Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Petani dalam Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Desa Cikarawang.

TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PETANI
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
PERDESAAN DI DESA CIKARAWANG

WIDYA KRISTINA MANIK

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Tingkat
Partisipasi dan Taraf Hidup Petani dalam Program Pengembangan Usaha
Agribisnis di Desa Cikarawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Widya Kristina Manik
NIM I34120163

ABSTRAK
WIDYA KRISTINA MANIK. Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Petani dalam
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Desa Cikarawang. Di
bawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN dan SRIWULAN F.
FALATEHAN
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah bantuan modal
usaha pertanian bagi petani anggota, petani pemilik, petani penggarap, buruh tani
maupun rumah tangga tani. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis
karakteristik petani, faktor eksternal, tingkat partisipasi petani, dan taraf hidup
petani di Desa Cikarawang. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan data
kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan usia
petani mayoritas usia sedang yaitu 42-57 tahun, tingkat pendidikan petani termasuk
dalam kategori tinggi yaitu Sekolah Menengah Atas/Diploma/Sarjana, lahan

sempit, jumlah tanggungan keluarga termasuk dalam kategori sedang, tingkat
partisipasi petani tergolong non-partisipasi, dan tingkat taraf hidup termasuk dalam
kategori sedang. Hasil penelitian kemudian menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat partisipasi. Dan juga tidak
terdapat hubungan antara faktor eksternal dengan tingkat partisipasi. Selanjutnya
tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat perubahan taraf
hidup.
Kata Kunci: karakteristik petani, faktor eksternal, partisipasi, PUAP, taraf hidup

ABSTRACT
WIDYA KRISTINA MANIK. The Level of Participation and Living Standard of
Farmers in Rural Agribusiness Development Program (RADP) in Cikarawang
Village. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN and SRIWULAN F.
FALATEHAN.
Rural Agribusiness Development (PUAP) is a venture capital assistance for
member farmers farming, farmer owner, tenant farmers, farm workers and farm
households. The objectives of this study are to analyze the characteristics of
farmers, external factors, the level of participation of farmers, and the living
standard of farmers in Cikarawang. This research use quantitative approach and
supported by qualitative data. The results of research shows that the majority age

of farmers is middle age 42-57 years old, the level of education is Senior High
School/Diploma/Bachelor, low land area, the number of dependants family
included in middle level, and level of farmers participation is non-participation.
The level of living standards included in medium level. This research results showed
that there was no correlation between the farmer characteristics with participation
level. And also there is no correlation between the external factor with participation
level. Furthermore, there is no relationship between participation level with degree
of change in standard of living
Keyword: characteristic of farmers, external factors, participation, RADP,
standard of living

TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PETANI
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
PERDESAAN DI DESA CIKARAWANG

WIDYA KRISTINA MANIK
I34120163

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul Tingkat Partisipasi dan Taraf Hidup Petani dalam Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan di Desa Cikarawang ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan
tingkat partisipasi dan taraf hidup petani dalam program pengembangan usaha
agribisnis perdesaan di Desa Cikarawang. Berdasarkan hasil observasi lapang dan
analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru untuk
pengelolaan program pengembangan usaha agribisnis yang bijaksana. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama proses penulisan hingga
penyelesaian skripsi.
2. Sriwulan F. Faletehan, MSi sebagai dosen pembimbing dua yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Saharuddin, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan
saran dan kritik membangun untuk skripsi ini.
4. Asri Sulistiawati, MSi sebagai dosen penguji akademik yang telah
memberikan saran dan kritik membangun untuk skripsi ini.
5. Keluarga tercinta, Ayahanda Karmanus Manik dan Ibunda Oloria
Simarmata, abangku tercinta Feris Freddy Manik serta kedua kakakku
tersayang Normauli Natalia Manik dan Junita Elisabeth Manik, yang selalu
memberikan semangat, dukungan serta doa untuk penulis.
6. Bapak Ahmad Bastari (Ketua LKM-A Mandiri Jaya), Ibu Norma Yanti
(Sekretaris LKM-Mandiri Jaya) , dan Bapak Napi (Manajer Umum LKMA Mandiri Jaya), Ibu Enok Hasanah (Ketua KWT Mawar), Ibu Afriani
(Penyuluh Pendamping), dan semua warga Desa Cikarawang yang telah
menerima penulis dengan baik.

7. Sahabatku tercinta Wide, Kokom, Nanad, Zaza, Enci, Atika, Tyagita,
Angelina yang telah memberikan semangat dan menemani penulis dalam
proses penulisan skripsi.
8. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki) yang memberikan tempat
kepada penulis untuk bercerita dan segala bantuan serta doa.
10 Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 49 yang telah berjuang
bersama-sama sejak TPB, yang selalu bersama saat suka dan duka, dan
selalu memotivasi penulis.
Bogor, September 2016

Widya Kristina Manik

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

7
7


Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

7

Karakteristik Petani

9

Tingkat Partisipasi

10

Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi

15

Pekerja Pengembangan Masyarakat atau Pendamping

16


Peran Pendamping

17

Taraf Hidup

18

Kerangka Pemikiran

19

Hipotesis Penelitian

21

PENDEKATAN LAPANGAN

22


Metode Penelitian

23

Lokasi dan Waktu

24

Teknik Pengumpulan Data

24

Teknik Penentuan Responden dan Informan

25

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

25


Uji Korelasi Rank Spearman
Defenisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Profil Desa Cikarawang

26
26
31
31

Kondisi Geografis dan Demografis

31

Karakteristik Sosial dan Pendidikan

32

Karakteristik Ekonomi

34

Gabungan Kelompok Tani Mandiri Jaya

34

Program PUAP di Desa Cikarawang

35

Kondisi Penerima Program PUAP

38

Status Keanggotaan

38

Jumlah Peminjam

38

Profil LKM-A Mandiri Jaya
KARAKTERISTIK PETANI DAN FAKTOR EKSTERNAL

39
43

Usia Petani

43

Tingkat Pendidikan

44

Luas Lahan

45

Jumlah Tanggungan Keluarga

46

Peran Pemimpin

46

Peran Pendamping

47

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN
USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
49
Tingkat Partisipasi Nonpartisipasi

50

Tingkat Partisipasi Tokenisme

51

Tingkat Partisipasi Citizen Power

52

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI DAN FAKTOR
EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI

55

Hubungan Usia Petani dengan Tingkat Partisipasi Petani

55

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Petani

56

Hubungan Luas Lahan Kering dengan Tingkat Partisipasi Petani

58

Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Tingkat Partisipasi Petani 59
Hubungan Peran Pemimpin dengan Tingkat Partisipasi Petani

61

Hubungan Peran Pendamping dengan Tingkat Partisipasi Petani

62

Ikhtisar

64

HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PETANI
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
PERDESAAN (PUAP)

66

Tingkat Taraf Hidup

67

Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Taraf Hidup Petani dalam Program
PUAP

78

Ikhtisar

80

SIMPULAN SARAN

82

Simpulan

83

Saran

84

DAFTAR PUSTAKA

85

LAMPIRAN

91

RIWAYAT HIDUP

121

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

15.

16.
17.

18.

19.

Jumlah penduduk Desa Cikarawang berdasarkan jenis kelamin
tahun 2010
Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang
berdasarkan rentang usia tahun 2011 dan 2012
Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang
berdasarkan tingkat pendidikan formal tahun 2012
Jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan di Desa Cikarawang
tahun 2013
Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang
berdasarkan struktur mata pencaharian masyarakat Desa
Cikarawang
Daftar Kelompok Tani Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor Tahun 2016
Perubahan Modal LKM-A Mandiri Jaya

32

Jumlah dan persentase responden berdasarkan status
keanggotaan Program PUAP 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan peminjam per
tahun Program PUAP 2016
Jumlah dan presentase usia responden penerima dana PUAP
Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan presentase tingkat pendidikan petani penerima dana
PUAP Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase luas lahan yang dimanfaatkan penerima
dana PUAP Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase jumlah tanggungan keluarga responden
penerima dana PUAP Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut peranan pemimpin
dalam mengajak petani berpartisipasi pada program PUAP
Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut peranan pemimpin
dalam mengajak petani berpartisipasi pada program PUAP
Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi petani penerima
program PUAP di Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut usia dan tingkat
partisipasi petani dalam program PUAP di Desa Cikarawang
tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut pendidikan dan tingkat
partisipasi petani dalam program PUAP di Desa Cikarawang
tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut luas lahan dan tingkat
partisipasi petani dalam program PUAP di Desa Cikarawang
tahun 2016

39

32
33
33
34

36
37

39
43
44
45
46
47

48

49
56

57

58

20.

21.

22.

23.

24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.

Jumlah dan persentase petani menurut jumlah tanggungan
keluarga dan tingkat partisipasi petani dalam program PUAP di
Desa Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut tingkat peran pemimpin
dan tingkat partisipasi petani dalam program PUAP di Desa
Cikarawang tahun 2016
Jumlah dan persentase petani menurut tingkat peran
pendamping dan tingkat partisipasi petani dalam program
PUAP di Desa Cikarawang tahun 2016
Hubungan antara karakteristik petani dan faktor eksternal
dengan tingkat partisipasi petani pada program PUAP di Desa
Cikarawang tahun 2016.
Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat taraf hidup
2016
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenis perolehan
pangan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenis lantai
bangunan tempat tinggal
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenis dinding rumah
terluas
Jumlah dan persentase petani berdasarkan fasilitas tempat
buang air besar/WC
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenis perolehan
sumber air minum
Jumlah dan persentase petani berdasarkan sumber penerangan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenis bahan bakar
Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat kesanggupan
pengobatan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat kesanggupan
pengobatan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan jenjang pendidikan
terakhir di keluarga
Jumlah dan persentase petani berdasarkan kepemilikan alat
transportasi
Jumlah dan persentase petani berdasarkan kepemilikan aset
Jumlah dan persentase petani berdasarkan pendapatan selama
satu bulan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan pengeluaran
konsumsi pangan dan non pangan selama satu bulan
Jumlah dan persentase petani berdasarkan pengeluaran
konsumsi pangan dan non pangan selama satu bulan

60

61

62

64

68
69
70
70
71
72
72
73
73
74
75
75
76
76
77
79

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Delapan tingkat dalam tangga partisipasi masyarakat
Kerangka pemikiran tingkat partisipasi dan taraf hidup petani
dalam Program PUAP
Tingkat partisipasi petani dalam Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan di Desa Cikarawang
Persentase taraf hidup petani sebelum dan sesudah mengikuti
Program PUAP
Perbandingan perubahan kondisi taraf hidup petani dari
berbagai indikator pada tingkat tinggi sebelum dan sesudah
mengikuti program PUAP

15
20
52
68
78

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Peta Desa Cikarawang
Data Anggota LKM-A Mandiri Jaya di Desa Cikarawang
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
Struktur Gapoktan Mandiri Jaya Desa Cikarawang Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor
Struktur Gapoktan Mandiri Jaya Desa Cikarawang Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor
Kuesioner
Panduan wawancara mendalam
Uji realibilitas
Uji korelasi Rank Spearman
Tulisan Tematik
Defenisi operasional
Dokumentasi kegiatan

92
93
96
97
98
99
106
107
107
111
115
120

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan potensi
sumberdaya alamnya serta didukung dengan kondisi iklim yang baik untuk
mengembangkan potensi sektor pertanian. Itu artinya pertanian memegang
peranan penting dalam kondisi perekonomian nasional. Akan tetapi,
permasalahan kemiskinan masih saja menjadi masalah yang cukup serius. Hal
ini disebabkan masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan
pertanian di pedesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2008 jumlah penduduk miskin di desa (penduduk dengan pengeluaran
per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan) tercatat 22,19 juta jiwa,
tahun 2009 berjumlah 20,62 juta jiwa, tahun 2010 berjumlah 19,93 juta jiwa ,
pada bulan Maret tahun 2011 berjumlah 18,97 juta jiwa, Maret tahun 2012
berjumlah 18,49 juta jiwa, Maret tahun 2013 berjumlah 17,74 juta jiwa, pada
tahun 2014 berjumlah 28,28 juta jiwa, ini menunjukkan adanya penurunan
jumlah penduduk miskin dari tahun 2008 hingga 2014. Kemiskinan menjadi
perhatian internasional telah mendorong pemerintah menetapkan
penanggulangan kemiskinan menjadi komitmen nasional dan prioritas utama
RPJMN 2009-2014 (Kemsos 2012)1. Dalam rangka menurunkan angka
kemiskinan yang menjadi prioritas nasional telah diwujudkan berbagai
program pembangunan nasional yang berpihak pada penduduk miskin,
peningkatan ekonomi masyarakat, pengurangan pengangguran dan dapat
mensejahterakan secara nasional. Upaya menanggulangi kemiskinan telah
menunjukkan hasil oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis
pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak pada pengurangan penduduk miskin2.
Struktur pembangunan pedesaan ditandai oleh salah satu komponen
yaitu lembaga pengkreditan. Badan kredit perdesaan merupakan suatu
lembaga yang dibentuk atau dibina oleh pemerintah untuk memperbaiki
keadaan ekonomi masyarakat pedesaan, dengan pemberian kredit untuk
menambah produktifitas petani dan menciptakan tambahan kesempatan kerja
di pedesaan. Kredit yang diberikan harus mudah prosedurnya, lebih murah
biayanya, tetapi penggunaannya harus terarah untuk kegiatan-kegiatan yang
produktif. Salah satu program pemerintah (top down) yang bertujuan untuk
mengurangi kemiskinan dan pengangguran pada masyarakat adalah Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia petani
yaitu dengan ikut berpartisipasi dalam pembangunan pertanian terutama
dalam pemanfaatan dana PUAP. Melalui PUAP ini dapat mengatasi upaya
1

Kementrian Sosial. 2012. Penanganan Fakir Miskin. [internet]. [dikutip 15 Februari
2016].Dapat diunduh
dari:
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=16881
2
Ibid.,

2

penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses
pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat,
terutama petani dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai
objek melainkan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Upaya dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan
lapangan kerja di perdesaan, Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu,
Sulawesi Tengah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Berdasarkan Peraturan Kementerian
Pertanian No 16 Tahun 2008 (Permentan/OT.140/2/2008) PUAP memiliki
tujuan untuk (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui
penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis diperdesaan
sesuai dengan potensi wilayah; (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha
agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; (3)
memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan usaha agribisnis; (4) serta meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka
akses ke permodalan. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal
usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani
maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)
merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan
modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam
pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN diharapkan dapat
menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani untuk
mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan
menciptakan lapangan kerja diperdesaan.
Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh
tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah
adalah salah satu indikator keberhasilan program PUAP. Hal ini tidak selaras
dengan hasil penelitian Suryadi et al. (2012) yang menunjukkan pengaruh
dari pelaksanaan program PUAP masih sangat kecil untuk meningkatkan
pendapatan usaha tani di Kabupaten Purwakarta, dan juga masih kurangnya
pembinaan dan pengawasan lebih lanjut dari berbagai pihak yang terkait
dengan pelaksanaan program PUAP. Gabungan kelompok (Gapoktan) selaku
pengelola dana BLM-PUAP juga belum dapat mengembangkan bantuan
modal untuk dapat melayani petani dalam mengembangan usaha agribisnis.
Padahal dalam pedoman umum PUAP secara eksplisit dinyatakan bahwa
program PUAP ditujukan untuk berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga
ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani yang mampu memfasilitasi
bantuan modal usaha untuk seluruh anggotanya, baik petani pemilik,
penggarap, buruh tani maupun rumah tangga petani. Oleh karena itu
keterlibatan kebijakan pemerintah yang dapat diambil dari hasil penelitian ini
adalah perlunya pembinaan dan pengawasan lebih lanjut dari berbagai pihak
yang terkait dengan pelaksanaan program PUAP, agar program tersebut tepat
sasaran dan gabungan kelompok (Gapoktan) selaku pengelola dana BLMPUAP dapat mengembangan bantuan modal tersebut sehingga gapoktan

3

dapat menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) atau Bank
Desa yang dapat melayani petani dalam mengembangan usaha agribisnisnya.
Hasil penelitian Ayu (2011) menemukan bahwa pogram PUAP di Desa
Citapen dapat membantu anggota dengan bantuan modal yang diberikan, hal
ini sesuai dengan tujuan PUAP itu sendiri yaitu memberikan bantuan modal
kepada petani. Anggota Gapoktan dapat meneruskan usahanya serta
membentuk usaha baru bagi sebagian anggota. Program PUAP di Desa
Citapen berjalan cukup berhasil. Sama halnya dengan hasil penelitian yang
dilakukan Erna et al. (2014) bahwa pemberian dana PUAP memiliki
pengaruh terhadap pendapatan anggota kelompok Simantri, bantuan dana
tersebut berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan produksi dan
peningkatan pendapatan para petani. Dengan memperoleh dana maka petani
juga akan memperbesar dan memperluas usahanya, pemberian dana akan
menambah modal kerja.
Partisipasi petani dalam program PUAP dapat dinilai melalui beberapa
tahapan yaitu pembuat keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi.
Penelitian Anantanyu (2009) menjelaskan tingkat partisipasi petani dalam
kelembagaan kelompok petani rendah dalam mendukung keberadaan
kelembagaan kelompok petani. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya
pendidikan formal, rendahnya pendapatan petani, tingkat partisipasi sosial
petani yang juga rendah, serta kurang terpenuhinya tingkat kebutuhan petani,
dan kurangnya dukungan penyuluhan yang partisipatif. Padahal dengan
adanya perlibatan partisipasi petani secara aktif diharapkan dapat
menimbulkan keberhasilan dalam program PUAP sehingga tercapai
keberlanjutan program PUAP.
Pencapaian tujuan PUAP yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan
menciptakan lapangan kerja diperdesaan dan memberikan bantuan dalam
bentuk modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani
penggarap, buruh tani maupun rumahtangga tani. Terdapat beberapa desa di
Kabupaten Bogor yang menerima PUAP, salah satu desa penerima program
dana PUAP adalah Desa Cikarawang RT 04 RW 03, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Cikarawang memiliki satu
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yaitu Gapoktan Mandiri Jaya yang
merupakan Gapoktan penerima PUAP. Program PUAP menekankan
pentingnya partisipasi anggota Gapoktan dalam program tersebut. Adanya
PUAP diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih sejahtera bagi
petani dan kelompok taninya. Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk
mengkaji lebih lanjut bagaimana tingkat partisipasi dan taraf hidup
petani dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di
Desa Cikarawang?

4

Perumusan Masalah
Gabungan Kelompok Tani merupakan kelembagaan tani pelaksana
PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Anggota
kelompok tani merupakan subjek yang dirancang sebagai pelaksana
pembangunan di daerahnya masing-masing. Di Kecamatan Dramaga,
Gapoktan Mandiri Jaya telah berdiri lama sejak tahun 2007. Gapoktan
Mandiri Jaya merupakan kelembagaan tani pelaksana program PUAP di Desa
Cikarawang yang sudah menerima bantuan program PUAP sejak tahun 2010.
Sebagian besar petani di Desa Cikarawang merupakan anggota kelompok
tani, walaupun ada yang sebagian memilih untuk tidak bergabung. Aktivitas
dari seorang anggota tidak lepas dari karakteristik yang dimiliki dari anggota
kelompok tani itu sendiri. Karakteristik petani dapat dijadikan penentu
anggota petani untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan program PUAP.
Partisipasi petani menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan program
PUAP, maka dapat dipastikan bahwa partisipasi petani akan dapat diperoleh
jika program pembangunan memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
petani. Keterlibatan yang dilakukan petani dalam program PUAP diharapkan
dapat mengefektifkan program baik dari ketepatan sasaran, kesesuaian
tujuan, maupun intensitas yang dicapai oleh setiap anggota. Oleh karena itu
penting untuk menganalisis hubungan karakteristik petani dengan
tingkat partisipasi petani dalam program PUAP.
Faktor eksternal merupakan faktor diluar dari karakteristik petani.
Faktor eksternal terdiri atas peran pemimpin dan peran pendamping yang
mempunyai sifat mendukung dan mempengaruhi partisipasi petani dalam
program PUAP, sehingga penting untuk dibahas bagaimana hubungan
faktor eksternal dengan tingkat partisipasi petani dalam program
PUAP. Merujuk pada tujuan PUAP yaitu yaitu mengurangi tingkat
kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja diperdesaan serta keberhasilan
output dan outcome PUAP yaitu tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani
dan meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh
tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani, PUAP difokuskan untuk
mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para
petani di perdesaan. PUAP juga mensyaratkan partisipasi aktif, kesadaran
kritis, dan kemandirian masyarakat dalam pelaksanaan program ini di
masyarakat (Kementan 2010). Partisipasi petani penerima program PUAP
dalam mengelola PUAP jika dilakukan secara terorganisir dan terkoordinir
mampu mengantarkan pada perkembangan program PUAP salah satunya
yaitu peningkatan pendapatan anggota dan jika berkelanjutan akan memberi
dampak pada taraf hidup petani. Pada penelitian Ayu (2011) program PUAP
di Desa Citapen menunjukkan bahwa program tersebut dapat membantu
anggota dengan bantuan modal yang diberikan. Anggota gapoktan dapat
meneruskan usahanya serta membentuk usaha baru mereka. Program PUAP
di Desa Citapen dapat berjalan cukup berhasil. Hal tersebut mendorong
penelitian ini untuk meneliti bagaimana hubungan tingkat partisipasi
petani dalam program PUAP dengan taraf hidup petani di Desa
Cikarawang.

5

Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi
dan taraf hidup petani dalam program PUAP di Desa Cikarawang. Tujuan
spesifik dari penelitian ini yaitu:
1. menganalisis hubungan karakteristik petani dengan tingkat partisipasi
petani dalam program PUAP
2. menganalisis faktor eksternal dengan tingkat partisipasi petani dalam
program PUAP
3. menganalisis hubungan tingkat partisipasi dengan taraf hidup petani dalam
program PUAP
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk banyak pihak.
1. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
mengenai tingkat partisipasi dan taraf hidup petani petani dalam program
PUAP. Penelitian ini juga diharapkan menjadi literatur serta rujukan bagi
peneliti yang ingin melakukan penelitian secara mendalam berkaitan
dengan topik dan penelitian ini atau bagi peneliti yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan
pertimbangan khususnya bagi tim pengelola PUAP Pusat hingga Daerah
dalam menyusun dan mengambil kebijakan yang berkaitan dengan tingkat
partisipasi dan taraf hidup petani dalam program PUAP.
3. Bagi petani
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan informasi petani
akan pentingnya berpartisipasi dalam program PUAP sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup petani

6

7

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
Badan Pusat Statistik melaporkan pada tahun 2014 sebanyak 5.962 desa
di Jawa Barat dan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian,
dan petani kecil masih berhadapan dengan kemiskinan. Permasalahan
mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber
permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah.
Program PUAP adalah bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani
anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah
tangga tani. Tujuan umum program PUAP diantaranya adalah : (1)
mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi
wilayah; (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus
gapoktan; penyuluh dan penyelia mitra tani; (3) memberdayakan
kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan
usaha agribisnis; (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani
menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke
permodalan. Selanjutnya sasaran PUAP yaitu diantaranya adalah (1)
berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/tertinggal sesuai
dengan potensi pertanian desa; (2) berkembangnya 10.000 gapoktan/poktan
yang dimiliki dan dikelola oleh petani; (3) meningkatnya kesejahteraan
rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala
kecil, buruh tani; dan (4) berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang
mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman (Kementan 2008)
Indikator keberhasilan PUAP terdiri dari indikator keberhasilan output
dan indikator keberhasilan outcome. Indikator keberhasilan output antara lain
adalah tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah
tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian dan
terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya
manusia pengelola Gapoktan, penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani.
Sedangkan indikator keberhasilan outcome antara lain, yaitu (1)
meningkatnya kemampuan gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola
bantuan modal usaha untuk petani angota baik pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga tani; (2) meningkatnya jumlah petani, buruh
tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha; (3)
meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan;
dan (4) meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh
tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.
Indikator ketiga yaitu indikator benefit dan impact yang antara lain adalah (1)
berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di
lokasi desa PUAP; (2) berfungsinya gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang

8

dimiliki dan dikelola oleh petani; dan (3) berkurangnya jumlah petani miskin
dan pengangguran di perdesaan3.
Hasil penelitian Hafinuddin et al. (2013) ditemukan bahwa
keberhasilan output program PUAP di Desa Kamurang berada pada kategori
tinggi dengan persentase 79,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa gapoktan
telah berhasil memberikan hasil langsung dari pelaksanaan program yang
dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota. Tersalurkannya dana bantuan
untuk membiayai usaha produktif anggota dan tersedianya fasilitas penunjang
kegiatan kelompok dan kegiatan usahatani merupakan ciri pelaksanaan
program yang berhasil memberikan manfaat. Sebagian besar anggota
menyatakan jumlah bantuan yang disalurkan oleh gapoktan telah sesuai
dengan kebutuhan, hal tersebut mengacu pada rencana usaha anggota (RUA).
Untuk keberhasilan outcome program PUAP di Desa Kamurang berada pada
kategori tinggi dengan persentase sebesar 75%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa gapoktan telah berhasil memberikan manfaat kepada anggota melalui
peningkatan kemampuan gapoktan dalam mengelola bantuan dan
peningkatan jumlah petani yang memperoleh bantuan modal. Sebagian besar
anggota berpendapat bahwa kemampuan gapoktan dalam mengelola
penyaluran bantuan sudah baik, hal ini dicirikan dengan penyaluran bantuan
yang tepat sasaran. Sebagian besar bantuan yang telah disalurkan dapat
dikembalikan lagi kepada gapoktan. Selain itu, fasilitas penunjang usahatani
yang dikelola oleh gapoktan bertambah dibandingkan dengan tahun
sebelumnya begitu pula dengan skala usaha yang dijalankannya. Serta
keberhasilan benefit dan impact program PUAP di Desa Kamurang berada
pada kategori sedang dengan persentase sebesar 56,5%. Kategori
keberhasilan benefit dan impact yang sedang menunjukkan bahwa gapoktan
cukup berhasil memberikan manfaat dan dampak jangka panjang dari
program PUAP yang telah dilaksanakannya.
Hasil penelitian dari beberapa daerah sudah dapat diketahui
perkembangan PUAP yang menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP
mampu memberi manfaat peningkatan pendapatan petani dan di daerah lain
ada yang tidak memberi peningkatan pendapatan. Berbeda dengan hasil
penelitian Suandi et al. (2012) yang menunjukkan bahwa program PUAP di
Kabupaten Muaro Jambi melalui manajemen sumberdaya gapoktan memang
berpengaruh positif sangat nyata terhadap peningkatan kesejahteraan petani,
tetapi berdasarkan hasil FGD menunjukkan bahwa bantuan program PUAP
tidak dikelola dengan baik oleh pengurus gapoktan karena tingkat
penggunaan dana tersebut banyak tidak sesuai dengan tujuan dari program
PUAP bahkan ada diantara anggota gapoktan memanfaatkan dana ini untuk
kebutuhan konsumtif rumahtangga petani.
Pada penelitian Ramina et al. (2014) menjelaskan bahwa program
PUAP berpengaruh terhadap produksi usahatani, pendapatan dan biaya
usahatani di Desa Bedaha dan Dessa Tunas Harapan. Ini dapat dilihat dari
rerata produksi usahatani pada petani yang sudah menerima dan belum
menerima dana PUAP. Dengan adanya pelatihan, pendidikan, kursus-kursus
dan kunjungan dari PPL tentang manfaat bantuan dana PUAP akan
3

http://www.deptan.go.id/index1.php diunduh pada tanggal 10 Februari 2016.

9

menambah modal dan pengetahuan petani sehingga pendapatan petani akan
meningkat. Hasil penelitian Siregar et al. (2013) juga menjelaskan bahwa
bantuan dana yang diberikan oleh PUAP di Desa Kuta Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya, petani menjadi lebih mandiri dalam usaha taninya karena
lebih mudah dalam penyediaan alat-alat dan dengan modal yang dimiliki,
para petani juga bisa memperbesar skala usahanya secara intensifikasi yaitu
dengan penggunaan bibit unggul dan perawatan yang lebih baik dari
penanaman hingga panen sehingga hasil yang diperoleh juga lebih maksimal
dan lebih berani dalam menanggung segala resiko kegagalan.
Karakteristik Petani
Penelitian Kogoya et al. (2015) menjelaskan bahwa karakteristik
masyarakat diantaranya adalah umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan
mempengaruhi partisipasi masyarakat Hasil penelitian Rafik et al. (2013)
juga menunjukkan faktor usia, pendidikan, dan pekerjaan sangat berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Kaawoan (2014) menemukan bahwa
adalah karakteristik responden dilihat dari usia responden yang menerima
dana PUAP dan pendampingan dari petani (Penyuluh dan Lembaga Terkait),
selain itu tingkat pendidikan juga mempengaruhi responden untuk
berpartisipasi. Jumlah responden berumur terbanyak berada pada interval
umur 49-61 tahun yaitu 42%. Tingkat responden yang paling banyak yaitu
pada tingkat SMA 52%. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa usia
tidak membatasi petani untuk usaha tani. Pendapatan dan luas lahan sawah
bertambah setelah menerima dana PUAP. Berbeda dengan penelitian
Yuwono dan Prasodjo (2012) menemukan tidak terdapat hubungan nyata/
signifikan antara tingkat pendidikan formal dengan tingkat akses dari
komponen program PUAP. Hal ini menandakan walaupun berpendidikan
rendah, sedang maupun tinggi tidak menghalangi untuk mendapatkan
permodalan, pelatihan dan pendampingan dari program PUAP. Oleh karena
itu, tingkat pendidikan formal tidak mempengaruhi tingkat akses dari
komponen program PUAP. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil
penelitian Sulistiawati (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan
formal tidak berhubungan nyata dengan dengan tingkat kontrol baik pada
Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP (Simpan Pinjam untuk Kelompok
Perempuan).
Penelitian Siregar et al. (2013) menunjukkan adanya hubungan antara
karakteristik masyarakat terhadap kegiatan program PUAP yaitu pendidikan
formal yang pernah diikuti oleh masyarakat petani ini adalah pendidikan
SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) walaupun banyak pada tingkat
sekolah dasar. Pendidikan yang diperoleh oleh masyarakat mempengaruhi
tingkat wawasan dan berpengaruh terhadap kegiatan atau tindakan yang akan
diambil oleh masyarakat untuk memilih jenis usaha yang akan mereka
usahakan. Jumlah tanggungan berpengaruh terhadap pengeluaran
masyarakat, semakin banyak jumlah tanggungan, maka akan semakin banyak
pengeluaran untuk dikeluarkan. Semakin sedikit jumlah tanggungan, maka
semakin sedikit pula pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh masyarakat.
Penelitian Karim et al. (2012) menunjukkan terdapat hubungan yang erat dan
positif antara umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tangungan petani dengan

10

kemampuan teknis penerapan teknologi budidaya cabe. Petani muda akan
relatif dinamis dan lincah dengan kondisi fisiknya, sedangkan petani tua
kurang gesit. Tingkat pendidikan formal pada dasarnya sangat mempengaruhi
petani dalam mengelola usahataninya, baik pada tahap perencanaan maupun
tahap pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil dapat
menimbulkan keuntungan bagi petani. Besarnya jumlah tanggungan keluarga
petani akan mempengaruhi rasa tanggung jawab petani terhadap kebutuhan
keluarganya. Dalam keadaan seperti ini petani akan berusaha sebatas
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Penelitian Manyamsari dan Mujiburrahmad (2014) menjelaskan bahwa
karakteristik petani yang berhubungan secara signifikan dengan kompetensi
petani lahan sempit adalah pendidikan formal dan luas lahan. Ini
menunjukkan bahwa pendidikan formal berhubungan secara signifikan
dengan bidang kompetensi petani yaitu pemasaran hasil usaha, panen dan
penanganan pascapanen. Keadaan mencerminkan bahwa semakin tinggi
pendidikan formal petani semakin tinggi pula tingkat kompetensi yang
dimilikinya. Untuk luas lahan yang digarap petani sangat berhubungan erat
dengan tanggungan dan pendapatan petani. Hal ini menggambarkan bahwa
semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani, semakin banyak jenis usaha
yang bisa dilakukan. Petani yang lahannya luas dan sedang lebih
mementingkan bidang kompetensi kombinasi cabang usaha, sedangkan
petani yang lahannya sempit lebih mementingkan jiwa kewirausahaan.
Penelitian Azis dan Langi (2010) menemukan bahwa usia menentukan
penerimaan inovasi dimana semakin muda umur responden semakin tinggi
kecenderungan menerima suatu inovasi.
Tingkat Partisipasi
Petani berpartisipasi dalam PUAP hendaklah bersifat emansipatif
artinya petani harus memiliki kesadaran bahwa program PUAP itu adalah
dari, oleh dan untuk masyarakat. Keberhasilan pembangunan dilihat dari
adanya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pencapaian program
PUAP yang di buat oleh pemerintah sebagaimana visi pemerintah dalam
menciptakan kesejahteraan untuk petani. Penelitian Simanullang et al. (2013)
menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mencakup tahap perencanaan,
implementasi kegiatan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
pembangunan pada program PNPM. Partisipasi masyarakat dalam
perencanaan dan implementasi kegiatan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan pada program PNPM-MP.
Sementara, partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan berpengaruh
positif tapi tidak signifikan terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan
pada program PNPM-MP. Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahap evaluasi
yang berperan aktif adalah para pelaku PNPM-MP baik dari tingkat
Kecamatan, Kabupaten, fasilitator, LSM, dan lain-lain dan hanya sebagian
kecil yang merupakan partisipasi masyarakat. Selanjutnya penelitian
Orocomna (2013) menunjukkan partisipasi masyarakat Desa Meristim dalam
bentuk pikiran, partisipasi dalam bentuk tenaga, partisipasi dalam bentuk
uang/materi, dan partisipasi dalam mengevaluasi hasil pembangunan. Hasil
penelitian Darmawi (2014) menunjukkan partisipasi masyarakat dalam

11

pelaksanaan PNPM-MP di Desa Talang Leak I diwujudkan juga dalam
partisipasi pemikiran, partisipasi tenaga, partisipasi keahlian, partisipasi
barang, dan partisipasi uang. Dari lima jenis partisipasi yang dikaji, ternyata
bentuk partisipasi tenaga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam
pengerjaan proyek PNPM-MP.
Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan
dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam
keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan
melalui sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi.
Keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam
evaluasi pada pelaksanaan program. Uphoff et al. menekankan pada
keterlibatan petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Menurut Arnstein
(1969) mengatakan bahwa partisipasi petani merupakan istilah kategoris
untuk kekuasaan warga negara yang merupakan redistribusi kekuasaan yang
memungkinkan warga negara miskin ikut dalam proses politik dan ekonomi.
Proses politik ini meliputi proses pengambilan keputusan, menetapkan tujuan
dan kebijakan, melaksanakan program dan merasakan manfaat. Dari dua
pendapat tersebut dapat dibedakan bahwa dalam memahami konsep
partisipasi, Arnstein menekankan pada redistribusi kekuasaan kepada petani
miskin dalam proses politik dan ekonomi, sedangkan Uphoff et al.
menekankan pada keterlibatan petani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Namun dari keduanya dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya dengan
partisipasi akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani khususnya
peningkatan taraf hidup petani. Uphoff et al. (1979) membagi partisipasi
masyarakat ke dalam empat tahapan.
1. Tahap perencanaan
Ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang
merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta
menyusun rencana kerjanya. Secara lebih spesifik, partisipasi ini melihat
peran masyarakat dalam memberikan keseluruhan ide, formulasi pilihan,
evaluasi pilihan dan membuat keputusan atas pilihan-pilihan tersebut.
Melihat strategi yang terbaik untuk mengambil keputusan dan melihat
dampak dari keputusan tersebut.
2. Tahap pelaksanaan
Merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari
pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan
pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai
anggota proyek.
3. Tahap menikmati hasil
Dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada
tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi
masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat
proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
Partisipasi ini melihat bagaimana sebuah program memberikan keuntungan
bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga jenis keuntungan yaitu, keuntungan
materi, sosial dan pribadi. Partisipasi ini relatif pasif, namun inilah tujuan

12

yang diinginkan dari adanya sebuah program. Partisipasi dalam mendapatkan
manfaat merupakan tujuan yang diinginkan, hal ini dapat terwujud melalui
partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, dan evaluasi. Pada
penelitian Santunnia (2015) dijelaskan bahwa bahwa partisipasi dalam
mendapatkan manfaat merupakan tujuan yang diinginkan, hal ini dapat
terwujud melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi,
dan evaluasi. Manfaat material pada dasarnya berupa barang-barang privat
(private goods), misalnya peningkatan konsumsi, pendapatan, ataupun
kepemilikan aset. Manfaat sosial pada dasarnya adalah barang publik (public
goods), misalnya pelayanan fasilitas seperti sekolah, klinik kesehatan, sistem
irigasi, atau pembangunan jalan. Manfaat pribadi biasanya adalah yang paling
diinginkan, namun seringkali tidak dapat tercapai karena manfaat ini
cenderung hanya dapat dirasakan oleh anggota kelompok atau sektor yang
mempunyai lebih banyak kekuatan sosial dan politik.
4. Tahap evaluasi
Dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap
sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi ini berupa penilaian terkait
pencapaian program, serta memberikan masukan dan arahan bagi program
agar lebih berkembang. Kemungkinan besar petani setempat atau pemimpin
lokal tidak akan berpartisipasi dalam mengevaluasi proyek, kecuali evaluasi
secara khusus diatur dalam desain proyek. Aparat pemerintah mungkin akan
dilibatkan dalam mengulas anggaran tahunan proyek, namun pada level lokal
tidak ada yang dilibatkan. Arnstein memiliki pendapat bahwa partisipasi
mempunyai tingkatan atau level yang dilihat dari seberapa jauh masyarakat
terlibat dalam program ataupun seberapa sering masyarakat terlibat dalam
setiap bagian program. Suroso et al. (2014) menjelaskan tingkat partisipasi
masyarakat berdasarkan pengertian Arnstein, dimana dalam suatu program
dapat dilihat dari seberapa jauh peran masyarakat terhadap penguasa dalam
program. Nasdian (2014) menjelaskan tingkat partisipasi Arnstein yang
terdiri atas delapan tangga tingkatan partisipasi yang dapat mengukur
seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam program.
Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Manipulation (Manipulasi)
Masyarakat dianggap sebagai formalitas semata dan untuk
dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi
masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai
alat publikasi oleh golongan penguasa.
2. Therapy (Terapi)
Penguasa menganggap ketidakberdaayan masyarakat sebagai penyakit
mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu
perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai
sekelompok orang yang memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk
menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.
3. Informing (Menginformasikan)
Memberi informasi kepada masyarakat akan haknya, tanggung jawab,
dan pilihan mereka merupakan langkah yang sangat penting dalam
pelaksanaan partisipasi masyarakat namun seringkali pemberian informasi

13

dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat
tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak
memiliki kekuatan untuk negosiasi.
4. Consultation (Konsultasi)
Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju
partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu
karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara
yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan
warga dan dengar pendapat. Partisipasi mereka diukur dari frekuensi
kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang
dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab.
5. Placation (Pendamaian)
Tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun
dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan
diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan
masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah
yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan
memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu
lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang
kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah
dikalahkan dan diakali.
6. Partnership (Kemitraan)
Tingkat kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang
kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul
tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan
ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak
mengalami perubahan secara sepihak.
7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)
Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah yang kurang
memiliki legitimasi bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan
pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini
masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan
dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang
peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut.
Mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan
tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.
8. Citizen Control (Kontrol warga negara)
Tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa
kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada
mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek
manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang
akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat
berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh
bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
Penelitian Liandra (2014) menjelaskan delapan anak tangga tersebut dan
menggambarkan tipologi tingkatan partisipasi sebagai berikut.
1. Nonparticipation (tidak ada partisipasi), tipologi yang pertama ini
ditempati oleh dua anak tangga terbawah yaitu manipulasi

14

2.

3.

(manipulation) dan terapi (therapy). Dua tingkat nonpartisipasi ini
telah didesain oleh beberapa orang untuk menggantikan partisipasi
yang sesungguhnya. Tujuan sebenarnya menggambarkan bukan untuk
memberi kesempatan petani berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan atau pelaksanaan program, tetapi hanya sekedar sosialisasi
agar petani tidak marah.
Degrees of tokenism (derajat penghargaan), tingkat partisipasi yang
menggambarkan adanya tingkat penghargaan adalah tingkat
partisipasi pada anak tangga informasi (informing), konsultasi
(consultation), dan placation. Pada tingkatan informasi dan
konsultasi, telah memungkinkan petani miskin untuk mendengar dan
didengar, namun mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk
memastikan bahwa pandangan mereka akan diperhatikan oleh mereka
yang berkuasa. Ketika partisipasi dibatasi pada tahap ini maka tidak
ada jaminan bagi petani miskin dan petani yang tidak punya
kekuasaan untuk bisa mengubah keputusan. Tangga placation
menggambarkan penghargaan pada tingkatan yang lebih tinggi.
Tingkatan ini memungkinkan petani miskin untuk menasehati atau
berpendapat, namun keputusan tetap menjadi hak pemegang
kekuasaan (powerholder).
Degrees of citizen power (derajat kekuasaan petani), pada tipologi
tertinggi ini terdapat tiga anak tangga yaitu partnership, delegated
power, dan citizen control. Anak tangga keenam yaitu Partnership,
memungkinkan petani untuk bernegosiasi dan terlibat tawar-menawar
dengan pemegang kekuasaan tradisional. Pada anak tangga paling
atas, yaitu delegasi kewenangan anak tangga ketujuh dan kontrol
petani anak tangga kedelapan, warga negara miskin memperoleh
kesempatan paling besar dalam pengambilan keputusan.

Arnstein (1