Rumput Laut (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. Agardh) Sebagai Sumber Serat Pangan Tak Larut Pada Naget Ayam

(1)

RUMPUT LAUT (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J.

Agardh) SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK

LARUT PADA NAGET AYAM

SKRIPSI

OLEH:

NENSI KURNIA PUTRI

NIM 071501054

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

RUMPUT LAUT (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J.

Agardh) SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK

LARUT PADA NAGET AYAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NENSI KURNIA PUTRI

NIM 071501054

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

RUMPUT LAUT (

Eucheuma spinosum

(Linnaeus) J. Agardh)

SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA

NAGET AYAM

OLEH:

NENSI KURNIA PUTRI 071501054

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal:

Diketahui Oleh: Pembimbing I

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002

Panitia Penguji,

Prof. Dr.rer.nat.E. De Lux Putra, SU., Apt. NIP 195306191983031001

Pembimbing II

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002

Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. NIP 194909061980032001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195008261974122001

Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Rumput Laut (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. Agardh) Sebagai Sumber Serat Pangan Tak Larut Pada Naget Ayam”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga. M.Sc., Apt., dan kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi. M.App.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Sufhadi, Ibunda Ridha Hayati, Adik Arish Frankoh Kurnia Putra dan Andri Kurnia Putra, Arif Permana Putra, Amd., sahabat Adewana Ramadhani Hasibuan, S.Farm., Annisa, S.Farm., Apt., Damayanti S.Farm., Apt., Meiva Amelia Lubis, S.Farm., Syafridah, S.Farm., Apt., Yuyun Sundari, S.Farm., Syefrio Hendriko, S.Farm. Asisten Laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian. dan teman-teman lainnya serta semua keluarga yang tidak


(5)

dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan doa dan dorongan serta bantuan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan S-1 Farmasi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis,

Nensi Kurnia Putri NIM. 071501054


(6)

RUMPUT LAUT

(Eucheuma spinosum

(Linnaeus) J. Agardh)

SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA

NAGET AYAM

ABSTRAK

Rumput laut (Eucheuma spinosum) mengandung serat pangan yang tinggi yang terdiri dari selulosa, dapat digunakan sebagai bahan makanan. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan rumput laut sebagai sumber serat pada naget ayam.

Rumput laut yang digunakan diperoleh dari pusat pasar Carrefour yang terletak di jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan. Naget ayam dibuat dengan perbandingan jumlah daging ayam dan rumput laut (1:0), (1:0,5), (1:1), (1:1,5) dan (1:2). Penetapan kadar serat kasar pada naget ayam menggunakan metode analisis serat kasar (crude fiber) secara gravimetri.

Hasil penetapan kadar serat kasar pada naget ayam tanpa penambahan rumput laut (1:0) dan naget ayam dengan penambahan rumput laut (1:1) secara berturut-turut adalah sebesar 0,50% ± 0,02 % dan 4,29% ± 0,41%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian organoleptik

pada taraf α 0,05 terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan

pada naget ayam, dimana nilai signifikan yang di peroleh yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai kesukaan yang paling tinggi terhadap naget ayam dengan penambahan rumput laut perbandingan (1:1) dengan rataan tertinggi yaitu 4,0375, menggunakan skala hedonik. Ditinjau dari hasil penelitian, rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan pada naget ayam.


(7)

SEAWEED

Eucheuma spinosum

(Linnaeus) J. Agardh) AS A

SOURCE OF FIBER FOOD INSOLUBLE IN CHICKEN

NUGGET

ABSTRACT

Seaweed (Eucheuma spinosum) having a high content of dietary fiber composed of cellulose and can used food ingredient. The purpose of this study is the use of seaweed as a source of fiber in chicken nugget.

Seaweed that used was obtained form Carrefour market center located in Jamin Ginting road around Padang Bulan Medan. Chicken nugget comparison is made with a variety of chicken meat and seaweed (1:0), (1:0, 5), (1:1), (1:1.5) and (1:2). The determination of crude fiber content in chicken nugget using crude fiber analysis methods (crude fiber) obtained gravimetrically

The results determination of crude fiber content in chicken nugget: the chicken nugget without the addition of seaweed (1:0) and chicken nugget with the addition of seaweed (1:1) respectively was 0.50% ± 0.02% and 4.29% ± 0.41%. The results of statistical analysis test data using ANOVA of result data

organoleptic at the level of α 0.05 means that there are significant differences on

the level of preference for chicken nugget, where 0.000 is obtained which is significant smaller than 0.05. The highest preference is value of chicken nugget with the addition of seaweed ratio (1:1) with the average high of 4.0375, using a hedonic scale. Judging from the results of research, seaweed can be used as a source of dietary fiber on chicken nugget

Keyword: Seaweed, Chicken Nugget, Gravimetry, Crude Fiber


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Rumput Laut ... 4

2.2 Kandungan Rumput Laut ... 4

2.3 Pengelompokan Rumput Laut ... 4

2.4 Rumput Laut Euceuma spinosum... 5

2.4.1 Budidaya Rumput Laut ... 6

2.4 2 Penanganan Pascapanen Rumput Laut ... 7

2.5 Naget ... 8


(9)

2.7 Analisis Serat Kasar ... 11

2.7.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber) ... 11

2.7.2 Metode Detergen ... 12

2.7.3 Metode Enzimatis ... 13

2.8 Analisis Gravimetri ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Alat-alat ... 14

3.3 Bahan-bahan ... 14

3.4 Pembuatan Preaksi ... 15

3.5 Lokasi Pengambilan Sampel ... 15

3.6 Persiapan Sampel ... 15

3.6.1 Rumput Laut ... 15

3.6.2 Daging Ayam ... 15

3.7 Pembuatan Naget Ayam ... 16

3.8 Pengujian Organoleptik ... 18

3.9 Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil Identifikasi Rumput Laut ... 22

4.2 Hasil Pembuatan NARL ... 22

4.3 Hasil Pengujian Organoleptik ... 22

4.4 Hasil Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbandingan Jumlah Daging Ayam dan Rumput Laut ... 16 2. Skala Hedonik dan Skala Numerik Pengujian Organoleptik ... 19 3. Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III ... 24


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Pembuatan Naget Ayam ... 17

2. Bagan Penetapan Kadar Serat Kasar Naget Ayam dengan Metode Gravimetri ... 21

3. Histogram Nilai Kesukaan Naget Ayam ... 23

4. Penyajian Pengujian Organoleptik ... 31


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Hasil Identifikasi Rumput Laut ... 29

2. Formilir Pengujian Organoleptik ... 30

3. Pengujian Organoleptik ... 31

4. Data Hasil Pengujian Organoleptik ... 32

5. Hasil Uji Statistik... 34

6. Data penimbangan dan Penetapan kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III ... 36

7. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya Pada Produk I ... 38


(13)

RUMPUT LAUT

(Eucheuma spinosum

(Linnaeus) J. Agardh)

SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA

NAGET AYAM

ABSTRAK

Rumput laut (Eucheuma spinosum) mengandung serat pangan yang tinggi yang terdiri dari selulosa, dapat digunakan sebagai bahan makanan. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan rumput laut sebagai sumber serat pada naget ayam.

Rumput laut yang digunakan diperoleh dari pusat pasar Carrefour yang terletak di jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan. Naget ayam dibuat dengan perbandingan jumlah daging ayam dan rumput laut (1:0), (1:0,5), (1:1), (1:1,5) dan (1:2). Penetapan kadar serat kasar pada naget ayam menggunakan metode analisis serat kasar (crude fiber) secara gravimetri.

Hasil penetapan kadar serat kasar pada naget ayam tanpa penambahan rumput laut (1:0) dan naget ayam dengan penambahan rumput laut (1:1) secara berturut-turut adalah sebesar 0,50% ± 0,02 % dan 4,29% ± 0,41%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian organoleptik

pada taraf α 0,05 terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan

pada naget ayam, dimana nilai signifikan yang di peroleh yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai kesukaan yang paling tinggi terhadap naget ayam dengan penambahan rumput laut perbandingan (1:1) dengan rataan tertinggi yaitu 4,0375, menggunakan skala hedonik. Ditinjau dari hasil penelitian, rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan pada naget ayam.


(14)

SEAWEED

Eucheuma spinosum

(Linnaeus) J. Agardh) AS A

SOURCE OF FIBER FOOD INSOLUBLE IN CHICKEN

NUGGET

ABSTRACT

Seaweed (Eucheuma spinosum) having a high content of dietary fiber composed of cellulose and can used food ingredient. The purpose of this study is the use of seaweed as a source of fiber in chicken nugget.

Seaweed that used was obtained form Carrefour market center located in Jamin Ginting road around Padang Bulan Medan. Chicken nugget comparison is made with a variety of chicken meat and seaweed (1:0), (1:0, 5), (1:1), (1:1.5) and (1:2). The determination of crude fiber content in chicken nugget using crude fiber analysis methods (crude fiber) obtained gravimetrically

The results determination of crude fiber content in chicken nugget: the chicken nugget without the addition of seaweed (1:0) and chicken nugget with the addition of seaweed (1:1) respectively was 0.50% ± 0.02% and 4.29% ± 0.41%. The results of statistical analysis test data using ANOVA of result data

organoleptic at the level of α 0.05 means that there are significant differences on

the level of preference for chicken nugget, where 0.000 is obtained which is significant smaller than 0.05. The highest preference is value of chicken nugget with the addition of seaweed ratio (1:1) with the average high of 4.0375, using a hedonic scale. Judging from the results of research, seaweed can be used as a source of dietary fiber on chicken nugget

Keyword: Seaweed, Chicken Nugget, Gravimetry, Crude Fiber


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di tengah kesibukan masyarakat modern, makanan yang menghabiskan waktu lama dalam pengolahan dan rumit tidak lagi diminati. Saat ini masyarakat lebih memilih makanan siap saji. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan waktu yang mereka miliki. Makanan siap saji tersebut biasanya mengandung lemak dan protein yang tinggi tetapi rendah kandungan serat.

Serat makanan atau serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Meskipun tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi serat makanan merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroflora usus. Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan tidak larut dalam air panas. Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat-zat yang termasuk dalam serat makanan larut, sedangkan lignin, selulosa dan hemiselulosa tergolong ke dalam kelompok serat tak larut (Lubis, 2010).

Salah satu sumber selulosa yang banyak terdapat di alam adalah rumput laut, dinding sel rumput laut terutama terdiri atas selulosa (Suprayitno dan Dwi, 2008). Rumput laut merupakan sayuran padat gizi yang dipercaya sebagai rahasia hidup sehat dan panjang umur bangsa Asia. Sejak ribuan tahun yang lalu, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh bangsa Jepang dan China (Nirmala, 2009). Jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi adalah


(16)

dari kelas Rhodophyceae yang sebagian besar yang diperjualbelikan yaitu jenis

Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum

banyak terdapat di Indonesia (Winarno, 1990).

Naget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji. Produk beku siap saji adalah suatu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang kemudian dibekukan. Pada saat diperlukan, produk beku siap saji ini tinggal dipanaskan hingga matang. Sekalipun dibekukan terlebih dahulu, produk beku siap saji tidak kehilangan banyak zat gizi dan tidak ada perubahan pada cita rasa dan teksturnya (Arianti, 2007).

Menurut SNI (2002) Naget ayam (Chicken nugget) adalah produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam giling dengan atau tanpa penambah bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan bahwa konsumsi serat orang Indonesia masih rendah, hanya sekitar 12 gram/hari. Ini menunjukkan bahwa konsumsi serat orang Indonesia masih dibawah anjuran gizi yaitu sebanyak 20-35 gram/hari (Anonim, 2011).

Rendahnya konsumsi serat orang Indonesia saat ini dan pentingnya peranan serat pangan dalam tubuh, maka peneliti tertarik untuk membuat produk siap saji berupa naget ayam dengan penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan. Penggunaan rumput laut dikarenakan kandungan serat pangannya yang tinggi dan yang mudah diperoleh dalam bentuk setengah kering dan kering.

Beberapa metode analisa serat diantaranya metode serat kasar (crude fiber) secara gravimetri, metode detergen dan metode enzimatis. Peneliti memilih


(17)

metode serat kasar (crude fiber), karena metode ini mencerminkan kandungan serat kasar dalam makanan (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

1.2Perumusan Masalah Apakah rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam

pembuatan naget ayam, pada konsentrasi berapa rumput laut menghasilkan naget yang paling disukai, dan berapa besar pengaruh penambahan rumput laut pada naget ayam terhadap kadar serat kasarnya.

1.3Hipotesa

Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam pembuatan naget ayam, panelis suka mengkonsumsi naget ayam rumput laut (NARL) dan penambahan rumput laut pada naget ayam memberikan pengaruh yang besar terhadap kadar serat kasarnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap NARL dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan rumput laut terhadap kadar serat kasarnya.

1.5 Manfaat Penelitian


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut

Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio

Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2010). Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan (Aslan, 1999).

2.2 Kandungan Rumput Laut

Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 10-2011).

2.3 Pengelompokkan Rumput Laut

Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam empat kelas, yaitu:

1) Rhodophyceae (ganggang merah) 2) Phaeophyceae (ganggang coklat) 3) Chlorophyceae (ganggang hijau)


(19)

Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah

Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).

2.4 Rumput Laut Eucheuma spinosum TaksonomiEucheuma spinosum:

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gigartinales

Suku : Solieriaceae

Marga : Eucheuma

Spesies : Eucheuma spinosum (Anggadiredja dkk, 2010).

Nama daerah rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-ciri rumput laut ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum

memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik (Anggadiredja dkk, 2010).


(20)

2.4.1 Budidaya Rumput Laut

Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off bottom method) dan rawai (long line method) (Anggadiredja dkk, 2010).

1. Metode Rakit Apung (Floating Rack Method): Metode ini diterapkan pada perairan yang lebih dalam, caranya yaitu: rumput laut diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu dengan ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing rangkaian terdiri dari lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua ujung rangkaian diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumput laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap ikatan. 2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method): Penanaman rumput laut

dengan metode ini dilakukan pada dasar perairan, caranya yaitu: dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5- 5 m, kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang kuat, tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya juga jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali rafia, tiap ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali pancing dengan jarak 20-25 cm.

3. Metode Rawai (Long Line Method): merupakan metode yang paling banyak diminati karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Caranya: ikat bibit rumput laut


(21)

pada tali utama yang panjangnya mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu pemberat, untuk pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam,

botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat pelampung-pelampung tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15 cm, agar rumput laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap berada pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali utama diberikan tambahan beban (Winarno, 1990).

Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).

2.4.2 Penanganan Pascapanen Rumput Laut

Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3 hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran garam


(22)

sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk, 2010). Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap untuk dipasarkan (Indriani dan Sumiarsih, 1999).

2.5 Naget

Menurut SNI (2002) Naget ayam (Chicken nugget) adalah produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam giling dengan atau tanpa penambah bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Naget sangat praktis dalam penyajiannya, karena setelah dibekukan bisa langsung digoreng dan hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk menjadikannya makanan yang siap dikonsumsi (Arianti, 2007).

2.6 Serat dan Manfaatnya

Serat makanan adalah bagian tanaman yang tidak dapat hancur oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh. Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tidak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tidak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas.


(23)

Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat-zat yang termasuk dalam serat makanan larut, sedangkan lignin selulosa dan hemiselulosa tergolong dalam kelompok serat tak larut. Sedangkan serat kasar adalah bagian tanaman yang tidak dapat dihancurkan oleh pelarut asam dan basa di laboratorium (Lubis, 2010).

Sifat tidak dapat dicerna yang dimiliki serat makanan merangsang lambung bekerja lebih lama untuk melakukan proses penghancuran terhadap serat, terkstur licin yang dimiliki serat juga semakin menyulitkan lambung untuk penghancuran serat dalam waktu singkat. Keadaan ini berdampak pada semakin lamanya keberadaan serat di dalam lambung, sehingga pengosongan lambung juga akan lebih lama. Kondisi ini diduga sebagai penyebab timbulnya perasaan kenyang yang terasa lebih lama (Lubis, 2010).

Serat makanan tak larut lebih banyak berguna ketika makanan ada dalam usus besar. Kemampuan luar biasa yang dimiliki dalam menyerap dan mengikat cairan mendominasi serat tak larut untuk membentuk gumpalan-gumpalan. Serat tak larut memaksa sisa-sisa makanan membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar dan lebih besar lagi (Lubis, 2010).

Komponen di dalam gumpalan-gumpalan itu sangat membantu usus dalam proses pembusukan. Volumenya yang besar dengan tekstur lunak, lembek dan licin akan mendorong dinding usus besar sedemikian rupa sehingga timbul rangsangan yang kuat untuk meningkatkan gerak peristaltik. Kerjasama dan kebersamaan yang baik antara faktor gerak peristaltik usus besar dengan sisa makanan yang memiliki volume besar dan tekstur lunak, lembek dan licin itu memudahkan usus besar mendorong sisa-sisa makanan untuk bergerak cepat maju


(24)

menuju anus. Salah satu keuntungan yang diperoleh dari gerak cepat sisa makanan keluar tubuh ini adalah diperkecilnya kesempatan jasad renik berbahaya yang berkembang biak dalam usus besar dan mempercepat terbuangnya zat-zat atau benda-benda beracun yang merugikan kesehatan tubuh (Lubis, 2010).

Kemudahan yang dilakukan usus besar dalam melakukan gerakan peristaltik menjadikan dinding usus besar tidak melakukan tekanan kuat secara berlebihan serta tidak memerlukan energi tambahan untuk melakukan gerakan itu. Keuntungan yang diperoleh dari kondisi kondusif itu adalah pada seluruh permukaan dinding usus mendapatkan tekanan yang sama dan tidak mendapat tekanan-tekanan ekstrim, sehingga didaerah titik lemah yang terdapat pada permukaan dinding usus besar tidak tertekan, tidak mencekung dan tidak membentuk bulatan-bulatan kecil difertikula. Ini berarti, resiko terjadi infeksi difertikula dapat dihindari (Lubis, 2010).

Asupan serat yang rendah menyebabkan feses menjadi keras sehingga diperlukan kontraksi otot rektum yang lebih besar untuk mengeluarkannya, hal ini menyebabkan konstipasi, atau lebih lanjut dapat menyebabkan wasir. Konstipasi kronis mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker kolon, ini disebabkan oleh tertumpuknya karsinogen di permukaan kolon akibat tinja yang keras, kering dan lambatnya pembuangan. Konsumsi serat yang cukup akan mempercepat transit feses dalam saluran pencernaan sehingga kontak antara kolon dengan berbagai zat karsinogen yang terbawa dalam makanan lebih pendek, dengan demikian mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Transit makanan yang lebih cepat juga mengurangi kesempatan berbagai mikro-organisme dalam kolon untuk membentuk zat karsinogen (Nainggolan dan Adimunca, 2005).


(25)

Peranan serat makanan memang unik, keberadaannya dalam tubuh jarang disadari dan sedikit orang yang memperhitungkan manfaatnya, namanya pun tidak sepopuler zat gizi sebagaimana vitamin, mineral, protein, lemak atau karbohidrat. Mungkin saja hal ini dikarenakan serat makanan tidak ada hubungan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau tidak pernah menyuplai zat-zat gizi untuk kepentingan tumbuh kembang sel. Manfaat serat makanan memang tidak berkaitan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau organ-organ tubuh. Keberadaan serat makanan lebih berfungsi pada pemeliharaan kondisi sehat, terutama di sepanjang saluran pencernaan. Meski demikian, serat makanan secara tidak langsung dapat membantu organ-organ dalam tubuh untuk dapat terus berfungsi sebagaimana mestinya (Lubis, 2010).

2.7 Analisis Serat Kasar

Analisis serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kutiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji dkk, 1989). Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude fiber), metode deterjen dan metode enzimatis (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

2.7.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)


(26)

dengan asam dan basa kuat selama 30 menit berturut-turut dalam prosedur yang dilakukan di laboratorium (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah:

I. Deffating, yaitu penghilangan lemak yang terkandung dalam sampel yang menggunakan pelarut lemak

II.Digestion, terdiri dari dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan menggunakan basa. Kedua macam proses digestion ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh-pengaruh luar (Sudarmadji dkk, 1989).

2.7.2 Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan

Neutral Detergent Fiber (NDF) (Suparjo, 2010). a. Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen lainnya selain selulosa, hemiselulosa dan lignin yaitu protein pada metode deterjen ini (Suparjo, 2010).


(27)

2.7.3 Metode Enzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah. Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

2.8 Analisis Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Supaya analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan berikut harus dipenuhi, yakni;

I. Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analisis tidak terdeteksi.

II.Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kesalahan yang besar (Gandjar dan Rohman, 2007).


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian berupa metode eksperimental yang meliputi pengumpulan, pengolahan dan pencampuran rumput laut dengan bahan lain menjadi NARL, serta penetapan kadar serat kasar dengan metode analisis serat kasar (crude fiber) secara gravimetri.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian USU Medan, pada bulan Februari 2012 – Maret 2012.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat untuk pembuatan NARL dan alat laboratorium untuk penetapan kadar serat kasar. Adapun alat untuk membuat NARL yaitu timbangan, penggiling daging, blender, loyang, kukusan, cetakan, kuali dan kompor. Adapun alat untuk penetapan kadar serat kasar yaitu alat soklet, cawan porselen, kertas saring, indikator universal, desikator, oven, neraca analitis, mortir dan stemper dan alat-alat gelas laboratorium lainnya.

3.3 Bahan-bahan

Bahan pereaksi bila tidak dinyatakan lain adalah berkualiatas pro analisis (E.Merck), air, n-heksana, natrium hidroksida, asam sulfat, kalium sulfat, alkohol 95%. Bahan pembuatan NARL yang digunakan adalah daging ayam, tepung maizena, rumput laut, bawang putih, bawang merah, merica dan garam.


(29)

3.4 Pembuatan Preaksi

H2SO4 0,2 N yaitu dengan mencampurkan 11 ml H2SO4 98% dan akuades di dalam labu hingga 2000 ml. NaOH0,3 N dibuat dengan melarutkan 24 g NaOH dengan akuades bebas CO2 di dalam labu 2000 ml. K2SO4 10% diperoleh dengan melarutkan 10 g K2SO4 dalam 100 ml akuades bebas CO2 (Ditjen POM, 1995).

3.5 Lokasi Pengambilan Sampel

Rumput laut dibeli di pusat pasar Carrefour yang terletak di Jamin Ginting Padang Bulan Medan, daging ayam dan bahan-bahan lainnya dibeli di pasar tradisional Tanjung Morawa, kecamatan Tanjung Morawa Kota. Rumput laut diidentifikasi oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta.

3.6 Persiapan Sampel

3.6.1 Daging Ayam

Daging ayam dipisahkan dari kulit dan tulangnya kemudian dicuci dengan air bersih hingga bersih selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan penggiling daging.

3.6.2 Rumput Laut

Rumput laut sebanyak 100 gram dicuci dengan air bersih sampai bersih kemudian direndam dengan perbandingan rumput laut dan air 1:10 selama sembilan jam (Chaidir, 2006). Setiap tiga jam sekali lakukan pergantian air dengan volume air yang sama, saring kemudian dihaluskan dengan menggunakan penggiling daging.


(30)

3.7 Pembuatan Naget Ayam

Pembuatan naget ayam adalah sebagai berikut: daging ayam 250 g, tepung maizena 100 g ditambahkan bumbu penyedap yang terdiri dari bawang putih 10 g, bawang merah 20 g yang telah dihaluskan, merica bubuk dan garam secukupnya, kemudian tambahkan rumput laut dengan variasi 0 g, 125 g, 250 g, 375 g dan 500 g. Selanjutnya diadon selama 15 menit atau sampai homogen. Masukkan dan ratakan dalam loyang ukuran 17 x 17 cm, kukus selama 20 menit dan dinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 12 jam, dicetak. Selanjutnya digoreng dengan minyak goreng yang telah dipanaskan sambil dibalik-balik sampai warnanya berubah kecoklatan dan matang. Perbandingan jumlah daging ayam dan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 1 halaman 16 selanjutnya bagan pembuatan naget ayam dapat dilihat pada Gambar 1 halaman 17.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Daging Ayam dan Rumput Laut

Nama

Daging Ayam (DA)

(g)

Rumput Laut (RL)

(g)

Perbandingan (DA:RL)

Produk I 250 0 1: 0

Produk II 250 125 1 : 0,5

Produk III 250 250 1 : 1

Produk IV 250 375 1 : 1,5

Produk V 250 500 1 : 2


(31)

Gambar 1. Bagan Pembuatan Naget Ayam

Tahap Persiapan

Tahap Penggilingan Bahan

Tahap Pencampuran Bahan

Tahap Pengukusan

Tahap Pembekuan

Tahap Pencetakan

Tahap Penggorengan

- Penyiapan bahan dan peralatan - Penimbangan bahan

- Daging ayam dihaluskan dengan penggiling daging

- Rumput laut dihaluskan dengan penggiling daging

- Bawang merah, bawang putih haluskan dengan Blender

- Daging ayam, rumput laut bawang merah, bawang putih, lada dan garam dicampur, diadon selama 15 menit (hingga

homogen)

- Adonan naget dimasukkan ke dalam loyang, diratakan, dikukus selama 20 menit

- Naget dimasukkan ke dalam Freezer selama 12 jam

- Naget dicetak (bentuk bunga)

- Naget digoreng dalam minyak panas hingga warna berubah kecoklatan dan matang


(32)

3.8 Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia (rasa) untuk menilai suatu produk (SNI 2006). Formulir pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 30.

Persyaratan Panelis :

i. Panelis yang digunakan adalah panelis non standar yang diambil secara acak dengan jumlah anggota panelis seluruhnya 80 orang.

ii. Panelis yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

iii. Tidak dalam keadaan sakit (dilihat bahwa panelis tidak sedang demam, flu dan batuk).

Langkah-langkah pengujian organoleptik: i. Pengujian dilakukan di dalam ruangan yang bersih. ii. Masing-masing produk diberi kode I, II, III, IV dan V dengan perbandingan

jumlah daging ayam dan rumput laut 1:0, 1:0,5, 1:1, 1:1,5 dan 1:2

iii. Kepada panelis disajikan NARL dan naget ayam tanpa rumput laut untuk dicicipi, air putih dan formulir pertanyaan. Sebelumnya panelis diberikan penjelasan singkat mengenai produk yang diperiksa dan cara penilaian.

Penjelasan yang diberikan kepada panelis yaitu:

a. Produk yang diperiksa adalah NARL dan naget ayam tanpa rumput laut b. Setiap melakukan pencicipan panelis dianjurkan untuk minum, agar


(33)

Setelah panelis selesai mencicipi produk yang diperiksa, panelis diminta untuk memberi penilaian berdasarkan tingkat kesukaan sesuai dengan penilaian mereka masing-masing. Gambar pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 31. Untuk penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik sesuai tingkat kesukaan. Dengan data numerik dilakukan analisa statistik skala hedonik dan skala numerik. Skala hedonik dan skala numerik pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Skala Hedonik dan Skala Numerik Pengujian Organoleptik

Skala Hedonik Skala Numerik

Amat sangat suka Sangat suka

Suka Agak suka Tidak suka

5 4 3 2 1

3.9 Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam Penetapan Kadar Serat Kasar Metode Gravimetri

Ditimbang 20 potong naget ayam, dihaluskan dan dikeringkan di oven pada suhu 50°C sampai berat konstan. Timbang 4 gram bahan kering, masukan kedalam thimble (kertas saring pembungkus) kemudian dimasukkan ke dalam alat soklet, dipasang pendingin balik pada alat soklet, kemudian dihubungkan dengan labu alas bulat 250 ml yang telah berisi 100 ml n-heksan, selanjutnya dialirkan air sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan lebih kurang selama 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu alas bulat berwarna jernih, kemudian dikeringkan di oven pada suhu 50°C sampai berat konstan. Pindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, tambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,2 N tutup dengan


(34)

residu dalam kertas saring dengan akuades panas (suhu 80o-90oC) sampai air cucian tidak bersifat asam lagi. Pindahkan residu ke dalam erlenmeyer kemudian tambahkan larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml. Tutup dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit. Saring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya, residu dicuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan 15 ml akuades panas (suhu 80o-90oC), kemudian dengan 15 ml alkohol 95%. Keringkan kertas saring dengan isinya dalam oven pada suhu 105oC, dinginkan dalam desikator dan timbang sampai berat konstan (Sudarmadji dkk, 1984). Bagan penetapan kadar serat kasar naget ayam dapat dilihat pada Gambar 2 halaman 21.

Rumus Perhitungan Kadar Serat Kasar (%) = x 100% (g)

Awal Berat

(g) Residu Berat


(35)

Gambar 2. Bagan Penetapan Kadar Serat Kasar Naget Ayam dengan Metode Gravimetri

Ditimbang, dihaluskan dan dikeringkan dalam oven suhu 50oC

Ditimbang 4 g bahan kering dimasukkan ke

dalam timble, ekstraksi lemaknya dengan alat soklet selama 4 jam

Dikeringkan di oven hingga berat konstan Dipindahkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,2 N, didihkan selama 30 menit, saring

Dicuci dengan akuades panas (80-90°C) sampai air cucian tidak bersifat asam lagi

Pindahkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan dengan larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml, didihkan selama 30 menit, saring

Cuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10%, selanjutnya, dicuci dengan 15 ml akuades panas (80-90°C), kemudian 15 ml alkohol 95%

Dikeringkan di oven pada suhu 105°C

Didinginkan dalam desikator, ditimbang (hingga berat konstan) 20 potong naget ayam

Residu Filtrat

Serat kasar


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Rumput Laut

Hasil identifikasi rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 29, menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan adalah rumput laut spesies

Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. agardh famili Solieriaceae. Menurut Winarno (1990), Eucheuma spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor.

4.2 Hasil Pembuatan NARL

Penggunaan rumput laut pada pembuatan NARL, memberikan pengaruh pada bentuk NARL, di mana semakin banyak jumlah rumput laut yang ditambahkan ke dalam naget ayam, menyebabkan adonan semakin lembek. Hal ini disebabkan kandungan air pada naget ayam bertambah sehingga adonan sulit untuk dicetak.

4.3 Hasil Pengujian Organoleptik

Histogram nilai kesukaan terhadap naget ayam dapat dilihat pada Gambar 3 halaman 23. Dari histogram dapat dilihat bahwa nilai kesukaan terhadap NARL menunjukkan nilai kesukaan yang paling tinggi terdapat pada produk III dari hasil penilaian dengan skala hedonik yang menunjukkan rataan tertinggi yaitu 4,0375. Data hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 32 sampai dengan 33.


(37)

Gambar 3. Histogram Nilai Kesukaan Naget Ayam

Keterangan : PI=DA:RL(1:0), PII=DA:RL(1:0,5), PIII=DA:RL(1:1), PIV=DA:RL (1:0,5) dan PV=DA:RL(1:2)

Hasil uji statistik menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian organoleptik pada taraf α 0,05 di mana diperoleh signifikannya yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan pada naget ayam. Uji statistik lanjutan dengan menggunakan Duncan menunjukan bahwa rataan kesukaan masing-masing produk terletak pada kolom yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing produk memiliki tingkat kesukaan yang berbeda. Data hasil pengujian organoleptik dengan menggunakan uji statistik ANOVA dan Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 34 sampai dengan 35.

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan kesukaan panelis meningkat dengan semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget, yaitu produk I, II dan III, tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada produk III dengan skala hedonik rataan kesukaan sebesar 4,0375, kemudian menurun pada produk IV dan V.


(38)

Penambahan rumput laut berpengaruh terhadap bentuk naget ayam, di mana semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget ayam, menyebabkan bentuknya semakin lembek karena kandungan air pada naget ayam bertambah dan air mempengaruhi cita rasa makanan (Ristanti, 2003).

Selanjutnya berdasarkan hasil pengujian organoleptik, produk yang ditetapkan kadar serat kasarnya adalah naget ayam tanpa penambahan rumput laut (Produk I), sebagai kontrol dan NARL yang paling disukai oleh panelis yaitu produk III.

4.4 Hasil Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III Penetapan kadar serat tak larut dalam naget ayam, suhu yang digunakan untuk pengeringan menggunakan oven adalah 50°C. Ini merupakan suhu maksimal yang bisa digunakan karena protein dan karbohidrat dapat membentuk komponen tak larut pada suhu yang lebih tinggi (Mertens, 1992).

Dari hasil penelitian diperoleh kadar serat kasar produk I dan produk III secara berturut-turut sebesar 0,50% ± 0,02% dan 4,29% ± 0,41%. Data penimbangan dan penetapan kadar serat kasar dalam naget ayam dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 36. Kadar serat kasar dalam produk I dan produk III dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III

Produk Kadar Serat Kasar (%)

Peningkatan Kadar Serat Kasar (%)

I 0,50 ± 0,02 -


(39)

Kadar serat kasar produk III mengalami peningkatan sebesar 758% dibandingkan dengan produk I. Ini menunjukan bahwa penambahan rumput laut pada pembuatan naget ayam dapat meningkatkan kadar serat kasar yang terkandung didalamnya. Perhitungan kadar serat kasar dalam produk I dan produk III dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8 halaman 38 sampai dengan 44.

Kadar serat kasar produk III sebesar 4,29%, ini berarti setiap gram produk III mengandung serat kasar sebanyak 0,0429 gram. Jika dalam satu takaran saji adalah sebanyak tujuh potong naget (± 20 gram) maka jumlah serat yang dikonsumsi adalah 0,858 gram. Selanjutnya apabila dalam satu hari diasumsikan dimakan sebanyak tiga kali maka jumlah asupan serat pangannya adalah 2,574 gram. The American Cancer Society, The American Heart Assosiation dan The American Diabetic Assosiation menyarankan agar mengkonsumsi 20-35 gram serat makanan per hari (Lubis, 2010). Dengan mengkonsumsi 21 potong produk III per hari dapat memenuhi 12,87% dari kebutuhan serat pangan harian.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rumput laut Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. Agardh, dapat dijadikan sebagai sumber serat pangan pada naget ayam.

Dari hasil pengujian organoleptik menunjukkan kesukaan panelis meningkat dengan semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget, yaitu produk I, II dan III, tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada produk III dengan skala hedonik rataan kesukaan sebesar 4,0375, kemudian menurun pada produk IV dan V.

Terdapat pengaruh yang besar terhadap kadar serat kasar dengan penambahan rumput laut, dimana kadar serat NARL sebesar 4,29% ± 0,41% mengalami peningkatan sebesar 758% dibandingkan dengan tanpa penambahan rumput laut yaitu sebesar 0,50% ± 0,02%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat produk serat pangan yang lain misalnya sosis atau minuman dengan memanfaatkan rumput laut sebagai sumber serat.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. (2010). Rumput Laut.

Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 26-38.

Anonim. (2011). Konsumsi Serat Masyarakat Indonesia Rendah

2012.

Arianti, D. (2007). Pengaruh Pemberian Tepung Kedelai Terhadap Kadar Protein, Kadar Lemak dan Eksetabilitas Nugget Daging Kambing. Skiripsi. Padang: Andalas.

Aslan, M. (1999). Rumput Laut.Yogyakarta: Kanisius. Hal: 69.

Chaidir, A. (2006). Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif untuk Minuman Berserat. Tesis. Bogor: IPB.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1135, 1216.

Gandjar, G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91- 92.

Indriani, H. dan Sumiarsih, E. (1999). Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 43.

Lubis, Z. (2010). Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press. Hal. 6- 9.

Mertens, D.R. (1992). Critical Conditions in Determining Detergent Fibers. Murti, I. (2011). Khasiat Rumput Laut si Pengganti Garam.

Nainggolan, O. dan Adimunca, C. (2005). Diet Sehat Dengan Serat.

Nirmala. (2009). Rumput Laut Miracle Food dari Samudera.

Piliang, W.G., dan Djojosoebagio, S. (1996). Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi II. Jakarta: UI-Press. Hal. 199.

Ristanti. (2003). Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber Iodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Bogor: IPB.


(42)

Standar Nasional Indonesia (SNI). (2006). PetunjukPengujian Organoleptik dan atau Sensori. Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1984). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ketiga. Yogyakarta:Liberty. Hal. 38.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:Liberty. Hal. 92.

Suparjo. (2010). Analisis Proksimat dan Analisis Serat.

25 Desember 2011.

Suprayitno, E., dan Dwi, T. (2008). Penggunaan Kapang Trichoderma viride dalam Pembuatan Sirup Glukosa Rumput Laut Eucheuma spinosum.

Winarno. (1990). Teknik Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 35, 38.


(43)

(44)

Lampiran 2. Formulir Pengujian Organoleptik

Formulir Pengujian Organoleptik

Nama panelis : ……… Tanggal : ……… NIM : ……… Produk : naget ayam

Berilah tanda dalam kotak di bawah ini sesuai dengan kesan anda setelah mencicipi naget ayam

Produk : I II III IV V

Amat sangat suka :

Sangat suka :

Suka :

Agak suka :

Tidak suka :


(45)

Lampiran 3. Pengujian Organoleptik

Gambar 4. Penyajian Pengujian Organoleptik


(46)

Lampiran 4. Data Hasil Pengujian Organoleptik Ulangan (R) Produk (t) Total (Y)

I II III IV V

1 3 4 5 3 3 18

2 3 4 5 3 2 17

3 5 4 5 3 2 19

4 4 5 5 3 2 19

5 3 4 5 3 2 17

6 4 5 5 3 2 19

7 3 3 3 1 1 11

8 2 3 3 1 1 10

9 3 3 3 3 2 14

10 5 4 5 1 1 16

11 4 4 4 3 3 18

12 2 3 3 1 1 10

13 4 5 5 3 3 20

14 3 3 3 2 2 13

15 2 3 3 1 1 10

16 5 3 3 2 1 14

17 3 3 3 1 1 11

18 2 3 3 1 1 10

19 4 5 4 2 1 16

20 3 3 5 3 2 16

21 2 3 5 3 2 15

22 3 3 5 3 2 16

23 5 4 3 2 1 15

24 3 3 3 1 1 11

25 4 5 5 3 2 19

26 3 3 5 3 2 16

27 5 4 3 2 1 15

28 3 3 5 3 2 16

29 4 5 5 4 3 21

30 3 3 3 2 1 12

31 2 3 3 1 1 10

32 3 3 5 2 1 14

33 5 5 4 4 3 21

34 3 2 2 1 1 9

35 4 5 4 4 3 20

36 2 2 2 2 1 9

37 3 3 5 4 3 18

38 2 2 2 2 2 10

39 4 5 4 4 3 20

40 2 2 2 1 1 8

41 5 4 5 2 2 18


(47)

Lampiran 4. (lanjutan)

43 4 5 5 3 3 20

44 3 3 3 2 1 12

45 4 5 4 3 3 19

46 2 2 3 1 1 9

47 5 4 4 3 3 19

48 2 3 4 3 3 15

49 3 3 4 2 2 14

50 4 3 5 3 3 18

51 2 3 4 2 2 13

52 3 3 4 2 2 14

53 5 4 4 3 3 19

54 3 3 4 3 3 16

55 3 3 4 3 3 16

56 3 3 4 2 2 14

57 5 4 4 3 3 19

58 3 3 3 2 2 13

59 3 4 5 3 3 18

60 4 3 3 2 2 14

61 1 2 5 3 1 12

62 4 3 5 2 1 15

63 1 2 4 1 2 10

64 3 4 4 2 2 15

65 1 1 5 3 3 13

66 4 3 5 2 1 15

67 3 4 5 3 3 18

68 3 3 5 3 4 18

69 2 3 5 4 2 16

70 3 4 5 3 2 17

71 3 3 5 2 1 14

72 3 2 5 2 1 13

73 3 2 4 2 2 13

74 1 2 5 1 2 11

75 1 3 5 2 2 13

76 3 3 4 2 1 13

77 2 1 3 5 4 15

78 2 1 3 5 4 15

79 1 1 3 2 2 9

80 2 2 3 1 2 10

Total (y) 247 259 323 194 161 1184

Rata-rata 3,0875 3,2375 4,0375 2,425 2,0125

Nilai numerik organoleptik


(48)

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Descriptives Tingkat kesukaan Perbandingan N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

DA : RL (1:0) 80 3,09 1,093 ,122 2,84 3,33 1 5

DA : RL (1:0,5) 80 3,24 1,022 ,114 3,01 3,46 1 5

DA : RL (1:1) 80 4,00 1,006 ,113 3,78 4,22 1 5

DA : RL (1:1,5) 80 2,43 ,965 ,108 2,21 2,64 1 5

DA : RL (1:2) 80 2,01 ,864 ,097 1,82 2,20 1 4

Total 400 2,95 1,204 ,060 2,83 3,07 1 5

ANOVA Tingkat kesukaan

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups 188,685 4 47,171 47,848 ,000

Within Groups 389,413 395 ,986

Total 578,098 399

DUNCAN Tingkat kesukaan

Perbandingan N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 1

DA : RL (1:2) 80 2,01

DA : RL (1:1,5) 80 2,43

DA : RL (1:0) 80 3,09

DA : RL (1:0,5) 80 3,24

DA : RL (1:1) 80 4,00

Sig. 1,000 1,000 ,340 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 80,000.


(49)

Lampiran 5. (lanjutan)

Multiple Comparisons Dependent Variable: Tingkat kesukaan

LSD (I)

perbandingan (J)

perbandingan

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Upper Bound

Lower Bound

DA : RL(1:0) DA : RL(1:0,5) -,150 ,157 ,340 -,46 ,16

DA : RL (1:1) -,913(*) ,157 ,000 -1,22 -,60

DA : RL(1:1,5) ,663(*) ,157 ,000 ,35 ,97

DA : RL (1:2) 1,075(*) ,157 ,000 ,77 1,38

DA : RL(1:0,5) DA : RL (1:0) ,150 ,157 ,340 -,16 ,46

DA : RL (1:1) -,763(*) ,157 ,000 -1,07 -,45

DA : RL(1:1,5) ,813(*) ,157 ,000 ,50 1,12

DA : RL (1:2) 1,225(*) ,157 ,000 ,92 1,53

DA : RL(1:1) DA : RL (1:0) ,913(*) ,157 ,000 ,60 1,22

DA : RL(1:0,5) ,763(*) ,157 ,000 ,45 1,07

DA : RL(1:1,5) 1,575(*) ,157 ,000 1,27 1,88

DA : RL (1:2) 1,988(*) ,157 ,000 1,68 2,30

DA : RL(1:1,5) DA : RL (1:0) -,663(*) ,157 ,000 -,97 -,35

DA : RL(1:0,5) -,813(*) ,157 ,000 -1,12 -,50

DA : RL (1:1) -1,575(*) ,157 ,000 -1,88 -1,27

DA : RL (1:2) ,412(*) ,157 ,009 ,10 ,72

DA : RL (1:2) DA : RL (1:0) -1,075(*) ,157 ,000 -1,38 -,77

DA : RL(1:0,5) -1,225(*) ,157 ,000 -1,53 -,92

DA : RL (1:1) -1,988(*) ,157 ,000 -2,30 -1,68

DA : RL(1:1,5) -,412(*) ,157 ,009 -,72 -,10


(50)

Lampiran 6. Data Penimbangan dan Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III

Produk I

No.

Berat sampel

( g )

Berat kertas saring

( g )

Berat kertas saring + Sampel setelah di

keringkan ( g )

Berat residu

( g )

Kadar serat kasar

(%)

1 4,0006 1,6733 1,6899 0,0166 0,4149

2 4,0002 1,7188 1,7381 0,0193 0,4825

3 4,0001 1,6987 1,7143 0,0156 0,3899

4 4,0008 1,7056 1,7253 0.0197 0,4924

5 4,0003 1,7089 1,7294 0,0205 0,5124

6 4,0005 1,7201 1,7399 0,0198 0,4949

Berat 20 potong naget 164,706 g

Berat 20 potong naget setelah dikeringkan 109,8375 g

Produk III No Berat sampel (g) Berat kertas saring (g)

Berat kertas saring + Sampel setelah di

keringkan (g) Berat residu (g) Kadar serat kasar (%)

1 4,0005 1,7396 1,9583 0,2187 5,4670

2 4,0007 1,0696 1,2517 0,1821 4,5521

3 4,0004 1,7419 1,8702 0,1283 3,2072

4 4,0002 1,7421 1,9094 0,1673 4,1823

5 4,0001 1,7356 1,8949 0,1593 3,9824

6 4,0003 1,7389 1,9173 0,1783 4,4457

Berat 20 potong naget 96,2880 g


(51)

Lampiran 6. (lanjutan)

kadar serat kasar (%) = x 100%

(g) Awal Berat

(g) Residu Berat

Contoh perhitungan produk I, nomor 1

% kadar serat kasar = x 100% g

4,0001 g 0,0156

= 0,3899%

Dengan cara yang sama diperoleh kadar serat kasar untuk sampel nomor 2 sampai nomor 6 dan produk III.


(52)

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya pada Produk I

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 0,4149 -0,0496 0,00246016

2. 0,4825 0,0180 0,00032400

3. 0,3899 -0,0746 0,00556516

4. 0,4924 0,0279 0,00077841

5. 0,5124 0,0479 0,00229441

6. 0,4949 0,0304 0,00092416

X = 0,4645 Σ = 0,01234630

SD =

(

)

1 2 − −

n x xi = 1 6 01234630 , 0

− = 0,0497

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh

t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung =

n sd

x xi

t-hitung data 1 =

6 0497 , 0 4645 , 0 4149 , 0 − = -2,4446

t-hitung data 2 =

6 0497 , 0 4645 , 0 4825 , 0 −

= 0,8871

t-hitung data 3 =

6 0497 , 0 4645 , 0 3899 , 0 −

= -3,6767... ditolak

t-hitung data 4 =

6 0497 , 0 4645 , 0 4924 , 0 − = 1,3751


(53)

Lampiran 7. (lanjutan)

t-hitung data 5 =

6 0497 , 0 4645 , 0 5124 , 0 − = 2,3608

t-hitung data 6 =

6 0497 , 0 4645 , 0 4949 , 0 − = 1,4983

Data 3 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 1,2,4,5 dan 6

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 0,4149 -0,0645 0,00416025

2. 0,4825 0,0031 0,00000961

3. 0,4924 0,0130 0,00016900

4. 0,5124 0,0330 0,00108900

5. 0,4949 0,0155 0,00024025

X = 0,4794 Σ = 0,00566811

SD =

(

)

1 2 − −

n x xi = 1 5 00566811 , 0

− = 0,0376

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 5-1 diperoleh t-tabel =2,78. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung =

n sd

x xi

t-hitung data 1 =

5 0376 , 0 4794 , 0 4149 , 0 −


(54)

Lampiran 7. (lanjutan)

t-hitung data 2 =

5 0376 , 0 4794 , 0 4825 , 0 − = 0,1845

t-hitung data 3 =

5 0376 , 0 4794 , 0 4924 , 0 − = 0,7738

t-hitung data 4 =

5 0376 , 0 4794 , 0 5124 , 0 − = 1,9643

t-hitung data 5 =

5 0376 , 0 4794 , 0 4949 , 0 −

= 0,9226

Data 1 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 2,3,4 dan 5

No. Kadar serat kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1 0,4825 -0,0131 0,00017161

2 0,4924 -0,0032 0,00001024

3 0,5124 0,0169 0,00028561

4 0,4949 -0,0006 0,00000036

X = 0,4955 Σ = 0,00046782

SD =

(

)

1 2 − −

n x xi = 1 4 00046782 , 0

− = 0,0125

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh


(55)

Lampiran 7. (lanjutan) t-hitung = n sd x xi

t-hitung data 1 =

4 0125 , 0 4955 , 0 4825 , 0 − = -2,069

t-hitung data 2 =

4 0125 , 0 4955 , 0 4924 , 0 − = -0,512

t-hitung data 3 =

4 0125 , 0 4955 , 0 5124 , 0 − = 2,704

t-hitung data 4 =

4 0125 , 0 4955 , 0 4949 , 0 − = 0,096

μ = x ± t

n SD ×

μ = 0,4955% ± 0,0198%

Kadar serat kasar sebenarnya pada produk I adalah


(56)

Lampiran 8. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya padaProduk III

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 5,467 1,1609 1,34768881

2. 4,5521 0,2460 0,06051600

3. 3,2072 -1,0989 1,20758121

4. 4,1823 -0,1238 0,01532644

5. 3,9824 -0,3237 0,10478169

6. 4,4457 0,1396 0,01948816

X = 4,3061 Σ = 2,75538231

SD =

(

)

1 2 − −

n x xi = 1 6 75538231 , 2

− = 0,7423

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh

t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung =

n sd

x xi

t-hitung data 1 =

6 7423 , 0 3061 , 4 4670 , 5 −

= 3,8313... ditolak

t-hitung data 2 =

6 7423 , 0 3061 , 4 5521 , 4 −

= 0,8188

t-hitung data 3 =

6 7423 , 0 3061 , 4 2072 , 3 −


(1)

Lampiran 6. (lanjutan)

kadar serat kasar (%) = x 100% (g)

Awal Berat

(g) Residu Berat

Contoh perhitungan produk I, nomor 1

% kadar serat kasar = x 100% g

4,0001 g 0,0156

= 0,3899%

Dengan cara yang sama diperoleh kadar serat kasar untuk sampel nomor 2 sampai nomor 6 dan produk III.


(2)

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 0,4149 -0,0496 0,00246016

2. 0,4825 0,0180 0,00032400

3. 0,3899 -0,0746 0,00556516

4. 0,4924 0,0279 0,00077841

5. 0,5124 0,0479 0,00229441

6. 0,4949 0,0304 0,00092416

X = 0,4645 Σ = 0,01234630

SD =

(

)

1

2

− −

n x xi

=

1 6

01234630 ,

0

− = 0,0497

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung = n sd

x xi

t-hitung data 1 =

6 0497 , 0

4645 , 0 4149 ,

0 −

= -2,4446

t-hitung data 2 =

6 0497 , 0

4645 , 0 4825 ,

0 −

= 0,8871

t-hitung data 3 =

6 0497 , 0

4645 , 0 3899 ,

0 −

= -3,6767... ditolak

t-hitung data 4 =

6 0497 , 0

4645 , 0 4924 ,

0 −


(3)

Lampiran 7. (lanjutan)

t-hitung data 5 =

6 0497 , 0

4645 , 0 5124 ,

0 −

= 2,3608

t-hitung data 6 =

6 0497 , 0

4645 , 0 4949 ,

0 −

= 1,4983

Data 3 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 1,2,4,5 dan 6

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 0,4149 -0,0645 0,00416025

2. 0,4825 0,0031 0,00000961

3. 0,4924 0,0130 0,00016900

4. 0,5124 0,0330 0,00108900

5. 0,4949 0,0155 0,00024025

X = 0,4794 Σ = 0,00566811

SD =

(

)

1

2

− −

n x xi

=

1 5 00566811 ,

0

− = 0,0376

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 5-1 diperoleh

t-tabel =2,78. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung = n sd

x xi

t-hitung data 1 =

5 0376 , 0

4794 , 0 4149 ,

0 −


(4)

t-hitung data 2 =

5 0376 , 0

4794 , 0 4825 ,

0 −

= 0,1845

t-hitung data 3 =

5 0376 , 0

4794 , 0 4924 ,

0 −

= 0,7738

t-hitung data 4 =

5 0376 , 0

4794 , 0 5124 ,

0 −

= 1,9643

t-hitung data 5 =

5 0376 , 0

4794 , 0 4949 ,

0 −

= 0,9226

Data 1 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 2,3,4 dan 5

No. Kadar serat kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1 0,4825 -0,0131 0,00017161

2 0,4924 -0,0032 0,00001024

3 0,5124 0,0169 0,00028561

4 0,4949 -0,0006 0,00000036

X = 0,4955 Σ = 0,00046782

SD =

(

)

1

2

− −

n x xi

=

1 4 00046782 ,

0

− = 0,0125

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh t-tabel =3,18. Data diterima jika t-hitung < t tabel


(5)

Lampiran 7. (lanjutan)

t-hitung = n sd

x xi

t-hitung data 1 =

4 0125 , 0

4955 , 0 4825 ,

0 −

= -2,069

t-hitung data 2 =

4 0125 , 0

4955 , 0 4924 ,

0 −

= -0,512

t-hitung data 3 =

4 0125 , 0

4955 , 0 5124 ,

0 −

= 2,704

t-hitung data 4 =

4 0125 , 0

4955 , 0 4949 ,

0 −

= 0,096

μ = x ± t

n SD

×

μ = 0,4955% ± 0,0198%

Kadar serat kasar sebenarnya pada produk I adalah


(6)

No. Kadar Serat Kasar

(%) Xi - X (Xi - X )

2

1. 5,467 1,1609 1,34768881

2. 4,5521 0,2460 0,06051600

3. 3,2072 -1,0989 1,20758121

4. 4,1823 -0,1238 0,01532644

5. 3,9824 -0,3237 0,10478169

6. 4,4457 0,1396 0,01948816

X = 4,3061 Σ = 2,75538231

SD =

(

)

1

2

− −

n x xi

=

1 6

75538231 ,

2

− = 0,7423

Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel

t-hitung = n sd

x xi

t-hitung data 1 =

6 7423 , 0

3061 , 4 4670 ,

5 −

= 3,8313... ditolak

t-hitung data 2 =

6 7423 , 0

3061 , 4 5521 ,

4 −

= 0,8188

t-hitung data 3 =

6 7423 , 0

3061 , 4 2072 ,

3 −