan tatap muka dapat lebih
(28)
10
menghemat waktu dan lebih akurat. Sehingga pasien dapat langsung memberikan respon secara langsung. Gambaran komunikasi terapeutik yang efektif meliputi:
a) Jelas dan ringkas
Semakin jelas dan ringkas kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi maka semakin mudah pasien untuk memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi dan akan semakin sedikit kemungkinan untuk terjadinya kerancuan.
b) Perbendaharaan kata (Mudah dipahami)
Kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi dengan pasien menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pasien dan sebisa mungkin menghindari kata-kata yang berasal dari bahasa kedokteran yang tidak dimengerti oleh pasien.
c) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif akan memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam kata yang diucapkan.
(29)
d) Selaan dan kesempatan berbicara
Dalam komunikasi, kecepatan dan tempo bicara juga diperhatikan karena itu merupakan salah satu faktor penentu dari keberhasilan komunikasi terapeutik. e) Waktu dan relevansi
Perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi, karena komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan pasien.
f) Humor
Humor dapat digunakan untuk menutupi perasaan takut, rasa tidak enak ataupun menutupi kemampuannya dalam berkomunikasi dengan pasien. 2) Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan suatu proses penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata, pesan disampaikan melalui kode non verbal yang efektif dalam menyampaikan pesan kepada orang lain.
Tujuan dari kode atau isyarat nonverbal antara lain : a) Meyakinkan apa yang diucapkan.
(30)
12
c) Menunjukkan jati diri.
d) Menambahkan atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan.
Komunikasi non verbal dapat diamati pada hal-hal berikut : a) Metakomunikasi
Metakomunikasi merupakan segala komentar terhadap isi dari pembicaraan selama komunikasi terapeutik yang berisi pesan yang menggambarkan sikap dan perasaan pasien kepada perawat.
b) Penampilan personal
Penampilan juga berpengaruh dalam berkomunikasi dengan pasien.
c) Paralanguage
Intonasi atau nada suara dalam komunikasi juga mempengaruhi arti yang ditangkap oleh penerima pesan, setiap orang akan memaknai berbeda saat pembicaraan yang menggunakan nada keras.
d) Gerakan kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan tatapan mata kedepan itu bisa dikatakan orang yang dapat
(31)
dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.
e) Kinesics merupakan gerakan tubuh yang menggambarkan sikap, emosi, konsep diri, dan kesadaran fisik. Ada beberapa gerakan tubuh antara lain:
d. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
Stuart dan Sunden (1998) dalam Lalongkoe (2013) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut:
1) Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat mencoba untuk memahami pasien dengan cara menjadi pendengar yang baik untuk pasien. Perawat mendengarkan dengan sepenuh hati apa yang dirasakan oleh pasien, memberikan kesempatan untuk pasien berbicara lebih tentang kondisinya.
2) Menunjukan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, menerima disini berarti bahwa perawat bersedia mendengarkan apapun yang disampaikan oleh pasien tanpa menunjukkan sikap ragu ataupun tidak setuju.
(32)
14
3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Dalam hal ini perawat bertanya mengenai hal yang disampaikan oleh pasien agar informasi yang diterima oleh perawat lebih spesifik.
4) Mengulangi ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri Dengan mengulang apa yang disampaikan pasien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat memahami dan mengerti tentang hal yang disampaikan oleh pasien dengan harapan komunikasi tetap berlanjut. 5) Mengklasifikasi
Perawat berusaha menjelaskan dengan kata-kata mengenai hal ataupun pikiran yang tidak jelas disampaikan oleh pasien.
6) Memfokuskan
Tujuan dari memfokuskan adalah untuk membatasi bahan pembicaraan agar lebih spesifik dan lebih mudah untuk dimengerti.
7) Menyatakan hasil observasi
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat nonverbal pasien.
(33)
8) Menawarkan informasi
Di sini perawat memberikan informasi tambahan untuk pasien yang tujuannya memfasilitasi pasien dalam mengambil keputusan.
9) Diam
Diam memungkinkan pasien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri untuk bisa mengorganisir dan memproses informasi.
10) Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
11) Memberi penghargaan
Penghargaan yang diberikan kepada pasien jangan sampai membuat pasien merasa bahwa dirinya melakukan sesuatu atau menyampaikan sesuatu hanya untuk mendapatkan penghargaan tersebut.
12) Memberi kesepatan kepada pasien untuk memulai pembicaraan
Untuk memberi kesempatan kepada pasien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
(34)
16
13) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
14) Menempatkan kejadian secara berurutan
Kejadian yang ada didalam cerita dijadikan berurutan agar perawat dan pasien melihatnya dalam suatu perspektif. 15) Memberi kesempatan pada pasien untuk menguraikan
persepsinya
Jika perawat ingin mengerti pasien maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif pasien.
16) Refleksi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
e. Sikap komunikasi terapeutik
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik (Lalongkoe, 2013) yaitu:
1. Berhadapan
(35)
2. Mempertahankan kontak mata
Karena kontak mata yang tetap pada level yang sama berarti menghargai pasien dan mengisyaratkan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah pasien
Sikap ini menunjukkan keinginan untuk mendengarkan maupun mengatakan sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Salah satu cara mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan.
5. Tetap rileks
Dengan sikap ini diharapakan agar dapat tetap mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada pasien.
f. Tahap-tahap komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan fungsi sebagai terapi untuk pasien, sehingga pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik melaui 4 tahapan (Mohr, 2003; Stuart dan Laraia, 2001) dalam Suryani, (2015) yaitu:
(36)
18
1) Tahap pre interaksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum berinterkasi dengan pasien.
Tugas perawat pada tahap ini, yaitu:
a) Menggali perasaan, harapan dan kecemasannya
b) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya agar dapat lebih memaksimalkan dirinya sehingga lebih bernilai terapeutik bagi pasien.
c) Mencari informasi dengan mengumpulkan data tentang pasien
d) Merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien, yang dapat dilakukan secara tertulis.
2) Tahap orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan yang dilakukan perawat saat pertamakali bertemu dengan pasien. Perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada pasien, dengan begitu berarti perawat telah bersikap terbuka kepada pasien.
Situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu pasien dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran (Mohr, 2003).
(37)
Tugas-tugas perawat pada tahap ini adalah: a) Membina rasa saling percaya
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan suatu hubungan komunikasi terapeutik, karena tanpa adanya rasa saling percaya maka sulit untuk membangun keterbukaan antara pasien dan perawat.
b) Merumuskan kontrak bersama klien
Kontrak ini penting untuk menjamin kelangsungan interaksi antara perawat dengan pasien. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu tempat, waktu dan topik pembicaraan.
c) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien
Pada tahap ini perawat mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya dengan teknik pertanyaan terbuka. Dengan pertanyaan terbuka diharapkan perawat dapat mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya sehingga perawat dapat mengidentifikasi masalah yang ada pada pasien.
(38)
20
d) Merumuskan tujuan dengan klien.
Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama pasien setelah masalah pasien diidentifikasi, karena tanpa keterlibatan pasien maka tujuan akan sulit untuk dicapai.
3) Tahap kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien.
Tahap kerja berhubungan dengan rencana pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien. Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat analisa yang tinggi sehingga dapat mengoksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan. Jika perawat tidak menyimpulkan percakapannya dengan pasien pada tahap ini, dapat terjadi perbedaan persepsi antara perawat dengan pasien sehingga penyelesaian maslah menjadi tidak terarah dan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan dan masalah pasien menjadi tidak terselesaikan.
(39)
4) Tahap terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Tahap terminasi ini dibagi menjadi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart dan Laraia, 2001). Pertemuan antara perawat dan pasien terdiri atas beberapa kali pertemuan. Setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan pasien pada waktu yang telah ditetapkan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesikan proses keperawatan secara keseluruhan. Adapun tugas perawat pada tahap ini adalah:
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi Evaluasi ini juga disebut sebagai evaluasi objektif. b) Melakukan evaluasi subjektif
Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan pasien setelah bertemu dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan pasien setelah bertemu dengannya.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi
Tindak lanjut disebut juga sebagai pekerjaan rumah pasien. Tindak lanjut yang diberikan harus sesuai dengan
(40)
22
interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya
Kontrak ini penting untuk dibuat agar ada kesepakatan antara perawat dengan pasien untuk pertemuan selanjutnya.
g. Hambatan dalam komunikasi terapeutik
Menurut Lalongkoe (2013) terdapat beberapa faktor penghambat dalam proses komunikasi terapeutik, yaitu:
1) Kemapuan pemahaman yang berbeda disetiap individu 2) Penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu 3) Komunikasi yang terjadi satu arah
4) Kepentingan yang berbeda-beda dalam komunikasi 5) Pemberian jaminan yang tidak mungkin
6) Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada pasien 7) Membicarakan beberapa hal yang bersidat pribadi
8) Menuntut bukti, tantangan dan penjelasan dari pasien tentang tindakannya
9) Memberi kritik mengenai perasaan penderita 10) Mengalihkan topik pembicaraan
(41)
11) Terlalu banyak berbicara padahal seharusnya harus menjadi pendengar yang baik
12) Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis. 2. Perawat
Berdasarkan Permenkes RI No 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat, dijelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran dan fungsi perawat profesional disusun untuk mengidentifikasi dan memperjelas aspek-aspek yang membedakan praktik keperawatan profesional dan praktik keperawatan yang diberikan oleh orang yang tidak mempunyai kualifikasi keperawatan profesional.
Lingkup praktik keperawatan anatara lain:
a. Memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawtan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia
(42)
24
c. Memberikan pelayanan keperawatan disarana kesehatan dan tatanan lainnya
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medis terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat atau resep.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter. Berdasarkan kopetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik, moral dan hukum.
3. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah salah satu bentuk dari pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak rawat inap (hospitalization). Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal ruamh sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing homes).
Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat dirumah sakit selama 24 jam atau lebih tetapi yang mengunjungi rumah sakit, klinik, atau fasilitas terkait untuk diagnosis atau pengobatan. Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat dibedakan atas empat macam yaitu:
(43)
a. Pelayanan gawat darurat yakni untuk menangani pasien gawat yang butuh pertolongan segera dan mendadak.
b. Pelayanan rawat jalan paripurna yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pelayanan rujukan yakni hanya melayani pasien-pasien rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau teraopi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang merujuk.
d. Pelayanan bedah jalan yakni memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
4. Kepuasan Pasien a. Pengertian kepuasan
Kepuasan atau statisfication berasal dari bahas latin yaitu statis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi jasa yang memuaskan adalah jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen pada tingkat yang cukup (Irawan, 2004).
Kepuasan merupakan perasaan seseorang dari hasil yang diharapkan setelah menggunakan pelayanan dalam suatu pelayanan, harapan dijadikan sebagai keyakinan terhadap hal
(44)
26
yang diterima, sedangkan persepsi merupakan hasil dari kinerja yang dirasakan selama pelayanan (Tjiptono, 2006).
b. Pengertian pasien
Pasien adalah pelanggan utama rumah sakit yang menjadi fokus semua bentuk pelayanan Rumah Sakit dan pasien adalah pemberi nilai yang terbaik atas pelayanan yang diterimanya (Wijono, 2008). Pasien adalah konsumen yang membutuhkan kepuasan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).
c. Kepuasan pasien
Pasien pada dasarnya mengharapkan pelayanan optimal yang sesuai atau melebihi dari harapannya (Hanafi & Richard, 2012). Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013). Terdapat tiga tingkat kepuasan pasien, bila pelayanan kurang dari harapan, pasien tidak dipuaskan. Bila pelayanan sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila pelayanan melebihi harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2008).
(45)
d. Elemen kepuasan pasien
Menurut Wijono (2008), elemen kepuasan dibagi menjadi lima yaitu:
1) Akses (access): kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
a) Kemudahan dalam berjanji dengan telepon b) Kemudahan dalam berjanji dengan seseorang c) Lama penentuan sebelum bertemu provider d) Jumlah waktu tunggu di ruang tunggu resepsionis e) Jumlah waktu tunggu di ruang periksa sebelum bertemu
provider
f) Akses terhadap perawatan medis dalam keadaan darurat g) Kemudahan bertemu dengan petugas pelayanan
kesehatan yang dipilih
2) Hal yang menyenangkan (convenience)
a) Lokasi pusat pelayanan kesehatan yang dikunjungi b) Jam berkunjung
c) Parkir
d) Pelyanan memperoleh file resep
e) Mendapatkan pemeriksaan laboratorium sesuai provider f) Mendapatkan X-Ray sesuai perintah provider
(46)
28
3) Komunikasi (communication)
a) Penjelasan tentang problem kesehatan yang dialami b) Penjelasan provider tentang prosedur pemeriksaan
medis dan laboratorium
c) Penjelasan tentang resep obat yang diberikan d) Komunikasi antar provider dan staf
e) Keinginan mendengarkan provider pelayanan kesehatan f) Penjelasan tentang tindakan medis yang diminta
g) Edukasi tentang cara menangani problem kesehatan yang dialami
h) Edukasi tentang menghindari sakit yang mungkin dapat terjadi
i) Memperoleh program kesehatan yang lebih baik j) Petunjuk tentang tindakan pencegahan
4) Mutu pelayanan kesehatan yang diterima
a) Ketelitian provider dalam pemeriksaan kesehatan b) Jumlah waktu yang digunakan provider bersama pasien c) Ketelitian dalam pengobatan yang diterima
d) Kerjasama tim antara provider dan perawat
e) Keseluruhan mutu pelayanan dan provider pelayanan kesehatan
(47)
f) Keseluruhan mutu keperawatan dari perawat 5) Pelayanan personal
a) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan provider
b) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan perawat
c) Persahabatan dan sopan santun yang diperlihatkan resepsionis
d) Kepedulian yang diperlihatkan provider e) Kepedulian yang diperlihatkan perawat f) Kepedulian yang „diperlihatkan resepsionis
g) Kebijaksanaan dalam bertelepon dengan pusat kesehatan
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Wijono (2008), mengungkapkan kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain, kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor antara lain pendekatan dan perilaku petugas, mutu informasi, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan perawatan
(48)
30
yang diterima. Salah satu adalah pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. peran komunikasi sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien.
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan Triwib owo, Nur (2011) Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Klien Akan Pelayanan Keperawata n di Ruang Rawat Inap Kelas 3 Shofa dan Marwah RSI Hasanah Kota Mojokerto Analitik korelasi dengan pendekata n cross sectional.
Tidak ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien akan pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap Kelas 3 Shofa dan Marwah RSI Hasanah Kota Mojokerto. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian. Moha mmad, dkk (2015) The correlation therapeutic communicat ion with client trust Survei analitik dengan pendekata n cross sectional Adanya hubungan antara komunikasi terapeutik dengan rasa Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek
(49)
against nurses in patient at sari mulia hospital Banjarmasi n percaya klien terhadap perawat diruang rawat inap rumah sakit umum sari mulia Banjarmasin dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian. Laode, dkk (2011) Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawata n dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Buton Utara Suevei deskriptif dengan pendekata n cross sectional Adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Buton Utara Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian. Sujatm iko(20 12) Hubungan komunikasi verbal dan non verbal perawat dengan tingkat kepuasan klien di ruang rawat inap RSUD Kab. Madiun Penelitian ini mengguna kan pendekata n cross sectional Terdapat hubungan yang kuat antara komunikasi verbal dan non verbal dengan kepuasan klien di ruang rawat inap RSUD Kab. Madiun Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian, subyek dan obyek penelitian, metode, tempat dan waktu penelitian.
(50)
32
C. Landasan Teori
Komunikasi terapeutik merupakan hal yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Salah satu bagian dari komunikasi terapeutik yang paling berperan dalam kepuasan pasien adalah tahapan komunikasi terapeutik. Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahapan, yaitu tahap prainteraksi , tahap kerja, tahap orientasi dan tahap terminasi (Priyoto, 2014). Tahap prainteraksi, yakni tahap dimana masa persiapan pasien sebelum berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasien, pada tahap ini perawat mulai mengumpulkan data-data tentang pasien, riwayat medis pasien, entry dalam catatan medis, atau diskusi dengan perawat lainnya yang merawat pasien (Damaiyanti, 2008). Maka yang diteliti pada penelitian ini adalah tahapan yang dimana perawat telah melakukan interaksi kepada pasien, sehingga pasien dapat lebih mudah menilai komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dengan merasakan komunikasi pada saat interaksi dengan perawat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil
(51)
pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013).
D. Kerangka Konsep
H1 H2 H3
Keterangan : Dilakukan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Komunikasi Teraupetik:
Kepuasan Pasien (Y) Tahap Orientasi
(X1) Tahap Kerja
(X2)
Tahap Terminasi (X3)
(52)
34
E. Hipotesis
1. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Jogja.
2. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Jogja.
3. Ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Jogja.
4. Komunikasi terapeutik tahap orientasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Jogja.
(53)
35 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitan berupa survei deskriptif inferensial yaitu teknik statik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi, teknik pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara random (Gunawan, 2016). Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang melakukan pengumpulan data pada satu waktu saja dengan satu fokus. Waktu disini dapat diartikan dalam satu hari, minggu, bulan atau tahun (Susila dan Suyanto, 2014).
B. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah perawat di pelayanan rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta.
Menurut Supranto (2000) obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Obyek penelitian, adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Maka objek pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta.
(54)
36
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian (Swarjana, 2015). Maka, populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi sangat besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel yang dipilih dari populasi pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportionate cluster random sampling.
Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu berdasarkan rumus Isaac & Michael dalam Sugiyono (2015) dengan taraf kesalahan 5 %. Pada penelitian ini Jumlah populasi yang diambil adalah seluruh pasien yang ada di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta dalam 3 hari pada bulan juli 2015 yaitu sebanyak 1068 pasien.
∑ Populasi (3 hari) = 1068 5 % = 285 sampel. 1. Poli Dalam : 348 x 100% = 32%
(55)
2. Poli Bedah : 84 x 100% = 8% 1068 3. Poli Anak : 51 x 100% = 4%
1068
4. Poli Obsgyn : 39 x 100% = 4% 1068 5. Poli Syaraf : 147 x 100% = 14%
1068 6. Poli Jiwa : 87 x 100% = 8%
1068
7. Poli THT : 45 x 100% = 4% 1068 8. Poli Mata : 75 x 100% = 7%
1068 9. Poli Kulit : 63 x 100% = 6%
1068
10. Poli Gigi : 69 x 100% = 7% 1068 11. Poli Perjanjian: 60 x 100% = 6%
1068
Sehingga jumlah sampel untuk tiap polikilinik adalah sebagai berikut :
1. Poli Dalam : 32% x 285 = 91 sampel 100
2. Poli Bedah : 8 % x 285 = 22 sampel 100
(56)
38
3. Poli Anak : 4 % x 285 = 12 sampel 100
4. Poli Obsgyn : 4 % x 285 = 12 sampel 100
5. Poli Syaraf : 14 % x 285 = 40 sampel 100
6. Poli Jiwa : 8 % x 285 = 23 sampel 100
7. Poli THT : 4 % x 285 = 12 sampel 100
8. Poli Mata : 7% x 285 = 19 sampel 100
9. Poli Kulit : 6 % x 285 = 18 sampel 100
10. Poli Gigi : 7 % x 285 = 19 sampel 100
11. Poli Perjanjian: 6 % x 285 = 17 sampel 100
Sehingga seluruh jumlah sampel yang didapatkan adalah 285 sampel.
D. Cara Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
(57)
b. Kondisi pasien bersedia dan memungkinkan untuk mengisi kuesioner yang diajukan petugas penelitian.
c. Pernah diperiksa di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta minimal 1 kali dengan alasan semakin lama kontak pasien dengan petugas semakin banyak mengevaluasi pelayanan. 2. Kriteria Ekslusi
Pasien yang tidak sadar, memiliki penyakit mental, tidak dapat baca tulis, dan pasien yang diluar kriteria inklusi.
Pengambilan sampel pada penelitian ini diambil secara accidental bagi pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi sampel. E. Jalan Penelitian
Penelitian-penelitian kuantitatif
1. Konsultasi dengan Direktur Utama atau bidang terkait di RSUD Kota Yogyakarta
2. Melaksanakan survei awal
3. Penyusunan skala sikap dan penyusunan angket kuesioner (sudah divalidasi dari penelitian sebelumnya).
4. Pelaksanaan penelitian dengan membentuk tim pelaksana penelitian, kemudian pelaksanaan penelitian dalam 3 hari.
5. Pengolahan data, penulisan laporan penelitian, dan presentasi hasil penelitian.
(58)
40
F. Variabel Penelitian
Menurut Martono (2011) variabel adalah konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai. Semua variable yang diteliti harus diidentifikasikan, mana yang termasuk variable bebas
(independent), variable tergantung (dependent), variable mediator
pengontrol, dan variable perancu. Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah komunikasi terapeutik 2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)
Variabel tergantung adalah kepuasan pasien. G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Komunikasi yang dinilai dalam penelitian ini adalah komunikasi yang menggunakan tahapan komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dipelayanan rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta, tahapan tersebut yaitu:
(59)
a. Tahap orientasi (X1) yaitu tahap perkenalan yang merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan saat bertemu dengan pasien.
b. Tahap kerja (X2) yaitu inti dari hubungan antara perawat dan pasien yang terkait dengan pelaksanaan rencana keperawatan. c. Tahap terminasi (X3) yaitu tahap akhir dari komunikasi
terapeutik dimana mengevaluasi hasil tidakan yang dilakukan dan merncanakan kontak tindak lanjut.
2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)
Kepuasan pasien (Y) kepuasan yang dimaksud adalah persepsi pasien terkait dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat baik dari kata-kata maupun perilaku perawat yang terjadi selama berinteraksi dengan pasien dipelayanan rawat jalan yang dinilai menggunakan kuesioner.
H. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebarkan secara serentak kepada responden yang telah terpilih dan diisi oleh responden pada hari tersebut dengan memberikan beberapa penjelasan kepada pasien.. Hal ini untuk memperkuat hasil analisis dari pasien yang disebarkan melalui kuesioner. Daftar pertanyaan yang digunakan terdiri dari dua bagian, yaitu
(60)
42
1. Kuesioner untuk mengetahui karakteristik responden, seperti umur, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, kelas perawatan, sumber biaya, pihak yang menganjurkan memilih RSUD Kota Yogyakarta
2. Kuesioner untuk mengukur penilaian responden mengenai komunikasi terapeutik dan kusioner kepuasan pasien terhadap komunikasi teraupetik yang telah dilaksanakan RSUD Kota Yogyakarta. Kuesioner tersebut dikelompokkan sebagai berikut : a. Untuk kuesioner komunikasi terapeutik secara garis besar berisi
pertanyaan tentang tahapan komunikasi teraupetik. Terdapat 14 pertanyaan tentang komunikasi terapeutik tahap orientasi, 15 pertanyaan untuk tahap kerja dan 4 pertanyaan untuk tahap terminasi. Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut:
1 = Tidak pernah, 2 = hampir tidak pernah, 3= ragu-ragu, 4= sering, 5 = selalu.
b. Untuk kuesioner kepuasan pasien secara garis besar berisi tentang reaksi puas/tidak puas yang dialami oleh pasien terhadap komunikasi teraupetik perawat pada tahap orientasi, kerja dan terminasi.
(61)
Jawaban yang diperoleh diberi skor dengan menggunakan Skala Likert sebagai berikut : 1 = sangat tidak puas, 2 = tidak puas, 3 = ragu-ragu, 4 = puas, 5 = sangat puas..
Sebelum kuesioner tersebut dipakai dalam penelitian sesungguhnya, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dibantu dengan program SPSS versi 16.
I. Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.
1. Uji Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrument tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sanusi, 2011). Artinya apa yang di ukur memang sesuai dengan kenyataannya dilapangan. Pengujian validitas alat pengumpul data atau kuesioner yang telah dibuat ini menggunakan rumus korelasi product moment yaitu dengan mengkorelasikan nilai korelasi item butir dengan total skor pertanyaan. Penyimpulan valid atau tidaknya item dengan membandingkan r hitung dengan r table pada taraf signifikan 5 %. Pernyataan dikatakan valid bila r hitung lebih besar dari r table dan
(62)
44
bila r hitung lebih kecil dari nilai r table maka pertanyaan tersebut tidak valid (Arikunto, 2006).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrumen penelitian menunjukkan konsistensi hasil pengukuran sekiranya alat pengukur itu digunakan oleh orang yang sama dalam waktu berlainan atau digunakan oleh orang yang berlainan dalam waktu yang bersamaan atau waktu yang berlainann. Perhitungan reliabilitas dilakukan terhadap butir pertanyaan atau pernyataan yang sudah valid (Sanusi, 2011). Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach. Secara umum reliabilitas dari variable sebuah kuesioner dikatakan cukup baik apabila memiliki
koefisien Alpha Cronbach > 0,6 (Sugiyono, 2013).
Instrumen pada penelitian ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh Mufarida (2011), dengan hasil koefisien Alpha
Cronbach >0,6. Untuk memperkuat keakuratan instrumen
penelitian, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kembali dengan jumlah sampel 140 responden dan didapatkan hasil uji validitas r hitung > r tabel dengan signifikansi <0,05 dan uji reliablitas pada tiap tahap komunikasi terapeutik didapatkan hasil
(63)
dalam instrumen penelitian ini valid dan reliabel, sehingga dapat digunakan dalam penelitian.
J. Analisis Data
Analisis statistik deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok (Riyanto, 2013). Dalam penelitian ini untuk mengetahui karakteristik responden terhadap komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien rawat jalan.
Analisis regresi linear ganda merupakan salah satu teknik analisis yang sering digunakan untuk mengolah data yang multi variabel. Persamaan regresi bagi masing-masing variabel dengan cara perhitungan regresi sederhana, yakni: regresi Y atas X1 dan regresi Y atas X2 (Gunawan, 2016). Dalam penelitian ini, analisis korelasi digunakan untuk menilai pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta. 1. Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini data diolah menggunakan computer dengan SPSS 16 for Windows. Tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut (Sanusi, 2011) :
(64)
46
a. Mengedit data
Data harus diedit, khususnya jika berkaitan dengan respons terhadap pertanyaan terbuka dalam wawancara atau kuesioner. Dengan kata lain, informasi yang mungkin secara tergesa-gesa dicatat oleh peneliti harus diuraikan dengan jelas sehingga seluruh data dapat dikodekan secara sistematis.
b. Coding
Tahap berikutnya adalah mengodekan respon, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c. Kategorisasi
Kategorisasi ini berguna untuk membuat skema untuk mengkategorikan variabel, sehingga beberapa item yang mengukur suatu konsep dapat dikelompokkan bersama.
d. Memasukkan data
Jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
“kode” dimasukkan kedalam SPSS 16 for windows.
2. Uji Prasyarat Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sehingga perlu dilakukan uji persyaratan analisis yakni uji normalitas dan uji linearitas.
(65)
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Bila data terdistribusi normal maka teknik statistik yang digunakan adalah statistic parametriks (Sugiyono, 2015). Salah satu cara uji normalitas adalah analisis Kolmogorov Smirnov, dengan uji hipotesis:
Ho : skor pengukuran berdistribusi normal Ha : skor pengukuran tidak berdistribusi normal
Kriteria yang digunakan adalah Ho diterima apabila nilai signifikansi > 0,05 dengan uji analisis Kolmogorov Smirnov menggunakan program SPSS 16 for Windows.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah garis regresi antara X dan Y membentuk garis linear atau tidak, analisis regresi dapat dilakukan jika uji linearitas membentuk garis linear (Sugiyono, 2015). Uji linearitas menggunakan uji F dengan menggunakan program komputer SPSS 16 for
Windows. Kriteria pengujian linearitas yakni jika F hitung < F
(66)
48
variabel bebas dan variabel terkait adalah linear (Ghozali, 2006).
3. Pengujian Hipotesis
Uji statistik regresi linear berganda digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan lebih dari dua variabel melalui koefisieni regresinya. Uji statistik pada analisis regresi linear ganda yaitu :
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinan yaitu besarnya hubungan/pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tergantung dalam bentuk prosentase (Swarjana, 2015). Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Jika nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif.
(67)
b. Uji Statistik F
Ketentuan dalam uji F dalam menguji regresi ganda yaitu : 1) Jika signifikan F hitung ≤ α (0,05) maka Ha diterima.
Ini berarti bahwa semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2) Jika signifikan F hitung ≥ α (0,05) maka Ha ditolak.
3) Ini berarti bahwa semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2015).
c. Uji t Statistik
Uji t statistik digunakan untuk menguji koefisiensi regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian hipotesis yang digunakan adalah:
1) Apabila probabilitas kesalahan < 0,05 (p < 0,05 ) maka, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 2) Apabila probabilitas kesalahan > 0,05 (p > 0,05) maka,
Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2015).
(68)
50
K. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian yang berhubungan langsung dengan manusia merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian.Maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut Hidayat (2007) masalah etika yang harus diperhatikan adalah:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilakukan.Tujuannya adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampeknya. Informasi yang harus ada dalam lembar persetujuan antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan lainnya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
(69)
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan melaporkan pada hasil riset. Kerahasiaan data dilakukan dengan tidak mempublikasikan nama responden dan hanya menyajikan hasil serta jawaban responden.
(70)
52 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum RSUD Jogja
RSUD Kota Yogyakarta atau yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang berada di ujung Selatan Kota Yogyakarta. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK0203/I/0233/2014 menjadi rumah sakit tipe B Pendidikan. Dalam 10 tahun belangan ini berusaha senantiasa untuk selalu mengembangkan layanan – layanan unggulannya. Saat ini Rumah Sakit Jogja sedang berbenah mempersiapkan diri menjadi rumah sakit rujukan regional.
Sebagai rumah sakit modern, Rumah Sakit Jogja dilengkapi dengan peralatan medis canggih dan terkini serta berbagai layanan unggulan antara lain: pelayanan klinik eksekutif yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan dengan mengedepankan kenyamanan, kecepatan, dan kepastian, pelayanan klinik gigi yang dilengkapi dengan dokter spesialis orthodonsi yang ramah, kemudian ada juga pelayanan kulit dan kosmetik di klinik kulit yang akan membantu pasien tampil lebih percaya diri. Klinik ini dilengkapi dengan peralatan yang canggih dan dilayani oleh dokter spesialis yang
(71)
sudah mendapatkan pelatihan di Australia. Layanan unggulan lainnya adalah klinik Tumbuh kembang Anak dan layanan pemeriksaan Endoskopi untuk mendukung pelayanan kesehatan yang prima dan paripurna.
Jumlah SDM Pejabat Struktural ada 19 orang, Staff Medis ada 56 orang, Keperawatan dan Bidan ada 260 orang, Kesehatan Lain ada 114 orang, Fungsional Umum ada 197 orang dan keseluruhan SDM Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ada 646 orang. Kamar perawatan dan poliklinik yang lengkap dan modern memberikan kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi penyembuhan pasien.
Untuk menjamin ketersediaan, kualitas, akurasi obat dan pelayanan yang cepat, layanan transaksi pembayaran dan Farmasi Rumah Sakit Jogja dikelola dengan menggunakan sistem komputerisasi terintegrasi. Selain dukungan fasilitas tersebut di atas, dalam memberikan jaminan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien (Patient Safety), Rumah Sakit Jogja menerapkan Patient Safety Program / Program Keselamatan Pasien.
(72)
54
2. Komunikasi Terapeutik Perawat a. Tahap Orientasi
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi
Tahap Orientasi Frekuensi Persentase (%)
Tidak Pernah 30 10,5
Hampir Tidak Pernah
34 11,9
Ragu-ragu 100 35,1
Sering 84 29,5
Selalu 37 13,0
Total 285 100
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi di rawat jalan RSUD Jogja didapatkan 100 responden dengan persentase 35,1 % menyatakan “ragu-ragu”, 84 responden dengan persentase 29,5 % menyatakan “sering”, 37 responden dengan persentase 13,0% menyatakan “selalu”, 34 responden dengan persentase 11,9 % menyatakan “hampir tidak pernah” dan 30 responden dengan persentase 10,5 % menyatakan “tidak pernah”.
(73)
b. Tahap Kerja
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja
Tahap Kerja Frekuensi Persentase (%)
Tidak Pernah 23 8,1
Hampir Tidak Pernah
19 6,7
Ragu-ragu 79 27,7
Sering 117 41,1
Selalu 47 16,5
Total 285 100
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta didapatkan 117 responden dengan persentase 41,1 % menyatakan “sering”, 79 responden dengan persentase 27,7 % menyatakan “ragu-ragu”, 47 responden dengan persentase 16,5 menyatakan “selalu”, 23 responden dengan persentase 8,1 % menyatakan “tidak pernah”, 19 responden dengan persentase 6,7 % menyatakan “hampir tidak pernah”.
(74)
56
c. Tahap Terminasi
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi
Tahap Terminasi Frekuensi Persentase (%)
Tidak Pernah 16 5,6
Hampir Tidak Pernah
28 9,8
Ragu-ragu 57 20,0
Sering 77 27,0
Selalu 107 37,5
Total 285 100
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta didapatkan 107 responden dengan persentase 37,5 % menyatakan “selalu”, 77 responden dengan persentase 27,0 % menyatakan “sering”, 57 responden dengan persentase 20,0 menyatakan “ragu-ragu”, 28 responden dengan persentase 9,8 % menyatakan “hampir tidak pernah” dan 16 responden dengan persentase 5,6 % menyatakan “tidak pernah”.
(75)
3. Kepuasan Pasien a. Tahap Orientasi
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien pada Tahap Orientasi
Tahap Orientasi Frekuensi Persentase (%)
Sangat tidak puas 9 3,15
Tidak Puas 80 28,07
Ragu-Ragu 42 14,73
Puas 147 51,57
Sangat Puas 7 2,45
Total 285 100
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi di Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta yang paling tinggi yakni sebanyak 147 reponden dengan persentase 51,57% menyatakan “puas”, 80 responden dengan persentase 28,07 % menyatakan “tidak puas, 42 responden dengan persentase
14,73 % menyatakan “ragu-ragu”, 9 responden dengan
persentase 3,15 % menyatakan “sangat tidak puas” dan 7 responden dengan persentase 2,45 % menyatakan “sangat puas”.
(1)
15
Tabel 11. Uji Linearitas
Sum of Squares
df Mean Square
F .sig
kepuasan * komunikasi_
orientasi
Linearity 313.994 1 313.994 150.346 .000
kepuasan * komunikasi_
kerja
Linearity 282.888 1 282.888 119.830 .000
kepuasan * komunikasi_
terminasi
Linearity 257.730 1 257.730 108.123 .000
Hasil uji linearitas pada tabel 11 didapatkan nilai signifikansi < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa semua variabel pada penelitian ini linear.
Berikut adalah tabel hasil uji analisis regresi linear berganda:
Tabel 12. Analisis Determinasi
Model R R
Square
Adjusted R Square Std Error of the Estimate
1 .649a .421 .415 1.41993
Tabel di atas ntuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh komunikasi terapeutik pada fase orientasi, kerja dan fase
terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta dapat di lihat pada tabel 4.12 yakni berpengaruh sebesar 42,1%
Tabel 13. Hasil Uji F
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F
(2)
16
1 Regression 412.059 3 137.353 68.125 .000 Residual 566.551 281 2.016
Total
978.611 284
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Hasil Uji F pada tabel 13 didapatkan bahwa nilai F hitung > F
tabel (68,125 > 2.64 ) dengan nilai signifikansi < 0,05 (0,000) yang artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta.
Tabel 14. Uji t parsial
Unstandar-dized
Coefficients Sstandarized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) Orientasi
Kerja Terminasi
3.142 0.064 0.047 0.125
0.552 0.012 0.012 0.031
0.314 0.234 0.230
5.691 5.374 3.945 4.107
0.000 0.000 0.000 0.000
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai t hitung > dari t tabel dengan nilai signifikansi < 0,05 maka variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.
Dapat dilihat pada tabel 14 oleh karena nilai t hitung > t tabel (5.374 > 1.968) dengan nilai signifikansi < 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai positif pada
komunikasi terapeutik tahap orientasi maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta diterima. Pada tahap kerja, nilai t hitung > t tabel (3.945 > 1.968) dengan nilai signifikansi < 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai positif pada komunikasi terapeutik tahap kerja maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan
(3)
17 RSUD Kota Yogyakarta diterima. Pada tahap terminasi, nilai t hitung > t tabel (4.107 > 1.968) dengan nilai signifikansi < 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai positif pada komunikasi terapeutik tahap terminasi maka Ho di tolak. Artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta.
Dari ketiga tahap komunikasi terapeutik perawat di RSUD jogja didapatkan nilai t hitung yang paling besar diantara ketiga tahap tersebut yaitu nilat t hitung pada komunikasi terapeutik tahap orientasi. Artinya tahap komunikasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien di RSUD Kota Yogyakarta yaitu pada tahap orientasi.
PEMBAHASAN
Distribusi responden terhadap palaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada fase orientasi yang paling tinggi persentasenya
adalah 35,1 % “ragu-ragu” karena pada fase orientasi beberapa perawat di poliklinik ada yang melakukan komunikasi terapeutik dan ada yang masih belum melakukan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sebaiknya pada tahap ini perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik kepada pasien karena pada tahap inilah penilaian terhadap pelayanan yang di berikan perawat dinilai oleh pasien. hal ini sesuai dengan pendapat (Suryani, 2015) yang menyatakan bahwa fase orientasi merupakan
tahap perkenalan antara perawat dengan pasien, dengan memperkenalkan diri kepada pasien berarti perawat telah bersikap terbuka kepada pasien dan memberikan kesan nyaman terhadap pelayanan yang di berikan kepada pasien1. Pada tahap orientasi perawat di tuntut untuk memiliki keahlian untuk menstimulasi pasien dan keluarga untuk dapat mengungkapkan keluhannya, dengan komunikasi terapeutik yang baik pada tahap maka perawat akan lebih mudah dalam menggali keluhan-keluhan pasien10.
Tahap kerja dalam komunikasi terapeutik merupakan tahap dimana perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan pasien, memulai segala tindakan dengan baik dan melakukan tindakan sesuai dengan yang telah di sepakati11. Hasil penelitian komunikasi pada tahap kerja terdapat 117 responden dengan persentas 41,1 % yang menyatakan bahwa perawat di rawat jalan RSUD Jogja sering melakukan komunikasi terapeutik tahap kerja kepada pasien saat memberikan pelayanan di rawat jalan.
Komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi di rawat jalan RSUD Jogja didapatkan 107 responden dengan persentase
37,5 % menyatakan “selalu”, artinya dalam
memberikan pelayanan kesehatan di rawat jalan RSUD Jogja perawat selalu menerapkan komunikasi terapeutik pada tahap terminasi. Tahap terminasi ini merupakan tahap yang paling sulit dan penting, karena hubungan
(4)
18 saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal, tahap terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang7. Pada saat tahap terminasi inilah perawat dan pasien bersama-sama meninjau kembali proses pelayanan kesehatan yang telah di lalui. Perawat diharapkan dapat mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu serta membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.
Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi sebagian besar pasien dengan jumlah responden 147 (51,57 %) menyatakan
“puas”, pada tahap kerja didapatkan 186 (65,26%) responden menyatakan “puas” dan 208 (72,98 %) responden menyatakan “puas”
terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi.
Dari gambaran hasil keseluruhan tentang komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD Jogja, responden merasa puas dengan komunikasi terapeutik perawat baik itu tahap orientasi, tahap kerja maupun tahap terminasi. Komunikasi terapeutik yang di aplikasikan secara baik akan memberikan kenyamanan tersendiri kepada pasien sehingga membuat pasien merasa puas atas pelayanan yang diberikan terutama dalam hal komunikasi terapeutik. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Wahyudi, 2009) bahwa pasien
hanya akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi dari yang diharapkan12.
Pada dasarnya pasien sangat mengharapkan pelayanan optimal yang sesuai atau melebihi dari harapannya13. Salah saatu indikasi kepuasan konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit adalah kepuasan terhadap komunikasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat1. Dalam penelitian ini pasien merasa puas dengan komunikasi terapeutik yang di lakukan perawat di rawat jalan RSUD Jogja.
Kepuasan pasien merupakan hal paling penting yang harus diperhatikan oleh pelaku pelayanan jasa. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan klien akan pelayanan keperawatan adalah komunikasi terapeutik. Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD Jogja di nilai degan melakukan uji analisis regresi, pada tahap orientasi di dapatkan nilai t hitung > t tabel disertai nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien. Pada tahap kerja di dapatkan nilai t hitung > t tabel di sertai nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien. Untuk tahap terminasi didapatkan hasil analisis nilai t hitung > nilai t tabel disertai dengan nilai
(5)
19 signifikansi 0,000 (p< 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Jogja.
Tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien dapat di lihat dari nilai t hitung yang paling tinggi di antara ketiga tahap komunikasi yang telah di uji, nilai t hitung yang paling tinggi yaitu nilai t hitung pada tahap orientasi yaitu sebesar 5,374 sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik tahap orientasilah yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Jogja. Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius bagi perawat maupun klien. Bahkan prinsip dasar komunikasi terapeutik seringkali diabaikan oleh perawat.13. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh (Aswad, dkk 2015) denga judul hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di instalasi gawat darurat rsud dr. H. Chasan boesoirie ternate. Hasil analisis statistik didapatkan nilai p= 0,000 ini
berarti bahwa nilai p< α (0,05) yang berarti
terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di instalasi gawat darurat rsud dr. H. Chasan boesoirie ternate14.
Kepuasan klien dalam pelayanan kesehatan yang diberikan tidak lepas dari kemampuan perawat dalam berkomunikasi
baik verbal maupun non verbal. Dengan menunjukkan perhatian sepenuhnya, sikap yang ramah, bertutur kata yang lembut menunjukkan kualitas dan keberhasilan perawat akan meningkat secara optimal dan akan membuat pasien merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan15.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Jogja dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Jogja. Tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Jogja yaitu tahap orientasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik, Ed 2, ECG, Jakarta. 2.Damayanti M, 2008. Komunikasi teraupetik
dalam praktik keperawatan. PT Refika Aditama, Bandung.
3. Wijono D, 2008, Manajemen mutu rumah sakit dan kepuasan pasien. Duta Prima Airlangga, Surabaya.
4. Potter and Perry, 2005, Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktek, vol 1,edk 4. EGC, Jakarta. 5. Younis, J., Mbrouk, S., Kamal, F. 2015.
Effect of the planned therapeutic communication program in therapeutic communication skills of pediatric nurses. Vol 5, no 8.
(6)
20 6. Musrin, L., Irmayani., Kadir, A. 2012.
Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien diruangrawat inap RSUD Kabupaten buton utara, Vol 1, no 4.
Diakse 16 Spetember 2016
7.Lalongkoe, R. 2013. Komunikasi keperawatan, Graha Ilmu, Yogyakarta. 8. Hanafi I & Richard S.D, 2012,
„Keterampilan komunikasi interpersonal
perawat berpengaruh peningkatan
kepuasan pasien, Vol 5, no 2.
http://www.download.portalgaruda.org/arti cle.php?article
Diakses 29 januari 2016
9. Liang & Tang, 2013, „The chinese
community patient‟s life statisfication,
assesment of community medical service and trust in Community health delivery system health and quality of life outcomes.
http://www.hqlo.com/content/11/1/18. Diakses 24 maret 2015
10. Sherko, E., Sotiri, E., Lika, E. 2013.
Therapeutic communication. Vol 4, no 7. Diakses pada 20 November 2016
file:///C:/Users/LENOVO/Documents/Thes is%20MMR/JURNAL%201.pdf
11.Mundakir, 2006, Komunikasi keperawatan aplikasi dalam pelayanan. Edisi pertama,
EGC, Jakarta Hanafi I & Richard S.D,
2012, „Keterampilan komunikasi interpersonal perawat berpengaruh peningkatan kepuasan pasien, Vol 5, no 2.
http://www.download.portalgaruda.org/ar ticle.php?article
Diakses 29 januari 2016
12. Wahyudi, J, T, 2009. Komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien.
Diakses pada 19 September 2016
13. Triwibowo, H & Nur, H, 2011. Hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien akan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap kelas 3 shofa dan marwah rsi hasanah kota mojokert. Vol 5, no 2.
Diakses pada 19 September 2016
14 Aswad, S., Mulyadi., Lolong, J. 2015.
Hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pasien di instalasi gawat darurat RSUD DR.H Chasan Boesoirie Ternate, Vol 3, no 2. Di akses 14 Agustus 2016.
15. Sujatmiko, 2012. Hubungan komunikasi verbal dan non verbal perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kab madiun, Vol 2, no 1.