1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa
dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
1
Salah satu tujuan tersebut telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
merupakan prinsip yang mendasari pembentukan seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan
ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam
suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
2
Dalam konteks investasi di bidang pertambangan yang dilakukan melalui penanaman modal asing
1
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
2 adalah dilakukan melalui
joint venture
yaitu suatu bentuk perjanjian usaha patungan antara Negara Indonesia dengan perusahaan pananaman modal
asing, dimana Negara bertindak sebagai pemegang kuasa pertambangan menunjuk perusahaan penanaman modal asing yang bertindak sebagai
kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan di bidang usaha Pertambangan Umum yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi,
pemurnian, pengangkutan dan penjualan bahan-bahan galian yang berada di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan atas hukum
Reschsstaat.
3
Ciri-ciri negara hukum ialah,
pertama,
adanya pembagian kekuasaan dalam negara,
kedua,
diakuinya hak asasi manusia yang dituangan dalam konstitusi,
ketiga,
adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintah asas legalitas,
keempat,
adanya peradilan yang bebas dan merdeka,
kelima,
semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum
4
. Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu dalam pembentukan undang-undang harus didasarkan pada undang-undang
dasar konstitusi
5
. Menurut penulis, hukum merupakan yang utama dalam mewujudkan kepastian hukum dan keadilan sosial demi terselenggaranya
3
Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 Bagian Sistem Pemerintahan Negara. Angka 1.
4
Jimly Asshiddiqie, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum Ikatan Alumi Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Januari 2010.
5
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, 2008, hal: 243-253.
3 kesejahteraan rakyat. Undang-undang yang ada harus mencerminkan apa
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi Indonesia. Indonesia adalah negara hukum, maka semua produk
undang-undang harus didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Keadilan sosial merupakan cita-cita dari Negara Indonesia yang
paling utama. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapa pun sesuai apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional
dan tidak melanggar hukum
6
. Menurut Notohamidjojo, keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam masyarakat masing-
masing harus diberi kesempatan menurut
menselijke waardigheid
kepatuhan kemanusiaan. Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial
ialah: Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur,
berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada
exploitation de
I’homme par I’homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan,
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja
.
7
Sedangkan menurut John Rawls, keadilan harus memenuhi tiga unsur
yaitu:
pertama
diandaikan tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari, karena abstraksi dari segala sifat
individualnya orang mampu untuk sampai pada suatu pilihan yang rasional
6
Darji Darmodiharjo Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Cetakan keenam, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal 166-167.
7
Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Media Pressindo, Yogyakarta, 2006, hal 277-278.
4 tentang prinsip-prinsip keadilan;
kedua
diandaikan bahwa prinsip keadilan dipilih dengan semangat keadilan, yakni dengan kesediaan untuk tetap
berpegang pada prinsip-prinsip keadilan yang telah dipilih. Sikap ini perlu karena sasaran individu yang harus dibagi rata antara banyak orang dan pasti
tidak semua orang tidak menerima apa yang mereka inginkan. Sikap ini sebenarnya bertepatan dengan sikap rasional dari seorang yang bijaksana.
Seorang yang bijaksana akan mengerti bahwa semua orang sungguh-sungguh berusaha memperhatikan kepentingan bersama secara dewasa, ia tidak akan
merasa iri hati terhadap orang, sekurang-kurangnya tidak selama perbedaan tidak melampaui batas-batas tertentu;
ketiga,
diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individualnya dan baru kemudian
kepentingan umum. Hal ini wajar karena orang berkembang secara pribadi dan ingin memperhatikan orang-orang dekatnya.
8
Demi mewujudkan keadilan sosial, pemerintah selaku pelaksana dari negara berusaha memanfaatkan modal yang ada yang ada, baik berupa
sumberdaya lewat hasil produksi atau sumber daya alam berupa mineral emas, tembaga, perak, nikel, batubara, dan lain-lain untuk dikelola dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini, pemerintah telah menyusun dan
8
Theo Huijebers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Cetakan ke 5, Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal 198.
5 membuat undang-undang di bidang pertambangan. Pengaturan pengelolaan
pertambangan di Indonesia sendiri memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Pada tahun 1960, pada masa Orde Lama, Pemerintah Indonesia
menerbitkan suatu peraturan mengenai pertambangan yang diundangkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang kemudian
menjadi Undang-Undang No. 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pertambangan 1960. Tahun
1966, lahirlah Orde Baru yang ditandai dengan perubahan besar dalam tata kehidupan masyarakat, peran militer dan modal asing semakin kuat dan luas.
Saat itu pemerintah Orde baru menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan. Meningkatnya sektor pertambangan pada era Orde Baru, karena sebagian
besar disebabkan oleh sikap pemerintah yang lebih terbuka dengan modal asing. Setelah hampir selama kurang lebih empat dasawarsa sejak
diberlakukannya Undang-Undang nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok pertambangan, maka lahirlah peraturan perundang-
undangan yang mengatur lebih spesifik tentang pertambangan mineral dan batubara, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Penyusunan dan pembentukan ketiga undang-undang di bidang
pertambangan tersebut dimaksudkan guna mempercepat terlaksananya tujuan
6 negara dalam pembangunan ekonomi nasional guna menuju masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara materiil dan spirituil berdasarkan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara tersebut
dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensial di bidang pertambangan menjadi kekuatan
ekonomi riil.
9
Dengan demikian yang menjadi payung hukum dari Undang- Undang Pertambangan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 yang
dirumuskan:
10
1. ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan; 2.
ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3. ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat;
4. ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
5. ayat 5: Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dengan Undang-Undang. Perwujudan dari pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tertuang juga
dalam Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Tentang Pertambangan, yang berbunyi:
9
Lihat Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan, huruf a.
10
Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional.
7 Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional
bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
11
Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Tentang Pertambangan tidak mengatur tentang bagian dari hasil pengelolaan sumberdaya alam dari pihak-pihak yang melakukan
pertambangan di Indonesia dengan negara yang mempunyai otoritas tinggi. Ketentuan dalam undang-undang ini Pasal 28 ayat 3, dikatakan bagian
kepada daerah tempat lokasi di mana suatu perusahaan tambang tersebut beroperasi, pembagiannya hanya dari apa yang diperoleh oleh negara secara
langsung dari perusahaan tambang tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam undang-undang tersebut.
Dalam hal pembagian hasil pengelolaan bahan tambang daerah tidak mendapat
langsung dari
perusahaan tambang
yang beroperasi
mengeksploitasi bahan tambang di daerahnya. Dalam kaitannya dengan bagian daerah dalam hasil pengelolaan pertambangan menurut undang-
undang Undang-Undang No 11 Tahun 1967, daerah tempat beroperasinya suatu perusahaan pertambangan hanya bisa menerima berapa pun bagian
yang menurut pemerintah pusat yang akan diberikan kepada daerah tersebut.
11
Lihat Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
8 Hal ini jelas berdampak bagi daerah tersebut dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial bagi rakyatnya. Salah satu contoh perusahaan pertambangan asing yang melakukan
penanaman modal di Indonesia adalah PT Freeport. PT. Freeport telah beroperasi di Papua sejak bulan April Tahun 1967. Selama beroperasi di
Papua, PT. Freeport telah berhasil mengeruk keuntungan hingga miliaran dollar pertahun
—b erdasarkan laporan keuangan Freeport pada 2008, total
pendapatan Freeport adalah US 3,703 miliar dengan keuntungan US 1,415 miliar.
12
Namun jika kita lihat, jauh dari apa yang dicita-citakan dalam konstitusi negara Indonesia, wilayah Provinsi Papua dalam rentang waktu
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, tidak bertumbuh
menuju suatu masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Aktivitas ekonomi yang dihasilkan dari pengelolaan pertambangan belum memberikan
kontribusi besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan penduduk asli Papua
13
, tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang tersebut.
Contoh lainnya lagi adalah PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan pertambangan yang beroperasi di daerah Sumbawa.
Perusahaan ini
12
http:www.tempo.cohgbisnis20100304brk,20100304-229961,id.html,
Penerimaan Negara dari Freeport Dinilai Tak Berimbang , diakses pada tanggal 29 September 2011.
13
http:www.jatam.org , Pertambangan Papua Kasus Freeport, diakses pada
tanggal 14 Maret 2011.
9 diperkirakan membukukan pendapatan pada kuartal I 2011 sebesar US
484,67 juta.
14
Selama ini PT Newmont Nusa Tenggara melakukan pembuangan sisa tambang ke dasar laut Teluk Senunu, Sumbawa, hal ini
dinilai telah merugikan nelayan dan tidak sesuai dengan mekanisme perundangan.
15
Selain PT. Freeport dan PT Newmont Nusa Tenggara tersebut, masih banyak perusahaan perusahaan pertambangan asing yang
melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia, namun pengelolaan pertambangan belum memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan sosial
wilayah tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang tersebut sesuai dengan keadilan sosial yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Landasan konstitusional konsepsi keadilan dalam pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Tahun 1945. Oleh sebab itu konsepsi
keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam haruslah sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan
kajian yuridis mengenai asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia.
14
http:www.indonesiafinancetoday.comread6640Pendapatan-Newmont-Nusa- Tenggara-Kuartal-I-Diperkirakan-US-48467-Juta
, Pendapatan Newmont Nusa Tenggara
Kuartal I Diperkirakan US 484,67 Juta , diakses pada tanggal 29 September 2011.
15
http:cetak.kompas.comread2011070803493360walhi.siap.gugat.kementerian .lingkungan
, Dampak Pertambangan: Walhi Siap Gugat Kementerian Lingkungan, diakses pada tanggal 22 Juli 2011.
10
B. Rumusan Masalah