SIKAP PETANI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI KOTA SALATIGA

(1)

commit to user

i

SIKAP PETANI TERHADAP

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

(PUAP) DI KOTA SALATIGA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan / Program Studi

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh :

DARMAWAN BASKORO WIBISONO H0405026

Dosen Pembimbing : 1. Ir. Sugihardjo, MS 2. Dra. Suminah, MSi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

SIKAP PETANI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI KOTA SALATIGA

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Darmawan Baskoro Wibisono

H0405026

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal :

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Surakarta, Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

Ir. Sutarto, MSi NIP. 19530405 198303 1 002 Dra. Suminah, MSi

NIP. 1966100 200 003 2 001 Ir. Sugihardjo, MS


(3)

commit to user

iii

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, sehingga Penulis dapat

menyelesaikan Skripsi dengan Judul ”SIKAP PETANI TERHADAP

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI KOTA SALATIGA”.

Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi berbagai pihak sejak awal penelitian hingga akhir penulisan Skripsi. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dwiningtyas Padmaningrum, S.P, M.Si selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Sugihardjo, MS selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama

Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dra. Suminah, MSi selaku Pendamping Skripsi yang telah banyak

memberikan bimbingan, ilmu dan berbagai masukan selama studi Peneliti di Fakultas Pertanian UNS dan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ir. Sutarto MSi, selaku Dosen Tamu Penguji Skripsi yang telah memberikan

masukan dan saran kepada Peneliti dalam perbaikan skripsi ini.

7. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.

8. Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga yang telah

mempermudah perizinan pengumpulan data

9. Kepala Dinas Pertanian Kota Salatiga yang telah memberikan ijin penelitian


(4)

commit to user

iv

Salatiga serta pengurus dan anggota Kelompok Tani Ngudi Raharjo dan Prima Agung di Kota Salatiga.

11.Bapak, ibu, kakak dan adikku tercinta yang telah memberikan dukungan moral

dan spritual dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Kawan – kawan seperjuangan (Cuk, Danang, Fajar , Punto, Zuhud, Arif dan

Arie) dan kawan-kawan Jurusan PKP 2005 yang telah memberikan motivasi dan do’anya.

13.Semua pihak yang belum Penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuannya dalam Penyelesaian skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, Januari

2010


(5)

commit to user

v

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Berpikir ... 23

C. Hipotesis ... 27

D. Pembatasan Masalah ... 27

E. Definisi Operasional ... 27

F. Pengukuran Variabel ... 31

III. METODE PENELITIAN ... 35

A. Metode Dasar Penelitian ... 35

B. Metode Penentuan Lokasi ... 35

C. Populasi dan Teknik Sampling ... 36

D. Jenis dan Sumber Data ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38


(6)

commit to user

vi

A. Keadaan Alam ... 41

B. Keadaan Penduduk... 43

C. Keadaan Pertanian ... 46

D. Keadaan Sarana Perekonomian... 47

E. Keadaan Gabungan Kelompok Tani ... 47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Identitas Responden ... 54

B. Faktor-faktor Pembentuk Sikap ... 55

C. Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ... 65

D. Hubungan Antara Faktor-faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Di Salatiga... 74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(7)

commit to user

vii

Tabel 3.1 Indek Potensi Lokasi Sektor Pertanian Karisedenan Semarang

Tahun 2007 ... 36

Tabel 3.2 Distribusi Jumlah Petani Penerima Dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Tahun Anggaran 2008 ... 36

Tabel 3.3 Distribusi Jumlah Responden Petani Yang Mengikuti Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Tahun Anggaran 2008... 37

Tabel 4.1 Luas Kota Salatiga Menurut Penggunaan Tanah ... 42

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Salatiga Tahun 2008 ... 43

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kota Salatiga Menurut Umur Tahun 2008 ... 44

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kota Salatiga Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Pada Tahun 2008 ... 45

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Salatiga 2008... 46

Tabel 4.6 Komoditas Pertanian di Kota Salatiga Tahun 2008 ... 46

Tabel 4.7 SaranaEkonomidiKota Salatiga tahun 2008 ... 47

Tabel 5.1 Identitas Responden ... 53

Tabel 5.2 Distribusi Umur ... 54

Tabel 5.3 Distribusi Pengalaman Pribadi Petani... 55

Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Yang Ditempuh Oleh Responden Yang Mengikuti Program PUAP ... 56

Tabel 5.5 Distribusi Tingkat Pendidikan Non Formal Yang Diikuti Oleh Responden Yang Mengikuti Progam PUAP ... 57

Tabel 5.6 Distribusi Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Berdasarkan Pengaruh Yang Diberikan Kepada Responden Terhadap Program PUAP ... 60

Tabel 5.7 Distribusi Media Massa Berdasarkan Pengaruh Yang Diberikan Kepada Responden Terhadap Program PUAP ... 63

Tabel 5.8 Distribusi Kognisi Pada Tujuan PUAP ... 65

Tabel 5.9 Distribusi Kognisi Pada Pelaksanaan Program ... 66

Tabel 5.10 Distribusi Kognisi Pada Hasil Program ... 67

Tabel 5.11 Distribusi Afeksi Pada Tujuan Program ... 68


(8)

commit to user

viii

Tabel 5.14 Distribusi Afeksi Pada Hasil Program ... 70

Tabel 5.15 Distribusi Konasi Pada Tujuan Program ... 71

Tabel 5.16 Distribusi Konasi Pada Pelaksanaan Program ... 72

Tabel 5.17 Distribusi Konasi Pada Hasil Program ... 73

Tabel 5.18 Uji Hipotesis Hubungan Antara Faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Program PUAP ... 75


(9)

commit to user

ix

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Antara Faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Program PUAP ... ... 26 Gambar 4.1 Susunan Kepengurusan Gapoktan Ngudi Raharjo... ... 48 Gambar 4.2 Susunan Kepengurusan Gapoktan Prima Agung... ... 51


(10)

commit to user

x

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian... ... 86

Lampiran 2. Identitas Responden... ... 101

Lampiran 3. Analisis Distribusi Frekuensi ... ... 102

Lampiran 4. Perhitungan thitung... ... 115

Lampiran 5. Data Hubungan Faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani. 117 Lampiran 6 Uji Hipotesis Hubungan Antara Faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap program Pengembangan Usaha agribisnis Perdesaan (PUAP) ... 119

Lampiran 7. Peta Kota Salatiga... 120

Lampiran 8. Foto Penelitian... 121


(11)

commit to user

xi

Darmawan Baskoro Wibisono. H0405026. ”SIKAP PETANI

TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

PERDESAAN (PUAP) DI KOTA SALATIGA”. Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing Ir. Sugihardjo, MS dan Dra. Suminah,

MSi.

Pada dasarnya PUAP merupakan langkah terobosan dari Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan. Program ini sangatlah perlu diberikan oleh masyarakat. Akan tetapi untuk mengetahui sikap petani terhadap program PUAP dan faktor apa saja yang mempengaruhinya diperlukan kajian mengenai sikap petani terhadap program PUAP.

Penelitian ini bertujuan mengkaji sikap petani terhadap PUAP di Salatiga, mengkaji faktor-faktor pembentuk sikap petani terhadap PUAP di Salatiga dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap PUAP di Salatiga.

Metode dasar penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey. Lokasi penelitian secara sengaja di Salatiga. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang tergabung dalam Gapoktan Prima Agung dan Gapoktan Ngudi Raharjo yang mengikuti PUAP pada tahun anggaran 2008 yang ada di Salatiga. Pengambilan sampel yaitu metode proporsional random sampling. Menganalisis ada tidaknya hubungan antara variabel faktor pembentuk sikap dan sikap petani terhadap program PUAP digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas umur responden dalam kategori produktif (37,5%), pengalaman pribadi tergolong cukup berpengalaman terhadap program sejenis PUAP (50%), pendidikan formal tergolong rendah yaitu SLTA (40%), pendidikan non formal meliputi pelatihan dan penyuluhan tergolong

tinggi (40%), pengaruh orang lain yang dianggap penting tergolong rendah (35%), media massa yang diakses petani tergolong sangat rendah (32, 5%),

kognisi terhadap tujuan program PUAP tergolong sangat baik (70%), kognisi terhadap pelaksanaan program PUAP tergolong sangat baik (50%), kognisi terhadap hasil program PUAP tergolong baik (65%), afeksi terhadap tujuan program PUAP tergolong baik (60%), afeksi terhadap pelaksanaan program PUAP tergolong baik (52,5%), afeksi terhadap hasil program PUAP tergolong baik (50%), konasi terhadap tujuan program PUAP tergolong baik (47,5%), konasi terhadap pelaksanaan program PUAP tergolong baik (42,5%) dan konasi terhadap hasil program PUAP tergolong baik (52,5%).

Dari analisis (rs) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan positif antara umur dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara pengalaman pribadi dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara pendidikan formal dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara pendidikan non formal dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara media massa yang diakses petani dan sikap petani terhadap program PUAP.


(12)

commit to user

xii

Darmawan Baskoro Wibisono. H0405026.”FARMERS ATTITUDES TOWARDS RURAL AGRIBUSINESS DEVELOPMENT PROGRAM (PUAP) IN SALATIGA”. Agricultural Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta. Adviser: Ir, Sugihardjo, MS and Dra. Suminah,. MSi

Basically, PUAP is a breakthrough way of Agricultural Department to overcome poverty and to create working field in village. This program was necessary given to the society. However, to acknowledge the farmer attitude to PUAP Program and the factors influencing, it is necessary to observe about the farmer’s attitude to PUAP Program.

The reserach was aimed to observe the farmer’s attitude to PUAP in Salatiga, observe the factors that forming the farmer’s attitude to PUAP Program in Salatiga and to observe correlation of those factors to the farmer’s attitude to PUAP in Salatiga.

The research method used was descriptive methode with survey technique. The research was located in Salatiga. Population of this research was the farmers that joining in Gapoktan Prima Agung and Gapoktan Ngudi Raharjo which is participating to PUAP in 2008 that establised in Salatiga. Sample was taken by proportional methode of random sampling. Correlation between the factor forming attitude and farmer’s attitude to PUAP Program was analyzed by Correlation test Rank Sprearman (rs).

The result of the research showed that in major respondent’s age in productive category (37,5%), personal experience was grouped more ecperiencing in program such as PUAP (50%), formal education was low that ia high school (40%), nonformal education including training and instruction was high (40%), one important influence was low (35%), accessable mass media was very low (32,5%),cognition to the objective of PUAP Program was good (70%) cognition of the execution of PUAP Program was very good (50%), cognition of the result of PUAP Program was good (65%), affection to the objective of PUAP Program was good (60%), affection to the execution of PUAP Program was good (52,5%), affection of the result of PUAP Program was good (50%), connation to the objective of PUAP Program was good (47,5%), connation to the execution of PUAP Program was good (42,5%) and connation of the result of PUAP Program was good (52,5%).

From the analysis (rs) it showed that there is no positive correlation of farmer’s age and farmer’s attitude to PUAP Program, while there is a positive correlation of personal experience and farmer’s attitude to PUAP Program, a positive correlation of formal education and farmer’s attitude to PUAP Program, a positive correlation between nonformal education and farmer’s attitude to PUAP Program, a positive correlation between another importable influence and farmer’s attitude to PUAP Program, and a positive correlation between accessible mass media and farmer’s attitude to PUAP Program.


(13)

commit to user

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di perdesaan. Maka sektor pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam memberikan sumbangan bagi pendapatan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha

mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar

(Departemen Pertanian, 2008).

Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin (Anonim, 2009).

Di pedesaan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan.

Program pemerintah yang berbasis agribisnis pedesaan, yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini merupakan langkah terobosan dari Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar


(14)

commit to user

pelaksanaannya akan dilakukan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M).

Gabungan Kelompok Tani (gapoktan) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.

Sehubungan dengan itu, peran petani dalam Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan adalah sebagai penerima akhir dari modal PUAP. Dimana petani diberikan modal untuk mengembangkan kegiatan usahataninya. Sehingga disini petani dituntut petani dituntut kemampuan manajer usahataninya. Kemampuan manajer disini dimaksud adalah kemampuan mengelola usaha tani dari perencanaan, pelaksanaan, hasil sampai pada tahap evaluasi.

Dampak dari adanya dana PUAP salah satunya dirasakan di Gapoktan Manunggal (Desa Kajangkoso, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah), yaitu dapat membuat peluang usaha pertanian baru yang lebih menguntungkan. Sebelumnya karena keterbatasan modal, sebagian besar petani mengusahakan padi dan palawija/jagung. Setelah mendapat dana PUAP, petani banyak

beralih ke budidaya cabai karena lebih menguntungkan

(Sinaraya dan Agustin, 2009). Sikap petani tersebut mau beralih karena dipengaruhi faktor-faktor pembentuk sikap apa saja sehingga perlu dikaji penelitian yang berjudul “Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan

Usaha Perdesaan Di Kota Salatiga”.

B. Perumusan Masalah

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Salatiga dilaksanakan sejak 28 Desember 2008. Program ini digulirkan pemerintah dalam bentuk peminjaman modal lunak yang diharapkan mampu mengatasi masalah yang terkait dengan kesejahteraan petani khususnya di pedesaan.


(15)

commit to user

dibidang pertanian semakin terpuruk keadaannya dengan adanya krisis global. Secara tidak langsung berdampak pada peningkatan biaya produksi.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) diharapkan mampu mengatasi permasalahan permodalan di kalangan petani. Beberapa diantara dari permasalahan permodalan yang dihadapi petani berhubungan dengan biaya input pertanian yang mahal, seperti pupuk. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya kesuburan tanah yang ada. Jika permasalahan permodalan yang dihadapi dapat terpecahkan. Maka secara tidak langsung program tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya ditengah krisis global dan persaingan bebas.

Kredit program PUAP tidak terlepas dari berbagai penyimpangan. Penyimpangan tersebut terdapat pada pelaksanaannya, yaitu terjadi kredit macet. Kredit macet disebabkan karena sikap petani tidak mau membayar pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Jika sikap petani seperti itu, maka faktor pembentuk sikap apa yang mempengaruhinya. Faktor pembentuk sikap yang ada, antara lain: faktor umur, pengalaman pribadi serta pendidikan baik formal maupun nonformal, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan media massa. Padahal sikap sosial itu terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interkasi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana sikap petani terhadap Program Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pembentukan sikap petani

berkaitan dengan sikap petani terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga?

3. Adakah hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang


(16)

Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga.

2. Mengkaji faktor-faktor pembentuk sikap petani terhadap program

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga.

3. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan sikap

petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar yang harus ditempuh

sehingga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

2. Bagi petani, sebagai sumber informasi mengenai program Pengembangan

Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

3. Bagi pemerintah, digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah

khususnya Departemen Pertanian dalam rangka peningkatan pembangunan pertanian dan keberlanjutan proyek..

4. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sumber informasi dalam melakukan

penelitian yang sejenis ataupun untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(17)

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian

Istilah “pembangunan” yang digunakan dalam bahasa Indonesia,

sering terjemahan dari kata development, growth, change, modernization

bahkan progress. Maka pengertian yang melekat dalam istilah pembangunan

sebenarnya mencakup banyak aspek yang harus didekati dari berbagai sudut pandang lintas disiplin yang mencakup: ekonomi, politik, maupun sosial budaya (Raharjo dalam Mardikanto, 1993).

Pembangunan menurut Kindeleberger dalam Mardikanto (1982),

pembangunan tidak terlepas dari kata development dan growth. Growth

menunjuk pada gejala kenaikan hasil atau peningkatan efiensi hasil diukur

dengan suatu masukan. Sedangkan development memiliki arti lebih dari

sekedar kata growth, tetapi disertai dengan perubahan-perubahan yang terjadi

pada bidang teknis dan kelembagaan produksi maupun distribusi dalam komposisi hasil produk nasional maupun alokasi faktor-faktor masukan pada setiap sektor serta perubahan-perubahan dalam kemampuan fungsional suatu masyarakat.

Hakikat pembangunan adalah upaya sadar dan terencana untuk memperbaiki kesejahteraan atau kualitas hidup manusia dari bangsa yang sedang membangun tersebut (Mardikanto, 1994). Pembangunan sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian. Kemandirian adalah kewaspadaan yang dicapai melalui aktivitas, swakarsa, kreativitas dan kesadaran menolong dirinya sendiri serta menolak ketergantungannya.

Pertanian adalah mata pencahariaan dan lapangan kerja pokok penduduk pedesaan sehingga dalam pembangunan pedesaan, perhatian utama tetap harus ditujukan pada pembangunan pertanian sebagian sektor kegiatan ekonomi yang menonjol (Mubyarto, 1987).


(18)

Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha

tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar

turut campur tangannya manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan (Hadisapoetra, 1973).

Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh petani saja. Untuk melakukan pembangunan pertanian lebih lanjut, makin lama petani makin tergantung pada pihak-pihak di luar lingkungan desa, seperti pupuk, bibit unggul, saluran pengairan, obat-obatan, alat-alat, dan lain-lain yang dibeli dari luar, demikian pula hasilnya harus dijual ke pasar, pengetahuan dari sekolah atau fakultas, dinas penyuluhan, dan sebagainya. Dengan demikian pertanian dapat maju apabila terdapat interaksi yang positif antara bidang pertanian dengan bidang-bidang lainnya (Hadisapoetra, 1973).

Agriculture is the production of food and goods through

farming. Agriculture was the key development that led to the rise of human civilization, with the husbandry of domesticated animals and plants (i.e. crops) creating food surpluses that enabled the development of more densely populated and stratified societies. The study of agriculture is known as agricultural science. Central to human society, agriculture is also observed in certain species of ant and termite.”

Pertanian adalah produksi makanan dan barang melalui usahatani. Pertanian adalah kunci dari perkembangan yang memunculkan peradaban manusia, dengan binatang peliharaan peternakan dan tumbuhan menciptakan surplus makanan yang memungkinkan pengembangan masyarakat yang lebih padat penduduknya dan bertingkat. Studi tentang pertanian dikenal sebagai ilmu pertanian. (Wikipedia, 2010).

Salah satu tolak ukur pembangunan pertanian adalah tercapainya penigkatan pendapatan masyarakat yang hidup di pedesaan. Adanya kenaikan


(19)

pendapatan, jumlah dan ragam serta mutu konsumsi masyarakat terus bertambah baik konsumsi bahan pokok maupun konsumsi terhadap barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh non sektor pertanian. Tetapi kenyataannya, keberhasilan pembangunan pertanian tidak selalu dapat menciptakan perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja terutama bagi angkatan kerja baru di pedesaan (Mardikanto, 2009).

Soedarsono dalam Mardikanto (1982), menegaskan “modernisasi usahatani” merupakan landasan bagi pembangunan pertanian. Modernisasi usahatani adalah usahatani yang sangat fleksibel, sangat dinamis dan produktivitasnya selalu terus meningkat, tidak terbatas pada satu komoditi tertentu, sehingga usahataninya merupakan satu proses produksi yang dapat dilaksanakan seluas mungkin dan memberikan manfaat atau pendapatan sebesar-besarnya.

Pentingnya pembangunan pertanian di negara-negara berkembang yang diutarakan Mardikanto (1993), dikarenakan:

a. Sebagian besar penduduk di negara berkembang yaitu negara-negara

dunia ketiga masih hidup di sektor pertanian.

b. Negara-negara dunia ketiga, pada umumnya masih menghadapi masalah

pangan baik masa sekarang ataupun masa yang akan datang.

c. Negara-negara dunia ketiga tidak dapat mengejar ketertinggalannya untuk

dapat bersaing dengan negara maju untuk menghasilkan produk industri di pasar internasional.

d. Ketegasan sektor pertanian dalam menghadapi gejolak perekonomian

dunia dibandingkan dengan sektor lainnya.

e. Besarnya sumbangan sektor pertanian bagi pembangunan sektor industri.

Tingginya jumlah penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia dikarenakan rendahnya produktivitas dari penduduk itu sendiri. Adanya peningkatan produktivitas petani diharapkan mampu meningkatkan pendapatan sehingga mampu memenuhi kebutuhan


(20)

pokok serta peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. Tetapi kenyataan dilapang, peningkatan produktivitas mengalami kesulitan karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Rendahnya produktivitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengangguran, rendahnya pendidikan, rendahnya keterampilan dan rendahnya kesehatan. Bahkan kemiskinan dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya (Kartasasmita, 1995).

Rendahnya produktivitas penduduk terutama petani di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan kurangnya akses terhadap sumber permodalan, pasar, teknologi, organisasi tani yang lemah dan penggunaan input pertanian modern yang terbatas. Ketidakmampuan petani untuk memenuhi syarat bertani yang baik disebabkan kurangnya modal untuk pembiayaan kegiatan usaha tani. Petani tetap membutuhkan kredit usaha tani terutama petani yang memiliki lahan sempit dan petani penggarap (Sudaryanto, 2002).

“Agriculture development should be such that

Agriculture development brings about a revolution in the agriculture industry to give birth to an agriculture which is profit giving and at the same time eco friendly.

Pengembangan Pertanian harus seperti pembangunan yang membawa sebuah revolusi dalam industri pertanian dan untuk melahirkan suatu pertanian yang memberikan keuntungan pada saat yang sama juga ramah lingkungan (Stanley, 2010).

2. Agribisnis

Agribisnis sering diartikan secara sempit yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Sebenarnya agribisnis memiliki konsep yang luas mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain. Seperti yang diungkapkan Soekartawi (2003), agribisnis merupakan suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya


(21)

dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan “ada hubungannya dengan pertanain dalam arti luas” adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha lain yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

A. Soeharjo (1987) dalam Hernanto (1993) mengartikan agribisnis

mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian sampai dengan tataniaga produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya. Davis dan Golberg (1957) dalam Hernanto (1993) menyatakan bahwa agribisnis terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan:

a. Subsistem pembuatan dan penyaluran berbagai sarana produksi seperti

bibit, mesin pertanian bahan bakar dan lain-lain. Pelaku kegiatan ini adalah perusahaan swasta, koperasi, lembaga pemerintah, bank atau pemerintah.

b. Subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan berbagai

macam produk pertanian. Usahatani ini mencakup semua bentuk organisasi produksi mulai dari skala kecil sampai skala besar.

Subsistem pengumpul, pengolahan, penyimpanan dan penyaluran produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya ke konsumen.

Menurut Sjarkowi (1992), agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian yaitu meliputi usaha produksi dan pemasaran hasil pertanian. Agribisnis memiliki tiga sektor yaitu:

a. Sektor input yaitu kebutuhan yang dibutuhkan oleh petani untuk kegiatan

produksi yaitu bibit atau benih unggul, pakan ternak, pestisida, alat mesin pertanian dan pupuk.

b. Sektor produksi yaitu sektor yang berkaitan dengan budidaya.

c. Sektor output yaitu hasil produksi dan hasil pengolahan hasil pertanian


(22)

Pembangunan pertanian tidak hanya semata peningkatan produksi, tetapi harus berdasarkan pada pola agribisnis. Menurut Saragih (1998), sektor agribisnis terdiri dari:

a. Subsektor hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana

produksi input bagi pertanian primer.

b. Subsektor pertanian primer yaitu kegiatan usahatani yang menggunakan

sarana produksi untuk menghasilkan produk pertanian primer.

c. Subsektor agribisnis hilir yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil

hasil pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya.

3. Sikap

a. Pengertian Sikap

Pengertian sikap itu dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan. Tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikapnya terhadap obyek tadi itu. Jadi sikap itu tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Sikap senantiasa terarahkan terhadap suatu hal, suatu obyek. Tidak ada sikap tanpa ada obyeknya (Gerungan, 2004).

Dalam studi kepustakaan mengenai sikap diuraikan bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesedian untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek ( Mar’at, 1981).

Sedangkan Gerungan (2004) menyatakan ciri-ciri sikap sebagai berikut :


(23)

1) Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya.

2) Sikap itu dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari orang atau

sebaliknya, sikap-sikap itu dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3) Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi

tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan sederetan obyek-obyek serupa.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat

inilah yang membeda-bedakan sikap dari kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

“A mental position consisting of a feeling, emotion, or opinion evolved in response to an external situation. An attitude can be momentary or can develop into a habitual position that has a long-term influence on an individual's behavior. Attempts can be made to modify attitudes that have a negative effect in the workplace, for example, through education and training”.

Posisi suatu mental yang terdiri dari perasaan, emosi, atau opini yang berkembang sebagai respon terhadap situasi eksternal. Sikap dapat sesaat atau bisa berkembang menjadi suatu kebiasaan yang memiliki pengaruh jangka panjang terhadap perilaku individu. Upaya dapat dilakukan untuk mengubah sikap yang mempunyai efek negatif di tempat kerja, misalnya, melalui pendidikan dan pelatihan. (BNET Business Dictionary, 2010).


(24)

2. Komponen Sikap

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut. Dengan melihat adanya satu kesatuan dan hubungan atau keseimbangan dari sikap dan tingkah laku, maka sikap sebagai suatu sistem atau interaksi antar komponen. Komponen-komponen sikap meliputi :

a. Komponen kognisi yang berhubungan dengan belief, ide dan konsep

b. Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang

c. Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku

Karakteristik sikap senantiasa mengikutsertakan segi evaluasi yang berasal dari komponen afeksi. Sikap relatif konstan dan agak sukar berubah dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap melalui proses tertentu. Komponen afeksi memiliki penilaian emosional yang bersifat positif atau negatif. Sehingga terjadilah kecenderungan untuk bertingkah laku hati-hati. Komponen afeksi yang memiliki sistem evaluasi emosional mengakibatkan timbulnya perasaan senang atau tidak senang, takut atau tidak takut. Dengan sendirinya proses evalusi ini terdapat suatu valensi positif atau negatif (Mar’at, 1981).

“Attitudes structure can be described in terms of three component.: Affective component: this involves a person’s feelings / emotions about the attitude object. For example: “I am scared of spiders”. Behavioural (or conative) component: the way the attitude we have influences how we act or behave. For example: “I will avoid spiders and scream if I see one”. Cognitive component: this involves a person’s belief / knowledge about an attitude object. For example: “I believe spiders are dangerous”.This model is known as the ABC model of attitudes. The three components are usually linked. However, there is evidence that the cognitive and affective components of behaviour do not always match with behaviour.”

Struktur sikap dapat digambarkan dalam tiga komponen :komponen afektif : ini melibatkan perasaan seseorang / emosi tentang objek sikap.


(25)

Misalnya: "Saya takut laba-laba". Komponen Perilaku (atau konatif): bagaimana sikap kita telah mempengaruhi kita dalam bertindak atau berperilaku. Sebagai contoh: "Aku akan menghindari laba-laba dan berteriak bila saya melihatnya". Komponen kognitif : ini melibatkan keyakinan seseorang / pengetahuan tentang suatu obyek sikap. Misalnya: "Saya percaya bahwa laba-laba berbahaya. Model ini dikenal sebagai model ABC. Ketiga komponen biasanya dihubungkan. Namun, ada bukti bahwa komponen kognitif dan afektif tidak selalu sesuai dengan perilaku (LaPiere, 1934).

“If attitudes are stable memory structures, the response process might involve such steps as identifying the relevant attitudes, retrieving some or all of its contents from memory and integrating what is retrieved into an overall judgment Both the present approach stressing the enduring elements of attitudes, and the literature that doubts whether attitudes typically consist of stable, enduring evaluative responses, share one important element: that overall attitudinal judgments are not necessarily stored in memory, but important features of the attitude-object (i.e. attributes and feelings associated with the object) are more likely to be stored. Basically, the literature stressing the constructionist nature of attitudes assumes that, when an evaluative attitudinal response is required, people retrieve relevant information and integrate it to form a coherent evaluative judgment”

Jika sikap adalah struktur memori yang stabil, proses respon mungkin melibatkan proses mengidentifikasi langkah-langkah sebagai sikap yang relevan, mengambil sebagian atau seluruh isi dari memori dan mengintegrasikan apa yang akan diambil ke dalam penilaian secara keseluruhan dengan baik. Pendekatan ini menekankan unsur dari sikap, dan yang meragukan, apakah sikap biasanya terdiri dari kestabilan, tanggapan evaluatif, berbagai satu unsur penting: bahwa penilaian sikap secara keseluruhan belum tentu disimpan dalam memori, namun penting dari objek-sikap (yaitu atribut dan perasaan yang terkait dengan objek)


(26)

lebih mungkin untuk disimpan. Pada dasarnya, hal ini menekankan sifat konstruksionis sikap yang mengasumsikan bahwa, bila respon sikap evaluatif diperlukan, orang-orang mengambil informasi yang relevan dan mengintegrasikannya untuk membentuk penilaian evaluatif yang koheren.

(Harreveld,2000).

3. Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (1991), sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interkasi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek

psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap adalah :

a. Pengalaman Pribadi

Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Lebih lanjut Mardikanto (1996) menyatakan bahwa pengalaman dalam melakukan kegiatan bertani tercermin dari kebiasaan-kebiasaan yang mereka (petani) terapkan dalam kegiatan bertani dan merupakan hasil belajar dari pengalamannya.

Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi harus melalui kesan yang kuat (Azwar, 1991).

Orang juga merasa bahwa pengalaman-pengalaman pribadi memberikan pengertian yang lengkap tentang kodrat manusia. Memang betul bahwa pengalaman itu bisa memberikan pengertian yang cukup, tetapi yang terang tidak memberikan pengertian yang


(27)

lengkap. Pengalaman kita sendiri menunjukkan bahwa mereka yang merasa bisa memahami orang lain dengan bai, itu sebenarnya tidak mengerti apa-apa, baik orang lain maupun dirinya sendiri. Seringkali ada hubungan ironis antara pendapat dan tabiatnya sendiri. Seringkali terjadi bahwa apa yang diyakininya benar tentang diri orang lain biasanya juga benar tentang dirinya sendiri (Mahmud, 1990).

Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi mengakibatkan dan menghasilkan adanya penyesuaian diri yang timbal balik serta penyesuaian kecakapan dengan situasi baru. Bahwa proses interaksi

seringkali melibatkan perasaan dalam tingkat ”strong emotions”.

Bahwa kata-kata yang diucapkan dalam suatu komunikasi sebenarnya hanyalah mencerminkan perasaan, sikap seseorang dan tidak lebih dari itu (Susanto, 1974).

b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Seseorang yang dianggap penting akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang berstatus sosial lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Mardikanto (1996) menyatakan bahwa tokoh-tokoh informal (tokoh keagamaan, tokoh adat, politikus dan guru) merupakan tokoh yang dianggap berpengaruh karena memiliki katau wibawa untuk menumbuhkan opini publik dan yang dijadikan panutan oleh masyarakat setempat.


(28)

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting bagi kita, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tindak dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempenagruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu (Azwar, 1991).

Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutana yang menjadi minat perhatiannya. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan (Ahmadi, 1999).

c. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang (Azwar, 1991).

Peran media massa dalam pembangunan nasional adalah sebagai

agen pembaharu (agent of social change). Letak peranannya adalah

dalam hal membantu mempercepat proses pengalihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern. Khususnya peralihan dari kebiasaan-kebiasaan yang menghambat pembangunan ke arah sikap baru yang tanggap terhadap pembaharuan demi pembangunan (Depari, 1995).

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan.


(29)

Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur-unsur subyektif itu, terbentuklah sikap.

Sampai saat ini, sudah banyak media atau bentuk komunikasi yang sengaja dipasarkan ke pelosok-pelosok pedesaan. Dimulai dari yang khusus ditujukan bagi individu, kelompok ataupun yang sifatnya massal. Semua itu, akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa di masing-masing tempat. Program Koran Masuk Desa (KMD) ataupun siaran pedesaan melalui radio sebagai salah satu alternatif pemerintah yang betul-betul berguna dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembangunan (Sastraatmadja, 1993).

d. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap. Hal ini dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar, 1991).

Sistem pendidikan, yakni sekolah adalah lembaga sosial yang turut menyumbang dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat seperti yang diharapkan. Sekolah selalu saling berhubungan dengan masyarakat. Melalui pendidikan terbentuklah kepribadian seseorang. Boleh dikatakan hampir seluruh kelakukan individu bertalian dengan atau dipengaruhi oleh orang lain. Maka karena itu kepribadian pada hakikatnya gejala sosial (Nasution, 2004).


(30)

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Hal ini dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sikap kepercayaan maka pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

Seperti diketahui, lembaga pendidikan sifatnya bermacam-macam diantaranya bersifat formal, informal dan non formal. Pendidikan formal, dapat dilihat dari pendidikan yang pernah dialami (dalam hal ini petani) melalui sekolah-sekolah, dari jenjang tertinggi dari suatu tingkatan pendidikan formal yang tersedia (Mardikanto, 1993).

Pendidikan non formal mengandung pengertian yang berbeda dengan pendidikan informal (seperti kursus-kursus dan sebagainya) atau formal. Ciri-ciri pendidikan non formal : pertama, pendidikan non formal tidak mengenal batas umur bagi petani yang akan mengikuti pendidikan penyuluhan; kedua, pendidkan non formal tidak mengenal kurikulum tertentu yang harus diselesaikan dan tidak ditentukan kapan batas waktu selesainya pendidikan; ketiga, pendidikan non formal tidak mengenal ruangan tertentu, artinya setiap pendidikan pertanian tidak harus menggunakan ruangan kelas; kelima, pendidikan non formal tidak mengenal waktu. Berdasarkan kelima ciri yang telah dikemukakan di atas bentuk pendidikan yang saat ini tepat untuk dilaksanakan bagi petani pedesaan adalah penyuluhan pertanian sebagai salah satu bentuk pendidikan non formal dibandingkan dengan pendidikan formal atau informal (Sastraatmadja, 1993).


(31)

f. Umur

Umur seseorang akan menentukan bagaimana sikap seseorang. Pada umumnya orang muda sikapnya radikal daripada sikap orang yang telah tua, masalah umur akan berpengaruh pada sikap seseorang (Walgito, 2005).

4. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) a. Arti PUAP

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) pada intinya merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri melalui peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang usaha agribisnis di

pedesaan. Salah satu entry point yang dilakukan dalam PUAP adalah

memberikan bantuan penguatan modal usaha agribisnis sebesar 100 juta rupaih per desa yang akan diberikan kepada masyarakat melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

Lokasi PUAP tahun 2008 baik yang bersumber dari anggaran APBN maupun APBN-P sebanyak 11.000 desa dari 33 provinsi di Indonesia. Sedangkan lokasi PUAP di Provinsi Jawa Tengah sebanyak (1) APBN : 987 desa dari 29 kabupaten dan 1 kota; dan (2) APBN-P : 132 desa dari 13 kabupaten dan 2 kota. Belajar dari pengalaman, salah satu faktor kunci keberhasilan program yang sudah diidentifikasi adalah melakukan pembinaan, pendampingan dan penyeliaan yang sistematis dan intensif (Badan Litbang Pertanian, 2007). b. Tujuan

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bertujuan untuk : (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan sesuai dengan potensi wilayah; (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra


(32)

Tani; (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis: (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan ( Anton, 2008).

c. Sasaran

Sasaran PUAP yaitu sebagai berikut: berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;, berkembangnya 10.000 gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani, meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman ( Anton, 2008).

d. Pelaksanaan

Program PUAP agar berjalan dengan berhasil dan

berkesinambungan maka pemerintah mengadakan kegiatan pembinaan dan pengendalian.

1) Pembinaan

Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia ditingkat provinsi dan kabupaten dalam bentuk pelatihan. Disamping itu, tim pusat berkoordinasi dengan Tim PNPM Mandiri melakukan sosialisasi program dan supervisi pelaksanaan PUAP ditingkat provinsi dan kabupaten.

Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Pembina Provinsi kepada tim teknis kabupaten difokuskan kepada:

a.) Peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM PUAP

ditingkat kabupaten.

b.) Koordinasi dan pengendalian.


(33)

Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis Kabupaten kepada Tim Teknis Kecamatan dilakukan dalam bentuk pelatihan dan apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP.

2) Pengendalian

Pemerintah dalam mengendalikan program PUAP maka pemerintah menyerahkan kepada Departemen Pertanian untuk

mengendalikan kegiatan tersebut. Departemen Pertanian

mengembangkan operation room sebagai Pusat pengendali PUAP

berbasis elektronik yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi

Pertanian (Pusdatin). Pusdatin sebagai pengelola operation room

bertanggungjawab mengembangkan dan mengelola data base

PUAP yang mencakup data base gapoktan, penyuluh pendamping, penyelia mitra tani dan usaha agrbisnis gapoktan. Disamping itu, Pusdatin bertugas mempersiapkan bahan laporan perkembangan pelaksanaan PUAP.

Tim Pusat PUAP melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan regular dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten. Hal ini untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.

Pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi,

Gubernur diharapkan dapat membentuk operation room yang

dikelola oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). BPTP sebagai sekretariat Tim pembina PUAP provinsi dapat memanfaatkan data base PUAP yang dikembangkan Departemen Pertanian sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tim Pembina Provinsi kepada Gubernur dan Menteri Pertanian.


(34)

Tim Pembina PUAP Provinsi melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan regular dan kunjungan lapangan kabupaten dan kecamatan. Hal ini untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Gubernur serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.

Tim Teknis PUAP Kabupaten melakukan pengendalian terhadap pelaksanan PUAP melalui pertemuan regular dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin

pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis

Bupati/Walikota serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.

Pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat kabupaten,

Bupati/Walikota diharapkan dapat membentuk operation room

yang dikelola oleh Sekretariat PUAP kabupaten/kota dengan memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer yang disiapkan oleh Departemen Pertanian.. Tim teknis kabupaten/kota dapat menugaskan Penyelia Mitra Tani untuk menyiapkan bahan laporan.

Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan

pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan regular dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa. Hal ini untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota.

Tim Teknis PUAP Kecamatan melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan regular dan kunjungan lapangan ke desa dan gapoktan. Hal ini untuk menjamin

pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis


(35)

e. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan output antara lain :

1) Tersalurkan BLM-PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah

tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian.

2) Terlaksananya fasilitas penguatan kapasitas dan kemampuan

sumber daya manusia pengelola gapoktan, penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani.

Indikator keberhasilan outcome antara lain :

1) Meningkatnya kemampuan gapoktan dalam memfasilitasi dan

mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

2) Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani

yang mendapatkan bantuan modal usaha.

3) Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidya dan hilir) di

pedesaan.

4) Meningkatnya pendapatan petani (pemilik atau penggarap, buruh

tani dan rumah tangga tani) dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.

Sedangkan indikator benefit dan impact antara lain :

1) Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga

tani di lokasi desa PUAP.

2) Berfungsi gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan

dikelola oleh petani.

3) Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di pedesaan


(36)

A. Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan usaha tani, petani menghadapi beberapa permasalahan diantaranya; kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut pemerintah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Program yang dicanangkan pemerintah yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

Sebelum program PUAP bisa dilaksanakan, perlu diketahui kecenderungan sikap petani terhadap program tersebut. Sikap petani terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialaminya. Dalam interaksinya, petani bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap obyek psikologis yang dihadapi. Sebagai salah satu obyek dari Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), petani akan memberikan respon evaluatif artinya petani akan memberikan reaksi sebagai sikap yang timbul karena proses evaluasi dalam diri individu yang memberi

kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik atau buruk, positif atau

negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi sikap terhadap obyek sikap.

Sikap petani terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) didefinisikan sebagai kecenderungan petani untuk memberikan respon terhadap program tersebut. Sikap petani terhadap PUAP ini diukur berdasarkan 3 komponen sikap terhadap program PUAP, yaitu : kognisi (pengetahuan petani tentang tujuan, pelaksanaan dan hasil dari program PUAP), afeksi (tangapan petani terhadap tujuan, pelaksanan dan hasil dari program PUAP), dan konasi (kecenderungan bertindak petani terhadap tujuan, pelaksanaan dan hasil dari program PUAP).

Sedangkan dalam pembentukan sikap petani terhadap program PUAP dipengaruhi oleh variabel-variabel pembentuk sikap, yaitu: faktor umur,


(37)

pengalaman pribadi, pendidikan baik formal maupun nonformal, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan media massa.

Umur menentukan pembentukan sikap petani terhadap PUAP. Biasanya

umur yang lebih muda memiliki sikap lebih radikal dibandingkan umur yang

lebih tua. Dimana sikap radikal ini sulit menerima adanya program. Sedangkan

orang yang lebih tua itu memiliki sikap moderat. Dimana mereka akan lebih

mudah menerima suatu program (Walgito, 2005).

Pengalaman pribadi berupa pengalaman terhadap program sejenis PUAP yang ada sebelumnya. Dimana akan menimbulkan pengaruh terhadap pembentukan sikap pada program PUAP. Pembentukan sikap yang dimaksud bisa saja berupa sikap positif karena pengalaman sebelumnya terhadap program sejenis dirasa program ini menguntungkan. Bila sikapnya negatif karena pengalamannya terhadap program sejenis sangat mengecewakan.

Pendidikan formal yang didapat akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap pada program PUAP. Pendidikan formal semakin tinggi, maka pengetahuaan tentang tujuan, pelaksanaan dan hasil program PUAP semakin tinggi. Pendidikan formal yang dicapai berhubungan dengan pemikiran yang maju terhadap penerimaan program. Oleh karena itu, bila program itu menguntungkan maka secara tidak langsung program itu dapat diterima.

Bila pendidikan non formal semakin tinggi, maka akan semakin cepat pembentukan sikap pada program PUAP. Hal ini berhubungan dengan program PUAP yaitu keikutsertaan terhadap penyuluhan-penyuluhan pertanian dan pelatihan yang mempunyai nilai dalam mengembangkan potensi petani dengan usahataninya sehingga dapat membentuk sikap dalam pencapaian program PUAP itu sendiri.

Pengaruh orang lain dianggap penting akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap pada program PUAP. Adanya pengaruh orang lain dianggap penting dirasa akan menimbulkan sikap positif karena pada dasarnya mereka


(38)

bersifat persuasif. Sehingga petani lebih cepat menerima PUAP itu sendiri. Kemudian membentuk sikap dalam pencapaian program PUAP itu sendiri.

Media massa berhubungan dengan media yang memberikan informasi kepada petani mengenai PUAP. Sehingga petani dapat tahu secara garis besar tentang PUAP. Hal ini dapat mempengaruhi dalam pembentukan sikap terhadap PUAP itu sendiri. Dimana petani akan membentuk sikap negatif atau sikap positif terhadap PUAP.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut:


(39)

Ket : Variabel yang tidak diteliti Variabel yang diteliti

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Hubungan Antara Faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Program PUAP.

Faktor-faktor pembentuk sikap

1) umur

2) pengalaman pribadi 3) pendidikan

a. pendidikan formal b. pendidikan non

formal

4) pengaruh orang lain yang dianggap penting 5) media massa

Sikap petani terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

a. Kognisi 1. tujuan PUAP 2. pelaksanaan PUAP 3. hasil PUAP b. Afeksi

1. tujuan PUAP 2. pelaksanaan PUAP 3. hasil PUAP c. Konasi

1. tujuan PUAP 2. pelaksanaan PUAP 3. hasil PUAP

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

Peran Opini Leader: a. Authority Figure b. Trend Setter

c. Local opinion leaders Peran Penyuluh Pertanian 1. Motivator

2. Mediator 3. Supervisor 4. Organisator 5. Fasilitator

Kebudayaan: a. Gotong-royong b. Menepati janji


(40)

C. Hipotesis

Berdasarkan alur kerangka berpikir yang telah digambarkan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Diduga ada hubungan signifikan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan.

D. Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan program Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan pada tanggal 13 oktober 2008 yang mendapat sumber dana dari APBN-P 2008 nomor : 115/ SM 730 / J / 10 / 2008.

2. Petani yang dimaksud adalah seluruh petani yang tergabung dalam

Gapoktan Prima Agung dan Ngudi Raharjo yang mengikuti program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan pada tahun anggaran 2008 yang ada di Kota Salatiga.

3. Faktor-faktor pembentuk sikap yang diamati dalam penelitian ini dibatasi

pada umur, pengalaman pribadi, pendidikan baik formal maupun nonformal, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan media massa.

4. Walaupun dimungkinkan ada hubungan timbal balik antara faktor

pembentuk sikap yang diteliti dengan sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Namun dalam penelitian ini hanya mempelajari hubungan searah antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan.

E. Definisi Operasional

1. Faktor-faktor pembentuk sikap yaitu merupakan faktor yang ada dalam diri

individu (yang dalam hal ini petani) yang turut mempengaruhi pola perilakunya sehingga dapat membentuk sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

a. Umur merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan hidup

petani yang bersangkutan mulai dari lahir sampai pada saat dilakukan


(41)

b. Pengalaman pribadi merupakan pengalaman petani yang berkaitan dengan program sejenis PUAP (KUT dan lainnya) yang meliputi lamanya petani menjadi bagian dari kegiatan sejenisnya yang diukur dengan tahun.

c. Pendidikan merupakan lembaga pendidikan sebagai sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dalam kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

1) Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan yang pernah ditempuh

oleh petani di bangku sekolah yang diukur dengan jenjang pendidikannya.

2) Pendidikan non formal adalah pendidikan yang pernah di peroleh

petani di luar pendidikan formal (pelatihan maupun penyuluhan) dibidang pertanian yang diukur dengan frekuensi petani mengikuti kegiatan di luar pendidikan formal.

d. Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan saran, ajakan,

bujukan atau bahkan perintah dari orang yang dianggap penting (PPL, Aparat Desa, Ketua Gapoktan, Penyelia Mitra Petani dan petani lain) yang berkaitan dengan pengembangan usaha agribisnis pedesaan yang diukur dengan banyaknya orang yang dianggap penting mempengaruhi petani.

e. Media massa merupakan media yang dipergunakan untuk memberikan

informasi terkait dengan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) baik berupa media cetak maupun media elektronik yang diukur dengan intensitas petani menggunakan media massa.

2. Sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

(PUAP) diartikan sebagai tanggapan atau respon evaluatif petani terhadap segala bentuk kegiatan dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan berupa pernyataan negatif dan pernyataan positif, baik atau buruk yang dilihat dari tiga komponen yaitu komponen kognisi, afeksi dan konasi.

a. Komponen kognisi dilihat dari pengetahuan petani tentang : (1) tujuan


(42)

1. Tujuan program merupakan pengetahuan petani terhadap tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang diukur dengan pernyataan-pernyataan petani terhadap tujuan PUAP.

2. Pelaksanaan program merupakan pengetahuan responden terhadap

pelaksanaan baik dalam program PUAP yang diukur dengan pernyataan-pernyataan petani terhadap pelaksanaan PUAP.

3. Hasil program merupakan pengetahuan responden terhadap hasil dari

program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan petani terhadap hasil PUAP.

b. Komponen afeksi adalah tanggapan petani yang diungkapkan dengan

pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan baik berupa pernyataan positif atau negatif tentang : (1) tujuan PUAP, (2) pelaksanaan PUAP, (3) hasil PUAP

1) Tujuan program merupakan tanggapan petani terhadap tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan terhadap tujuan PUAP.

2) Pelaksanaan program merupakan tanggapan petani terhadap pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan terhadap pelaksanaan PUAP.

3) Hasil program merupakan tanggapan petani terhadap hasil dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan terhadap hasil PUAP.

c. Komponen konasi merupakan kecenderungan bertindak dari responden

terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan, yaitu : (1) tujuan PUAP, (2) pelaksanaan PUAP, (3) hasil PUAP

1) Tujuan program merupakan tindakan petani terhadap tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan tindakan petani terhadap tujuan PUAP.


(43)

2) Pelaksanaan program merupakan tindakan petani terhadap pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan petani terhadap pelaksanaan PUAP.

3) Hasil program merupakan tindakan petani terhadap hasil dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang diukur dengan pernyataan-pernyataan petani terhadap hasil PUAP.

Skor untuk 3 komponen sikap (kognisi, afeksi dan konasi) untuk pernyataan positif ini adalah :

Sangat setuju : 5

Setuju : 4

Ragu-ragu : 3

Tidak setuju : 2

Sangat tidak setuju : 1

Sedangkan untuk pernyataan negatif skornya adalah :

Sangat tidak setuju : 5

Tidak setuju : 4

Ragu-ragu : 3

Setuju : 2

Sangat setuju : 1

2. Pengukuran Variabel

a. variabel faktor pembentuk sikap

Variabel Indikator kategori Skor

1) Umur Umur petani

saat penelitian dilakukan

- >64

- 54 - 64 Tahun - 43 - 53Tahun - 32 - 42 Tahun - 21 - 31 Tahun

5 4 3 2 1


(44)

2) Pengalaman pribadi Lama petani menjadi bagian dari program sejenis (KUT)

- > 6 tahun

- 4-5 tahun

- 3-4 tahun

- 1-2 tahun

- 0 tahun

5 4 3 2 1 3) Pendidikan formal Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani di bangku sekolah

- D3-S1/sederajat - D1-D2

- Tidak tamat SLTA-tamat

SLTA/sederajat - Tidak tamat

SLTP-tamat

SLTP/sederajat - Tidak tamat SD-

tamat SD/sederajat 5 4 3 2 1 4) Pendidikan non formal Frekuensi petani mengikuti kegiatan

pelatihan di

bidang

pertanian dalam setahun

- >7 kali/tahun

- 5-6 kali/tahun

- 3-4 kali/tahun

- 1-2 kali/tahun

- 0 kali/tahun

5 4 3 2 1 Frekuensi petani mengikuti kegiatan penyuluhan di bidang pertanian (dalam 1 tahun)

- >7kali/tahun

- 5-6 kali/tahun

- 3-4 kali/tahun

- 1-2 kali/tahun

- 0 kali/tahun

5 4 3 2 1 5) Pengaruh orang lain yang dianggap penting(PPL , aparat desa, petani lain, penyelia mitra petani dan ketua Banyak orang lain yang dianggap penting dalam memberikan nasehat atau pengaruh terkait dengan program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

- 5 orang - 4 orang

- 3 orang

- 2 orang

- 1 orang

5 4 3 2 1


(45)

gapoktan) Frekuensi tokoh panutan memberikan nasehat mengenai pengelolaan dana program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

- 4x/tahun - 3x/tahun - 2x/tahun - 1x/tahun - Tidak pernah

5 4 3 2 1 6) Media massa Media yang dipergunakan untuk menyebarkan informasi mengenai PUAP

- 5 media massa

- 4 media massa

- 3 media massa

- 2 media massa

- 1 media massa

5 4 3 2 1 Frekuensi mengakses informasi dari media massa berkaitan dengan PUAP

- > 6 kali/ tahun

- 5-6 kali/tahun

- 3-4 kali/tahun

- 1-2 kali/tahun

- Tidak pernah

5 4 3 2 1 b. sikap petani terhadap program PUAP

Variabel Indikator Kategori Skor

a. Kognisi

1) Tujuan program Pemahaman petani terhadap tujuan dari program PUAP

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 2) Pelaksanaan program Pemahaman petani terhadap pelaksanaan dari program PUAP

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1


(46)

3) Hasil program

Pemahaman petani terhadap hasil yang diperoleh dari program PUAP

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 b. Afeksi

1) Tujuan program

Semua tujuan dari

program PUAP

sudah sesuai

dengan keinginan petani

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 2) Pelaksanaan

program

Pelaksanaan

program PUAP

membantu

usahatani yang

dilakukan petani

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 3) Hasil

program

Setiap petani

memperoleh hasil dari setiap kegiatan program PUAP

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 c. Konasi

1) Tujuan program

Petani mau ikut serta dalam program PUAP bila tujuan program PUAP sesuai dengan keinginan petani

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1

2) Pelaksanaan program

Petani mau ikut serta dalam kegiatan program PUAP bila kegiatan pelaksanaan program PUAP dapat membantu kegiatan usahatani yang dilakukan petani

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1


(47)

3) Hasil program

Petani mau ikut

serta dalam

program PUAP

bila program

PUAP memberikan

hasil yang

bermanfaat bagi

petani

- Sangat setuju

- Setuju

- Ragu-ragu

- Tidak setuju

- Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1


(48)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, objek, kondisi, pemikiran atau peristiwa di masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1985).

Sedangkan teknik pelaksanaan penelitian ini menggunakan teknik survai yaitu pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang sebenarnya dan baik terhadap suatu persoalan tertentu dan di dalam suatu daerah. Teknik survai ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data dengan maksud menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu pemilihan

lokasi penelitian melalui pilihan-pilihan berdasarkan kesesuaian karakteristik yang dimiliki calon sampel/responden dengan kriteria tertentu yang

ditetapkan/dikehendaki oleh peneliti, sesuai tujuan penelitian

(Mardikanto, 2006).

Penelitian dilakukan di Kota Salatiga dengan pertimbangan bahwa di Salatiga merupakan salah satu daerah yang mendapat dana program (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) PUAP dan memiliki potensi terbesar diantara kota-kota yang ada di Karisedenan Semarang. Gapoktan di Salatiga yang mendapat dana program PUAP ada 4, antara lain: Bina Bumi Pertiwi, Tani Mukti, Prima Agung dan Ngudi Raharjo. Akan tetapi, penelitian ini mengambil 2 gapoktan saja dengan pertimbangan gapoktan itu memiliki jumlah


(49)

penerima terbanyak dari dana program PUAP. Gapoktan yang diambil adalah Prima Agung dengan jumlah penerima sebanyak 187 orang dan Ngudi Raharjo dengan jumlah penerima sebanyak 74 orang.

Tabel 1. Indek Potensi Lokasi Sektor Pertanian Karisedenan Semarang Tahun 2007

No Kabupaten/kota indeks

1 2

Kota Semarang

Kota Salatiga

0,06

0,26

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 2. Distribusi Jumlah Petani Penerima Dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Tahun Anggaran 2008

No GAPOKTAN Jumlah

1 2 3 4

Bina Bumi Pertiwi Tani Mukti

Prima Agung Ngudi Raharjo

52 33

187 74

Jumlah 346

Sumber: data sekunder tahun 2008

C. Populasi dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang tergabung dalam Gapoktan Prima Agung dan Gapoktan Ngudi Raharjo yang mengikuti program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan pada tahun anggaran 2008 yang ada di Kota Salatiga.

2. Teknik Sampling

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode Proportional random sampling yaitu pengambilan sampel dengam

menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya. (Mardikanto, 2006).


(50)

Penentuan jumlah sampel petani responden untuk masing-masing kelompok tani ditentukan dengan rumus :

ni = n

N nk

Dimana :

ni : Jumlah sampel dari masing-masing gapoktan nk : Jumlah petani dari masing-masing gapoktan sebagai

responden

N : Jumlah populasi atau jumlah petani seluruh gapoktan n : Jumlah petani yang diambil sebanyak 40 petani

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sesuai dengan rumus diatas adalah :

Tabel 3. Distribusi Jumlah Responden Petani Yang Mengikuti Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Tahun Anggaran 2008

No Gapoktan Jumlah Jumlah

sampel 1

2

Prima Agung Ngudi Raharjo

187 74

29 11

Jumlah 261 40

Jadi jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 petani di Kota Salatiga yaitu di Gapoktan Prima Agung sebanyak 29 orang dan Ngudi Raharjo sebanyak 11 orang.

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dengan

wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai alatnya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah umur, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pendidikan formal dan non formal, media


(1)

commit to user

Sehingga potensi budidaya tanaman pertanian di Salatiga mengalami peningkatan.

3. Hubungan Antara Pendidikan Formal Dengan Sikap Petani

Terhadap Program PUAP

Berdasarkan tabel 5.18 dapat diketahui bahwa thitung sebesar 2,997 lebih besar dari ttabel sebesar 2,021. Hal ini menunjukkan hubungan yang positif antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap program PUAP. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani, maka sikap petani terhadap program PUAP juga semakin baik.

Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan menambah pengetahuan seseorang dan memberikan wawasan yang lebih luas terhadap segala bentuk inovasi yang diterapkan. Dengan kata lain, petani dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan cenderung memiliki pola pikir yang lebih maju. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap sikap petani terhadap suatu inovasi yang diterapkan.

Pendidikan responden rata-rata sudah lulus SLTA, bahkan ada yang sudah menyandang gelar sarjana. Pendidikan formal petani akan mempengaruhi sikap petani terhadap program PUAP. Hal ini karena dalam sistem pendidikan formal diajarkan berbagai macam disiplin ilmu yang akan mempengaruhi tingkah laku, cara berpikir, dan pengambilan keputusan. Dengan semakin tingginya pendidikan formal petani di Kota Salatiga maka petani dapat tahu apakah tujuan-tujuan program PUAP menguntungkan atau tidak menguntungkan. Selama ini petani mendukung pelaksanaan kegiatan program PUAP. Petani mempunyai pikiran yang maju, menerima semua hal yang bertujuan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan program PUAP.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

4. Hubungan Antara Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Petani

Terhadap Program PUAP

Berdasarkan tabel 5.18 diketahui thitung sebesar 3,285 lebih besar dari ttabel sebesar 2,021. Hal ini menunjukan hubungan yang positif antara pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap program PUAP. Hal ini juga berarti semakin tinggi pendidikan non formal yang dimiliki petani maka akan semakin positif sikapnya terhadap program PUAP. Pendidikan non formal diukur dengan frekuensi petani mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan dalam kegiatan program PUAP selama satu tahun. Petani mengikuti pendidikan non formal dalam kegiatan program PUAP seperti penyuluhan dan LKM. Selama ini materi pendidikan non formal yang diberikan Dinas Pertanian melalui PPL, petani menjadi tambah pengetahuan mengenai kelembagaan (Gapoktan dan Kelompok Tani) dan bagaimana pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro. Sehingga ini mempengaruhi sikap petani terhadap program PUAP di Kota Salatiga. Kenyataan yang ada di kota Salatiga, petani memiliki sikap yang baik terhadap program PUAP. Sikap petani didukung dengan terlaksananya program PUAP hingga berlanjut. Hal ini dikarenakan dana dari program PUAP yang diberikan petani berkembang dan masih terus dipergunakan petani untuk mengatasi permodalan usahataninya. Dengan demikian semakin banyak pendidikan non formal yang diikuti petani maka sikap mereka terhadap program PUAP akan semakin positif.

5. Hubungan Antara Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Dengan Sikap Petani Terhadap Program PUAP

Dari tabel 5.18 dapat diketahui bahwa thitung sebesar 2,633 lebih besar dari ttabel sebesar 2,021. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap program PUAP.

Semakin banyak petani mendapatkan nasehat dari orang-orang yang dianggap penting (PPL, aparat desa, petani lain, penyelia mitra petani dan ketua Gapoktan), menjadikan petani merasa menjadi bagian penting


(3)

commit to user

dalam program PUAP, sehingga sikap yang ditunjukkan petani juga baik. Walaupun pengaruh orang lain yang dianggap penting di Kota Salatiga hanya 2 tokoh panutan saja, tetapi sikap petani di Kota Salatiga mendukung keberadaan program PUAP yaitu diperlihatkan tingginya minat dan kesungguhan petani dalam pelaksanaan kegiatan program PUAP yang telah dirumuskan dalam Rencana Usaha Bersama (RUB). Hal ini dikarenakan masih ada yang berperan penting memberikan nasehat kepada petani mengenai program PUAP. Pihak-pihak yang berperan aktif di Kota Salatiga adalah PPL dan Ketua Gapoktan yang selama ini memberikan sosialisasi mengenai PUAP kepada petani. Sehingga petani di Kota Salatiga jadi tahu akan program PUAP. Baik itu mengenai tujuan, pelaksanaan dan hasil dari program PUAP. Petani juga merasakan hasil dari pelaksanaan kegiatan program PUAP, diantaranya peningkatan sumber daya manusia dan kegiatan simpan pinjam guna memperoleh pinjaman modal untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal yang selama ini dialami petani.

6. Hubungan Antara Media Massa Dengan Sikap Petani Terhadap

Program PUAP

Berdasarkan pada tabel 5.18 dapat dilihat thitung sebesar 2,206 lebih besar dari ttabel sebesar 2,021. Nilai ini menunjukkan hubungan yang positif sehingga semakin tinggi media massa yang diakses petani maka sikap petani terhadap program PUAP semakin baik. Hal ini dikarenakan media massa yang bisa memberikan informasi yang rinci tentang adanya program PUAP seperti media massa dalam bentuk petunjuk teknis dan brosur. Selama ini dijadikan media massa yang digunakan oleh PPL terkait dengan PUAP. Sehingga informasi tersebut bisa menjangkau keseluruh petani. Walaupun media massa yang diakses petani selama ini minim. Namun sikap petani terhadap program PUAP baik. Hal ini dikarenakan petani mengikuti sosialisasi mengenai program PUAP yang diberikan Ketua Gapoktan dan PPL. Sosialisasi tersebut petani banyak diberikan pengetahuan melalui media massa yaitu brosur dan petunjuk teknis. Oleh


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

karena itu, petani melaksanakan program PUAP dengan baik walaupun itu belum maksimal. Hal ini dikarenakan, petani di Salatiga tergolong usia cukup tua sehingga kemampuan sumber daya manusianya masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya perincian dari laporan mengenai dana PUAP.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor pembentuk sikap seperti: umur, pengalaman pribadi, dan pendidikan formal tergolong sedang. Sedangkan pendidikan non formal tergolong tinggi dan untuk pengaruh orang lain dianggap penting tergolong rendah serta media massa yang diakses oleh petani tergolong sangat rendah.

2. Sikap petani terhadap program PUAP di Kota Salatiga tergolong baik. Hal ini dikarenakan petani di Salatiga sangatlah menerima program PUAP. Program PUAP dirasa sangat tepat diberikan kepada petani karena program ini dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi petani yaitu mengenai permasalahan pupuk.

3. Hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap program PUAP adalah sebagai berikut :

a) Terdapat hubungan tidak signifikan antara umur petani dengan sikapnya terhadap program PUAP.

b) Terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman pribadi,

pendidikan formal, pendidikan non formal, pengaruh orang lain yang dianggap penting dan media massa yang diakses petani dengan sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian sikap petani terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dapat diajukan saran sebagai berikut :

Program PUAP termasuk dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyrakat (PNPM-Mandiri) karena program ini bersifat memberdayakan masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat memberikan pelatihan dan penyuluhan yang tepat atau berhubungan dengan program PNPM-Mandiri sehingga secara


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

tidak langsung dapat mendukung program PNPM-Mandiri yang diberikan pemerintah.