Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole

EVALUASI KARA BENGUK (MUCUNA PRURIENS)
TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN SIFAT FISIKOKIMIA
DAGING SAPI SUMBA ONGOLE

ALAMSYARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kara Benguk
(Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi
Sumba Ongole adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Alamsyari
NIM D152114021

ii

iii

RINGKASAN
ALAMSYARI. Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas
Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole. Dibimbing oleh
Dwierra Evvyerrnie A dan Didid Diapari
Tanaman Mucuna pruriens di Indonesia dikenal sebagai kacang benguk,
banyak digunakan sebagai pangan, sedangkan daunnya untuk pakan. Bidang
farmasi Mucuna pruriens sebagai obat parkinson. Kandungan nutrien Mucuna
pruriens segar terdiri atas protein kasar 30,63%, dan asam linoleat 2.44 %, asam
linolenat 0.60%. Kandungan protein yang tinggi sangat penting untuk

pertumbuhan, fungsi fisologis dan kebutuhan hidup pokok. Mucuna pruriens
memiliki anti nutrisi senyawa fenolik, tanin, saponin, HCN dan lektin yang dapat
menurunkan kecernaan, karena mengurangi aktivitas enzim amilase, tripsin,
kimotripsin dan lipase. Pemberian secara langsung dapat merugikan ternak, untuk
itu dilakukan proses fisik dan biologis. Proses fisik dengan cara perebusan,
pengukusan dan autoklaf dapat menurunkan antinutrisi pakan. Pada proses
biologis menggunakan jamur Rhizopus oryzae menghasilkan lipase yang
berfungsi untuk mengurai lemak komplek menjadi trigleserida dan menghasilkan
asam laktat yang sangat baik bagi pencernaan.
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Juli sampai dengan
Desember 2013, di Peternakan PT. Karya Anugrah Rumpin-Bogor, RPH
Karawaci-Tanggerang. Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan sampel berupa
karkas dari 16 ekor sapi jantan Sumba Ongole hasil penggemukan selama 35 hari
yang memiliki rataan bobot badan akhir 535 ± 42 kg, dengan mengkonsumsi
ransum perlakuan berupa: T1= 15% jerami padi + konsentrat, T2= 15% jerami
padi + konsentrat + 12% tepung kara benguk, T3= 15% jerami padi + konsentrat +
13,79% tempe kara benguk, dan T4= 15% jerami padi + konsentrat +
Ractophamine HCl (200g/ekor/hari). Parameter yang diamati adalah bobot

potong, karkas panas, persentase karkas, tebal lemak (subcutan), persentase lean,
persentase lemak karkas, fisikokimia daging (pH, susut masak, keempukan dan
daya ikat air). Analisis data menggunakan Analisis varian (ANOVA) dan uji
kontras ortogonal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan suplemen kara benguk
tidak mempengaruhi semua parameter yang diukur kecuali terhadap susut masak
daging perlakuan T2 menunjukkan penurunan yang nyata sebesar 20% dari
control (P0.05). Perbedaan yang tidak nyata ini karena pakan yang
diberikan pada ternak kualitas pakannya sama. Jenis pakan, konsumsi dan
komposisi kimia pakan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Konsumsi
protein dan energi tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat
(Soeparno 2005). Selain itu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antar lain
genotif, jenis kelamin, hormon dan kastrasi. Tingginya bobot karkas panas sangat
dipengaruhi bobot potong ternak sebelum dipotong, bobot potong yang optimal
sangat berpengaruh terhadap bobot karkas panas dan persentase karkas.
Penggunaan raktopamine terhadap bobot karkas panas tidak signifikan
dibandingkan kontrol (Sachtleben et al. 2006)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi
persentase karkas (P>0.05). Penggunaan jerami padi, konsentrat yang diberikan
tepung kara benguk, tempe kara benguk, dan raktopamine menghasilkan bobot

potong dan bobot karkas panas yang hampir sama sehingga persentase karkas
tidak berbeda. Hasil penelitian persentase karkas T1 (55.24%), T2(52.24%), T3
(54.29%), dan T4 (56.79%), secara umum persentase karkas tersebut memiliki
nilai lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Ngadiono (1995) yaitu sebesar
52,69%. Menurut Soeparno (2005) bobot hidup berkorelasi dengan persentase
lemak karkas, persentase karkas berkisar 50-60%. Pada penelitian Quinn et al.
(2008) dan Winterholler et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan
raktopamine tidak signifikan pada persentase karkas.
Ketebalan lemak subcutan berperan penting dalam dalam memberikan
pendugaan yang akurat untuk mengestimasi persantase lean dan persentase lemak
karkas (Hafid dan Priyanto 2006). Hasil analisis statistik bahwa perlakuan
menunjukkan hasil cenderung berbeda nyata terhadap ketebalan lemak subcutan
(P0.05). Pada penelitian ini penambahan
tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine tidak mempengaruhi
pH. Menurut Soeparno (2005) pH normal berkisar 5,4-5,8, rataan nilai pH pada
penelitian ini 6,1-6,25 lebih tinggi dari pH normal. Diduga pH lebih tinggi karena
cadangan glikogen otot rendah saat pemotongan, rendahnya cadangan glikogen
dapat terjadi karena stres sebelum pemotongan. Penelitian Silveira et al, (2006)
menyatakan bahwa tingginya pH dipengaruhi tingginya tingkat stres sapi Bos
indicus saat penyembelihan ternak. Penelitian Gardner et al. (2001), pengukuran

pH bisa menjadi ukuran akurat untuk mengetahui stres sebelum pemotongan
ternak. Tingkat stres tinggi sebelum pemotongan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging
yang gelap dengan pH >5,9. pH diklasifikasikan normal ketika pH 6 (Muchenje et al. 2009). Daging dark firm dry (DFD) adalah
daging yang berwarna gelap, bertekstur kasar, kering, memiliki pH tinggi, dan
daya mengikat air tinggi (Aberle et al. 2000). DFD biasanya terjadi pada sapi
jantan yang tidak di kastrasi. Penelitian Avendano-reyes et al. (2006), pH daging
sapi steer yang di beri raktopamine tidak signifikan dengan kontrol.
Keempukan
Rataan keempukan daging dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keempukan
daging (P>0.05). Diduga tidak berbeda nyatanya keempukan karena karena
pengaruh pH yang tinggi mengakibatkan stres pada ternak sehingga
mempengaruhi keempukan daging. Penyebab kealotan daging adalah karena
terjadinya pemendekan otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat dari
ternak yang terlalu banyak bergerak pada saat pemotongan (Lawrie.,1995).
Avendano-reyes et al. (2006) kategori keempukkan daging berdasarkan warner

13


Blatzler, terdiri atas 4.08-5.40 kg/cm2 sedang, 5.9-7.1 kg/cm2 alot. Keempukkan
daging pada penelitian ini 4-5 kg termasuk dalam kategori sedang. Menurut
Suryati (2004) semakin tinggi nilai daya putus Warner Blatzler berarti semakin
banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging persentimeter
persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat keempukan semakin
rendah. Keempukan daging bervariasi diantara spesies, bangsa ternak, cara
pemotongan ternak, serta umur ternak (Soeparno 1998). Penelitian Quinn et al.
(2008) menyatakan bahwa pemberian sapi dara yang diberikan raktopamine 200
g/ekor/hari pada sapi dara tidak berpengaruh terhadap keempukan.
Susut Masak
Hasil analisis statistik pada perlakuan tepung kara benguk, tempe kara
benguk dan raktopamine berpengaruh nyata terhadap susut masak (P0.05). Penggunaan raktopamine tidak signifikan pada
daya mengikat air (Quinn et al., 2008). Nilai pH memiliki hubungan dengan daya
mengikat air (DMA) nilai pH tinggi akan mempengaruhi DMA yang tinggi juga
demikian pula sebaliknya (Soeparno 2005). Pada penelitian ini nilai pH diatas 6
dan DMA 27-31 lebih tinggi jika dibandingankan penelitan Nusi (2011) pH 4,025,56 dan DMA 16,05-25,39%. Kemampuan mengikat air pada Sapi Brahman
dipengaruhi oleh tekstur pakan yang diberikan, proses pemotongan ternak, dan
penanganan daging (Zhang et al., 2005). Penurunan nilai daya ikat air oleh protein
daging dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi


14

kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi
atau keluar pada saat penyimpanan beku (Lawrie. 1979). Faktor lain yang
berpengaruh terhadap penurunan daya ikat air dengan penuaan disebabkan oleh
melemahnya protein myofibrillar dan intramuskular jaringan ikat melalui aktivitas
enzim (Koohmaraie et al.,2002).

KUALITAS KIMIA DAGING
Rataan kualitas kimia daging sapi sumba ongole (SO) yang diamati meliputi
kadar air, protein kasar, lemak kasar, abu, disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis
statistik menunjukan bahwa perlakuan tepung kara benguk, tempe kara benguk
dan raktopamine, pada sapi sumba ongole jantan tidak berpengaruh pada
kelompok ternak terhadap kadar air, protein, lemak dan abu.
Tabel 4. Nilai rataan Kualitas kimia Daging (%)
Variabel

Perlakuan pakan

Kadar Air


T1
73.53 ± 1.249

T2
73.127 ± 2.250

T3
72.187 ± 2.954

T4
73.812 ± 1.092

Protein

18.442 ± 0.9488

19.05 ± 1.448

18.167 ± 0.6215


19.005 ± 1.003

Lemak

4.45 ± 2.455

4.3 ± 3.1612

5.42 ± 3.915

4.585 ± 1.367

Abu

0.78 ± 0,041

0.655 ± 0.164

0.732 ± 0.114


0.82 ± 0.204

Keterangan: T1 = Konsentrat+Jerami padi, T2 = Konsentrat+Jerami padi +Tepung Kara Benguk,
T3 = Konsentrat+Jerami padi+Tempe
Kara Benguk, T4 = Konsentrat + Jerami padi +
Raktopamine.

Kadar air
Hasil analisis statistik pada perlakuan tepung kara benguk, tempe kara
benguk dan raktopamine terhadap kadar air tid