T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II

ANALISIS

A. Kerangka Teoritis

1. Kebijakan Publik

  Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting.

  Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih

  Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun tidak sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua kebijakan publik memiliki nilai strategis atau sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama memiliki makna strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah negara dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak diperlakukan demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun tidak sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua kebijakan publik memiliki nilai strategis atau sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama memiliki makna strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah negara dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak diperlakukan demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan

  Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye yang menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu

  persoalan publik.” 2 Pendapat lebih eksplisit dikemukakakn oleh Pater Cane dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan policy tidak lain adalah

  the nonstatutory criteria yang menjadi dasar suatu keputusan (dan tindakan) pemerintah yang seyogianya berdasarkan statutory. 3

  Kebijakan tidak selalu direalisasikan dalam bentuk peraturan, tetapi juga dengan tindakan (atau tidakmelakukan tindakan). Khususnya dalam konteks peraturan kebijakan, maksud dari adanya tindakan ini adalah supaya kebijakan pemerintah tersebut dapat diketahui oleh publik; naar buiten

  1 http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads201310pustaka_unpad_kebijakan_publik.pdf ,

  dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 14.17.

  2 Ibid hlm. 13. 3 Pater Cane, Administrative Tribunals and Adjudocation, Oxford-Portland: Hart

  Publishing,2009, hlm.147.

  gebracht schriftelijk beleid (harfiahnya berarti menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis). 4

  Di Kota Salatiga sendiri, kebutuhan masyarakatnya untuk bekerja semakin tinggi, namum karena kurangnya lapangan pekerjaan, dimana semakin hari tidak bisa lagi menampung Tenaga Kerja, menjadi hambatan dan masalah ketenagakerjaan, intinya adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan anak pekerjaanpun akan semakin meningkat, tetapi lapangan pekerjaan yang di sediakan oleh pemerintah daerah ataupun wirausahawan belum cukup untuk menampung jumlah pengangguran yang ada. Sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam Negeri pun semakin ketat khususnya di Kota Salatiga, sedangkan keadaan ekonomi yang semakin memburuk yang mengakibatkan pencari pekerjaan baik pria ataupun wanita terpaksa memilih untuk menghalalkan berbagai cara untuk bertahan hidup, seperti dengan berjualan di trotoar-trotoar jalan yang semestinya tidak diperuntukan untuk berjualan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri (Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga, Kota Salatiga) karena dengan berjualan di bahu jalan yang semestinya diperuntukan untuk pengguna lalu lintas darat seperti sepeda motor dan mobil. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Salatiga berperan penting dalam upaya melindungi keselamatan penjual ataupun pembeli di Pasar Tiban Kota Salatiga. Penataan tempat berjualan bagi PKL harusnya rapi dan tidak membahayakan atau pada

  4 Philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,2002, hlm. 152.

  kategori aman, dengan hal ini akan memperkecil resiko yang akan ditimbulkan, dan juga menyediakan pos informasi beserta melibatkan dinas yang terkait untuk terjun langsung mengawasi kondisi Pasar Tiban Kota Salatiga agar tetap terkontrol.

2. Kewenangan Pemerintah Daerah

  Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas Daerah-Daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah Provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah penyelenggara urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantu dengan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

  sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 5 Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerinth Daerah diselenggarakan berdasarkan Kriteria

  Eksternalitas, Akuntabilitas, dan Efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan susunan Pemerintah.

  5 Wikipedia, ”Pemerintah Daerah di Indonesia”, 12 Oktober 2015, pukul 02.38, http:id.wikipedia.orgwikiPemerintahan Daerah di Indonesia,dikunjungi pada tanggal 31

  Agustus 2016 pukul 20.39 WIB.

  Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul bersifat lokal atau lintas KabupatenKota dan atau regional sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

  Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperlihatkan pertanggungjawaban pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenKota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

  Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintah dengan memperlihatkan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan Pemerintahan antara ditangani pemerintah daerah kabupatenkota, pemerintah daerah provinsi danatau pemerintah.

  Pemerintah Pusat

  6 7 menggunakan Asas Desentralisasi 8 , Tugas Pembantu , dan Dekonsentrasi , sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan dalam

  menyelenggarakan Pemerintah Daerah menggunakan Asas Otonomi dan Tugas Pembantu.

  Berbicara menenai Otonomi Daerah, istilah Otonomi Daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu Autos yang artinya sendiri dan Nomos yang artinya

  6 Asas Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI.

  7 Asas Tugas Pembantu adalah Asas yang menghendaki adana tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom tinggi

  dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

  8 Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menghendaki adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansivivertikal tingkat atasnya kepada

  pejabat-pejabat di daerah.

  aturan. Otonomi daerah adalah Hak, Wewenang dan Kewajiban yang diberikan kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan Masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Dalam menyelenggarakan Otonomi, Daerah mempunyai Hak untuk 9 :

  a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya ;

  b. Memilih pimpinan daerah ;

  c. Mengelola aparatur daerah

  d. Mengelola kekayaan daerah

  e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah ;

  f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

  g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

  h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan

  perundang-undangan.

  Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut 10 :

  9 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

  10 Ibid.

  a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan

  kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

  b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

  c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

  d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

  e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

  f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

  g. Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;

  h. Mengembangkan sistem jaminan social;

  i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. Melestarikan lingkungan hidup; l. Mengelola administrasi kependudukan; m. Melestarikan nilai sosial budaya; n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang–undangan

  sesuai dengan kewenangannya; dan o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-

  undangan. Adanya Hak dan Kewajiban tersebut, Otonomi Daerah memiliki peran penting dalam menyelenggarakan dan mewujudkan kesejahteraan sosial pada masyarakat disuatu Daerah karena pelaksanaan Otonomi Daerah berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui kriteria urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah di atur sedemikian rupa melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

  tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 13 Ayat (4), yang meliputi: 11

  a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupatenkota;

  b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupatenkota;

  c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupatenkota; danatau

  d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupatenkota.

  Sehingga Pemerintah Kota Salatiga sebagai bagian dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peranan yang penting dalam memberikan Kebijakan dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat di Kota Salatiga yang dilakukan berdasarkan Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Pemerintah Kota Salatiga wajib

  11 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  menciptakan Ketentraman, Keharmonisan dan Keadilan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat di Kota Salatiga.

3. Diskresi

  Dari segi bahasa, diskresi (discretion) adalah kebijaksanaan, keleluasaan, penilaian, kebebasan untuk menentukan. Discretionnary berarti kebebasan untuk menentukan atau memilih, terserah kepada kebijaksanaan

  seseorang. Discretionary power to act: kebebasan untuk bertindak. 12 Istilah diskresi ini sering disebut dengan Ermessen yakni mempertimbangkan,

  menilai, menduga atau menilai, pertimbangan, dan keputusan. Dalam bahasa Belanda diskresi ini memiliki beberapa arti seperti disebutkan R.K,Kuipers berikut ini:” diskresi; sifat hati-hati, kewaspadaan, sikap hati-hati dalam pembicaraan dan tindakan. Berkelakuan sederhana; pertimbangan sendiri, kehendak, pilihan bebas, berbudi luhur atau tanpa pamrih, ampunan dan tanpa belas kasihan). Bryan A.Garner mengemukakan pengertian diskresi sebagai “tingkah laku dan managemen yang bijaksana; kearifan yang diiringi kewaspadaan;sikap hati-hati; penilaian individu; kekuasaan bebas mengambil keputusan”. Dari kata dasar diskresi ini muncul istilah diskresi administrasi (administrative discretion) yakni “seorang pejabat publik atau kekuasaan institusi melakukan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya”. 13

  12 John M.Echols dan Hassan Shadily,Kamus Inggris Indonesia,Gramedia Pustka Utama,Jakarta,2006,hlm.185-186 dan Peter Salim,the Contemorary English-Indonesia

  Discretionary,Seventh Edition,Modern English Press,Jakarta,1996,hlm.524-525.

  13 Ridwan, Diskresi..., Op.Cit., hlm. 124.

  Berdasarkan pengertian dari segi bahasa tersebut, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan diskresi yang relevan pada tulisan ini adalah pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan berdasarkan kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melakukan tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau tidak melakukan tindakan. S.A de Smith mengatakan, “ kekuasaan diskresi mengimplementasikan kebebasan memilih, pejabat yang berwenang dapat memutuskan apakah melakukan atau tidak melakukan tindakan dan jika

  melakukan tindakan, bagaimana melakukannya ”. 14

  Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Florence Heffron dan Neil McFeeley, bahwa diskresi pemerintah itu mengandung makna

  sebagai berikut: 15

  “ Memperkenankan pemerintah untuk mengambil keputusan ketika,kapan,bagaimana, dan terhadap siapa pengaturan dan ketentuan itu akan diterapkan. Diskresi pemerintah itu diperluas ketika pembuat undang-undang tidak merumuskan standar atau standar yang samar atau tidak memiliki arti tegas yang membolehkan dan mengharuskan pemerintah menentukan sendiri substansi dan penerapan peraturan. Pilihan merupakan esensi diskresi dan diskresi adalah esensi administrasi. ”

  14 S.A. de Smith, Constitutional and Administrative Law,Second Edition,Penguin Education,England,1973, hlm. 531.

  15 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative Regulatory Process, Longman, New York, 1983, hlm.44 .

  Seiring dengan perkembangan masyarakat yang kian kompleks, dimungkinkan bahwa berbagai persoalan yang terjadi ditengah masyarakat dan harus diurus oleh organ pemerintah itu telah ada pengaturannya dan juga ada yang belum diatur. Terhadap persoalan urusan yang belum ada pengaturannya (leemten in het recht), sementara harus dilayani oleh pemerintah , maka dalam rangka pelayanan terhadap warga negara organ pemerintah menggunakan diskresi. Adapun terhadap persoalan yang ada peraturannya,pengguna diskresi juga di mungkinkan terutama berkenaan dengan norma samar (vage norm) atau norma terbuka (open texture) yang terdapat pada peraturan perundang-undangan tersebut sehingga memerlukan penjelasan, interpretasi, pertimbangan berbagai kepentingan terkait, atau karena ada peraturan itu terdapat pilihan yang dapat diambil oleh organ

  pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 16

  Dalam perkembangannya, pemerintah tidak boleh menolah untuk memberikan pelayanan bagi warga negara dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika tidak ada peraturan perundang-undangan atau ada peraturan perundang-undangan, namun normanya samar atau multiinterpretasi, pemerintah dapat menggunakan diskresi. Florence Heffron dan Neil McFeeley mengatakan:

  “Dengan demikian, diskresi merupakan peluang bagi pemerintah, karena kesamaran alami undang-undang atau peraturan yang

  16 Ridwan, Diskresi..., Op.Cit., hlm. 132.

  memberikan kewenangan, untuk membuat keputusan secara individual beserta interpretasi, implementasi, danatau penegakan hukum. Diskresi bukan hanya perlu, tetapi juga bermanfaat dalam suatu masyarakat yang mempercayai konsep (keadilan orang perorang atau merata). Tanpa diskresi, hukum tidak dapat diterapkan secara wajar terhadap fakta-fakta yang spesifik dan kondisi yang ditampilkan kasus tertentu: fakta yang

  tidak sama tidak dapat diperlakukan secara sama.” 17

4. Ketentuan PERDA di Kota Salatiga yang Berkaitan Dengan Penataan PKL Pasar Tiban

  a. Dasar Hukum yang digunakan adalah :

  i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2015

  tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan PKL.

  ii. 18 Isi ketentuan umum

  (a) Penataan Pedagang Kaki Lima adalah upaya yang

  dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pendataan, pendaftaran dan penyelenggaraan Tanda Daftar Usaha.

  (b) Pengelolaan lokasi PKL adalah upaya yang dilakukan

  Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi PKL,

  17 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative...,op.cit, hlm.44 18 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2015.

  peremajaan, pemindahan dan penghapusan Lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

  (c) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan

  oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

  (d) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha

  PKL yang berada di lahan danatau bangunan milik Pemerintah Daerah danatau swasta.

  (e) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU,

  adalah surat yang dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh Walikota.

  (f) Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya

  disingkat RTRW, adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga.

  (g) Rencana Detail Tata Ruang Wilayah, yang

  selanjutnya disingkat RDTRW, adalah Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga.

  Dalam penataan Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 4, Pasal 35, dan Pasal 36 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, yang menyatakan bahwa pelaksanaan penataan PKL harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

  Pasal 4 (1) Penataan PKL dilakukan terhadap PKL dan lokasi

  tempat kegiatan PKL. (2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

  dilaksanakan dengan cara:

  a. pendataan PKL;

  b. pendaftaran PKL; dan

  c. penyelenggaraan TDU.

  Pasal 35 Kewajiban PKL antara lain:

  a. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh Walikota;

  b. memelihara

  kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha; kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha;

  d menjaga ketertiban umum;

  e. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah;

  f. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL; dan

  g. membayar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

  Pasal 36 PKL dilarang:

  a. Melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk Lokasi PKL;

  b. Merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan danatau ditentukan Walikota;

  c. Menempati lahan atau Lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal; c. Menempati lahan atau Lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal;

  tempat

  atau

  lokasi danatau

  memindahtangankan TDU tanpa sepengetahuan dan seizin Walikota;

  e. Menelantarkan danatau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan;

  f. Mengganti bidang usaha danatau memperdagangkan barang ilegal;

  g. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, danatau bangunan di sekitarnya;

  h. Menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk Lokasi PKL terjadwal dan terkendali;

  i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar; dan

  j. Memperjual belikan atau menyewakan tempat usaha

  PKL kepada pihak lainnya.

  i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015 tentang

  Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

  ii. 19 Isi ketentuan umum

  (a) Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang

  terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan baik secara vertikal maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.

  (b) Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

  adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pengaturan lokasi pendirian, batasan luas lantai, sistem penjualan dan waktu operasional Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, serta pola Kemitraan dengan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sehingga dapat terwujud iklim usaha perdagangan yang sehat, saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

  (c) Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

  adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk pemberdayaan dan pengawasan

  19 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015.

  terhadap Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dalam melakukan Kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi.

  (d) Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau

  badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

  (e) Izin Usaha Pusat Perbelanjaan, yang selanjutnya

  disingkat IUPP, adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pusat Perbelanjaan.

  (f) Pasar Rakyat adalah pasar yang dibangun dan

  dikelola oleh Pemerintah Daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa Toko, kios, los, dan tenda yang dimilikidikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang perdagangan melalui tawar menawar.

  (g) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya

  disingkat UMKM adalah kegiatan ekonomi yang berskala mikro, kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah.

  Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31 Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan., yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko swalayan, sebagai berikut :

  Pasal 31 Dalam penataan dan pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, Pemerintah Daerah mempunyai tugas dan wewenang:

  a. menetapkan kebijakan teknis dan melaksanakan pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;

  b. menyelenggarakan pelayanan penerbitan izin dan rekomendasi usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan; b. menyelenggarakan pelayanan penerbitan izin dan rekomendasi usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;

  d. melaksanakan pembinaan, sosialisasi, informasi dan publikasi penyelenggaraan perlindungan konsumen;

  e. mengoordinasikan penyelesaian permasalahan dalam penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;

  f. memfasilitasi hubungan kerjasama antara Pemasok UMKM dan Koperasi dengan Toko Swalayan.

  i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013 tentang

  Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  ii. 20 Isi ketentuan umum

  (a) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat

  LLAJ, adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan LLAJ, Prasarana LLAJ, Kendaraan,

  Pengemudi,

  Pengguna

  Jalan, serta

  pengelolaannya . (b) Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang diRuang Lalu

  Lintas Jalan.

  20 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013.

  (c) Angkutan adalah perpindahan orang danatau barang dari

  satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

  (d) Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan

  pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah danatau air, serta di atas permukaan air, kecuali Jalan rel dan Jalan kabel.

  (e) Prasarana LLAJ adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal,dan

  Alat Perlengkapan Jalan yang meliputi Marka,Rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.

  (f) Ruang Lalu Lintas Jalan adalah Prasarana yan diperuntukkan

  bagi gerak pindah Kendaraan, orang, danatau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.

  (g) Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang

  berupa lambang, huruf, angka, kalimat, danatau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

  (h) Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan

  Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang,

  (i) Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu

  Lintas Jalan. (j) Ketertiban LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas yang

  berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.

  (k) Kelancaran LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas dan

  penggunaan Angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.

  Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31 Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan terwujudnya ekita dalam berlalu-lintas, sebagai berikut :

  Pasal 3 LLAJ diselenggarakan dengan tujuan:

  a. terwujudnya pelayanan LLAJ yang selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda Angkutan lain untuk mendorong perekonomian wilayah, dan memajukan kesejahteraan masyarakat; a. terwujudnya pelayanan LLAJ yang selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda Angkutan lain untuk mendorong perekonomian wilayah, dan memajukan kesejahteraan masyarakat;

  c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

  Pasal 4 Ruang lingkup penyelenggaraan LLAJ mencakup keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran LLAJ melalui:

  a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, danatau barang

  di Jalan; dan

  b. kegiatan yang menggunakan sarana, Prasarana, dan fasilitas pendukung LLAJ.

  i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang

  Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

  ii. 21 Isi ketentuan umum

  (a) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,

  dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

  (b) Struktur ruang adalah susunan pusat–pusat permukiman dan

  sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

  21 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011.

  pendukung kegiatan social ekonomi mayarakat secara hirarki memiliki hubungan fungsional.

  (c) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata

  ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

  (d) Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk

  menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

  (e) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga yang selanjutnya

  disebut RTRW Kota Salatiga adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kota Salatiga yang berisi tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

  (f) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

  beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau aspek fungsional.

  (g) Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk

  mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

  (h) Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah,

  membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

  (i) Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam

  proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

  Dalam penataan PKL di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 15-16 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030, yang menyatakan bahwa Kelurahan Pulutan merupakan akan direnanakan sebagai pusat pelayanan lokal meliputi pelayanan ekonomi, sosial danatau administrasi. Hal tersebut terdapat dalam Perda RTRW Kota Salatiga, sebagai berikut :

  Pasal 15 ayat (1)

  (1) Rencana pengembangan sistem pusat pelayanan

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf

  a terdiri dari:

  a. pusat pelayanan kota;

  b. subpusat pelayanan kota; dan

  c. pusat lingkungan.

  Pasal 15 ayat (4) Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: Pasal 15 ayat (4) Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

  b. Kelurahan Bugel;

  c. Kelurahan Kauman Kidul;

  d. Kelurahan Pulutan;

  e. Kelurahan Kalibening;

  f. Kelurahan Tingkir Lor;

  g. Kelurahan Tingkir Tengah;

  h. Kelurahan Noborejo;

  Pasal 16 ayat (3) Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c sebagai pusat pelayanan lokal meliputi pelayanan ekonomi, sosial danatau administrasi.

5. Teori Peran Dalam Sosiologi Hukum

  Pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Koperasi, dan usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) memiliki peran penting dalam menyelenggarakan serta mewujudkan Kesejahteraan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat terutama Kesejahteraan bagi setiap Pedagang ataupun Pembeli Pasar Tiban di JLS. Peran adalah pola perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang yang memiliki atau menduduki suatu Pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Koperasi, dan usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) memiliki peran penting dalam menyelenggarakan serta mewujudkan Kesejahteraan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat terutama Kesejahteraan bagi setiap Pedagang ataupun Pembeli Pasar Tiban di JLS. Peran adalah pola perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang yang memiliki atau menduduki suatu

  Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu

  peranan. 23 Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam Masyarakat

  (social-position) merupakan unsur yang statis yang menunjukan tempat Individu dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.

  Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain : 24

  1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

  2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

  22 Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hlm.85. 23 Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas

  Indonesia, Jakarta, 1974, hlm. 130.

  24 Ibid, hlm. 131.

  Bahwasanya, setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang bersangkutan, atau ada hubungan dengan peran tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak.

  Abu Ahmadi juga mengatakan bahwa Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sebagai pola perikelakuan, maka peranan mempunyai beberapa unsur, yakni antara

  lain : 25

  a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat, terhadap status-status tertentu. Peranan ideal tersebut merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada status-status tertentu.

  b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. Artinya, seorang individu menganggap bahwa dalam situasi-situasi tertentu (yang dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan tertentu.

  c. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan, ini merupakan peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud dalam perikelakuan yang nyata.

  25 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, Penerbit CV, Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 30.

  Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan, mungkin saja berbeda dengan peranan ideal maupun peranan yang di anggap oleh dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara aktual senantiasa dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan, persepsi, dan juga oleh kepribadian individu yang bersangkutan.

  Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut : 26

  a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

  b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu yang oleh masyarakat di anggap mampu melaksanakannya.

  c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

  d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.

  Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kala kurang disadari bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan dari pada

  26 Budi Sulistyowati, Soerjono Soekanto, ed., Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 213.

  kedudukan sehingga terjadi hubungan-hubungan yang timpang yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan

  pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban belaka. 27

B. Hasil Penelitian

  Dalam penjelasan ini, penulis memaparkan 3 hal yang antara lain mengenai gambaran umum wilayah penelitian, hasil penelitian, dan analisa. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan dan situasi wilayah penelitian, serta untuk mengetahui beberapa kebijakan yang sampai

  saat

  ini telah

  dilakukan

  oleh

  Dinas-Dinas terkait

  (DISPERINDAGKOP UMKM, Dinas Perhubungan, Satpol-PP).

1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

  Kota Salatiga terletak di antara dua Kota besar di Jawa Tengah yaitu Kota Semarang (49 km ke arah utara) dan Kota Solo (52 km ke arah selatan). Secara mortologi, Kota Salatiga berada di daerah cekungan, kaki Gunung Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong . , oleh sebab itu kota ini memiliki iklim tropis dan memiliki hawa yang sejuk dan segar. Secara astronomi Kota Salatiga terletak antara 1100.27'.56,81" - 1100.32'.4,64" BT 0070.17'. - 0070.17'.23"

  27 Ibid, hlm. 214.

  LS 28 . Kota Salatiga secara administratif terbagi atas 4 kecamatan yakni Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo,

  Kecamatan Tingkir.

  Seiring dengan perkembangan kegiatan perkotaan,dampak yang timbul adalah masalah penggunaan lahan yang berubah,perubahan penggunaan lahan tersebut salah satunya terjadi karena adanya kepadatan penduduk yang tinggi. Parameter yang mengakibatkan terjadinya masalah kepadatan penduduk adalah tingginya pertumbuhan alami yang berasal dari daerah itu sendiri maupun arus penduduk yang masuk dari luar kota yang mengakibatkan bertambahnya peruntukan lahan untuk permukiman di daerah perkotaan, yang berarti berkurangnya lahan kosong di dalam kota.

  Lokasi penelitian berada di kawasan Jalan Lingkar Salatiga, terutama pada sekitaran Pulutan dan Kecandran. Kawasan ini banyak dimanfaatkan oleh para PKL yang khususnya berjualan pada hari Minggu pagi-siang hari. Kebanyakan dari PKL di kawasan ini memanfaatkan trotoar dan tepi-tepi jalan sebagai tempat usahanya, baik itu di sisi kanan maupun kiri jalan di Jalan Lingkar Salatiga. Sebagian aktivitas masyarakat terpusat disini, khususnya aktivitas perdagangan. Jumlah PKL di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga kurang lebih 700 PKL dan juga 60 tukang parkir (yang menggunakan trotoar

  dan tepi jalan). 29

  28 http:salatigakota.go.idTentangGeografi.php , dikunjungi pada tanggal 25 Oktober 2016 pukul

  03.15 WIB. 29 Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam

  07.00 WIB.

2. Gambaran Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Pasar Tiban

  Perencanaan pemanfaatan ruang Kota Salatiga diatur dalam Perda No

  4 Tahun 2011 mengenai RTRW. Dalam RTRW diatur mengenai kawasan yang dikembangkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, perkantoran, perindustrian, perdagangan dan jasa, serta agro bisnis. Pemerintah memiliki kebijakan bahwa kawasan yang dikembangkan untuk perdagangan dan jasa yang dapat dimanfatkan oleh PKL. Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2011, pemerintah membuat Perda No 4 Tahun 2015 mengenai PKL agar pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan secara maksimal. Perda No 4 Tahun 2015 ditindak lanjuti dengan Perda No 4 Tahun 2011, dalam perda ini di cantumkan mengenai lokasi-lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk berjualan oleh PKL. Kawasan-kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh PKL untuk berjualan sebagai berikut: kawasan PKL Kridanggo di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Lapangan Pancasila di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Jenderal Sudirman di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Kutowinangun dan Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Pasar Andong di Kelurahan Mangunsari,

  dan kawasan PKL Margosari di Kelurahan Salatiga. 30

  Kawasan JLS terutama di kawasan Pulutan dan Kecandran yang biasanya di peruntukkan sebagai Pasar Tiban di Hari Minggu semestinya tidak dapat di peruntukkan untuk lokasi berjualan para PKL, karena tidak sesuai

  30 Pasal 53 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011.

  dengan kriteria lokasi usaha PKL yaitu tidak boleh mengganggu sirkulasi pejalan kaki, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lalulintas, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perparkiran serta tidak boleh menempati taman dan fasilitas publik. Kedua peraturan tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki baik itu DISPERINDAG-UMKM dan PKL maupun Satpol PP, kegiatan yang banyak dilakukan yaitu patroli keliling, sosialisasi serta penyuluhan.

  Akan tetapi, telah berlakunya kebijakan yang memang tidak secara tertulis yang di terapkan oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap adanya Pasar Tiban dengan syarat tidak terganggunya aktivitas lalulintas yang di sebabkan oleh adanya PKL, hal tersebutlah yang mengakibatkan Pasar Tiban sendiri sampai saat ini masih ada dan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

3. Hasil Wawancara dengan Pemerintah Kota Salatiga

  Pasar Tiban sendiri memang diperuntukkan seluruhnya untuk kemakmuran masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Hal ini juga di amini oleh salah satu Anggota DPRD Kota Salatiga yang tergabung dalam Komisi C, yang berpendapat bahwa Pasar Tiban terutama di Pulutan dan Kecandran memang memiliki hal magis untuk dapat menarik minat dari para pedagang dan pembeli, ataupun juga warga yang ingin menikmati pemandangan yang ada di sekitar JLS bagian Pulutan dan Kecandran. Sementara bilamana JLS akan di pergunakan untuk kegiatan yang lain maka DISHUB dan Satpol PP Pasar Tiban sendiri memang diperuntukkan seluruhnya untuk kemakmuran masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Hal ini juga di amini oleh salah satu Anggota DPRD Kota Salatiga yang tergabung dalam Komisi C, yang berpendapat bahwa Pasar Tiban terutama di Pulutan dan Kecandran memang memiliki hal magis untuk dapat menarik minat dari para pedagang dan pembeli, ataupun juga warga yang ingin menikmati pemandangan yang ada di sekitar JLS bagian Pulutan dan Kecandran. Sementara bilamana JLS akan di pergunakan untuk kegiatan yang lain maka DISHUB dan Satpol PP

  Oleh karena itu, Pemerintah Kota Salatiga yang diwakili oleh Satpol PP, DISHUB, dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selalu memonitoring berjalannya aktivitas jual beli agar tidak mengganggu hak-hak dari pengguna jalan yang lain dengan selalu menghimbau kepada penjual dan pembeli melalui Paguyuban Pasar Tiban agar tetap tertib. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang telah di lakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, dengan melakukan penertiban dam juga monitoring yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selaku legal sektor dari penerapan

  Perda No. 4 Tahun 2015 beserta Satpol PP, 32 Disamping itu juga pemerintah dilekati dengan kewajiban untuk memberikan pelayanan publik,

  melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga menerapkan kebijakan publik yang memasyarakatkan masyarakat, terutama bagi negara-negara yang menganut atau dipengaruhi oleh konsep negara kesejahteraan seperti di Indonesia. Dinas-dinas yang mewakili Pemerintah Kota Salatiga tersebut bertugas untuk melakukakan tindakan, antara lain :

  31 Wawancara Bapak H.M. Sofi’i, Komisi C DPRD Kota Salatiga Fraksi PKB, Tanggal 11 September 2016, jam 07.28 WIB.

  32 Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei 2016, jam 10.30 WIB.

  1. Melakukan Tindakan Preventif 33

  Satpol-PP beserta Dishub telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan setiap 1 bulan sekali, secara meluas kepada perwakilan PKL dan Paguyuban di Pasar Tiban. Sosialisasi dan penyuluhan PKL di berikan diruang rapat Paguyuban Pasar Tiban yang dihadiri oleh perwakilan PKL dan paguyubannya. Topik pembahasan yang di sosialisasikan adalah mengenai ketertiban dan kebersihan pedagang agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.

  Dimaksud dengan penyuluhan adalah tindakan untuk memberikan pengarahan ataupun edukasi kepada PKL perkawasan mengenai suatu hal atau suatu topik. Penyuluhan ini bertujuan agar keberadaan PKL tetap ada dan tidak merugikan lingkungan sekitarnya. Karena memang keberadaan PKL di Pasar Tiban telah mendapatkan kebijakan dari Walikota Salatiga untuk tetap ada selama tidak mengganggu lalu lintas di sekitar JLS. Sedangkan sosialisasi adalah memberi informasi kepada seluruh PKL beserta paguyubannya yang ada di Pasar Tiban Kota Salatiga.

  Selain tindakan preventif oleh Satpol PP beserta Dishub melalui sosialisasi dan penyuluhan, tindakan preventif juga di lakukan melalui pemberian kebijakan oleh Walikota Salatiga bagi PKL di Pasar Tiban untuk tetap berjualan di sekitar kawasan Pulutan-Kecandran selama

  33 Wawancara Bapak Ahmad , KASI Penegakan Perda, Tanggal 13 Oktober 2016, jam 09.27 WIB.

  tetap menjaga ketertiban lalulintas yang ada. Dengan demikian, maka Pasar Tiban tersebut secara tidak langsung telah di izinkan oleh Walikota Salatiga selama tetap tertib dan tidak mengakibatkan kemacetan, dan dengan adanya Pasar Tiban tersebut akan menambah daya tarik bagi Kota Salatiga di bidang pariwisata.

  Patroli keliling dilakukan setiap hari (khususnya hari Minggu) oleh Satpol PP bersama Dishub terhadap Pasar Tiban. Tindakan ini merupakan usaha untuk melakukan pengawasan dan monitoring terhadap PKL yang berjualan di JLS yang terfokus di Kelurahan Pulutan dan Kecandran. Pengawasan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memantau tempat para PKL, agar tetap berjualan dengan tertib dan tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh Satpol PP beserta Dishub melalui patroli keliling dengan menggunakan mobil patroli untuk memberikan himbauan kepada PKL (Paguyuban Pasar Tiban) dengan cara lisan. Patroli dilakukan sendiri oleh Salpol PP maupun gabungan dengan Dinas Perhubungan, patroli keliling ini merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Satpol PP dengan memberlakukan 2 jadwal untuk tugas patroli (Pagi dan Sore), dalam melakukan pengawasan kepada para PKL.

  2. Melakukan Tindakan Represif