15
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Kota Layak Anak
1. Kebijakan Publik
Kebijaksanaan policy diberi arti yang bermacam macam. Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijaksanaan sebagai
“a projected program of goals, values anf practices”
.
12
suatu program pencapaian tujuan, nilai nilai dan praktek praktek yang terarah. Sedangkan Carl J. Friedrick
mendefinisikan kebijaksanaan sebagai berikut “a proposed course of action of a
person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effor to
reach a goal or realize an objective or a purpose”
.
13
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertent u”. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 elemen yaitu :
a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai
b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan
12
Harold D. Laswell dan Abraham, ower and society, New Haven: Yale University ress, 1970, hal. 71.
13
Carl J. Friedrick, Man and His Goverment, New York: Mc graw hill, 1963, hal.79.
16 c.
Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Pembuatan keputusan banyak dilakukan dipelbagai macam organisasi. Pembuatan keputusan itu adalah merupakan salah satu fungsi utama administrator
atau manager organisasi, termasuk manager organisasi publik. Proses pembuatan keputusan bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana. Hal ini telah
mengundang banyak para ahli untuk memikirkan cara atau teknik pembuatan keputusan yang paling baik. Maka penulis akan menjelaskan secara singkat
tentang beberapa macam pandangan mengenai pembuatan keputusan dan perumusan kebijaksanaan, beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan, dan cara untuk meningkatkan perumusan kebijaksanaan. William R. Dill memberi defenisi mengenai pembuatan keputusan sebagai
berikut “a decision is a choice
among alternatives”
.
14
“suatu keputusan adalah suatu pilihan terhadap pelbagai macam alternatif”. Sedangkan dalam
glossary of public administration
pembuatan keputusan
decision making
didefinisikan sebagai:
“a process in which choices are made to chang
e or leave unchanged an existing condition, to select a course of action most appropriate to achieving a
desired objective, and to minimize risks, uncertainty, and resource expenditures in
pursuing the objective” suatu proses dalam mana pilihan-pilihan dibuat untuk mengubah atau tidak mengubah suatu kondisi yang ada, memilih serangkaian
tindakan yang paling tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan untuk mengurangi resiko resiko, ketidakpastian dan pengeluaran sumber
–sumber dalam rangka mengejar
tujuan”. Dari definisi diatas, nampak jelas sekali bahwa
14
William R. Dill, “Administrative Decision Making” dalam Robert T. Golombiewski et,al., ublick Administration, Cicago Rand Mc Nally Comany, 2 nd ed., 1972,
hal. 93.
17 sepanjang pembuatan keputusan itu merupakan penentuan serangkaian tindakan
a course of action
, maka proses pembuatan keputusan itu dilakukan terus menerus dan tidak mengenal berhenti. Sebagaimana telah pernah disinggung
dalam pembahasan diatas bahwa keputusankebijaksanaan bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah dan sederhana.
Sebagai suatu proses, maka tahap formulasi kebijakan terdiri atas beberapa komponen
unsur
yang saling berhubungan secara respirokal sehingga membentuk pola sistemik berupa
input
–
proses
–
output
–
feedback
. Komponen
unsur
yang terdapat dalam proses formulasi kebijakan adalah : a.
Tindakan. Tindakan kebijakan adalah tindakan disengaja yang selalu dilakukan
secara terorganisasi dan berulang
ajeg
guna membentuk pola-pola tindakan tertentu, sehingga pada akhirnya akan menciptakan norma-norma bertindak bagi
sistem kebijakan. Jika pada tahap awal tumbuhnya sistem kebijakan dan tujuan dari sistem itu ditetapkan terlebih dahulu untuk menentukan tindakan apa yang
akan dilakukan guna mencapai tujuan tersebut, maka pada giliran berikutnya, ketika sistem telah berjalan, norma yang terbentuk oleh pola tindakan tadi akan
mengubah atau setidaknya mempengaruhi tujuan sistem. Hal ini sejalan dengan tindakan pemrintah kota salatiga yang merespon secara positif penetapan kota
salatiga sebagai salah satu Kota Layak Anak KLA oleh Kementeritan Negara Pemberdayaan Perempuan RI, oleh karena gagasan pengembangan Kota Layak
Anak KLA sesungguhnya merupakan komitmen Internasional demi menciptakan sebuah dunia yang layak bagi kehidupan anak.
b. Aktor.
Orang atau pelaku yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan akan memberikan dukungan maupun tuntutan serta menjadi sasaran dari kebijakan
yang dihasilkan oleh sistem kebijakan. Aktor yang paling dominan dalam tahap
18 perumusan kebijakan dengan tuntutan yang bersifat intern, dalam artian
mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk menentukan isi dan memberikan legitimasi terhadap rumusan kebijakan tersebut, disebut pembuat kebijakan
policy maker
. Sementara itu, aktor yang mempunyai kualifikasi atau karakteristik lain dengan tuntutan ekstern, dikenal sebagai kelompok-kelompok
kepentingan, partai politik, pimpinan elit profesi dan lain-lain. Untuk dapat tetap bertahan bermain di dalam sistem tersebut, mereka harus memilik komitmen
terhadap aturan main, yang pada mulanya dirumuskan secara bersama-sama oleh semua aktor. Pada tataran ini komitmen para aktor akan menjadikan menjadikan
mereka mematuhi aturan atau norma bersama. Selain itu, kepatuhan terhadap norma ini bahkan menjadi keharusan, karena diasumsikan bahwa pencapaian
tujuan sistem akan terwujud jika semua aktor mematuhi norma bersama. c.
Orientasi nilai. Proses formulasi kebijakan pada prinsipnya berhubungan dengan proses
mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai yang beraneka ragam kemudian menentukan nilai-nilai yang relevan dengan kepentingan masyarakat, sehingga
setiap kebijakan yang dihasilkan akan mempunyai implikasi nilai, baik secara implisit maupun eksplisit. Oleh karena itu, aktor-aktor yang berperan dalam
formulasi kebijakan tidak hanya berfungsi menciptakan adanya keseimbangan diantara kepentingan-kepentingan yang berbeda
muddling through or balancing interests
, tetapi juga harus berfungsi sebagai penilai
valuer
, yakni mampu menciptakan adanya nilai yang dapat disepakati bersama yang didasarkan pada
penilaian-penilaian rasional
rational judgements
guna pencapaian hasil yang maksimal.
19 Tahap formulasi kebijakan sebagai suatu proses yang dilakukan secara
ajeg dengan melibatkan para stakeholders
aktor
guna menghasilkan serangkaian tindakan dalam memecahkan problem publik melalui identifikasi dan analisis
alternatif, tidak terlepas dari nilai-nilai yang mempengaruhi tindakan para aktor dalam proses tersebut. Nilai-nilai ukuran yang mempengaruhi tindakan dari para
pembuat keputusan dalam proses formulasi kebijakan dapat dibagi kedalam beberapa kategori, yakni :
1. Nilai-nilai politik, dimana keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik
dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti umumnya pada paradigma kritis dalam kebijakan publik, maka dalam fase formulasi
kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik itu tidak boleh dilepaskan dalam fokus kajiannya, sebab
apabila kita melepaskan kenyataan politik itu dari proses pembuatan kebijakan publik, maka kebijakan yang dihasilkan akan miskin aspek
lapangannya sementara kebijakan publik itu sendiri tidak pernah steril dari aspek politik. Dalam konteks ini, maka proses formulasi kebijakan
dipahami sebagai sebuah proses pengambilan keputusan yang sangat ditentukan oleh factor kekuasaan, dimana sumber-sumber kekuasaan itu
berasal dari strata social, birokrasi, akademis, profesionalisme, kekuatan modal dan lain sebagainya.
2. Nilai-nilai organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas dasar
nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa
rewards
dan sanksi
sanction
yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya. Pada tataran ini, tindakan-tindakan yang dilakukan
20 oleh para stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh kepentingan
dan perilaku kelompok, sehingga pada gilirannya, produk-produk kebijakan yang dihasilkan lebih mengakomodasi kepentingan organisasi
mereka ketimbang kepentingan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan adanya sebuah perangkat sistemik yang mampu
mengeliminir kecenderungan tersebut. 3.
Nilai-nilai pribadi, dimana seringkali keputusan dibuat atas dasar nilai- nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pembuat keputusan untuk
mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan dan sebagainya. Proses formulasi kebijakan dalam konteks ini lebih dipahami sebagai suatu proses
yang terfokus pada aspek emosi manusia, personalitas, motivasi dan hubungan interpersonal. Fokus dari pandangan ini adalah siapa
mendapatkan nilai apa, kapan ia mendapatkan nilai tersebut dan bagaimana ia mengaktualisasikan nilai yang telah dianutnya.
4. Nilai-nilai kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi
pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan kebijakan yang secara moral dan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam
kategori ini adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan dan lain-lain. Pandangan ini melihat bagaimana pembuat
kebijakan sebagai
personal mampu
merespon stimulasi
dari lingkungannya. Artinya, di sini, akan banyak terlihat tentang bagaimana
seorang pembuat kebijakan mengenali masalah, bagaimana mereka menggunakan informasi yang mereka miliki, bagaimana mereka
menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang ada, bagaimana mereka
21 mempersepsi realitas yang ditemui, bagaimana informasi di proses dan
bagaimana informasi dikomunikasikan dalam organisasi. 5.
Nilai-nilai ideologi, dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri
maupun luar negeri. Selain itu, ideologi juga masih merupakan sarana untuk
merasionalisasikan dan
melegitimasikan tindakan-tindakan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
15
Berikut ini akan dijelaskan pendapat Nigro and Nigro mengenai faktor faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusankebijaksanaan serta beberapa
kesalahan umum dalam pembuatan keputusankebijaksanaan.
16
Beberapa faktor yang memengaruhi pembuatan kebijaksanaan itu adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengaruh tekanan tekanan dari luar
Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “
rationale comprehensive
” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif
yang akan
dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan formulasi
kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan.
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama Konservatisme
Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber- sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung
15
http:kebijakanpublik12.blogspot.com Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01 Juni 2012
16
Da
pat dipelajari dari uraian Nigro dan Nigro, op. Cit., hal. 217-225.
22 akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik
sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan.
c. Adanya pengaruh sifat sifat ribadi
Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan
atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh, bahkan
sering pula
pembuatan keputusan
dilakukan dengan
mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar proses formulasi kebijakan.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang yang
bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya
kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan.
17
Masalah nilai dalam diskursus analisis kebijakan publik, merupakan aspek
metapolicy
karena menyangkut substansi, perspektif, sikap dan perilaku,
17
http:kebijakanpublik12.blogspot.com Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01 Juni 2012 di akses tanggal 02 September 2014 ukul 03.45
23 baik yang tersembunyi ataupun yang dinyatakan secara terbuka oleh para actor
yang bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan publik. Masalah nilai menjadi relevan untuk dibahas karena ada satu anggapan yang mengatakan bahwa
idealnya pembuat kebijakan itu seharusnya memiliki kearifan sebagai seorang filsuf raja, yang mampu membuat serta mengimplementasikan kebijakan-
kebijakannya secara adil sehingga dapat memaksimalkan kesejahteraan umum tanpa melanggar kebebasan pribadi. Meskipun demikian, realita menunjukkan
bahwa kebanyakan keputusan-keputusan kebijakan tidak mampu memaksimasi ketiga nilai tersebut di atas. Juga, tidak ada bukti pendukung yang cukup
meyakinkan bahwa nilai yang satu lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu,
maka keputusan-keputusan
kebijakan mau
tidak mau
haruslah memperhitungkan multi-nilai
multiple values
. Kesadaran akan pentingnya
multiple values
itu dilandasi oleh pemikiran “
ethical pluralism
”, yang dalam teori pengambilan keputusan sering disebut dengan istilah “
multi objective decision making
”.
18
Pada tataran ini, menjadi jelas bahwa para pembuat kebijakan idealnya memperhatikan semua dampak, baik positif maupun negatif dari tindakan mereka,
tidak saja bagi para warga unit geopolitik mereka, tetapi juga warga yang lain, dan bahkan generasi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, proses pembuatan
kebijakan yang bertanggung jawab ialah proses yang melibatkan interaksi antara
18
http:kebijakanpublik12.blogspot.com Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01 Juni 2012 di akses tanggal 02 September 2014 ukul 03.50
24 kelompok-kelompok ilmuwan, pemimpin-pemimpin organisasi professional, para
administrator dan para politisi.
19
Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan. Nigro Nigro menyebutkan adanya 7 macam kesalahan-kesalahan
umum itu, yaitu : a.
Cara berpikir yang sempit
Cognitive nearsightedness
b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi massa lalu
assumption that future will repeat past
c. Terlalu menyederhanakan sesuatu
over simplification
d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang
overreliance on
one’s own experience e.
Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh para konsepsi pembuat keputusan
preconceived nations
f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan
unwillingness to experiment
g. Keengganan untuk membuat keputusan
reluctance to decide
Membuat atau merumuskan kebijaksanaan bukanlah suatu proses yang sederhana dan mudah, sehingga dalam suatu kebijaksanaan negara dibuat bukan
untuk kepentingan politis misalnya guna mempertahankan status-quo pembuat keputusan tetapi justru untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota
masyrakat secara keseluruhan. Uraian berikut ini akan membahas tentang perumusan masalah kebijaksanaan negara, proses memasukkan masalah
19
http:kebijakanpublik12.blogspot.com Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01 Juni 2012
25 kebijaksanaan negara dalam agenda pemerintah, perumusan usulan kebijaksanaan
negara, proses legitimasi kebijaksanaan negara, pelaksanaan kebijaksanaan negara, dan penilaian kebijaksanaan negara.
1. Perumusan Masalah Kebijakan
Mencari dan menetukan identitas masalah kebijaksanaan itu dengan susah payah, sehingga usaha untuk mengerti dengan benar sifat dari masalah
kebijaksanaan negara itu akan sangat membantu di dalam menentukan sifat proses perumusan kebijaksanaannya sesuai kondisi atau situasi yang menghasilkan
kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan-ketidakpuasan pada rakyat untuk mana perlu dicari cara-cara penanggulangannya.
2. Penyusunan Agenda Pemerintah
Pilihan dan kecondongan perhatian pembuat kebijaksanaan terhadap sejumlah kecil problema problema umum itu menyebabkan timbulnya agenda
kebijaksanaan the policy agenda, maka suatu ag enda pemerintah “governmental
agenda tidak seharusnya dipandang sebagai suatu daftar formal dari pelbagai masalah masalah yang harus diperbincangkan oleh pembuat keputusan, tetapi
pemerintah semata mata menggambarkan problema problema atau isu-isu dimana pembuat keputusan merasa harus memberikan perhatian yang aktif dan serius
pada kebijakannya. 3.
Perumusan Usulan Kebijakan Perumusan
usulan kebijakan
adalah kegiatan
menyusun dan
mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk ke dalam kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasikan Alternatif
26 Problema-problema umum yang telah dengan jelas dirumuskan dan
pembuat kebijaksanaan telah sepakat untuk memasukkannya kedalam agenda pemerintah, berarti telah siap untuk dibuatkan usulan
kebijaksanaan untuk memecahkan masalah. b.
Mendefinisikan dan Merumuskan Alternatif Kegiatan mendefinisikan dan merumuskan alternatif ini bertujuan agar
masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuuat kebijaksanaan itu nampak dengan jelas pengertiannya, maka akan semakin
mudah pembuat kebijaksanaan menilai dan mempertimbangkannya aspek postif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut.
c. Menilai Alternatif
Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot harga pada setiap alternatif, sehingga nampak dengan jelas bahwa setiap alternatif
mempunyai nilai bobot kebaikan dan kekurangannya masing-masing. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap alternatif dengan baik
diperlukan kriteria tertentu misalnya yang sering digunakan dalam membuat k
ebijaksanaan yaitu : “Sampai seberapa jauh alternatif itu dapat dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak sehingga menghasilkan
dampak yang positif”. d.
Memilih Alternatif yang memuaskan Suatu alternatif yang telah dipilih secara memuaskan itu akan menjadi
suatu usulan kebijaksanaan policy proposal yang telah diantisipasikan dapat dilaksanakan dan memeberikan dampak yang positif.
4. Pengesahan Kebijakan
27 Suatu proses kolektif, pembuat keputusan bisa sekaligus sebagai pengesah
keputusan tersebut dan atau pembuat keputusan adalah pihak-pihak yang berbeda dengan pengesah keputusan. Oleh karena itu suatu usulan kebijaksanaan yang
dibuat oleh pembuat keputusan baik berupa orang atau badan dapat saja usulan itu disetujui atau ditolak oleh pengesah kebijaksanaan.
5. Pelaksanaan Kebijakan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sekali usulan kebijaksanaan telah diterima dan disahkan oleh pihak yang berwenang, maka keputusan kebijaksanaan
itu telah siap untuk diimplementasikan. 6.
Penilaian Kebijakan Penilaian Kebijaksanaan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu
proses kebijaksanaan, penilaian kebijaksanaan dapat mencakup tentang isi kebijaksanaan, pelaksanaan kebijaksanaan dan dampak kebijaksanaan. Jadi
penilaian kebijaksanaan dapat dilakukan pada fase perumusan masalahnya yaitu formulasi usulan kebijaksanaan, implementasi, legitimasi kebijaksanaan.
20
2. Kebijakan Kota Layak Anak