Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif T1 312012046 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

A.

KAJIAN TEORI

1.

KEBIJAKAN

OTONOMI

DAERAH

DAN

DESENTRALISASI

Pada hakikatnya Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan hukum (Rechstaat), maka persoalan apapun yang menyangkut tentang penyelenggaraan urusan pemerintahan di Indonesia haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, yang menganut desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”.1

Dalam hal penyelenggaraan otonomi daerah, konsep pemikiran tentang otonomi daerah mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi daerah tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan


(2)

menggunakaan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab dalam dalam urusan pemerintahan.2

Implementasi kebijakan terhadap suatu produk perundang-undangan tertentu, seakan-akan merupakan sesuatu yang dianggap sangat sederhana, tingkat implementasi suatu produk hukum dapat diaktualisasikan untuk tercapainya tujuan yang ingin dikehendaki oleh hukum.3

Dengan adanya perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini menandakan bahwa terdapat banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat dan bernegara serta adanya norma-norma hukum yang diciptakan untuk mengatur hak serta kewajiban masyarakat. Menurut Robert B. Seidman untuk melihat berkerjanya hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari tiga element yaitu meliputi :

1. Lembaga pembuat peraturan. 2. Lembaga pelaksana peraturan. 3. Pemangku peran.

Ketiga element ini sangat penting untuk menilai berfungsinya hukum atau bekerjanya hukum di masyarakat, sehingga perlu untuk dilaksanakan oleh semua pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam undang-undang. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam daerah otonom merupakan suatu pijakan

2Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 8. 3Siswanto Sunarno, Ibid, h. 82.


(3)

utama penetapan strategi kebijakan dalam pembangunan daerah. Adapun tujuan yang dimiliki untuk menjadikan sebuah daerah otonom yang baik dan tepat sasaran yaitu dapat berupa :4

a. Mempercepat peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pemberdayaan masyarakat, pelayanan publik dan peningkatan daya saing.

b. Mengoptimalkan kinerja pemerintahan daerah dalam pencapaian tujuan otonomi daerah.

c. Memperkuat aspek regulasi.

Selain adanya tujuan untuk membentuk daerah otonom yang tepat sasaran, terdapat beberapa asas yang dapat digunakan dalam membantu pelaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan yaitu :5

a. Asas desentralisasi : penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.

b. Asas dekonsentrasi : pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada institusi vertikal di wilayah tertentu.

c. Tugas pembantuan : adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melakasanakan tugas tertentu.

Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan: “Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum”. Dengan demikian hubungan antara pemerintah

4www.depkes.go.id/resources/download/rakerkesnas.../Kemendagri.pdf, diakses pada tanggal 15 maret

2016.


(4)

pusat dan pemerintah daerah tidak dapat dipisahkan begitu saja, hubungan fungsi pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah dilaksanakan dengan pendekatan sistem otonomi yang meliputi sistem desentralisasi, sistem dekonsentrasi, dan sistem tugas pembantuan.

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas dalam hal penyelenggaraan otonomi daerah, maka sudah selayaknya pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan meningkatkan implementasi kebijakan yang dibuat lebih berkualitas salah satunya di bidang kesehatan guna tercapainya kesejahteraan masyarakat yang diinginkan. Dalam kaitannya terhadap penyelenggaraan otonomi daerah dibidang kesehatan maka urusan perintahan yang paling tepat adalah urusan pemerintahan konkuren.

Pembagian urusan pemerintahan dalam rangka merealisasikan kebijakan dalam bidang kesehatan tentu menjadi kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi. Adanya kebijakan yang dibuat menjadikan pemerintah daerah harus mengupayakan berbagai cara untuk tercapainya keberhasilan pembangunan kesehatan di masing-masing daerah.

Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak kepada pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek, mulai dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan, sistem kesehatan daerah, manajemen kesehatan


(5)

daerah, dana, sarana, dan prasarana yang memadai, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik dan tinggi.6

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan: “Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan”. Lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 11 ayat (3) “Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar”.

Adapun kewenangan yang dimiliki urusan pemerintahan wajib yang harus dilakukan terhadap pelayanan dasar berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu :

“Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. Pendidikan. b. Kesehatan.

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang.

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman. e. Keketenteraman, ketertiban umum, dan

pelindungan masyarakat. f. sosial.

6http://www.kompasiana.com/rizwanhamdi/otonomi-daerah-dan-pembangunan-kesehatan-di


(6)

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas menurut penulis terhadap kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah terkait dengan pelayanan bidang kesehatan diharapkan pemerintah mampu menjadikan daerah otonomi yang dapat mensejahterakan masyarakat dalam bidang pembangunan kesehatan, terlebih peran masyarakat juga diharapakan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan karena masyarakat merupakan obyek kebijakan desentralisasi yang dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam rangka merealisasikan kesehatan yang layak bagi masyarakat. Menjadi pilihan yang tepat ketika suatu daerah menggunakan prinsip otonomi daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan karena dengan adanya prinsip otonomi daerah ini menjadikan setiap daerah akan lebih mampu dan mandiri untuk memberikan pelayanan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.

Dengan demikian urusan pemerintahan baik wajib atau pilihan yang telah didesentralisasikan kepada daerah otonom (baik pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota) untuk diselenggarakan berdasarkan asas otonomi maka daerah otonom tersebut dapat membentuk peraturan daerah terkait dengan bidang urusan pemerintahan tersebut baik wajib atau pilihan, dalam hal pemberian ASI Eksklusif sangat berkaitan dengan urusan pemerintahan wajib yaitu bidang kesehatan, bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera, maka daerah dimungkinkan secara


(7)

kewenangan untuk melakukan pengaturan tentang pemberian ASI Eksklusif ke dalam Peraturan Daerah.7

2.

PERAN DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI

DAN ASI EKSKLUSIF

Tingkat keberhasilan suatu pembangunan kesehatan di sebuah daerah dapat dilihat dari penurunan angka kematian bayi dan peningkatan status gizi masyarakat serta peningkatan kemauan, kesadaran dan kualitas sumber daya manusia guna tercapainya hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, maka sudah menjadi kewajiban Negara dan/atau pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan untuk mengupayakan agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan merealisasikan kebijakan yang dibuat guna terpenuhinya hak-hak masyarakat yang telah dijamin oleh undang-undang. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik

7


(8)

apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada bayi.8

Salah satu kebijakan yang sedang digalakkan pemerintah saat ini adalah pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini (selanjutnya disebut IMD) dan ASI Eksklusif bagi anak, karena pada dasarnya anak mempunyai peran yang sangat penting yaitu sebagai generasi bangsa maka sudah selayaknya Negara dan/atau pemerintah mempersiapkan segala sesuatu agar generasi bangsa tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

ASI Eksklusif merupakan makanan terbaik bagi anak pada masa awal pertumbuhan, sehingga pemerintah perlu memperhatikan hal ini dengan berupaya menyediakan fasilitas yang layak dan memadai guna mewujudkan terselenggaranya program pemberian ASI Eksklusif di sebuah daerah khususnya di Kota Salatiga.

Dengan demikian, untuk memenuhi pelaksanaan program ASI Eksklusif yang telah diuraikan diatas, pemerintah membutuhkan aturan yang mencangkup segala aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dan peraturan khusus untuk Kota Salatiga mengenai IMD dan ASI Eksklusif yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu.

8Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu


(9)

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada hakikatnya memiliki tujuan untuk yang tertuang dalam ketentuan Pasal 2 yaitu :

a. menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya.

b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

c. meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Dengan adanya tujuan yang diamanatkan dalam Pasal 2 diatas dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan program pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan program ini, sehingga Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 mengatur bagaimana tanggungjawab pemerintah dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif. Tanggungjawab pemerintah tersebut tertuang dalam ketentuan pasal 3 yaitu :

a. menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif.

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif.

c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya.

d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan.


(10)

e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat.

f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif.

g. mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri. dan

h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.

Tidak hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab tetapi pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota juga memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan program ini, kedua hal tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5. Pemerintah provinsi memiliki tanggungjawab yang meliputi :

a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif.

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi. c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui

dalam skala provinsi.

d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi.

e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi.

f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan program pemberian


(11)

ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi.

g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. dan

h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

Selanjutnya pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki tanggungjawab yang meliputi :

a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif.

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.

c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota.

d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota.

e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota.

f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota.

g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.

Tanggungjawab yang dimiliki pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota tidak jauh berbeda, ketiganya


(12)

saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Tanggungjawab yang diuraikan diatas menjadi gambaran bagi pemerintah bagaimana seharusnya pemerintah bertindak dalam penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif ini. Tidak hanya mengatur tentang tanggungjawab pemerintah saja tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif juga secara tegas mewajibkan ibu yang melahirkan untuk menyusui bayinya secara Eksklusif. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 6. Menyusui merupakan sebuah kewajiban bagi setiap ibu namun keberadaan susu formula dikalangan masyarakat perlu menjadi perhatian pemerintah karena dapat menghambat pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif. Seperti yang ditegaskan dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan bahwa :

“Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15”.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif walaupun menegaskan larangan pemberian susu formula, namun ternyata terdapat pengecualian yang dijelaskan dalam Pasal 17 ayat (1), hal itu dapat terjadi jika dalam pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yaitu berupa adanya indikasi medis, ibu tidak ada dan ibu terpisah dari bayi, sehingga pemberian susu formula dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan


(13)

dengan memberikan cara penyajian yang tepat dan benar kepada ibu dan atau keluarga yang memerlukan susu formula bagi bayi.

Tidak hanya pemerintah saja yang berkewajiban mendukung pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, karena bila dikaitkan dengan status seorang ibu yang bekerja maka terdapat kewajiban sebagai pengurus tempat kerja serta penyelenggara sarana umum untuk mendukung program ASI Eksklusif, dalam hal ini tempat kerja yang dimaksud adalah perusahaan dan perkantoran milik pemerintah, pemerintah daerah dan swasta sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 31, serta penyelenggara sarana umum seperti yang dijelaskan dalam Pasal 32.

Dengan diharuskannya pengurus tempat kerja dan penyelenggara sarana umum untuk mendukung program pemberian ASI Eksklusif maka keduanya memiliki kewajiban untuk melaksanakan program pemberian ASI Eksklusif, adapun kewajiban yang harus dilakukan oleh pengurus tempat kerja adalah dengan memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk menyusui pada saat jam kerja ataupun memerah ASI selama di tempat kerja. Selain itu guna menuju keberhasilan menyusui penyelenggara sarana umum terutama adalah pelayanan kesehatan dapat melakukannya dengan menggunakan 10 (sepuluh) pedoman yang terdapat dalam ketentuan Pasal 33 yang meliputi :


(14)

a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan.

b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut.

c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui.

d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan.

e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya.

f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis.

g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam.

h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi. i. tidak memberi dot kepada Bayi dan

j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Dari uraian yang telah dijelaskan penulis diatas mengenai kewajiban pemerintah dan penyelenggara fasilitas umum dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, maka pemerintah tidak boleh melupakan pentingnya peran masyarakat dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif karena masyarakat juga dapat memberi dukungan kepada ibu menyusui baik secara secara perorangan, kelompok, maupun secara organisasi. Selain itu masyarakat juga dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, dapat juga meyebarkan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan


(15)

program pemberian ASI Eksklusif dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan program ini.

Selain adanya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yang mengatur secara keseluruhan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif maka dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif pada anak khususnya di Kota Salatiga, pemerintah daerah membuat kebijakan terkait pelaksanaan program ASI Eksklusif yang sedang digalakkan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu, yang pada hakikatnya Peraturan Daerah ini dilaksanakan dengan berdasarkan asas yang terdapat dalam ketentuan Pasal 2 yaitu :

a. asas kepentingan terbaik anak . b. perlindungan terhadap ibu dan anak. c. non diskriminasi.

Peraturan Daerah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara hukum bagi bayi untuk mendapatkan hak dasarnya, memberikan perlindungan secara hukum bagi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dimanapun dan kapanpun, dan meningkatkan peran serta dan dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah terhadap pelayanan IMD dan ASI Eksklusif sebagaimana telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 3.


(16)

Dengan demikian maka, pemerintah daerah perlu bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan apa yang telah diamanatkan dalam Peraturan Daerah ini dengan berupaya menyediakan fasilitas penunjang yang dapat membantu pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, selain itu pemerintah daerah juga memiliki kewajiban serta tanggungjawab untuk melaksanakan program ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 yang meliputi :

a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif.

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi.

d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi.

e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi.

f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi.

g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan

edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

Sama halnya dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, Peraturan Daerah


(17)

Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu juga memberi ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) yang mewajibkan ibu untuk menyusui. Namun, nampaknya ketentuan mengenai IMD dan ASI Eksklusif dalam Peraturan Daerah ini menjelaskan lebih spesifik yaitu memberi kewajiban pula bagi ibu apabila selama pemberian ASI Eksklusif berat badan bayi tidak bertambah sesuai grafik pertumbuhan, maka ibu bayi yang bersangkutan wajib mencari informasi kepada konselor atau tenaga kesehatan9 yang hal ini tidak dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan penyelenggaran program pemerintah mengenai pemberian ASI Eksklusif yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu pemerintah daerah juga perlu mengupayakan tersedianya tenaga kesehatan, konselor ASI, motivator ASI dan tenaga lainnya yang memadai agar dapat memberikan informasi dan edukasi mengenai IMD dan ASI Eksklusif kepada masyarakat.

Selain ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak untuk menunjang pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, salah satu fasilitas lain yang dibutuhkan ibu menyusui adalah ruang ASI, dimana berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan

9

Ketentuan Pasal 9Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu.


(18)

Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Mengenai Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu ruang ASI ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif dan memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI Eksklusif sehingga pemerintah perlu mengupayakan adanya ruang ASI ini di setiap fasilitas umum, pelayanan kesehatan, serta instansi pemerintahan lain.

Kewajiban pemerintah daerah tidak hanya terbatas pada ketentuan dalam Pasal 4, tetapi pemerintah daerah juga wajib melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan Program IMD dan ASI Eksklusif serta mewajibkan kepada instansi pemerintahan lain untuk ikut mendukung dan memberikan kesempatan kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya,10 sehingga guna mencapai keberhasilan dalam penyelenggaraan program ASI Eksklusif masyarakat dapat ikut berperan aktif mendukung keberhasilan penyelenggaraan IMD dan ASI Eksklusif dengan melakukan hal-hal berupa :

a. pemberian motivasi dan dukungan kepada ibu melahirkan untuk dapat melakukan IMD dan memberikan ASI Eksklusif.

b. pemberian sumbangan pemikiran dan sarana prasarana terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program IMD dan ASI Eksklusif.

c. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan IMD dan ASI Eksklusif.

10

Ketentuan Pasal 11 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu.


(19)

d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam IMD dan ASI Eksklusif.

e. berpartisipasi dalam pelatihan teknis konseling menyusui.

f. menyediakan diri sebagai tenaga konselor menyusui di tempat fasilitas umum.11

Peraturan Daerah yang dibuat pemerintah daerah Kota Salatiga bukan hanya dibuat karena merupakan kewajiban pemerintah daerah dalam merealisasikan kebijakan nasional saja, tetapi juga pemerintah daerah mendukung penuh terselenggaranya program pemberian ASI Eksklusif. Dengan demikian adanya kebijakan yang dibuat pemerintah daerah Kota Salatiga dalam Peraturan Daerah Kota Salatig Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu, diharapkan pemerintah mampu melaksanakan program ini dengan baik dan tepat sasaran guna menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan cerdas.

3.

HAK ASASI ANAK

Pada umumnya tujuan akhir setiap Negara yaitu menciptakan atau mewujudkan kebahagiaan atau kesejahteraan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth). Harold J.Laski (Budiardjo, 2008:55) mengemukakan tujuan negara yaitu menciptakan keadaan dimana rakyat dapat mencapai keinginan-keinginan mereka secara maksimal (creation

11

Ketentuan Pasal 17 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu.


(20)

of those conditions under which the members of the state may attain the maximum satisfaction of their desires).12

Dalam pelaksanaannya, Negara Indonesia memiliki tujuan yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Hal ini menegaskan bahwa Negara dan/atau pemerintah memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Salah satu peranan Negara dan/atau pemerintah dalam mensejahterakan rakyat adalah dengan memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Berbicara mengenai HAM tentu sangat menjadi perhatian bagi setiap orang, karena HAM yang melekat pada diri manusia seyogyianya harus dijunjung tinggi dalam sebuah kehidupan. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan seperangkat hak yang melekat/inheren pada diri manusia semata-mata karena kodrat kemanusiaannya. Konsep HAM harus dimaknai sebagai hubungan hukum sui generis antara penyandang hak atau pihak yang berhak (rakyat) penanggung jawab hak atau pihak yang berwajib karena suatu hak (Negara).13

12Umbu Rauta, Negara dan Konstitusi dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Hukum

Universitas Satya Wacana, h. 61.

13Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagi HAM di Indonesia, P.T. Alumni,


(21)

Dalam hal kaitannya terhadap HAM, perlindungan terhadap anak merupakan sebuah HAM yang harus dipenuhi karena sejatinya anak merupakan generasi muda yang nantinya akan meneruskan cita-cita bangsa dan mempunyai arti penting dalam pembangunan nasional, dengan demikian maka perlu adanya kesempatan bagi seorang anak untuk mengembangkan diri sesuai dengan usianya dan berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan, hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anak kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan14, selain itu anak juga memiliki kedudukan sebagai subjek HAM. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlindungan terhadap hak anak juga merupakan bagian dari sebuah HAM yang harus terpenuhi layaknya orang dewasa dan tanpa terkecuali.

Sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin perlindungan terhadap hak anak, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 52 ayat (2) juga menjamin perlindungan terhadap hak anak, yang menyatakan bahwa: “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan”, lebih lanjut dimuat dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak j.o Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

14http://e-journal.uajy.ac.id/7178/1/JURNAL.pdf, Perlindungan Hukum terhadap Anak korban

Eksploitasi Ekonomi, oleh Benedhicta Desca Prita Octalina S.H, diakses pada tanggal 10 februari 2016.


(22)

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang menyatakan bahwa: “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara”.

Adapun tujuan yang diinginkan dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak tercantum pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak j.o Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa :

“Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan

sejahtera”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Negara dan/atau pemerintah memiliki peranan penting dalam rangka melindungi hak asasi anak karena tujuan dari sebuah Negara adalah mensejahterakan rakyat, sehingga Negara dan/atau pemerintah memiliki tanggungjawab dalam pelaksanaan perlindungan terhadap hak anak agar dapat menjamin terpenuhinya semua hak dasar yang dibutukan anak, tidak hanya peran pemerintah saja yang dibutuhkan dalam perlindungan terhadap hak anak karena peran keluarga serta orangtua juga


(23)

penting dan berpengaruh dalam perkembangan diri seorang anak. Tanpa dukungan keluarga anak tidak akan mampu berkembang secara optimal dalam kehidupannya.

Adapun ketentuan peraturan yang menguatkan bahwa perlindungan anak menjadi tanggungjawab bersama anatara pemerintah dan warga Negara terdapat dalam Pasal 21 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak j.o Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, pemerintah juga bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

Bertitik tolak pada konsep perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komperhensif maka undang-undang perlindungan anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas:15

1. Asas nondiskriminasi.

2. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak.

3. Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.

4. Asas penghargaan terhadap pandangan/pendapat anak.

Hak dasar yang dimiliki seorang anak salah satunya dapat berupa hak mendapat pelayanan kesehatan, hal ini diperkuat dengan adanya ketentuan dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah

15

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, h. 25.


(24)

mensahkan Deklarasi tentang hak-hak anak pada tanggal 20 November 1959. Dalam mukadimah deklarasi ini, tersirat bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik untuk anak, pada poin 4 deklarasi ini memuat

ketentuan “anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan

pelayanan kesehatan”.16

Dengan adanya ketentuan tersebut maka pemerintah perlu mengupayakan cara agar dapat terpenuhinya hak anak untuk menjadi sehat. Peran orangtua khususnya ibu perlu dilibatkan dalam hal pemenuhan hak anak atas kesehatan, maka cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan memperhatikan status gizi dan kesehatan pada anak. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak begitupun terhadap kesehatan, anak yang sehat dipastikan mendapat asupan gizi yang cukup dan seimbang pada masa pertumbuhannya. Gizi yang paling utama dan baik pada masa awal pertumbuhan seorang anak adalah pemberian ASI Eksklusif, maka pemberian ASI Eksklusif pada anak mulai dari lahir sampai dengan usia 6 bulan wajib diberikan oleh ibu guna mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, sehat dan cerdas.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas terkait dengan hak asasi anak terhadap pelayanan kesehatan diharapkan pemerintah mampu

16


(25)

menyelenggarakan kebijakan terkait hak anak dengan baik, dan optimal agar tujuan untuk memenuhi hak-hak anak dapat terlaksana sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak j.o Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan adanya penyelenggaraan perlindungan anak, diharapkan anak yang menjadi tanggungjawab Negara dan/atau pemerintah serta masyarakat dapat menyongsong masa depan secara baik dalam kehidupan, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

4.

HAK ATAS KESEHATAN

Kesehatan merupakan hal terpenting dalam sebuah kehidupan seorang manusia, karena tanpa adanya hidup yang sehat seseorang tidak akan bisa melakukan aktivitas sehari-harinya. Selain itu kesehatan juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus terpenuhi, kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan”. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan mendefinisikan bahwa: “Kesehatan adalah keadaan


(26)

setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Adapun

tujuan dari sebuah pembangunan kesehatan termaktub dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa:

“Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis”.

Lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: “Setiap Orang Berhak atas Kesehatan”. Hal ini berarti bahwa kesehatan menjadi salah satu ukuran

selain tingkat pendidikan dan ekonomi, yang menentukan mutu dari sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan kesehatan.

Hak atas kesehatan seseorang telah diakui serta diatur dalam berbagai instrument internasional maupun nasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan tersebut secara eksplisit dapat dilihat dari berbagai instrumen sebagai berikut :17

a. Instrumen Internasional meliputi :

17

http://www.academia.edu/5713466/Hak_Atas_Kesehatan_Dalam_Perspektif_HAM, oleh Dedi Afandi, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia, diunggah oleh Sri Hariana,


(27)

- Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

- Pasal 6 dan 7 International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR)

- Pasal 12 International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR)

- Pasal 5 International Convention on the Elimination of All forms of Racial Discrimination (ICERD)

- Pasal 11, Pasal 12 dan 14 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

against Women (Women’s Convention)

- Pasal 1 Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Torture Convention, or CAT)

b. Instrumen Nasional

- Amandemen- II Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. - Pasal 9 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia.

- Pasal 4 UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

- UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Hak atas kesehatan bukan hanya hak agar setiap orang untuk menjadi sehat atau pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang mahal di luar kesanggupan pemerintah, tetapi untuk mewujudkan derajad kesehatan masyarakat yang baik dan layak maka menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan seluruh masyarakat, dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia yang memiliki tingkat ketahanan dan daya saing yang tinggi.

Tanggungjawab yang dimiliki pemerintah terhadap pembangunan kesehatan yang layak bagi masyarakat tertuang dalam ketentuan Pasal 14 ayat


(28)

(1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang

menyatakan: “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Lebih lanjut

ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1): “Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan.

Dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang siapa yang bertanggungjawab dalam urusan pembangunan kesehatan menjadikan masyarakat juga dapat ikut berperan aktif dalam peningkatan kesehatan tiap daerah sehingga menjadikan masyarakat dapat menikmati hidup yang sehat serta dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, selain itu pemerintah dan pejabat publik dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk semua dalam kemungkinan waktu yang secepatnya.18 Kebijakan kesehatan merupakan acuan bagi pelaksanaan tugas-tugas mengurus dan mengatur oleh pemerintah dalam rangka kewajiban Negara merealisasikan hak atas derajat kesehatan yang optimal.19

Sebagaimana Undang-Undang telah menjamin hak atas kesehatan, maka sudah sepatutnya pemerintah dapat mengupayakan suatu cara dalam mewujudkan pembangunan kesehatan salah satunya adalah dengan

18

http://www.academia.edu/5713466/Hak_Atas_Kesehatan_Dalam_Perspektif_HAM, oleh Dedi Afandi, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia, diunggah oleh Sri Hariana,

19


(29)

memperhatikan penyelenggaraan kesehatan terhadap ibu dan anak. Hak atas kesehatan bagi ibu dan anak patut diperjuangkan, mengingat bahwa besarnya peranan ibu dalam mewujudkan generasi penerus bangsa dan juga terhadap pengoptimalan tumbuh kembang anak sejak dini guna tercapainya pengembangan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas, karena salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan kesehatan adalah penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan peningkatan status gizi masyarakat.

5.

ASI EKSKLUSIF

Pada hakikatnya anak yang baru dilahirkan membutuhkan sesuatu yang dapat membuat seorang anak tumbuh sehat dan cerdas. Yang dibutuhkan anak diawal kehidupannya yaitu dapat berupa:20

a. Kesehatan : sangat penting bagi ibu dan anak sehingga akan menjamin kelangsungan hidup, kesehatan , dan perkembangannya.

b. Pemenuhan Gizi : dengan gizi baik dan cukup pada awal kehidupan, akan memberikan perkembangan fisik, mental dan social pada anak.

c. Lingkungan Sekitar : anak akan lebih peka terhadap bahaya lingkungannya karena masalah kedewasaan/fisiologis, perilaku, pertumbuhan fisik dan mental.

Salah satu upaya yang paling mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang anak secara optimal sekaligus memenuhi hak anak adalah memberikan makanan terbaik bagi anak sejak lahir hingga usia dua


(30)

tahun. Makanan terbaik pada masa awal pertumbuhan anak adalah dengan memberikan ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif pada anak sejak dilahirkan sampai dengan usia 6 bulan (bayi) diperlukan pada masa pertumbuhan, karena ASI Eksklusif merupakan sumber makanan paling sempurna diantara lainnya. Kualitas ASI Eksklusf tidak perlu diragukan lagi karena ASI Eksklusif memiliki banyak manfaat bagi perkembangan anak. Anak yang minum ASI Eksklusif jauh lebih sehat dan rentan terhadap penyakit.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjamin pemenuhan hak bayi dalam pasal 128 menyatakan: “setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu Eksklusif, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus”. Selanjutnya tanggungjawab pemerintah dalam menjamin hak bayi dituangkan dalam pasal 129.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif merupakan sebuah kebijakan yang dibuat untuk mendukung pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, bertujuan untuk memenuhi hak bayi dan memberi perlindungan kepada ibu menyusui serta meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintahan daerah dan pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif, selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 juga mengatur tugas dan tanggungjawab pemerintah serta pemerintah daerah dalam pengembangan program ASI, salah


(31)

satunya menetapkan kebijakan nasional dan daerah, melaksanakan advokasi dan sosialisasi serta melakukan pengawasan terkait program ASI Eksklusif.

Tidak hanya pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 saja yang mengatur ketentuan mengenai pemberian ASI Eksklusif, apabila melihat pada ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 juga mengatur tata cara dalam penyediaan fasilitas menyusui, lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013 tentang aturan penggunaan susu formula bayi dan produk lainnya.

Dengan demikian dalam rangka mewujudkan keberhasilan ibu menyusui serta guna mewujudkan derajat kesehatan ibu dan anak yang diinginkan maka pemerintah memiliki peran penting dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan kebijakan mensejahterakan kesehatan ibu dan anak, berbagai upaya harus dilakukan guna tercapainya pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini, sama halnya dengan pemerintah, peran keluarga dalam penyelenggaraan program ASI Eksklusif ini juga diperlukan hal ini. Mengingat kunci keberhasilan dari seorang ibu menyusui salah satunya dipengaruhi oleh dukungan keluarga.

5.1.Pengertian ASI

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pasal 1 angka 1 mendefinisikan:


(32)

“Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi

kelenjar payudara ibu”.

ASI merupakan sumber kehidupan bagi sang bayi pada periode extro-gestate atau pasca kelahiran. Tidak ada makanan sesempurna ASI bagi sang bayi hingga umur 4-6 bulan dari kelahiran. Dalam keadaan normal, ASI sudah lengkap dengan nutrisi yang diperlukan oleh sang bayi hingga umur extro-gestate.21

5.2.Pengertian ASI Eksklusif

Ketetentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif juga menjelaskan

definisi dari ASI Eksklusif. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa: “Air Susu

Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain”.

Menyusui (breast-feeding) memberi sang bayi makanan melalui kecupan ke puting susu sang ibu kandung pasca kelahiran. Definisi menyusui inilah yang dikatagorikan sebagai ASI Eksklusif. Menyusi tanpa melalui puting susu ibu kandung bagi si bayi tidak dikatagorikan menyusui dan tidak dikatagorikan ASI Eksklusif, karena hanya sekedar memberi makanan berupa ASI. Jadi, menyusui melalui kecupan ke putting susu sang ibu kandung oleh sang bayi disebut breast-fedding. (Jelliffe DB and Jelliffe EFP, 1978).


(33)

Dengan menyusui melalui kecupan putting susu ibu kandung, bayi mendapatkan makanan yang memenuhi kebutuhan jasmani dan sekaligus mendapatkan kasih sayang serta cinta kasih, yang memenuhi kebutuhan psikis atau batin sang ibu maupun sang bayi.22

5.3.Kandungan ASI

Kolostrum (susu awal) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena banyak mengandung protein dan vitamin A serta zat kekebalan tubuh yang penting untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi. Walaupun jumlah kolostrum sedikit namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu kolostrum jangan dibuang tetapi harus diberikan kepada bayi.

Selain itu kolostrum memiliki manfaat bagi bayi yaitu sebagai obat yang mengandung zat kekebalan yang sangat berguna bagi bayi, karena dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi dan alergi, kolostrum dapat memenuhi gizi bayi pada hari-hari pertama setelah kelahiran.23

5.4.Manfaat ASI

Kebutuhan ASI Eksklusif bagi bayi semata-mata bukan hanya karena kebutuhan belaka saja, tetapi ASI Eksklusif memiliki manfaat yang sangat

22

Mangku Sitepoe, Ibid ,. Hal. 4.

23Buku Konsultasi Gizi, Ibu Bekerja Tetap Memberikan Air Susu Ibu (ASI), Kegiatan Perbaikan Gizi


(34)

luar biasa dalam membantu proses tumbuh kembang anak, tanpa adanya ASI Eksklusif bayi tidak dapat tumbuh secara optimal.

Adapun manfaat dari kandungan ASI Eksklusif yang diberikan kepada bayi dapat berupa:24

a. Sumber Gizi Lengkap. b. Imunisasi Awal Bayi.

c. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh. d. Meningkatkan Kecerdasan Otak.

e. Meningkatkan Kecerdasaan Emosional dan Spiritual Anak. Tidak hanya manfaat pada kandungan ASI saja yang menguntungkan tetapi ada juga manfaat bayi yang mengkonsumsi ASI:25

a. Membantu mencegah konstipasi.

b. Mengurangi resiko kegemukan dan diabetes. c. Mengurangi resiko berbagai infeksi.

d. Membantu mencegah alergi dan asma.

e. Membantu mencegah kematian mendadak pada bayi / SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).

f. Membantu mencegah kerusakan gigi. g. Bayi lebih cerdas.

Manfaat menyusui bukan hanya untuk bayi, namun juga bermanfaat bagi tubuh ibu. ASI diproduksi secara alami oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan bayi dan merupakan makanan terbaik untuk bayi.

Adapun manfaat yang bisa didapatkan bagi ibu menyusui:

a. Menciptakan kedekatan dan ikatan antara ibu dan bayi. b. Membantu rahim kembali ke ukuran normal.

c. Membantu tubuh mengontrol pendarahan.

24Seminar ASI Eksklusif, Oleh Titik Kristina Anggraeni, Ikatan Konselor ASI Salatiga.

25


(35)

d. Mengurangi resiko kanker payudara dan Rahim. e. Membantu diet setelah melahirkan.

f. Mengurangi biaya pembelian susu formula. g. Hemat waktu.

5.5.Hambatan Bayi Menggunakan ASI

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif telah tegas mengatur kewajiban ibu untuk

memberikan ASI kepada bayinya, Pasal 6 menyatakan bahwa: “Setiap ibu

yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang

dilahirkannya”. Namun sampai saat ini masih saja banyak ditemui ibu yang

enggan menyusui bayinya secara eksklusif. Salah satu factor penghambat tersebut dapat berupa adanya pemberian susu formula yang menjadi pilihan dan tidak dapat dielakkan, karena ikatan batin antara bayi dengan ibu kandung telah terputus sedangkan sang bayi harus menjalani kehidupan pasca kelahiran.

5.6.Hambatan Menyusui Secara Eksklusif Pada Ibu

Selain hambatan menyusu ASI Eksklusif yang dirasakan bayi ternyata hambatan menyusui secara eksklusif juga terjadi pada ibu, hal ini terkadang disebabkan karena faktor ibu yang tidak dapat menyusui karena adanya indikasi medis sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Selain faktor yang dapat menghambat ibu menyusui secara eksklusif yang


(36)

telah diuraikan diatas, ada faktor lain yang sering dijadikan alasan ibu tidak mau menyusui bayinya secara eksklusif. Menurut pendapat penulis beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut dapat berupa :

1. ASI Tak Cukup

Sebagian besar ibu menjadi putus asa ketika mengetahui produksi ASI tidak cukup sehingga enggan memberikan ASI pada bayinya, sebenarnya sikap enggan menyusui tidak boleh dilakukan begitu saja oleh ibu, mengingat hal ini dapat dicegah dan dapat diupayakan untuk meningkatkan produksi ASI ibu misalnya dengan mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI.

2. Ibu yang Harus Bekerja

Status ibu yang bekerja bukan menjadi alasan untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Karena status ibu yang bekerja pun masih bisa menyusui bayinya walaupun melalui perahan ASI yang dipompa sebelum ibu bekerja, selebihnya ditempat kerja pun ibu juga mempunyai waktu untuk menyusui sebagaimana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 83 menyatakan: “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui

anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja”. Dengan


(37)

perusahaan tempat bekerja, sehingga alasan ibu bekerja tidak dapat digunakan lagi untuk tidak menyusui bayinya.

3. Bayi Tetap Tumbuh Sehat

Sebagian orang beranggapan bahwa bayi yang tidak diberi ASI juga dapat tumbuh sehat layaknya bayi yang diberi ASI. Mengganti ASI dengan pemberian susu formula atau makanan lain yang dapat membantu tumbuh kembang bayi dirasa cukup bagi sebagian orang. Namun anggapan tentang bayi yang tidak diberi ASI tetap dapat tumbuh sehat adalah anggapan yang salah. ASI adalah makanan paling sempurna pada awal masa pertumbuhan karena kandungan didalam ASI dapat membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi serta memiliki banyak manfaat, sehingga kebanyakan bayi yang mengkonsumsi ASI terlihat lebih sehat dari bayi yang tidak diberi ASI.

4. Penggunaan produk Susu Formula

Maraknya produk susu formula buatan pabrik menjadi pilihan bagi ibu ketika enggan menyusui secara eksklusif, kebanyakan ibu memilih susu formula karena selain praktis, mudah dicari, juga memiliki nutrisi yang dirasa dapat membantu pertumbuhan bayi. Tetapi anggapan ini juga salah, karena susu formula hanya akan menjadi penghambat terhadap pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif.


(38)

Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yang mewajibkan ibu menyusui Pasal 6 menyatakan : “Setiap ibu yang melahirkan harus

memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya”, sehingga

dengan adanya ulasan mengenai ASI Eksklusif diharapkan mampu menjadi gambaran bagi ibu menyusui secara eksklusif untuk melakukan hal ini. Selain mewajibkan ibu menyusui, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif juga memberikan pengecualian,

terdapat dalam ketentuan Pasal 7: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat: a. indikasi medis; b. ibu tidak ada; atau c. ibu terpisah dari Bayi. Indikasi medis yang dimaksudkan dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan yang berhak sesuai dengn prosedur yang berlaku. Sebagaimana undang-undang telah menjaminnya, maka dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini, pemerintah dituntut untuk dapat mengupayakan suatu cara agar hambatan penggunaan ASI terhadap bayi dan juga hambatan ibu menyusui dapat diminimalisir sehingga tidak akan ada alasan lagi untuk tidak melaksanakan program pemberian ASI Eksklusif, serta dengan adanya ulasan tentang ASI Eksklusif ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ASI Eksklusif, tidak hanya itu saja perlindungan terhadap hak ibu dan bayi ini juga harus mendapat perhatian dari Negara dan/atau pemerintah, sehingga pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya.


(39)

B.

HASIL PENELITIAN

B.1. TUPOKSI Dinas Kesehatan Kota Salatiga berdasarkan

Peraturan Walikota Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas

Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada

Dinas Daerah Kota Salatiga

Setiap pejabat yang bekerja pada instansi pemerintahan di daerah pastilah memiliki tugas dan fungsi disetiap pekerjaannya, tidak terkecuali instansi pemerintahan seperti Dinas Kesehatan. Berdasarkan Tupoksi yang terdapat dalam Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok yang terdapat dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) yaitu: “melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah dibidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”. Dalam ketentuan Pasal 35 ayat (2) Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan. b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan

pemerintahan dibidang kesehatan.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan. d. Pelaksanaan pelayanan kesekertariatan Dinas.

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota.

Tugas dan fungsi yang telah dijelaskan dalam Peraturan Walikota Salatiga tersebut perlu dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan, mengingat keberhasilan dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif tidak terlepas dari peran Dinas Kesehatan. Dalam Tupoksi Peraturan Walikota


(40)

Nomor 54 Tahun 2011 tidak hanya menjelaskan tugas pokok yang harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan, tetapi Tupoksi ini juga membagi kedalam beberapa bidang sesuai dengan tugasnya dalam rangka membantu kinerja Dinas Kesehatan.

Dalam hal dikaitkan dengan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif maka Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan serta Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan yang cocok untuk hal ini, karena apabila melihat pada ketentuan Pasal 41 ayat (1) Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehata memiliki tugas pokok melaksanakan fungsi manajemen Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan, sehingga untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan menyelenggarakan fungsi antara lain :

a. Perumusan kebijakan teknis pembinaan dibidang pemberdayaan kemitraan dan promosi kesehatan. b. Penyusunan rencana kegiatan dan pengembangan

Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan serta unit pelaksana teknis lainnya.

c. Pembinaan dan pengawasan kegiatan dibidang pemberdayaan kemitraan dan promosi kesehatan d. Pengarahan, pembinaan, pengoordinasian dan

pengevaluasian pelaksanaan kegiatan Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan e. Pengawasan, pengendalian dan pemantauan atas

pelaksanaan kegiatan Bidang Pemberdayaan Kemitaan dan Promosi Kesehatan.

f. Pembinaan dan pengarahan pada bawahan. g. Penilaian prestasi kerja bawahan.


(41)

Lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 42 Bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan terdiri dari :

a. Seksi Promosi Kesehatan dan Informasi Kesehatan. b. Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan. c. Seksi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

Selanjutnya apabila melihat pada ketentuan Pasal 56 yang membahas mengenai Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan maka bidang ini memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan fungsi manajemen Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan. Dengan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan dan pembinaan kesehatan.

b. Penyusunan rencana kegiatan dan pengembangan Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan.

c. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas.

d. Pengarahan, pembinaan, pengoordinasian dan pengevaluasian pelaksanaan kegiatan dibidang pelayanan dan pembinaan kesehatan.

e. Pengawasan, pengendalian, dan pemantauan atas pelaksanaan kegiatan Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan.

f. Pembinaan dan pengarahan pada bawahan. g. Penilaian prestasi kerja bawahan.

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan.

Lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 57 Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan terdiri dari :

a. Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan. b. Seksi Gizi.


(42)

Dengan dibentuknya Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Dinas Daerah Kota Salatiga tersebut diharapkan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Dinas Daerah Kota Salatiga ini dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah khususnya mengenai penyelenggaraan program pemberian ASI. Mengingat bahwa Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Dinas Daerah Kota Salatiga ini mengatur tata cara serta tugas yang harus dilaksanakan instansi pemerintah (dalam hal ini Dinas Kesehatan) Kota Salatiga.

B.2. Penyelenggaraan Program Pemberian ASI Eksklusif Di

Kota Salatiga

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu, Peraturan Daerah ini memiliki tujuan untuk menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif


(43)

kepada bayinya, meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Dengan demikian guna mewujudkan tujuan dari dibentuknya Peraturan Daerah ini pemerintah daerah memiliki kewajiban melaksanakan program IMD dan ASI Eksklusif. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis menurut kepala seksi gizi Dinas Kesehatan Kota Salatiga26 mengungkapkan bahwa dalam rangka mewujudkan hak anak memperoleh ASI Eksklusif di Kota Salatiga Dinas Kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelaksanaan program ASI Eksklusif dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat membantu dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif serta dalam melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat Dinas Kesehatan melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan melakukan penyuluhan yang diadakan setiap satu bulan sekali guna menekankan kepada masyarakat bahwa ASI itu penting,

Sumber daya manusia yang dimaksudkan meliputi tenaga kesehatan, tenaga kesehatan lainnya, konselor ASI, motivator ASI dan tenaga terlatih lainnya yang dapat membantu pelaksanaan program ASI Eksklusif ini. Tugas Dinas Kesehatan tidak hanya melaksanakan sosialisasi dan advokasi saja karena Dinas Kesehatan juga memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dengan melibatkan tenaga kesehatan untuk melakukan teknis

26

Wawancara dengan Kepala seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Narasumber: Ibu Siti Maesaroh, Salatiga, 25 Februari 2016.


(44)

konseling yang diwajibkan oleh World Health Organization (WHO) dengan ketentuan waktu 48 jam yang ditempuh selama 5 hari.27 Bentuk pelatihan teknis konseling meliputi menekankan pentingnya menyusui, cara kerja menyusui, cara menilai proses menyusui, cara mengamati proses menyusui, cara membangun rasa percaya diri dan memberi dukungan, meningkatkan produksi ASI, mempertahankan menyusui, dan cara membantu ibu bekerja untuk datpat menyusui.

Tenaga kesehatan yang disediakan pemerintah daerah diantaranya adalah konselor ASI dan motivator ASI. Perbedaan antara konselor ASI dan motivator ASI terlihat dari cara kerja keduanya dimana konselor ASI memiliki tugas yang bersifat individu yaitu dengan cara menerima serta mendengarkan permasalahan seseorang tentang ASI dan memberikan dukungan kepada ibu untuk menyusui, sedangkan motivator ASI memiliki tugas yang bersifat umum yaitu dengan cara bagaimana seorang motivator bisa memotivasi seseorang untuk memberikan ASI pada bayinya.

Adapun kewajiban seorang konselor ASI adalah memberikan dukungan dan support untuk ibu yang menyusui sampai dengan usia 2 tahun, karena menurut World Health Organization (WHO) makanan bayi terbagi kedalam 4 katagori yaitu meliputi :

1. Inisiasi Menyusu Dini

2. Pemberian ASI mulai usia 0-6 bulan

27

Wawancara dengan Ketua Ikatan Konselor ASI Kota Salatiga, Narasumber: Ibu Titik Kristiana Anggraeni, Salatiga, 25 Februari 2016.


(45)

3. Makanan Pendamping ASI (MPASI)

4. ASI diberikan sampai dengan 2 tahun/lebih.28

Selain memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan dan support untuk ibu menyusui, Konselor ASI juga melakukan sosialisasi akan pentingnya ASI Eksklusif dengan cara yang bersifat formal yaitu melakukan kerjasama dengan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk memberitahukan kepada masyarakat yang belum teredukasi masalah ASI Eksklusif, dan menggunakan cara yang bersifat non formal yaitu dilakukan apabila menemukan ibu menyusui di fasilitas umum dengan cara yang salah supaya diperbaiki cara menyusuinya. Kewajiban pemerintah daerah dalam hal menyediakan tenaga konselor sudah dilakukan dengan menyediakan di fasilitas kesehatan maupun fasilitas umum. menurut ketua konselor ASI Kota Salatiga sudah terdapat 41 orang konselor ASI yang ditempatkan diberbagi instansi pemerintahan, fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, serta perusahaan yang berdiri di kota salatiga. Berikut ini data konselor ASI yang ada di Kota Salatiga.

Tabel 2. Jumlah Konselor ASI

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah - - - 32 orang 35 orang 44 orang 41 orang Sumber : Data Dinas Kesehatan Kota Salatiga dari Tahun 2010 s/d Tahun 2016

28Wawancara dengan Ketua Ikatan Konselor ASI Kota Salatiga, Narasumber: Ibu Titik Kristiana


(46)

Dari data yang diuraikan diatas terlihat bahwa jumlah konselor dari tahun 2013 s/d 2015 mengalami kenaikan, namun pada tahun 2016 terjadi penurunan jumlah konselor. Dengan adanya konselor ASI yang ditempatkan di setiap instansi Kota Salatiga diharapkan mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif yang sedang digalakkan pemerintah, sehinga dapat direalisasikan dengan baik dan tepat sasaran.

Kewajiban pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan, monitoring evaluasi, pengawasan pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif, menurut kepala seksi gizi29 Dinas Kesehatan bekerjasama dengan lintas program lain yang ada dalam sturktur organisasi Dinas Kesehatan yaitu dengan bidang Pemberdayaan Kemitraan dan Promosi Kesehatan serta Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan untuk membantu dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif. Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan adalah dengan mengadakan kelas ibu di setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan perusahaan yang berdiri di Kota Salatiga. Sasaran yang dituju adalah ibu hamil, karena dalam kelas ibu yang diadakan Dinas Kesehatan melakukaan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran ibu menyusui setelah melahirkan dan menekankan kepada ibu bahwa pemberian ASI Eksklusif itu penting bagi awal pertumbuhan anak.

29

Wawancara dengan Kepala seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Narasumber: Ibu Siti Maesaroh, Salatiga, 25 Februari 2016.


(47)

Pada dasarnya ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak, seorang ibu dapat memberikan asupan gizi yang baik pada anak guna pertumbuhan anak sejak dini yaitu dengan pemberian ASI Eksklusif. Dengan demikian pemerintah perlu memperhatikan kesehatan si ibu dan juga memberikan kesempatan bagi ibu untuk menyusui kapanpun dan dimanapun, namun sampai saat ini angka kematian pada ibu masih ditemukan, walaupun jumlahnya tidak banyak tetapi hal ini juga dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah. Berikut ini adalah data angka kematian ibu yang diperoleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Salatiga dari Tahun 2010 s/d bulan Maret Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Angka Kematian Ibu

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Ibu Mati 0

Kasus 6 Kasus

2 Kasus

7 Kasus

2 Kasus

5 Kasus

0 Kasus Sumber : Data Dinas Kesehatan Kota Salatiga dari Tahun 2010 s/d bulan Maret Tahun 2016.

Berdasarkan data yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa kasus kematian ibu sampai dengan tahun 2015 mengalami penurunan. Hal ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan serta memperhatikan kesehatan ibu selanjutnya, karena berdasarkan ketentuan dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


(48)

untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu”. Dengan demikian pemerintah daerah Kota Salatiga dituntut untuk dapat bekerja secara optimal agar angka kematian ibu dapat diminimalisir sehingga untuk tahun berikutnya tidak terjadi lagi kasus ibu mati yang dapat menjadi salah satu faktor penghambat pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif dengan berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau, juga menjamin ketersediaan tenaga kesehatan, fasilitas serta obat-obatan.

Selain adanya kewajiban pemerintah daerah untuk menjamin kesehatan ibu agar angka kematian ibu untuk tahun berikutnya tidak meningkat, pemerintah daerah juga perlu memperhatikan kesehatan bagi anak. Namun berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis Dinas Kesehatan Kota Salatiga, masih ditemukan angka kematian bayi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dalam data Dinas Kesehatan Kota Salatiga dari Tahun 2010 s/d bulan Maret Tahun 2016 sebagai berikut :

Tabel 4. Angka Kelahiran Bayi dan Angka Kematian Bayi

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Kematian Bayi 29 Kasus 21 Kasus 31 Kasus 40 Kasus 37 Kasus 18 Kasus 10 Kasus Bayi Lahir Hidup

3018 2845 2723 2507 2414 1557 571

Sumber : Data Dinas Kesehatan Kota Salatiga dari Tahun 2010 s/d bulan Maret Tahun 2016.


(49)

Dari data yang telah diuraikan diatas, terlihat bahwa angka kelahiran bayi dan angka kematian bayi dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini dapat menjadi titik terang bagi pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan kualitas kinerja pemerintah daerah untuk menjamin kesehatan pada anak agar pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif pada anak juga dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal.

Dalam hal pelaksanaan monitoring, evaluasi, pelaksanaan dan pencapaian program program ASI Eksklusif ini memiliki tujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan progam pemberian ASI dan juga menilai tingkat keberhasilan daerah dalam mewujudkan hak anak memperoleh ASI, dengan bentuk laporan kegiatan yang dibuat oleh posyandu untuk diberikan kepada Dinas Kesehatan melalui puskesmas yang berisikan macam-macam kegiatan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif yang dilakukan di masyarakat. Tingkat keberhasilan pelaksanaan program ini dilihat dari cakupan ASI Eksklusif yang ditargetkan oleh Dinas Kesehatan yaitu sebanyak 80%. Namun berdasarkan hasil penelitian yang didapat penulis, cakupan ASI Eksklusif dari tahun ke tahun masih jauh dari target yang diharapkan, yaitu :30

 Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2006 : 28,08%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2007 : 27,35%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2008 : 28,82%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2009 : 40,06%

30


(50)

 Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2010 : 37,44%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2011 : 47,18%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2012 : 49,46%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2013 : 52,99%  Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2014 : 57,9%

Berdasarkan cakupan ASI Eksklusif yang telah di uraikan diatas, maka Dinas Kesehatan perlu bekerja keras dengan mengupayakan suatu cara agar target cakupan ASI Eksklusif di Kota Salatiga yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan sempurna, karena tingkat keberhasilan pelaksanaan program ASI Eksklusif di Kota Salatiga juga dipengaruhi oleh cara kerja Dinas Kesehatan dalam mewujudkan hak anak untuk memperoleh ASI Eksklusif. Tidak hanya cakupan ASI Eksklusif yang tidak sesuai target saja yang menjadi penghambat karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis Dinas Kesehatan masih menemukan hambatan lain dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif ini yaitu Dinas Kesehatan kesulitan untuk memantau secara langsung ibu yang bekerja di luar Kota Salatiga untuk melaksanakan pemberian ASI Eksklsif, dan Dinas Kesehatan masih menemukan tingkat kesadaran ibu untuk mau menyusui yang rendah.

Dalam hal melakukan kerjasama dengan pihak lain juga merupakan sebuah kewajiban bagi pemerintah daerah, bentuk kerjasama yang dimaksudkan dapat berupa penyedian ruang ASI yang dibutuhkan ibu menyusui baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun fasilitas umum. Pihak lain yang dimaksudkan meliputi instansi pemerintah, fasilitas pelayanan


(51)

kesehatan dan perusahaan yang berdiri di Kota Salatiga. Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPERMAS), SAMSAT, POLRES, RSUD Salatiga, RS Puri Asih, RS Mutiara Bunda, DKT, perusahaan PT Damatex, PT Unsavitalis, dan PT Keefet.

Dalam menyediakan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif, bidang promosi kesehatan menyediakan brosur yang berisikan informasi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif dan disebarkan kepada masyarakat, dapat juga menggunakan media cetak dengan mengiklankan misalnya kegiatan sosialisasi yang akan diadakan Dinas Kesehatan ataupun seminar yang berkaitan dengan ASI Eksklsuif. Menurut Bidan Sri Lestari31 masyarakat dapat berperan aktif dengan cara memberikan dukungan kepada ibu untuk menyusui dan juga dapat saling berbagai informasi terkait dengan pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Selain itu dapat juga menggunakan cara lain yaitu menyampaikan informasi secara langsung atau dapat juga dipraktekkan secara langsung setelah ibu bersalin. Dengan demikian pemerintah daerah tidak dapat mengesampingkan peran masyarakat begitu saja, mengingat peran masyarakat dapat juga menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini.

31


(52)

Selain peran masyarakat, peran Pos Pelayanan Terpadu (selanjutnya disebut Posyandu) juga menjadi penting mengingat bahwa posyandu memiliki tujuan utama untuk menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian ibu melalui upaya pemberdayaan masyarakat, dengan sasaran yang dituju adalah seluruh masyarakat terutama bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui. Posyandu memiliki kegiatan yang terdiri atas kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, perbaikan gizi, pencegahan, dan penanggulangan diare. Dalam kegiatan posyandu masyarakat dapat menjadi pelaksana sekaligus pihak yang memperoleh pelayanan kesehatan sehingga apabila dikaitkan dengan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif maka kegiatan posyandu yang tepat adalah mengenai perbaikan gizi.

Kegiatan posyandu ini dapat memantau gizi seorang anak apakah mendapat ASI Eksklusif sesuai batas umur yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tentang pemberian ASI Eksklusif atau tidak, sehingga akan terlihat jelas berdasarkan laporan tentang pemantauan gizi.32

Selanjutnya dalam hal pendanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dana yang didapatkan untuk melaksanakan program pemberian ASI Eksklusif adalah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber pendanaan lain yang sah yaitu berupa hasil kerjasama, dana tugas pembantuan

32

Wawancara dengan Ketua Posyandu Sidorejo Kidul, Narasumber: Ibu Haning, Salatiga, 22 maret 2016.


(1)

ASI Eksklusif tidak terlepas dari tugas dan fungsi Dinas Kesehatan yang dalam hal ini adalah bagian dari Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan. Berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (2) huruf d Bagian Pelayanan dan Pembinaan Kesehatan yang diantaranya meliputi seksi gizi memiliki tugas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penyelenggaraan monitoring (surveilans) gizi, maka status gizi yang baik pada seorang anak juga dapat dipengaruhi oleh adanya pemberian ASI Eksklusif. Tidak hanya itu saja penjelasan lebih lanjut berdasarkan ketentuan Pasal 60 ayat (2) huruf e seksi kesehatan keluarga dan keluarga berencana memiliki tugas untuk menyelenggarakan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian program kesehatan bayi, balita, anak pra sekolah, dan kesehatan reproduksi.

Dengan adanya uraian mengenai tugas pokok yang perlu dilaksanakan Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif maka diharapkan penyelenggaraan program ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Insisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu. Selain itu apabila dikaitkan terhadap teori bekerjanya hukum dimasyarakat maka menurut Robbert B. Seidman untuk melihat bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari tiga elemen yaitu meliputi :35

1. Lembaga pembuat peraturan 2. Lembaga pelaksana peraturan 3. Pemangku peran

35


(2)

Ketiga elemen ini sangat penting untuk menilai berfungsinya hukum atau bekerjanya hukum di masyarakat. Lebih lanjut penulis akan menjelaskan pentingnya ketiga elemen ini dengan mengkaitkan dalam hal mewujudkan hak anak memperoleh ASI Eksklusif.

Pertama, dalam hal lembaga pembuat peraturan, Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif khususnya di Kota Salatiga yang terdapat dalam ketentuan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu. Dimana Peraturan Daerah ini memiliki tujuan untuk menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif. Selain itu Peraturan Daerah ini juga mengatur bagaimana kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif di Kota Salatiga.

Tidak hanya isi dari Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu saja yang harus dilakukan karena apabila melihat ketentuan pada Peraturan Walikota Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat


(3)

Struktural Pada Dinas Daerah Kota Salatiga dapat menjadi gambaran bagi Dinas Kesehatan untuk melaksanakan pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini sesuai dengan tugas pokok yang telah diamanatkan dalam Peraturan Walikota tersebut. Dengan demikian pemerintah daerah dan pejabat public lainnya harus bekerja secara optimal agar dapat mencapai tujuan yang telah diuraikan di atas guna keberhasilan dalam mewujudkan hak anak memperoleh ASI Eksklusif.

Kedua dalam hal pelaksana peraturan, bila dikaitkan terhadap pemenuhan hak anak untuk memperoleh ASI Eksklusif khususnya di Kota Salatiga, Pemerintah Daerah serta instansi pemerintahan lain wajib mendukung serta melaksanakan progam pemerintah ini. Dengan demikian pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan program ASI Eksklusif sesuai dengan amanat dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.36 Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan dalam penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 dan juga berdasarkan tugas pokok serta fungsi Dinas Kesehatan yang terdapat dalam ketentuan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 mulai dari melakukan advokasi dan sosialisasi, melakukan pelatihan konseling, membina memonitoring dan evaluasi pencapaian program ASI Eksklusif, melakukan

36Lihat Pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan ASI


(4)

kerjasama dengan pihak lain, menyediakan konselor ASI di setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan sebagainya. Namun, adanya uraian mengenai pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif yang diuraikan dalam hasil penelitian tentang cakupan ASI Eksklusif memperlihatkan bahwa cakupan ASI Eksklusif yang ditargetkan Dinas Kesehatan yaitu sebanyak 80% sampai dengan tahun 2014 belum terpenuhi yaitu hanya sebanyak 57,9%, hal ini dapat menjadi penghambat bagi Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan program ASI Eksklusif karena tingkat keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian program ASI Eksklusif dilihat dari pemenuhan target cakupan ASI Eksklusif. Selain itu Dinas Kesehatan juga masih kesulitan untuk memantau secara langsung ibu yang bekerja di luar Kota Salatiga untuk melaksanakan pemberian ASI Eksklusif dan Dinas Kesehatan masih menemukan tingkat kesadaran ibu untuk mau menyusui yang rendah karena disebabkan oleh beberapa alasan salah satunya adalah kesibukan ibu bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk menyusui.

Ketiga, dalam hal pemangku peran dapat dikaitkan dengan

keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha dengan tujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mendukung secara aktif pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif ini dan meningkatkan kepedulian serta perhatian pelaku usaha dalam memberikan dukungan bagi ibu bekerja dalam pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi


(5)

Menyusu Dini dan Air Susu Ibu menyebutkan bahwa masyarakat berperan aktif mendukung keberhasilan penyelenggaraan IMD dan ASI Eksklusif baik secara perorangan, kelompok, instansi maupun organisasi.

Peran aktif masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk ikut memberi rencana atau masukan pemikiran terkait dengan pelaksanaan ASI Eksklusif, dapat juga membantu menyebarkan informasi dengan cara menyampaikan kepada masyarakat lain tentang pentingnya ASI. Tidak hanya peran masyarakat saja yang dibutuhkan, karena apabila melihat pada ketentuan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu dijelaskan bahwa peran pelaku usaha juga penting dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif37 sehingga pelaku usaha perlu mengupayakan terselenggaranya pelaksanaan program ASI Eksklusif ini dengan menyediakan fasilitas ruang ASI yang layak dan sesuai bagi pekerja wanita serta memberikan kesempatan pada saat jam kerja untuk bisa menyusui ataupun memerah ASI. Dengan demikian peran pelaku usaha tidak dapat dikesampingkan begitu saja, mengingat pelaku usaha juga wajib mendukung serta melaksanakan program pemberian ASI Eksklusif guna mewujudkan pemenuhan hak anak untuk memperoleh ASI Eksklusif.

37

Lihat ketentuan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu.


(6)

Segala upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan yang telah diuraikan penulis diatas berdasarkan hasil penelitian guna mewujudkan hak anak untuk memperoleh ASI Eksklusif telah dilakukan sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam ketentuan Pemerintah Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2014 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu, dan dilakukan berdasarkan tugas pokok Dinas Kesehatan yang terdapat dalam Peraturan Walikota Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Dinas Daerah Kota Salatiga. Hanya saja apa yang sudah dilakukan menurut penulis masih kurang optimal.

Dengan demikian berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis dengan menggunakan teori bekerjanya hukum dimasyarakat diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah serta pejabat public lainnya dalam melaksanakan kebijakan pemerintah terkait dengan pemberian ASI Eksklusif secara optimal dan baik guna terpenuhinya hak anak untuk memperoleh ASI Eksklusif di Kota Salatiga serta diharapkan dengan adanya ketentuan pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program ini, dapat menjadi acuan pelaku usaha untuk menyelenggarakan pelaksanaan program ASI Eksklusif tanpa adanya diskriminasikan terhadap apa yang mejadi hak ibu dan anak.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif T1 312012046 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif

0 2 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak T1 312009038 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak T1 312009038 BAB II

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak

0 1 17

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyebab Kegagalan dalam Pemberian ASI Eksklusif: Studi Kualitatif di Desa Warak T1 BAB II

0 0 15

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Melakukan Pengawasan terhadap Peredaran Vaksin T1 BAB III

0 0 3

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Melakukan Pengawasan terhadap Peredaran Vaksin T1 BAB II

0 0 49

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Melakukan Pengawasan terhadap Peredaran Vaksin T1 BAB I

0 0 11