11
D. Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan terhadap kaidah hukum muatan materi dalam
peraturan pengelolaan pertambangan yang membawa keadilan bagi daerah tempat pertambangan itu berlangsung.
2. Memberi masukkan untuk merubah atau memperbaiki peraturan
perundang-undangan mengenai
eksploitasi pertambangan
di Indonesia yang memberikan keadilan bagi kepentingan daerah
setempat dan sesuai yang dimaksud oleh UUD 1945.
E. Landasan Teori
Isu sentral penelitian ini adalah asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. Landasan teori yang akan dijadikan
pisau analisis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Teori Keadilan Sosial
Asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan yang menjadi isu di sini adalah keadilan sosial, yang dalam hal ini yaitu keadilan
bagi rakyat Indonesia. Dalam asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia, maka keadilan mencakup antara pihak
perusahaan pertambangan dan rakyat Indonesia yang diwakili oleh Pemerintah Indonesia. Diskusi mengenai konsep keadilan di sini mau tidak
12 mau harus mengacu kepada pendapat para tokoh serta konsep keadilan yang
memang telah ada di dalam Undang-Undang. Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap
mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “
the search for justice
”.
16
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya
nichomachean ethics, politics,
dan
rethoric
. Lebih khususnya, dalam buku
nicomachean ethics
, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat
umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.
17
Konsep keadilan Aristoteles ini terkait erat dengan pembentukan struktur kehidupan masyarakat yang didasarkan atas prinsip-prinsip persamaan
equality
dan solidaritas. Kemudian, Thomas Aquinas mengatakan keutamaan dalam keadilan adalah menentukan bagaimana hubungan orang
dengan orang lain dalam hal
iustum
, yakni mengenai ’apa yang sepatutnya bagi orang lain menurut sesuatu kesamaan proporsional’
aliquod opus adaequatum alteri secundum aliquem aequalitatis modum
.
18
Dari pemikiran Thomas Aquinas inilah kemudian terbit pemahaman mengenai keadilan
proposional. Pemikiran mengenai keadilan dari Aristoteles dan Thomas
16
Theo Huijebers, Op.cit, hal 196.
17
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2004, hal 24.
18
Theo Huijebers, Op.cit, hal 42.
13 Aquinas yang masih berpijak pada filsafat hukum alam inilah yang penulis
anggap sebagai kategori konsep keadilan tradisional.
Selanjutnya, menurut John Rawls, pada masyarakat yang telah maju modern, hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-
prinsip keadilan.
19
Pemikiran mengenai keadilan John Rawls inilah, yang penulis anggap sebagai kategori konsep keadilan modern. Rawls mengakui
bahwa kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri merupakan kendala utama dalam mencari prinsip-prinsip keadilan itu. Apabila dapat
menempatkan diri pada posisi asli, manusia akan sampai pada dua prinsip keadilan yang paling mendasar, yaitu:
20
1 Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya
principle of greatest equal liberty
. Menurut pinsip ini setiap orang mempunyai hak yang sama atas seluruh keuntungan masyarakat.
2 Prinsip ketidaksamaan atau perbedaan, yang menyatakan bahwa situasi
perbedaan sosial ekonomi harus diberikan aturan sedemikian rupa sehingga dapat menguntungkan golongan masyarakat yang paling
lemah paling tidak mendapat peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas.
19
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. cit., hal. 161-162
20
Ibid , hal 165.
14 Konsep tentang keadilan memang selama ini mengandung banyak
aspek dan dimensi. Kita dapat membedakan berjenis-jenis keadilan:
21
a. Keadilan komutatif
iustitia commutativa
Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing- masing bagiannya, dengan mengingat supaya prestasi atau sama-nilai
dengan kontraprestasi. b.
Keadilan distributif
iustitia distributiva
Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.
c. Keadilan vindikatif
justitia vindicativa
Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing- masing hukumannya atau dendanya, sebanding dengan kejahatan atau
pelanggarannya dalam masyarakat. d.
Keadilan legal
iustitia legalis
Keadilan legalis ialah keadilan undang-undang. Keadilan legal menuntut supaya orang tunduk pada semua undang-undang, oleh
karena undang-undang itu menyatakan kepentingan umum. Dengan mentaati hukum adalah sama dengan bersikap baik dalam segala hal,
maka keadilan legal disebut keadilan umum
justitis generalis
. e.
Aeqsuitas
21
O. Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan: Beberapa Bab Dari Filsafat Hukum
, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1975, hal 36-38.
15 Aeqsuitas memberikan koreksi apakah subjek dalam situasi dan
keadaan
omstandingheden
tertentu patut memperoleh haknya atau kewajibannya.
Jika dikaji lebih dalam lagi, menurut penulis, keadilan sosial sesungguhnya tidak identik dengan salah satu konsep keadilan yang telah
dipaparkan oleh penulis sebelumnya. Bahkan keadilan sosial juga tidak sama dengan nilai-nilai keadilan yang diimpikan dalam falsafah kehidupan yang
biasa dikembangkan oleh para filsuf. Namun, ujung dari pemikiran dan impian-impian tentang keadilan itu adalah keadilan aktual dalam kehidupan
nyata yang tercermin dalam struktur kehidupan kolektif dalam masyarakat. Artinya, ujung dari semua berbagai ide tentang keadilan di atas adalah
keadilan sosial yang nyata. Karena itu, dapat dikatakan bahwa konsep keadilan sosial itu merupakan simpul dari semua dimensi dan aspek dari ide
kemanusiaan tentang keadilan. Konsep keadilan sosial
social justice
berbeda dari ide keadilan hukum yang biasa dipaksakan berlakunya melalui proses hukum. Tetapi
konsep keadilan sosial tentu juga tidak hanya menyangkut persoalan moralitas dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda-beda dari satu
kebudayaan ke kebudayaan lain sehingga derajat universilitasnya menjadi tidak pasti. Seperti dikemukakan di atas, keadilan sosial memang harus
dibedakan dari pelbagai dimensi keadilan, seperti keadilan
equality
, keadilan
16 proposional, keadilan liberal, keadilan komutatif, keadilan vindikatif,
keadilan distributif, keadilan legal, dan sebagainya —meskipun dapat juga
dipahami bahwa keseluruhan ide tentang keadilan itu pada akhirnya dapat dicakup oleh dan berujung pada ide keadilan sosial. Konsep keadilan sosial
ini sebenarnya telah diusung oleh para pendiri negara Indonesia. Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial ialah:
Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada
penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada
exploitation de
I’homme par I’homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan,
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja
.
22
Sudah pernah saya katakan bahwa cita-cita dengan keadilan sosial ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Saya tekankan adil
dan makmur, makmur dan adil, dengan menggunakan alat-alat industri,
alat-alat teknologi
yang sangat
modern....Tetapi industrialisme modern itu kita pergunakan untuk kepentingan
umum.
23
Mohammad Hatta juga menyadari mengenai pentingnya keadilan
sosial bagi rakyat Indonesia, yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat, namun hal ini menurutnya harus mengandaikan kedaulatan rakyat. Dalam
sebuah pidato di Aceh pada tahun 1970, ia mengatakan: “Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang
adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya
diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga
22
Soekarno, Op.cit, hal 277-278.
23
Ibid, hal 295.
17 negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas
sampai ke bawah berdasarkan kedaulata n rakyat.”
24
Selain itu, konsep keadilan sosial dapat dilihat pada Alinea IV Pembukaan UUD Tahun 1945 yang menyatakan:
“…. susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam
PermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
25
Dari rumusan keadilan sosial di atas penulis menyimpulkan bila
disimpulkan dalam tataran praktis:
Pertama
, keadilan sosial itu dirumuskan sebagai “suatu” yang sifatnya konkrit, bukan hanya abstrak-filosofis yang
tidak sekedar dijadikan jargon politik tanpa makna;
Kedua
, keadilan sosial itu bukan hanya sebagai subjek dasar negara yang bersifat final dan statis,
tetapi merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu
bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan bila dalam
tataran normatif maka keadilan sosial dapat disimpulkan:
Pertama
, keadilan sosial adalah kesejaheraan rakyat.
Dalam hal inilah maka keadilan sosial harus mengandaikan kedaulatan rakyat yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat.
Kedua,
keadilan sosial merupakan maksimalisasi kemakmuran rakyat. Keadilan
24
Mohammad Hatta, dalam Franz Magnis Suseno, Bung Hatta dan Demokrasi, Tempo, 18 Agustus 2002.
25
Lihat Alinea IV Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945.
18 sosial harus sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 33 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ketiga
, keadilan sosial itu seharusnya merupakan subjek dasar negara yang bersifat final dan statis yang terangkum
dalam konteks peraturan, kelembagaan, dan sistem nilai yang dapat berakibat kepada kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia; dan
Keempat
, keadilan sosial mengarah kepada kepentingan publik. Keadilan sosial akan
tercipta jikalau kepentingan publik terlindungi. Jadi dalam penelitian ini, konsep keadilan sosial merupakan konsep utama yang melandasi isu
pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia.
2. Teori Fungsi Pemerintah