Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak T1 312009038 BAB II

(1)

15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Kota Layak Anak

1. Kebijakan Publik

Kebijaksanaan (policy) diberi arti yang bermacam macam. Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijaksanaan sebagai “a projected program of goals, values anf practices”.12

(suatu program pencapaian tujuan, nilai nilai dan praktek praktek yang terarah). Sedangkan Carl J. Friedrick mendefinisikan kebijaksanaan sebagai berikut “a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effor to reach a goal or realize an objective or a purpose”.13

(Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”). Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 elemen yaitu :

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan

12Harold D. Laswell dan Abraham, ower and society, New Haven: Yale University

ress, 1970, hal. 71.

13


(2)

16

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Pembuatan keputusan banyak dilakukan dipelbagai macam organisasi. Pembuatan keputusan itu adalah merupakan salah satu fungsi utama administrator atau manager organisasi, termasuk manager organisasi publik. Proses pembuatan keputusan bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana. Hal ini telah mengundang banyak para ahli untuk memikirkan cara atau teknik pembuatan keputusan yang paling baik. Maka penulis akan menjelaskan secara singkat tentang beberapa macam pandangan mengenai pembuatan keputusan dan perumusan kebijaksanaan, beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan, dan cara untuk meningkatkan perumusan kebijaksanaan.

William R. Dill memberi defenisi mengenai pembuatan keputusan sebagai berikut “a decision is a choice among alternatives”.14 (“suatu keputusan adalah

suatu pilihan terhadap pelbagai macam alternatif”). Sedangkan dalam glossary of

public administration pembuatan keputusan (decision making) didefinisikan sebagai: “a process in which choices are made to change (or leave unchanged) an existing condition, to select a course of action most appropriate to achieving a desired objective, and to minimize risks, uncertainty, and resource expenditures in pursuing the objective” (suatu proses dalam mana pilihan-pilihan dibuat untuk mengubah (atau tidak mengubah suatu kondisi yang ada, memilih serangkaian tindakan yang paling tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan untuk mengurangi resiko resiko, ketidakpastian dan pengeluaran sumber–sumber dalam rangka mengejar tujuan”). Dari definisi diatas, nampak jelas sekali bahwa

14 William R. Dill, “Administrative Decision Making” dalam Robert T.

Golombiewski et,al., ublick Administration, Cicago Rand Mc Nally & Comany, 2 nd ed., 1972, hal. 93.


(3)

17

sepanjang pembuatan keputusan itu merupakan penentuan serangkaian tindakan (a course of action), maka proses pembuatan keputusan itu dilakukan terus menerus dan tidak mengenal berhenti. Sebagaimana telah pernah disinggung dalam pembahasan diatas bahwa keputusan/kebijaksanaan bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah dan sederhana.

Sebagai suatu proses, maka tahap formulasi kebijakan terdiri atas beberapa komponen (unsur) yang saling berhubungan secara respirokal sehingga membentuk pola sistemik berupa input – proses – output – feedback. Komponen (unsur) yang terdapat dalam proses formulasi kebijakan adalah :

a. Tindakan.

Tindakan kebijakan adalah tindakan disengaja yang selalu dilakukan secara terorganisasi dan berulang (ajeg) guna membentuk pola-pola tindakan tertentu, sehingga pada akhirnya akan menciptakan norma-norma bertindak bagi sistem kebijakan. Jika pada tahap awal tumbuhnya sistem kebijakan dan tujuan dari sistem itu ditetapkan terlebih dahulu untuk menentukan tindakan apa yang akan dilakukan guna mencapai tujuan tersebut, maka pada giliran berikutnya, ketika sistem telah berjalan, norma yang terbentuk oleh pola tindakan tadi akan mengubah atau setidaknya mempengaruhi tujuan sistem. Hal ini sejalan dengan tindakan pemrintah kota salatiga yang merespon secara positif penetapan kota salatiga sebagai salah satu Kota Layak Anak (KLA) oleh Kementeritan Negara Pemberdayaan Perempuan RI, oleh karena gagasan pengembangan Kota Layak Anak (KLA) sesungguhnya merupakan komitmen Internasional demi menciptakan sebuah dunia yang layak bagi kehidupan anak.

b. Aktor.

Orang atau pelaku yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan akan memberikan dukungan maupun tuntutan serta menjadi sasaran dari kebijakan yang dihasilkan oleh sistem kebijakan. Aktor yang paling dominan dalam tahap


(4)

18

perumusan kebijakan dengan tuntutan yang bersifat intern, dalam artian mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk menentukan isi dan memberikan legitimasi terhadap rumusan kebijakan tersebut, disebut pembuat kebijakan (policy maker). Sementara itu, aktor yang mempunyai kualifikasi atau karakteristik lain dengan tuntutan ekstern, dikenal sebagai kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, pimpinan elit profesi dan lain-lain. Untuk dapat tetap bertahan bermain di dalam sistem tersebut, mereka harus memilik komitmen terhadap aturan main, yang pada mulanya dirumuskan secara bersama-sama oleh semua aktor. Pada tataran ini komitmen para aktor akan menjadikan menjadikan mereka mematuhi aturan atau norma bersama. Selain itu, kepatuhan terhadap norma ini bahkan menjadi keharusan, karena diasumsikan bahwa pencapaian tujuan sistem akan terwujud jika semua aktor mematuhi norma bersama.

c. Orientasi nilai.

Proses formulasi kebijakan pada prinsipnya berhubungan dengan proses mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai yang beraneka ragam kemudian menentukan nilai-nilai yang relevan dengan kepentingan masyarakat, sehingga setiap kebijakan yang dihasilkan akan mempunyai implikasi nilai, baik secara implisit maupun eksplisit. Oleh karena itu, aktor-aktor yang berperan dalam formulasi kebijakan tidak hanya berfungsi menciptakan adanya keseimbangan diantara kepentingan-kepentingan yang berbeda (muddling through or balancing interests), tetapi juga harus berfungsi sebagai penilai (valuer), yakni mampu menciptakan adanya nilai yang dapat disepakati bersama yang didasarkan pada penilaian-penilaian rasional (rational judgements) guna pencapaian hasil yang maksimal.


(5)

19

Tahap formulasi kebijakan sebagai suatu proses yang dilakukan secara ajeg dengan melibatkan para stakeholders (aktor) guna menghasilkan serangkaian tindakan dalam memecahkan problem publik melalui identifikasi dan analisis alternatif, tidak terlepas dari nilai-nilai yang mempengaruhi tindakan para aktor dalam proses tersebut. Nilai-nilai (ukuran) yang mempengaruhi tindakan dari para pembuat keputusan dalam proses formulasi kebijakan dapat dibagi kedalam beberapa kategori, yakni :

1. Nilai-nilai politik, dimana keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti umumnya pada paradigma kritis dalam kebijakan publik, maka dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik itu tidak boleh dilepaskan dalam fokus kajiannya, sebab apabila kita melepaskan kenyataan politik itu dari proses pembuatan kebijakan publik, maka kebijakan yang dihasilkan akan miskin aspek lapangannya sementara kebijakan publik itu sendiri tidak pernah steril dari aspek politik. Dalam konteks ini, maka proses formulasi kebijakan dipahami sebagai sebuah proses pengambilan keputusan yang sangat ditentukan oleh factor kekuasaan, dimana sumber-sumber kekuasaan itu berasal dari strata social, birokrasi, akademis, profesionalisme, kekuatan modal dan lain sebagainya.

2. Nilai-nilai organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi (sanction) yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya. Pada tataran ini, tindakan-tindakan yang dilakukan


(6)

20

oleh para stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh kepentingan dan perilaku kelompok, sehingga pada gilirannya, produk-produk kebijakan yang dihasilkan lebih mengakomodasi kepentingan organisasi mereka ketimbang kepentingan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan adanya sebuah perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kecenderungan tersebut.

3. Nilai-nilai pribadi, dimana seringkali keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan dan sebagainya. Proses formulasi kebijakan dalam konteks ini lebih dipahami sebagai suatu proses yang terfokus pada aspek emosi manusia, personalitas, motivasi dan hubungan interpersonal. Fokus dari pandangan ini adalah siapa mendapatkan nilai apa, kapan ia mendapatkan nilai tersebut dan bagaimana ia mengaktualisasikan nilai yang telah dianutnya.

4. Nilai-nilai kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan kebijakan yang secara moral dan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam kategori ini adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan dan lain-lain. Pandangan ini melihat bagaimana pembuat kebijakan sebagai personal mampu merespon stimulasi dari lingkungannya. Artinya, di sini, akan banyak terlihat tentang bagaimana seorang pembuat kebijakan mengenali masalah, bagaimana mereka menggunakan informasi yang mereka miliki, bagaimana mereka menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang ada, bagaimana mereka


(7)

21

mempersepsi realitas yang ditemui, bagaimana informasi di proses dan bagaimana informasi dikomunikasikan dalam organisasi.

5. Nilai-nilai ideologi, dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, ideologi juga masih merupakan sarana untuk merasionalisasikan dan melegitimasikan tindakan-tindakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.15

Berikut ini akan dijelaskan pendapat Nigro and Nigro mengenai faktor faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan/kebijaksanaan serta beberapa kesalahan umum dalam pembuatan keputusan/kebijaksanaan.16 Beberapa faktor yang memengaruhi pembuatan kebijaksanaan itu adalah sebagai berikut :

a. Adanya pengaruh tekanan tekanan dari luar

Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale

comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan formulasi kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan. b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (Konservatisme)

Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung

15 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/ Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01

Juni 2012


(8)

22

akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan.

c. Adanya pengaruh sifat sifat ribadi

Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh, bahkan sering pula pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar proses formulasi kebijakan.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan.17

Masalah nilai dalam diskursus analisis kebijakan publik, merupakan aspek metapolicy karena menyangkut substansi, perspektif, sikap dan perilaku,

17 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/ Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01


(9)

23

baik yang tersembunyi ataupun yang dinyatakan secara terbuka oleh para actor yang bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan publik. Masalah nilai menjadi relevan untuk dibahas karena ada satu anggapan yang mengatakan bahwa idealnya pembuat kebijakan itu seharusnya memiliki kearifan sebagai seorang filsuf raja, yang mampu membuat serta mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya secara adil sehingga dapat memaksimalkan kesejahteraan umum tanpa melanggar kebebasan pribadi. Meskipun demikian, realita menunjukkan bahwa kebanyakan keputusan-keputusan kebijakan tidak mampu memaksimasi ketiga nilai tersebut di atas. Juga, tidak ada bukti pendukung yang cukup meyakinkan bahwa nilai yang satu lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu, maka keputusan-keputusan kebijakan mau tidak mau haruslah memperhitungkan multi-nilai (multiple values). Kesadaran akan pentingnya multiple values itu dilandasi oleh pemikiran “ethical pluralism”, yang dalam teori

pengambilan keputusan sering disebut dengan istilah “multi objective decision

making”.18

Pada tataran ini, menjadi jelas bahwa para pembuat kebijakan idealnya memperhatikan semua dampak, baik positif maupun negatif dari tindakan mereka, tidak saja bagi para warga unit geopolitik mereka, tetapi juga warga yang lain, dan bahkan generasi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, proses pembuatan kebijakan yang bertanggung jawab ialah proses yang melibatkan interaksi antara

18 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/ Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01


(10)

24

kelompok-kelompok ilmuwan, pemimpin-pemimpin organisasi professional, para administrator dan para politisi.19

Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan. Nigro & Nigro menyebutkan adanya 7 macam kesalahan-kesalahan umum itu, yaitu :

a. Cara berpikir yang sempit (Cognitive nearsightedness)

b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi massa lalu (assumption that future will repeat past)

c. Terlalu menyederhanakan sesuatu (over simplification)

d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang (overreliance on one’s own experience)

e. Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh para konsepsi pembuat keputusan (preconceived nations)

f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (unwillingness to experiment)

g. Keengganan untuk membuat keputusan (reluctance to decide)

Membuat atau merumuskan kebijaksanaan bukanlah suatu proses yang sederhana dan mudah, sehingga dalam suatu kebijaksanaan negara dibuat bukan untuk kepentingan politis (misalnya guna mempertahankan status-quo pembuat keputusan) tetapi justru untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota masyrakat secara keseluruhan. Uraian berikut ini akan membahas tentang perumusan masalah kebijaksanaan negara, proses memasukkan masalah

19 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/ Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01


(11)

25

kebijaksanaan negara dalam agenda pemerintah, perumusan usulan kebijaksanaan negara, proses legitimasi kebijaksanaan negara, pelaksanaan kebijaksanaan negara, dan penilaian kebijaksanaan negara.

1. Perumusan Masalah Kebijakan

Mencari dan menetukan identitas masalah kebijaksanaan itu dengan susah payah, sehingga usaha untuk mengerti dengan benar sifat dari masalah kebijaksanaan negara itu akan sangat membantu di dalam menentukan sifat proses perumusan kebijaksanaannya sesuai kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan-ketidakpuasan pada rakyat untuk mana perlu dicari cara-cara penanggulangannya.

2. Penyusunan Agenda Pemerintah

Pilihan dan kecondongan perhatian pembuat kebijaksanaan terhadap sejumlah kecil problema problema umum itu menyebabkan timbulnya agenda kebijaksanaan (the policy agenda), maka suatu agenda pemerintah (“governmental agenda) tidak seharusnya dipandang sebagai suatu daftar formal dari pelbagai masalah masalah yang harus diperbincangkan oleh pembuat keputusan, tetapi pemerintah semata mata menggambarkan problema problema atau isu-isu dimana pembuat keputusan merasa harus memberikan perhatian yang aktif dan serius pada kebijakannya.

3. Perumusan Usulan Kebijakan

Perumusan usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk ke dalam kegiatan ini adalah :


(12)

26

Problema-problema umum yang telah dengan jelas dirumuskan dan pembuat kebijaksanaan telah sepakat untuk memasukkannya kedalam agenda pemerintah, berarti telah siap untuk dibuatkan usulan kebijaksanaan untuk memecahkan masalah.

b. Mendefinisikan dan Merumuskan Alternatif

Kegiatan mendefinisikan dan merumuskan alternatif ini bertujuan agar masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuuat kebijaksanaan itu nampak dengan jelas pengertiannya, maka akan semakin mudah pembuat kebijaksanaan menilai dan mempertimbangkannya aspek postif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut.

c. Menilai Alternatif

Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot (harga) pada setiap alternatif, sehingga nampak dengan jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan kekurangannya masing-masing. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap alternatif dengan baik diperlukan kriteria tertentu misalnya yang sering digunakan dalam membuat kebijaksanaan yaitu : “Sampai seberapa jauh alternatif itu dapat dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak sehingga menghasilkan

dampak yang positif”.

d. Memilih Alternatif yang memuaskan

Suatu alternatif yang telah dipilih secara memuaskan itu akan menjadi suatu usulan kebijaksanaan (policy proposal) yang telah diantisipasikan dapat dilaksanakan dan memeberikan dampak yang positif.


(13)

27

Suatu proses kolektif, pembuat keputusan bisa sekaligus sebagai pengesah keputusan tersebut dan atau pembuat keputusan adalah pihak-pihak yang berbeda dengan pengesah keputusan. Oleh karena itu suatu usulan kebijaksanaan yang dibuat oleh pembuat keputusan (baik berupa orang atau badan) dapat saja usulan itu disetujui atau ditolak oleh pengesah kebijaksanaan.

5. Pelaksanaan Kebijakan

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sekali usulan kebijaksanaan telah diterima dan disahkan oleh pihak yang berwenang, maka keputusan kebijaksanaan itu telah siap untuk diimplementasikan.

6. Penilaian Kebijakan

Penilaian Kebijaksanaan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijaksanaan, penilaian kebijaksanaan dapat mencakup tentang isi kebijaksanaan, pelaksanaan kebijaksanaan dan dampak kebijaksanaan. Jadi penilaian kebijaksanaan dapat dilakukan pada fase perumusan masalahnya yaitu formulasi usulan kebijaksanaan, implementasi, legitimasi kebijaksanaan.20

2. Kebijakan Kota Layak Anak

Setelah penulis uraikan kebijakan publik, berikut ini penulis akan menjelaskan mengenai kebijakan Kota Layak Anak yang dilatar belakangi dengan adanya momen penting yang menguatkan komitmen bersama untuk mewujudkan sebuah dunia yang layak bagi anak sebagai wujud terpenuhinya hak anak adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Mei 2002

20 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/ Diposkan oleh syamsuri di 21.02 Jumat, 01


(14)

28

yang mengadopsi laporan Komite Ad Hoc pada Sesi Khusus untuk Anak. Dokumen itulah yang kemudian dikenal dengan judul "A World Fit for Children". Judul dokumen tersebut menunjukkan gaung puncak dari rangkaian upaya dunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah masa depan bumi, kelangsungan kehidupan umat manusia dan lebih khusus lagi upaya untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik melalui anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini dan pada masa-masa selanjutnya. Mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens tentang pemenuhan hak anak melalui KHA, dan mengingat Dunia Layak Anak merupakan komitmen global, maka Pemerintah Indonesia segera memberikan tanggapan positif terhadap rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2002 tersebut.

Keikutsertaan Indonesia dalam komitmen Dunia Layak Anak merupakan bagian tujuan Indonesia sebagaimana terumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia bergerak cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan KLA sejak tahun 2006. Penetapan kabupaten/kota adalah adaptasi yang juga dilakukan Indonesia mengingat bahwa pembagian wilayah administratif di Indonesia terbagi ke dalam dua jenis satuan berupa Kabupaten dan Kota, sementara tantangan yang dihadapi anak bukan hanya ada di kota namun juga dapat ditemukan di kabupaten. Untuk itu, maka perhatian pun diberikan kepada kabupaten yang memiliki tantangan tersendiri yang tidak kalah kompleksnya dengan yang dihadapi oleh kota.

Dalam perkembangannya, antusiasme terhadap pengembangan KLA terus berkembang dari tahun ke tahun. Semula hanya beberapa kabupaten/kota yang tergerak dan terlibat. Namun seiring dengan waktu, muncul kebutuhan dan


(15)

29

inisiatif dari kabupaten/kota untuk ikut membangun dunia yang layak anak tersebut di daerahnya. Untuk menjawab tingginya antusiasme Pemerintah Daerah dan tantangan perubahan jaman yang berdampak serius terhadap anak, maka dirasakan mendesak untuk menyusun Kebijakan Pengembangan KLA. Pengembangan KLA bertujuan untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konsep hak anak ke dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak di kabupaten/kota. Pengembangan Kebijakan KLA merujuk kepada Konvensi Hak Anak (KHA) yang berisi hak anak yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) klaster hak anak yang terdiri dari:

1. Hak Sipil dan Kebebasan a. Hak atas identitas

Memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki kutipan akta kelahirannya sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggung jawab negara atas nama dan kewarganegaraan anak (termasuk tanggal kelahiran dan sil-silahnya); menjamin penyelenggaraan pembuatan akta kelahiran secara gratis; dan melakukan pendekatan layanan hingga tingkat desa/kelurahan.

b. Hak perlindungan identitas

Memastikan sistem untuk pencegahan berbagai tindak kejahatan terhadap anak, seperti perdagangan orang, adopsi ilegal, manipulasi usia, manipulasi nama, atau penggelapan asal-usul serta pemulihan identitas anak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebelum terjadinya


(16)

30

kejahatan terhadap anak tersebut, dan memberikan jaminan hak prioritas anak untuk dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.

c. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat

Jaminan atas hak anak untuk berpendapat dan penyediaan ruang bagi anak untuk dapat mengeluarkan pendapat atau berekspresi secara merdeka sesuai keinginannya.

d. Hak berpikir, berhati nurani, dan beragama

Jaminan bahwa anak diberikan ruang untuk menjalankan keyakinannya secara damai dan mengakui hak orang tua dalam memberikan pembinaan.

e. Hak berorganisasi dan berkumpul secara damai

Jaminan bahwa anak bisa berkumpul secara damai dan membentuk organisasi yang sesuai bagi mereka.

f. Hak atas perlindungan kehidupan pribadi

Jaminan bahwa seorang anak tidak diganggu kehidupan pribadinya, atau diekspos ke publik tanpa ijin dari anak tersebut atau yang akan mengganggu tumbuh kembangnya.

g. Hak akses informasi yang layak

Jaminan bahwa penyedia informasi mematuhi ketentuan tentang kriteria kelayakan informasi bagi anak, ketersediaan lembaga perijinan dan pengawasan, dan penyediaan fasilitas dan sarana dalam jumlah memadai yang memungkinkan anak mengakses layanan informasi secara gratis.


(17)

31

h. Hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Jaminan bahwa setiap anak diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya kekerasan sedikitpun, termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum.

2. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif a. Bimbingan dan tanggungjawab orang tua

Orang tua sebagai pengasuh utama anak, oleh karena itu harus dilakukan penguatan kapasitas orang tua untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak, meliputi penyediaan fasilitas, informasi dan pelatihan yang memberikan bimbingan dan konsultasi bagi orang tua dalam pemenuhan hak-hak anak, contoh: Bina Keluarga Balita (BKB). b. Anak yang terpisah dari orang tua

Pada prinsipnya anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali pemisahan tersebut untuk kepentingan terbaik bagi anak.

c. Reunifikasi

Pertemuan kembali anak dengan orang tua setelah terpisahkan, misalnya terpisahkan karena bencana alam, konflik bersenjata, atau orang tua berada di luar negeri.

d. Pemindahan anak secara ilegal

Memastikan bahwa anak tidak dipindahkan secara ilegal dari daerahnya ke luar daerah atau ke luar negeri, contoh: larangan TKI anak.


(18)

32

Memastikan anak tetap dalam kondisi sejahtera meskipun orang tuanya tidak mampu, contoh: apabila ada orang tua yang tidak mampu memberikan perawatan kepada anaknya secara baik maka menjadi kewajiban komunitas, desa/kelurahan dan pemerintah daerah untuk memenuhi kesejahteraan anak.

f. Anak yang terpaksa dipisahkan dari lingkungan keluarga

Memastikan anak-anak yang diasingkan dari lingkungan keluarga mereka mendapatkan pengasuhan alternatif atas tanggungan negara, contoh: anak yang kedua orangtuanya meninggal dunia, atau anak yang kedua orang tuanya menderita penyakit yang tidak memungkinkan memberikan pengasuhan kepada anak.

g. Pengangkatan/adopsi anak

Memastikan pengangkatan/adopsi anak dijalankan sesuai dengan peraturan, dipantau, dan dievaluasi tumbuh kembangnya agar kepentingan terbaik anak tetap terpenuhi.

h. Tinjauan penempatan secara berkala

Memastikan anak-anak yang berada di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) terpenuhi hak tumbuh kembangnya dan mendapatkan perlindungan.

i. Kekerasan dan penelantaran

Memastikan anak tidak mendapatkan perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.

3. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan a. Anak penyandang disabilitas


(19)

33

Memastikan anak cacat mendapatkan akses layanan publik yang menjamin kesehatan dan kesejahteraannya.

b. Kesehatan dan layanan kesehatan

Memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi.

c. Jaminan sosial layanan dan fasilitasi kesehatan

Memastikan setiap anak mendapatkan akses jaminan sosial dan fasilitasi kesehatan, contoh: jamkesmas dan jamkesda.

d. Standar hidup

Memastikan anak mencapai standar tertinggi kehidupan dalam hal fisik, mental, spiritual, moral dan sosial, contoh: menurunkan kematian anak, mempertinggi usia harapan hidup, standar gizi, standar kesehatan, standar pendidikan, dan standar lingkungan.

4. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya a. Pendidikan

Memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas tanpa diskriminasi, contoh: mendorong sekolah inklusi; memperluas pendidikan kejuruan, nonformal dan informal; mendorong terciptanya sekolah yang ramah anak dengan mengaplikasikan konsep disiplin tanpa kekerasan dan rute aman dan selamat ke dan dari sekolah.

b. Tujuan pendidikan

Memastikan bahwa lembaga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan anak serta


(20)

34

mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati, dan bekerjasama untuk kemajuan dunia dalam semangat perdamaian.

c. Kegiatan liburan, dan kegiatan seni dan budaya

Memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu luang untuk melakukan berbagai kegiatan seni dan budaya, contoh: penyediaan fasilitas bermain dan rekreasi serta sarana kreatifitas anak.

5. Perlindungan Khusus

a. Anak dalam situasi darurat

Anak yang mengalami situasi darurat karena kehilangan orang tua/pengasuh/tempat tinggal dan fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar (sekolah, air bersih, bahan makanan, sandang, kesehatan dan sebagainya) yang perlu mendapatkan prioritas dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasarnya.

a.i. Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap anak yang harus berpindah dari tempat asalnya ke tempat yang lain, harus mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan perlindungan secara optimal.

a.ii. Situasi konflik bersenjata: memastikan bahwa setiap anak yang berada di daerah konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam peranan apapun, contoh: menjadi tameng hidup, kurir, mata-mata, pembawa bekal, pekerja dapur, pelayan barak, penyandang senjata atau tentara anak.


(21)

35

b. Anak yang berhadapan dengan hukum

Memastikan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum mendapatkan perlindungan dan akses atas tumbuh kembangnya secara wajar, dan memastikan diterapkannya keadilan restoratif dan prioritas diversi bagi anak, sebagai bagian dari kerangka pemikiran bahwa pada dasarnya anak sebagai pelaku pun adalah korban dari sistem sosial yang lebih besar.

c. Anak dalam situasi eksploitasi

Yang dimaksud dengan situasi eksploitasi adalah segala kondisi yang menyebabkan anak tersebut berada dalam keadaan terancam, tertekan, terdiskriminasi dan terhambat aksesnya untuk bisa tumbuh kembang secara optimal. Praktek yang umum diketahui misalnya dijadikan pekerja seksual, joki narkotika, pekerja anak, pekerja rumah tangga, anak dalam lapangan pekerjaan terburuk bagi anak, perdagangan dan penculikan anak, atau pengambilan organ tubuh. Untuk itu, perlu memastikan adanya program pencegahan dan pengawasan agar anak-anak tidak berada dalam situasi eksploitasi dan memastikan bahwa pelakunya harus ditindak. Selain itu, anak-anak korban eksploitasi harus ditangani secara optimal mulai dari pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial hingga kepada pemulangan dan reintegrasi.

d. Anak yang masuk dalam kelompok minoritas dan terisolasi

Memastikan bahwa anak-anak dari kelompok minoritas dan terisolasi dijamin haknya untuk menikmati budaya, bahasa dan kepercayaannya.


(22)

36

Selanjutnya, prinsip yang harus selalu menyertai pelaksanaan 5 (lima) klaster hak anak tersebut adalah:

1. Non-Diskriminasi

Yaitu prinsip pemenuhan hak anak yang tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya.

2. Kepentingan Terbaik bagi Anak

Yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan.

3. Hak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan Anak

Yaitu menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak semaksimal mungkin.

4. Penghargaan terhadap Pandangan Anak

Yaitu mengakui dan memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya.

B. Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Salatiga

Berkaitan dengan perlindungan dan jaminan kepastian terhadap hak-hak anak dalam terwujudnya sarana dan prasarana kehidupan yang layak bagi anak atau yang kemudian diwujudkan melalui kehidupan dan ketersediaan sarana prasarana perkotaan yang baik bagi anak. Sebagai kerangka penyadaran semua pihak akan arti pentingnya hak-hak anak perencanaan pembangunan yang


(23)

37

responsif anak khususnya yang terkiat dengan norma standart, prosedur dan kriteria, maka salah satu kebijakan dan program di tingkat nasional adalah Kebijakan Kabuaten/Kota Layak Anak, yang merupakan pedoman penyelenggraan pembangunan dalam rangka menciptakan pembangunan yang peduli terhadap anak, pemenuhan kebutuhan anak, dan kepentingan terbaik bagi anak. Dalam rangka Mewujudkan Salatiga sebagai Kota yang layak untuk anak terdapat prasyarat yang harus dipenuhi yaitu :

1. Kemauan dan komitmen pimpinan daerah: membangun dan memaksimalkan kepimpinan daerah dalam mempercepat pemenuhan hak dan perlindungan anak.

2. Baseline data: data dasar yang digunakan untuk perencanaan, penyusunan, program, pemantauan, dan evaluasi.

3. Sosialisasi hak anak: menjamin penyadaran hak-hak anak pada anak dan orang dewasa.

4. Produk hukum yang ramah anak: tersedia peraturan perundangan mempromosikan dan melindungi hak-hak anak.

5. Partisipasi anak: mempromosikan kegiatan yang melibatkan anak dalam program-program yang akan mempengaruhi mereka; mendengar pendapat mereka dan mempertimbangkan dalam proses pembuatan keputusan. 6. Pemberdayaan keluarga: memperkuat kemampuan keluarga dalam

pengasuhan dan perawatan anak.

7. Kemitraan dan jaringan: memperkuat kemitraan dan jaringan dalam perlindungan anak.


(24)

38

8. Institusi perlindungan anak: meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlidungan anak; melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang akan berkaitan dengan perlidungana anak, mengupulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.21 Sehingga Tujuan dilaksanakannya pengembangan Kota Salatiga menuju Kota Layak Anak sebagai berikut: 1. Meningkatkan Komitmen pemerintah, masyarakat, dan swasta/dunia usaha

di Kota Salatiga dalam upaya mewujudkan pembangunan yang perduli terhadap anak, serta pemenuhan kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak.

2. Mengintegrasikan potensi sumberdaya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, metode, dan teknologi yang ada pada pemerintah, masyarakat serta swasta/dunia usaha dalam mewujudkan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

3. Mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator Kota Layak Anak.

4. Memperkuat peran dan kapasitas pemerintah Kota Salatiga dalam mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.22

Dalam rangka mewujudkan Salatiga sebagai Kota Layak untuk Anak terdapat Tahapan Menuju Kota Layak Anak

21 Buku Pedoman Kota Layak Anak Salatiga


(25)

39

1. Pembentukan Gugus Tugas “Kota Layak Anak” merupakan lembaga

koordinatif yang beranggotakan wakil dari unsur eksekutif, legislatif, yudikatif yang membidangi anak, perguruan tinggi, organisasi non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, orang tua, dan anak. Tugas dari Gugus Tugas Kota Layak Anak adalah:

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengembangan kota layak anak. b. Menyusun mekanisme kerja.

c. Mensosialisasikan konsep kota layak anak.

d. Menentukan fokus utama kegiatan dalam mewujudkan kota layak anak yang disesuaikan dengan masalah utama, kebutuhan dan sumber daya.

e. Menyiapkan dan mengusulkan peraturanperaturan lainnya yang terlibat dengan kebijakan kota layak anak.

f. Melakukan kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan secara periodik.

2. Pengumpulan Data Dasar merupakan untuk mengetahui kondisi obyektif awal sebuah kabupaten/kota dan sebagai dasar pertimbangan perencanaan dan pengembangan kota layak anak. pengumpulan data dasar dilakukan oleh lembaga yang memilik kompetensi dan otoritas didaerah yaitu Badan Pusat Statistik Kota Salatiga.

3. Pelaksanaan kota layak anak dapat dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:


(26)

40

b. Melakukan konsultasi dengan anak pada proses pengembangan Kota Layak Anak

c. Melakukan konsultasi dengan eksekutif, legislatif, yudikatif organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta, orang tua dan perwakilan anak di tingkat kabupaten/kota d. Mengarustamakan kepentingan anak dalam penyusunan,

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan kabupaten/kota.

4. Monitoring dan evaluasi

a. Monitoring dilakukan sejak dari mulai proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota

b. Evaluasi dilakukan secara periodik untuk melihat kemajuan pembangunan kota layak anak yang telah dicapai dalam kurun waktu sebagai masukan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan periode berikutnya dan sebagai bahan laporan. c. Laporan dibuat secara berjenjang berdasarkan format baku yang

dikembangkan Gugus Tugas yang dibentuk Kementerian.23

Sejak tahun 2008 Kota Salatiga telah menerbitkan berbagai keputusan sebagai upaya mewujudkan salatiga sebagai kota layak anak, bahkan saat ini juga sedang disusun perda perlindungan perempuan dan anak yang merupakan hak inisiatif DPRD Kota Salatiga. Beberapa regulasi yang menjadi dasar kinerja mewujudkan Kota Layak Anak antara lain:


(27)

41

1. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/313/2008 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga.

2. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/05/314/2009 Tentang Tim Kota Layak Anak.

3. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari keputusan walikota salatiga nomor 46305/313/2008 Tentang Tim Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, karena adanya perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan secara teknis permasalahan perlindungan anak diampu oleh badan pemberdayaan masyarakat, perempuan, KB

4. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/316/2009 tentang tim pelayanan terpadu terhadap tindak kekerasan berbasis gender dan anak.

5. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/411/2010 tentang tugas dan sekretariat Kota Layak Anak.

6. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 400/206/2012 tentang gugus Tugas dan Kelompok Kerja Kota Layak Anak.

Sebagai bentuk komitmen terhadap upaya mewujudkan Salatiga sebagai Kota Layak Anak, Bappeda (membuat suatu perencanaan dalam program dalam pelaksanaan kebijakan kota layak anak di Salatiga) dengan difasilitasi oleh UNICEF indonesia sebagai perwakilan Jawa Tengah, pada tahun 2008 telah menginisiasi mewujudkan Kota Layak Anak, yaitu dengan beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:


(28)

42

1. Wujud dan komitmen dan kepedulian pemerintah Kota Salatiga terhadap hak-hak anak sebagai bagian dari hak-hak sipil warga negara, pemerintah Kota Salatiga telah menerbitkan Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/313/2008 tentang tim Forum Komunikasi Anak Salatiga. Keputusan Walikota Salatiga tersebut juga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan Sosialisasi dan advokasi Salatiga Kota Layak Anak pada tahun 2008. 2. Persiapan sosialisasi dan advokasi.

3. Advokasi Salatiga Kota Layak Anak. 4. Sosialisasi Salatiga Layak Anak

Sosialisasi dan Advokasi awal pada tahun 2008 tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai arti penting perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak anak sebagai salah satu perwujudan terhadap pengakuan hak warga negara yang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum (equality before of the law) dan menyamakan persepsi antar institusi dalam upaya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak anak. Sehingga hasil yang disepakati pada sosialisasi dan advokasi Salatiga Layak Anak ada tahun 2008 tersebut dapat meningkatkan komitmen dan peran kepemimpinan pemerintah Kota, Mengembangkan kesadaran publik mengenai visi baru tentang anak, Melakukan analisis situasi anak secara berkelanjutan untuk advokasi, perencanaan, monitoring, evaluasi, memberdayakan keluarga melalui kelembagaan dan program pembangunan masyarakat, Memperkuat jaringan untuk pemantauan pelaksana perlindungan anak dalam situasi khusus.

Pada tahun 2009 Pemerintah Kota Salatiga menyusun struktur Organisasi dan Tata Kerja baru menggantikan SOTK 2008. Bahwa dalam rangka mendukung


(29)

43

penyelenggaraan kota layak anak agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar, berdaya guna dan berhasil guna perlu dibentuk gugus tugas, sekretariat gugus tugas dan kelompok kerja sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat. Gugus Tugas, Sekretariat Gugus Tugas dan Kelompok Kerja KLA bertugas untuk mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan dan perkembangan KLA dan melakukan pembagian tugas-tugas dari anggota Gugus Tugas, Melakukan sosialisasi, advokasi, desiminasi dan komunikasi informasi dan edukasi kebijakan KLA, Mengumpulkan data dasar serta melakukan analisis kebutuhan yang bersumber dari data dasar, Menentukan fokus dan prioritas program dalam mewujdkan KLA yang disesuaikan dengan potensi daerah (masalah utama, kebutuhan dan sumber daya), Menyusun Rapat Anggaran Dasar KLA 5 tahun dan mekanisme kerja, Menyiapkan peraturan Daerah tentang perlindungan anak, Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan baik secara berkala atau sewaktu waktu, Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dan bertanggung jawab kepada walikota. Sedangkan Sekretaris Gugus Tugas bertugas sebagai membantu perencanaan, persiapan dan pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas, Membantu administrasi pelaksanaan kegiatan, Serta melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan dan bertanggung jawab kepada Ketua Gugus Tugas. Kelompok Kerja (Pokja) ini bertugas sebagai:

1. Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan

a. Melaksanakan pelayanan dibidang pendidikan. b. Memonitoring dan evaluasi

c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dan bertanggung jawab kepada Ketua Gugus Tugas


(30)

44

a. Melaksanakan pelayanan dibidang kesehatan b. Melaksanakan upaya pengendalian penyakit c. Memonitoring dan evaluasi

d. Melaporkan hasil pelaksanaan Tugas dan bertanggung jawab kepada Ketua Gugus Tugas

3. Kelompok Kerja (Pokja) perlindungan a. Melindungi anak dengan baik

b. Melaksanakan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk pelayanan dan pendampingan dalam penuntutan perkara dan proses di pengadilan

c. Melaporkasn hasil pelaksanaan tugas dan bertanggung jawab kepada ketua Gugus Tugas.

4. Kelompok Kerja (Pokja) Infrastruktur, Lingkungan Hidup dan Pariwisata a. Memfasilitasi tersedianya sarana transportasi yang murah bagi

anak sekolah, ruang khusus untuk ibu menyusui di tempat tempat umum dan zebra cross di setiap jalan di depan sekolah.

b. Memfasilitasi tersedianya sarana air bersih, ruang terbuka dan lahan hijau serta pencegahan air.

c. Memfasilitasi tersedianya tempat bermain anak yang aman dan terjangkau.

d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dan bertanggung jawab kepada Ketua Gugus Tugas.


(31)

45

Untuk meningkatkan partisipasi bahwa anak dalam perumusan kebijakan pembangunan khususnya program pemberdayaan anak dan remaja, telah dibentuk wadah forum anak kota salatiga, yang mempunyai Visi yaitu Terwujudnya Salatiga Menjadi Kota Layak Anak dan Misi mengenai Mewujudkan pembangunan dengan berwawasan pendidikan bagi anak dan Generasi Muda. Adapun tugas Forum anak Salatiga antaralain Merencanakan, Mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan Forum Anak Kota Salatiga, Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan dan bertanggung jawab kepada walikota.

Lain daripada itu sesungguhnya terlepas dari ada tidaknya program kota layak anak, Pemerintah Kota Salatiga telah mempunyai program dan melaksanakan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak anak antaralain meliputi dalam bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang perlindungan anak. Maka dari itu upaya mempercepat perwujudan KLA menjadi tanggung jawab pemerintah yang didukung oleh seluruh eleman masyarakat yang ada. Mewujudkan KLA berarti telah menciptakan ruang publik bagi anak. Sebagaimana telah diuraikan antaralain, tanpa penciptaan ruang bagi anak, mereka akan dekat dengan diskriminasi. Ketika anak masih terjerembab dalam diskriminasi maka masa depan kehidupan di salatiga ini akan semakin terancam. Karena tidak adanya generasi yang diberi ruang untuk berekspresi dan didengarkan keluh kesahnya. Pada akhirnya, kebijakan publik yang ramah terhadap anak dengan menciptakan kota ramah anak merupakan kesempatan pemimpin daerah untuk berbakti dan berbuat banyak kepada masyarakatnya.


(32)

46

Kepedulian pemimpin daerah dalam merumuskan kebijakan yang ramah terhadap anak merupakan bagian integral dan tidak dapat dipisahkan di era otonomi daerah yang menuntut pemimpin daerah berkreasi demi kemajuan daerah yang dipimpinnya. Perlindungan terhadap hak anak merupakan sebuah keniscayaan oleh pemerintah, jika pemerintah sengaja mengabaikan terhadap pemenuhan serta perlindungan hak anak dalam hal ini pemenuhan Kota Layak

Anak. Untuk mewujudkan „KLA‟ perlu diperkokoh kemitraan pemerintah dengan

para pelaku lain yang akan memberikan kontribusi yang unik. Selain itu melalui kemitraan dan partisipasi ini akan mendorong pemanfaatan segala jalur partisipasi untuk mensejahterahkan dan meningkatkan perlindungan hak anak.

Kemitraan yang terbangun dapat saling berintegrasi dan bersinergi menjadi suatu kesatuan yang saling mengisi dan membutuhkan satu dengan lainnya. Kemitraan ini menurut the International Union of Local Authorites membentuk suatu lingkaran projek dengan proses perencanaan dan pelaksanaan melalui fase. Selanjutnya adalah pembagian peran apa yang dapat dilakukan oleh setiap individu dan institusi yang ada di perkotaan untuk mewujudkan KLA. Peran yang dimaksud harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap individu dan atau institusi. Peran dari para pihak ini perlu dipertegas, seperti uraian berikut:

a. Pemerintah - Pemerintah bertanggung jawab dalam merumuskan dan

menetapkan kebijakan nasional dan memfasilitasi kebijakan KLA. Selain itu pemerintah juga melakukan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan KLA.


(33)

47

b. Asosiasi Pemerintahan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia -

APKSI/APEKSI sebagai jaringan komunikasi antar kabupaten/kota mempunyai posisi strategis untuk wadah bertukar pengalaman dan informasi antar anggota untuk memperkuat pelaksanaan KLA di masing-masing kabupaten/kota.

c. Pemerintah Kabupaten/Kota - Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan menyusun perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan memobilisasi potensi sumber daya untuk pengembangan KLA.

d. Organisasi Non Pemerintah dan Organisasi Kemasyarakatan - Organisasi

Non Pemerintah dan Organisasi Kemasyarakatan mempunyai peran penting dalam menggerakkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan KLA.

e. Sektor Swasta dan Dunia Usaha - Sektor swasta dan dunia usaha merupakan kelompok potensial dalam masyarakat yang memfasilitasi dukungan pendanaan yang bersumber dari alokasi Corporate Social Responsibility untuk mendukung terwujudnya KLA.

f. Lembaga Internasional - Lembaga internasional sebagai lembaga

memfasilitasi dukungan sumber daya internasional dalam rangka mempercepat terwujudnya KLA.

g. Komuniti (Masyarakat) - Masyarakat bertanggung jawab mengefektifkan pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program KLA dengan memberikan masukan berupa informasi yang obyektif dalam proses monitoring dan evaluasi.


(34)

48

h. Keluarga - Keluarga merupakan wahana pertama dan utama memberikan

pengasuhan, perawatan, bimbingan, dan pendidikan dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.

i. Anak – anak merupakan unsur utama dalam pengembangan KLA perlu diberi peran dan tanggung jawab sebagai agen perubah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Salatiga. Dalam melaksanakan perlindungan anak menuju Salatiga Kota Layak Anak, kendala yang dihadapi pemerintah berasal dari internal dan eksternal pemerintah.

a. Kendala internal

Sumber Daya Manusia, pemerintah kota salatiga kurang mengerti akan pentingnya perlindungan anak. Mereka tidak mengerti sepenuhnya hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikologis anak. Padahal, dalam melaksanakan perlindungan anak pemerintah harus mengerti dan memahami permasalahan anak. Hal ini sebagaimana yang dilakukan satpol PP dalam menggaruk anak jalanan yang kurang memperhatikan aspek psikologis anak, mereka asal menggaruk saja, padahal anak sering kali trauma akan hal itu. Dana, merupakan hal vital penentu untuk keberhasilan pencapaian tujuan. Bagi pemerintah Kota Salatiga dalam program perlindungan anak, ketersediaan dana ,merupakan suatu kendala. Untuk menangani masalah anak jalanan dan terlantar. APBD yang tersedia sangat terbatas, hal ini disebabkan pemerintah belum sepenuhnya mendanai semua program dalam mewujudkan kota layan anak dan pemerintah belum


(35)

49

mandiri, sehingga pemerintah mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat maupun sektor usaha dan dunia usaha. Dalam penanganan permasalahan anak walaupun setiap tahun anggaran meningkat tetapi jumlah kasus/sasaran lebih tinggi peningkatannya sehingga alokasi dana tetap tidak terpenuhi. Hal yang sama juga terjadi dalam alokasi anggaran bagi banak putus sekolah. Selain Kendala diatas, ego sektoral menjadi kendala dalam melaksanakan perlindungan anak. Koordinasi antar institusi belum berjalan dengan baik. Hal ini tergambar pada belum adanya sinergitas dalam pelaksanaan Rencana Aksi Kota. Masing-masing stakeholder selaku anggota gugus tugas masih berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan bidangnya masing-masing. Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa adanya kendala internal yang dihadapi pemerintah antara lain Sumber Daya Manusia Pemerinta Kota Salatiga yang kurang mengerti akan pentingnya perlindungan anak, keterbatasan dana dan ego sektoral.

b. Kendala Eksternal

Kendala lain yang dialami oleh pemerintah Kota Salatiga adalah pengaruh lingkungan. Lingkungan anak jalanan, anak terlantar, dan pekerja anak menjadi faktor yang sangat mempengaruhi mereka. Mengapa tidak anak-anak masih sangat mudah terpengaruhi oleh lingkungan sekitar karena mereka masih labil. Jika lingkungan mereka memberi efek bagi anak-anak, sangat besar kemungkinannya anak-anak terpengaruh. Bisa tidaknya anak bersekolah dipengaruhi oleh karekteristik anak dan situasi yang mempengaruhi mereka. Tingginya bujukan untuk mendapatkan uang,


(36)

50

dapat menyebabkan anak meninggalkan rumah dan pindah kekota besar daripada harus bersekolah. Anak-anak ini beresiko dieksploitasi karena terpisah oleh keluarga, masyarakat dan sekolah. Terdapat anak jalanan yang mencari uang seharian dan pulang di malam hari. Keluarga dan masyarakat sebaiknya menjadi pelindung dan memiliki kepedulian terhadap anak. Akan tetapi, kemiskinan sering mempengaruhi anak untuk bersekolah. Karena masalah ekonomi, orang tua sering terpaksa memenuhi kebutuhan primer hidup keluarga saja. Dengan demikian anak harus menolong keluarganya untuk mencari nafkah dengan mengorbankan pendidikan dan masa depannya. Oleh karenanya, orang tua menganggap memanfaatkan anak untuk bekerja lebih bernilai daripada belajar di sekolah. Rendahnya kesadaran anak dan orang tua untuk memikirkan masa depan menjadi kendala bagi pemerintah dalam menangani permasalahan anak. Biasanya orang tua tidak memperdulikan pendidikan anaknya karena dalam pemikiran mereka, untuk mencukupi hidupnya saja sulit, apalagi untuk membiayai anak sekolah. Biasanya mereka membiarkan anak-anaknya mencari uang dijalan. Kalau orang tua sudah mempunyai pemikiran seperti ini, biasanya anak-anak juga ikut-ikutan tidak memikirkan masa depannya. Anak belum memiliki filter yang cukup untuk memilih dan memilah apa yang seharusnya dilakukan atau apa yang seharusnya tidak dilakukan. Anak cenderung masih labil sehingga dapat dengan mudah terpengaruh oleh hal-hal negative dari lingkungannya. Kondisi ini diperparah dengan semakin bermunculan mall dan pusat-pusat perbelanjaan yang menyebakan perubahan gaya hidup masyarakat kota


(37)

51

salatiga Sehingga keinginan yang sangat besar dalam memiliki suatu barang tidak ditunjang oleh kondisi ekonomi keluarga dan hal tersebut semakin mendorong seseorang untuk mendapatkan uang dengan jalan pintas, walaupun cara tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kondisi anak yang labil dan tingginya budaya konsumerisme menyebabkan banyaknya anak dengan latar belakang ekonomi lemah lebih mudah terjerumus kedunia prostitusi.

1. Upaya Pemerintah Kota Salatiga dalam Melaksanakan Perlindungan

Anak Menuju Kota Layak Anak

a. Meningkatkan pemahaman tentang perlindungan anak dari aparat pemerintah Kurangnya pemahaman dari aparat pemerintah tentang hak dan perlindungan anak menyebabkan sulitnya pengambilan kebijakan. Untuk mengatasi hal ini dalam setiap pertemuan pemerintah seperti halnya dalam seminar mengenai kota layak anak guna membekali pengetahuan tentang hak-hak anak dan hal-hal menyangkut perlindungan anak.

b. Meningkatkan Kerjasama dengan pihak-pihak terkait

Ego sektoral memberikan kesan bahwa para stakeholder dalam perlindungan anak berjalan sendiri-sendiri sebagai upaya peningkatan pelayanan. Pemerintah Kota Salatiga berusaha meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Contohnya dalam upaya pemerintah yaitu hal-hal dana. Sumber dana diperoleh dari pemerintah dan swadaya dari beberapa lembaga yang terkait. Dana dari pemerintah diperoleh dari APBD, baik APBD dari tingkat propinsi maupun


(38)

52

APBD Kota Salatiga. Advokasi anggaran menjadi kebutuhan penting, untuk bisa menjalankan fungsi dan perannya dalam penanganan kasus kekerasan.

Dalam hal penciptaan birokrasi kebijakan publik yang ramah terhadap anak kualifikasi tersebut sudah selayaknya dipenuhi.

1. Anak memengaruhi keputusan terhadap kota. Kebijakan publik memang sudah selayaknya memperhatikan semua golongan. Ketika hal ini menjadi bagian integral dari sebuah program kerja. Maka yang terjadi adalah pemerataan kesempatan pada semua aspek bidang kehidupan. Anak pun demikian. Ketika anak mendapat perhatian pemerintah lokal maka kehidupannya akan lebih baik. Pemahaman dan kebijakan terhadap anak yang memadai akan menghantarkan kehidupan yang layak bagi kota dan tatanan masyarakat.

2. Mengapresiasi pendapat mereka tentang kota yang mereka inginkan. Mendengar suara rakyat, termasuk di dalamnya anak merupakan salah satu aspek dalam kebijakan publik yang ramah terhadap anak. Kota bagi anak adalah tatanan masyarakat yang ramah terhadap mereka. Salah satunya adalah adanya kawasan bebas asap rokok. Kawasan bebas asap rokok mulai banyak dirancang oleh pemerintah daerah. Salah satunya, Jakarta. Dengan terciptanya kawasan bebas asap rokok anak menjadi lebih sehat dan terjauh dari berbagai penyakit yang akan mengganggu tumbuh kembangnya.

3. Demikian pula dengan adanya ruang terbuka hijau (RTH). Selain dipergunakan sebagai taman kota, RTH juga dapat dijadikan sarana bermain bagi anak yang aman dan nyaman. Semakin banyak ruang bermain dan berkreasi bagi anak berarti kebijakan publik mampu menjawab kebutuhan


(39)

53

masyarakat dan dapat berperan serta dalam kehidupan keluarga, komuniti, dan sosial. ketika pemerintah daerah mampu menciptakan birokrasi dan tatanan hukum yang memadai guna tumbuh kembang anak, maka kehidupan di dalam keluarga, komunitas, dan sosial akan terjadi dengan sendirinya. Kebijakan tersebut dapat berupa pemenuhan gizi bagi balita melalui posyandu atau dasawisma.

4. Menerima pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Maka dari itu, pemerintah daerah sudah saatnya mengagendakan pendidikan dasar gratis bagi anak. Pendidikan gratis akan mendorong orangtua menyekolahkan anak-anaknya. Pendidikan gratis pun perlu didukung oleh kualitas sumber daya pengajar yan memadai. Tanpa hal yang demikian, pendidikan dasar gratis hanya akan menjadi program tanpa makna. Demikian pula dengan jaminan kesehatan. Ketersediaan puskesmas yang mudah dijangkau menjadi hal yang wajib disediakan pemerintah daerah bagi rakyatnya.

5. Mendapatkan air minum segar dan mempunyai akses terhadap sanitasi yang baik. Kualitas air akan menentukan kualitas hidup manusia. Pasalnya, air merupakan sumber kehidupan. Maka ketersediaan air bersih menjadi agenda dasar pemerintah daerah bagi kehidupan masyarakatnya. Sanitasi pun demikian. Jamban bagi setiap rumah tangga menjadi hal yang wajib ada. Jika tidak, maka pemerintah daerah sudah saatnya mengusahakannya melalui program-program kesejahteraan keluarga.

6. Terlindungi dari eksploitasi, kekejaman, dan perlakuan salah. Sebagaimana data yang telah terjadi di atas, maka, pemerintah daerah sudah saatnya membuat peraturan perundangan yang mampu mengakomodir seluruh


(40)

54

lapisan masyarakat. Memenjarakan dan menghukum pelaku tindak kekerasan terhadap anak merupakan cara yang cukup ampuh dalam melindungi masa depan anak.

7. Aman berjalan di jalan. Jalan menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan. Ketersedian jalan yang memadai akan membantu mobilitas masyarakat. Demikian pula dengan anak. Ketersedian jalan yang baik akan membuat anak betah tinggal di rumah. Selain itu, dengan jalan yang baik dan memadai anak-anak akan mudah bertemu dan bermain dengan temannya. Sebuah hal yang menyenangkan bagi seorang anak.

8. Mempunyai ruang hijau untuk tanaman dan hewan; hidup di lingkungan yang bebas polusi. Sebagaimana telah di utarakan di depan, penyediaan RTH akan menjaga kelangsungan hajat hidup masyarakat termasuk di dalamnya, anak.

9. Berperan serta dalam kegiatan budaya dan sosial; anak dapat dilibatkan dalam banyak hal. Termasuk dalam kegiatan budaya. Penyelenggara pemerintahan sudah saatnya membuat aturan atau regulasi yang memungkin anak dapat berperan serta dalam banyak hal dalam pembangunan daerah. Kegiatan berskala kabupaten merupakan ajang temu anak dan berbagi pengalaman dalam kehidupan sesuai dengan kemampuan anak.

10.Dan setiap warga secara seimbang dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa memperhatikan suku bangsa, agama, kekayaan, gender, dan kecacatan.

Karena anak adalah generasi pemimpin agama dan bangsa berada pada dipundak anak-anak, oleh karena itu, pemenuhan dan perlindungan terhadap anak


(41)

55

dengan implementasi pemenuhan kota layak anak merupakan suatau kewajiban pemerintah.24 Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dinyatakan bahwa yang disebut anak adalah manusia atau seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.

Dalam mewujudkan pelaksanaan dari Konvensi Hak Anak tersebut maka pemerintah Indonesia berkewajiban penuh untuk melindungi HAM anak agar hak-hak anak tersebut tidak diganggu atau dikurangi oleh pihak-hak manapun. Perlindungan terhadap anak, dengan demikian merupakan bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia.25 Perlindungan hukum terhadap anak merupakan senantiasa harus dijaga, karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. HAM anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Seorang expert tentang perlindungan anak Pater Newel, mengemukakan beberapa alasan subyektif dari sisi keberadaan anak sehingga anak membutuhkan perlindungan, yaitu:

1) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi

24 Ibnu Amshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi

Perlindungan Anak Indonesia

25 Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia

manusia. Manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau

berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbedabeda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. Lihat: Rhona K.M. Smith, Hukum dan Hak Asasi Manusia, ed. Suparman Marzuki, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), p. 8


(42)

56

2) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas perbiatan (action) ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan (unaction) dari pemerintah ataupun kelompok lainnya

3) Anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik

4) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan loby untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintahan.

5) Anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses perlindungan dan penataan hak-hak anak

6) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan.

Konferensi Hak Anak berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme hak anak oleh Negara pihak yang merativikasi KHA. Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam KHA tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) katagori hak-hak anak yaitu:

1) Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life).

2) Hak terhadap perlindungan (protections rights) yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi


(43)

57

3) Hak untuk tumbuh kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak untuk mencapai standard hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, moral dan sosial anak.26

2. Penilaian situasi Pemenuhan Hak Anak diKota Salatiga

A. Analisis situasi

I. Kelembagaan

Bidang kelembagaan pengelolaan KLA di Kota Salatiga dapat dilihat dari indikator - indikator sebagai berikut:

a. Peraturan Daerah/kebijakan Daerah berkaitan dengan pemenuhan hak hak anak

Kebijakan pemenuhan hak anak termuat pada misi dan visi Kota Salatiga 2011 2016. Pada misi ke 9 yang menyatakan Mengembangkan pengarustamaan Gender dalam berbagai bidang kehidupan dan perlindungan anak, remaja, serta perempuan dalam segala bentuk diskriminasi dan eksploitasi. Dalam visi kesembilan ini ada 3 tujuan yang ingin dicapai, yakni : 1) Meningkatkan jaminan dan kepastian hukum terhadap perlindungan hak anak dan perempuan, 2) Menurunkan presentase kekerasan dalam rumah tangga, dan 3) mewujudkan KLA. Kota Salatiga memiliki beberapa kebijakan dalam pemenuhan hak anak, kebijakan ini termuat dalam bentuk Keputusan Walikota Salatiga sebagai berikut :

26 Unicep Perwakilan Indonesia, “Guide to Convention on the Rights of The Child. Jakarta, p. 4.


(44)

58

1. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/313/2008 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga.

2. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/05/314/2009 Tentang Tim Kota Layak Anak.

3. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari keputusan walikota salatiga nomor 46305/313/2008 Tentang Tim Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, karena adanya perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan secara teknis permasalahan perlindungan anak diampu oleh badan pemberdayaan masyarakat, perempuan, KB

4. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/316/2009 tentang tim pelayanan terpadu terhadap tindak kekerasan berbasis gender dan anak.

5. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/411/2010 tentang tugas dan sekretariat Kota Layak Anak.

6. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 400/206/2012 tentang gugus Tugas dan Kelompok Kerja Kota Layak Anak.

Peraturan Daerah yang telah ditetapkan dalam mendukung Pemenuhan Hak Anak di Kota Salatiga antaralain :

1. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Perda ini menjadi dasar pendidikan dan memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan yang lebih baik terutama bagi anak anak kurang mampu. Pemenuhan hak anak di bidang Pendidikan di Kota Salatiga.


(45)

59

2. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Pelayanan Penduduk dan Pencatatan sipil pasal 19 dan Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Pemberian kutipan akte kelahiran sudah dibebaskan dari biaya (gratis), sejak tahun 2007. Perda ini kemudian ditindak lanjuti dengan penyusunan Raperda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, yang saat ini sedang dalam proses finalisasi di DPRD Kota Salatiga.

3. Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2013 Tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak.

Rancangan Peraturan Daerah berkaitan dengan Pemenuhan hak hak anak telah disiapkan oleh Pemerintah Kota Salatiga yaitu :

i. Raperda tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak telah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kota Salatiga.

ii. Raperda tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Raperda tersebut saat ini sedang dalam proses finalisasi di DPRD Kota Salatiga.

b. Anggaran Pembangunan Khusus Anak.

Kota Salatiga telah memiliki anggaran yang secara khusus digunakan untuk perlindungan dan tumbuh kembang, dengan jumlah alokasi yang bervariasi. Total anggaran untuk klaster Hak sipil dan Kebebasan mengalami penurunan ditahun 2013 sebesar 91% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Anggaran Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif menurun 20% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Anggaran Kesehatan Dasar dan


(46)

60

Kesejahteraan menurun 11% dibanding dengan tahun sebelumnya, Sementara itu anggaran bagi klaster perlindungan khusus mengalami peningkatan tajam di tahun 2013. Peningkatan ini dikarenakan tingginya komitmen Pemerintah Kota Salatiga dalam memberikan perlindungan hak anak. Untuk anggaran Klaster Pendidikan dan waktu luang memiliki prosentase anggaran paling besar yaitu 46% karena terdapat pos kebijakan anggaran sebesar 20% bagi pendidikan.

c. Forum Anak

Pembentukan Forum Anak Kota Salatiga (RUMANKSA) sebagai sarana keterlibatan/peran serta anak dalam proses pembangunan. Jumlah anak yang tergabung didalam RUMANKSA sebanyak 70 orang. Sementara itu pada tingkat kecamatan telah dibentuk Forum Anak Tingkat Kecamatan, yang terbentuk tahun 2011 yaitu Forum Anak Kecamatan Tingkir (RUMANTING), Forum Anak Kecamatan Sidomukti (FORMASI CERIA), Forum Anak Kecamatan Argomulyo, Forum Anak Kecamatan Sidorejo.

d. Peran Forum Anak terhadap kebijakan Pembangunan di Daerah

Pemerintah Kota Salatiga memberikan kesempatan bagi anak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan daerah. Kesempatan tersebut diberikan pada musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Sarana dan Masukan lain diwadahi didalam Konggres Anak, masukan tersebut disampaikan ke Pemerintah Kota untuk dikaji dan disinergikan dengan perencanaan pembangunan daerah. Hasil Konggres Anak Kota Salatiga Tahun 2012 antaralain Anak Salatiga menginginkan infrastruktur di Kota Salatiga yang layak anak atau mendukung


(47)

61

bagi Pemenuhan Hak Anak, Perlunya ketersedian kesekretariatan yang mendukung bagi anak salatiga untuk berkegiatan dan berkoordinasi dalam wadah Forum Anak Kota Salatiga, Anak Salatiga menginginkan Pengoptimalan car free day, Anak Salatiga ingin diikutsertakan dalam Musrenbang, Anak Salatiga menginginkan adanya Kartu Insentif bagi anak yang berprestasi, Anak Salatiga ingin dioptimalkannya perpustakaan keliling, Anak Salatiga ingin dioptimalkannya puskesmas keliling, Anak Salatiga menginginkan dibentuknya TESA 129 layanan Telpon Sahabat Anak, Anak Salatiga menginginkan adanya perlindungan dari ESKA (Eksploitasi Seksual dan Komersial Anak), Anak Salatiga menginginkan dukungan pemerintah Kota Salatiga dalam bentuk material maupun non material untuk mendukung terselenggranya program kerja yang telah disepakati.

e. Jumlah staf yang terlatih KHA

Kota Salatiga Sampai dengan tahun 2012 belum memiliki staff yang terlatih KHA. Pelatihan ini sebenarnya sangat penting dilakukan bagi tenaga pendidik dan ke pendidikan, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan aparat penegak hukum dalam upaya pemenuhan hak anak.

f. Jumlah Dunia Usaha yang Berkontribusi dalam Upaya Tumbuh Kembang dan Perlindungan Anak.

Dunia usaha yang berkontribusi dalam upaya tumbuh kembang dan perlindungan anak antaralain ditunjukkan dalam berbagai Program/kegiatan yang merupakan manifestasi dari Corporate Social Responbility (CSR) yaitu antaralain


(48)

62

Pemberian beasiswa dari Nasmoco pada tahun 2011/2012, Pemberian kursi roda bagi anak anak berkebutuhan khusus (cacat) pada tahun 2011, Penyediaan sarana bermain atau wahana rekreasi Dreamland, Penyediaan saran Pendidikan dan Wisata Camping Ground dan Pondok Remaja Salib Putih di Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo

II. Klaster 1 Sipil dan kebebasan

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, sejahtera. Salah satu kluster dalam konvensi Hak Anak (KHA) adalah klaster Hak sipil dan kebebasan anak. Selain itu klaster hak sipil dan kebebasan ini memiliki berbagai arti penting dalam pertumbuhan anak. Dalam penyusunan RAD KLA Kota Salatiga, pemenuhan hak anak terkait dengan klaster ini mengerucut ada permasalahan a) cakupan anak yang memiliki akte kelahiran, b) jumlah forum/organisasi anak yang ada di tingkat kota/kecamatan dan kelurahan, c) jumlah fasilitas informasi layak anak.

a. Cakupan Anak Memiliki Akta Kelahiran

Kepemilikan akta kelahiran merupakan penerjemahan dari hak atas nama dan kewarganegaraan dan hak mempertahankan identitas. Maka penting dari hak atas nama kewarganegaraan merupakan hak mendasar dan pertama yang dimiliki setiap seorang anak. Dari sisi negara, hak tersebut merupakan kewajiban bagi


(49)

63

negara untuk memenuhinya dan menjadi bukti pengakuan hukum dari negara terhadap warganya.

Pengaturan mengenai hak ini secara jelas diatur dalam KHA, yaitu pada pasal 7 KHA disebutkan bahwa:

1. Anak akan didaftar segera setelah lahir dan akan mempunyai hak sejak lahir atas nama, hak untuk memperoleh suatu kebangsaan dan sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orangtuanya.

2. Negara negara peserta akan menjamin pelaksana dari hak hak ini sesuai dengan hukum nasional mereka dan kewajiban kewajiban mereka berdasarkan instrumen instrumen internasional yang relevan dalam bidang ini, khususnya dimana anak akan tidak bernegara bila tidak demikian adanya.

Hak kedua adalah hak mempertahankan identitas. Seorang anak berhak untuk mempertahankan identitasnya dan negara menghormati hak warganya dalam mempertahankan identitasnya tersebut, termasuk kaitannya dengan hubungan keluarga. Apabila ada pihak pihak yang hendak melakukan perampasan atau pemalsuan identitas seorang anak, maka negara akan memberi bantuan dan perlindungan yang layak dengan tujuan menetapkan kembali dengan cepat jati dirinya. Hal ini sebagai langkah awal bagi anak dalam mengembangkan jati dirinya untuk tumbuh kembang secara wajar. Hak ini diatur dalam pasal 8 KHA yang berbunyi:

1. Negara Negara peserta berusaha untuk menghormati hak anak untuk memiliki jati dirinya, termasuk kewarganegaraan, nama dan hubungan


(50)

64

keluarganya sebagaimana diakui oleh undang undang tanpa campur tangan yang tidak sah.

2. Di mana anak secara tidak sah dirampas sebagian atau seluruh unsur dari jati dirinya, negara negara peserta akan memberi bantuan dan perlindungan yang layak dengan tujuan menetapkan kembali dengan cepat jati dirinya.

Sedangkan bagi masyarakat, arti penting kepemilikan akta kelahiran adalah sebagai alat pembuktian status perdata seseorang dan menunjukkan hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya, mempermudah dalam mengurus hal hal yang sifatnya administratif, seperti pendaftaran sekolah, mencari pekerjaan setelah dewasa, menikah dan lain lain, sehingga terwujudnya tertib sosial yang menyangkut kejelasan identitas setiap warga masyarakat. Pelayanan akta kelahiran di Kota Salatiga sudah diatur dalam Peraturan Daerah, yaitu Perda nomor 9 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Pelayanan Penduduk dan Pencatatan sipil Pasal 19 dan Perda No 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Di dalam Perda tersebut sudah jelas diterangkan bahwa Pemberian Kutipan akta kelahiran sudah dibebaskan dari biaya (gratis). Selain kedua Perda tersebut, saat ini juga sedang diproses finalisasi rancangan peraturan daerah (Ranperda) administrasi kependudukan yang didalamnya ada jaminan mengenai kepemilikan akta kelahiran.

b. Jumlah Forum/Organisasi anak yang ada ditingkat Kota, Kecamatan dan Kelurahan

Berorganisasi/berserikat bagi anak dalam klaster sipil dan kebebasan menerjemahkan hak akan kebebasan berpendapat dan hak kebebasan berserikat


(51)

65

dan berkumpul secara damai. Hak kebebasan berpendapat, arti penting dari hak tersebut bagi negara dan pemerintah adalah sebagai elemen penting bagi terwujudnya negara dan pemerintahan yang demokratis, di mana setiap warga negara termasuk anak memiliki hak yang sama untuk menyatakan sesuatu/pendapatnya. Hak tersebut didukung pula oleh Undang undang 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hak berpartisiasi bagi anak juga dijabarkan dalam undang undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 4, 10, 24. Selain di dalam UU tersebut, beberapa regulasi indonesia juga sudah memberikan penjelasan yang cukup mengenai hak anak untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai proses pembangunan.

Hak selanjutnya adalah Kebebasan berserikat dan berkumpul secara damai, di wilayah Kota Salatiga sudah banyak dijumpai organisasi-organisasi yang di bentuk untuk kelompok anak. Organisasi tersebut ada yang bersifat Umum, Sosial, dan Keagamaan. Sehingga pemerintah Kota Salatiga dalam rangka meningkatkan partisipasi kelompok anak yang ada telah membentuk forum anak. Salah satu fungsi dari forum ini adalah menampung dan menyalurkan aspirasi, ide, dan gagasan anak anak berkaitan dengan kelangsungan hidup anak, dan menjadi perwakilan anak dalam menyuarakan kepentingan anak.

Hak berikutnya adalah Akses kepada Informasi yang layak, kemajuan jaman yang diiringi dengan kemajuan teknologi informasi selain memberikan dampak yang positif dalam perkembangan pengetahuan dan wawasan juga dapat membawa dampak yang negatif bagi sebuah masyarakat. Khusunya bagi


(52)

66

kelompok anak apabila tidak ada penyaring/filter maka akan berdampak pada pola pikir dan tingkah laku mereka.

Berdasarkan Petunjuk teknis Indikator Pengembangan KLA fasilitas yang memenuhi kriteria layak anak secara umum yaitu bebas pelanggaran hak anak/bahan berbahaya misalnya kekerasan, diskriminasi, rasialisme, ancaman, kecabulan atau ekspose atas data/diri pribadi anak. Hal ini sebagaimana telah dituangkan dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 10 yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan, mengatur masalah akses informasi yang layak bagi anak. Dalam pasal 56 ayat (1) huruf (c) juga menyebutkan pemerintah wajib mengupayakan dan membantu anak agar bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak.

Dari hak memperoleh informasi ini penyediaan sarana prasarana informasi berupa perpustakaan dan pojok baca yang terletak di samping pintu gerbang pemerintah Kota Salatiga. Selain itu juga disediakan sarana perpustakaan keliling yang didukung oleh 2 unit mobil untuk menjangkau wilayah-wilayah yang dirasakan cukup jauh dari pusat perpustakaan daerah semisal di wilayah-wilayah perbatasan dengan kabupaten/kota lain. Sampai tahun 2012 perpustakaan yang ada di Kota Salatiga berjumlah 184 unit. Perpustakaan tersebut terdiri dari perpustakaan kota (1 Unit), perpustakaan keliling (2 Unit), perpustakaan Kelurahan (28 Unit), perpustakaan SD (108 Unit), perpustakaan SMP (25Unit), perpustakaan SMA (26 Unit).


(1)

70

mengikutkan anak-anaknya pada pendidikan kesetaraan, masyarakat yang membutuhkan pendidikan kesetaraan tidak terindentifikasi secara jelas dan motivasi anak putus sekolah dan tidak sekolah untuk mengikuti pendidikan kesetaraan relatif rendah. Selanjutnya permasalahan berikutnya Belum semua sekolah ramah anak yang dilengkapi fasilitas standar seperti UKS,WC yang terpisah, warung kejujuran, tanpa kasus kekerasan terhadap anak.

VI. Klaster 5 Perlindungan Khusus

Anak memerlukan perlindungan khusus (AMPK). Menurut kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA) adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat dan korban perlakuan salah maupun penelantaran. Sebagaimana hal ini ditegaskan dalam Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pengertian diatas menunjukkan bahwa ketika berada dalam kondisi yang membahayakan bagi keselamatan fisik maupun psikologis, seorang anak secara otomatis perlu untuk diberikan pertolongan, baik oleh pemerintah melalui institusi pelaksana masyarakat, maupun oleh orangtua.27 Peran dari 3 pemangku kebijakan tersebut bertujuan untuk menjamin keberlanjutan hidup bagi setiap anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisiasi secara

27


(2)

71

wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.28 Paradigma yang terjadi di salatiga adalah tidak seluruhnya Anak pelaku kenakalan (ABH) mendapatkan pelayanan hukum dengan mengedepankan system restorative justice. Beberapa langkah telah dilakukan oleh institusi penegak hukum di Kota Salatiga dalam rangka meningkatkan penjaminan terhadap hak anak untuk mendapatkan kemerdekaan mereka, meskipun disadari, masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh daerah dalam rangka pemenuhan hak anak yang sedang berhadapan dengan hukum.

B. Permasalahan Anak

1. Kelembagaan

Permasalahan berkaitan dengan kelembagaan di Kota Salatiga adalah sebagai berikut :

a. Ketersediaan data pilah anak belum tersedia sebagai baseline untuk perencanaan.

b. Minimnya Peraturan Daerah terkait Perlindungan Hak Anak dikarenakan lamanya proses penetapan Perda. Saat ini Rancangan perda sudah masuk di Kementerian Hukum dan Ham namun hingga saat ini masih belum jelas kapan pembahasaan dilakukan. c. Inisiatif Gugus Tugas Kota Layak Anak masih rendah.

d. Isu anak belum menjadi mainstreaming dalam Perencanaan dan Penganggaran daerah dan belum semua SKPD Kota Saltiga memehami tentang PUHA.

28


(3)

72

2. Kluster 1 Sipil dan kebebasan

a. Masih banyak anak yang belum memiliki akta kelahiran. Kondisi ini dikarenakan rendahnya pengetahuan orang tua terkait pentingnya pengurusan akte kelahiran.

b. Minimnya peran Forum Anak dalam proses proses pembangunan. c. Mudahnya akses terhadap informasi yang belum/tidak layak bagi

anak.

3. Kluster 2 Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif.

Permaslahan berkaitan dengan klaster sipil dan kebebasan adalah sebagai berikut :

a. Balita dan anak dari keluarga miskin rentan terhadap penelantaran dan kekerasan (baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal). Masalah ini meningkatnya jumlah rumah tangga miskin di Kota Salatiga (2010) sebanyak 9.821 RTS, meningkat menjadi 12.262 RTS pada tahun 2012, berpotensi pada penelantaran dan kekerasan terhadap balita dan anak, karena kurang dapat terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi, kesehatan, pendidikan dan keterampilan serta perlindungan kekerasan dan penelantaran balita dan anak.

b. Masih terdapat perkawinan dini (usia kurang dari 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi lakilaki), ada tahun 2012 sebanyak 1.08% dan perkawinan tidak terdaftar di KUA atau Disdukcapil.


(4)

73

c. Belum otimalnya kinerja kader dalam melakukan fasilitas dan pelayanan kepada masyarakat di lembaga BKB, BKR dan PIK KRR.

4. Kluster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan

Permasalahan kunci terkait hak kesehatan dasar dan kesejahteraan anak yang masih dihadapi oleh Kota Salatiga adalah sebagai berikut :

a. Angka Kematian Bayi Cenderung mengalami peningkatan. Angka kematian bayi di Kota Salatiga dari tahun 2008 sampai tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan. pada tahun 2008 AKB sebesar 5,8/1000 KH, meningkat pada tahun 2012 menjadi 11,38/1000KH. Kondisi ini di atas target MDGs, yaitu 8,5/1000KH pada tahun 2015. Tingginya AKB disebabkan oleh bayi dengan BLBR dan asfeksi. Secara umum bayi dengan BLBR terjadi pada bayi yang lahir prematur. Bayi yang lahir prematur terjadi pada kasus kehamilan dengan ibu hamil usia remaja.

b. Masih rendahnya cakupan pemberian ASI Eklusif. Hal ini ditandai dengan masih sedikitnya jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan, dan terjadi penurunan bayi jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif yang cukup signifikan dari tahun 2011 hingga 2012. Ada tahun 2011 capaian ASI Eksklusif pada bayi sebesar 48% menurun pada tahun 2012 menjadi 45,1%.

c. Rendahnya cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita dan anak pra sekolah Kota Salatiga selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan


(5)

74

yaitu 0.15% pada tahun 2006 menjadi 19,02% pada tahun 2008 dan 2009 meningkat menjadi 53,02% atau 7.617 balita dari 14.365 balita demikian juga tahun 2010 meningkat menjadi 65,2% pada tahun 2011 sebesar 46,88%.

5. Klaster 4 Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan

Seni Budaya

Permasalahan utama yang dihadapi Kota Salatiga berkaitan dengan pemenuhan hak anak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni adalah sebagai berikut:

a. Belum semua anak usia sekolah dapat mengakses pendidikan, terutama ada jenjang PAUD dan SMA/MA/SMK.

b. Belum semua anak putus sekolah, anak tidak lulus, dan tidak sekolah dapat mengakses pendidikan kesetaraan.

c. Belum semua sekolah ramah anak yang dilengkai fasilitas standar seperti UKS,WC yang terpisah, warung kejujuran, tanpa kasus kekerasan terhadpa anak, dan menerapkan PHBS.

6. Klaster Perlindungan Khusus

a. Tingginya angka kekerasan terhadap anak di Kota Salatiga, hingga pertengahan semester tahun 2013, jumlah kekerasan telah mencapai 11 kasus.

b. Masih rendahnya penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum yang menggunakan pendekatan restoratif justice, hal ini terlihat dari kesepakatan antara keluarga korban dan pelaku yang


(6)

75

setuju dalam pelaksanaan pendekatan ini pada tahun 2012 hanya sebanyak 1 kasus.

c. Masih belum adanya fasilitas tempat pembinaan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Kota Salatiga. Hal ini terlihat dari pencampuran antara anak binaan dengan tahanan Lapas di Kota Salatiga.

d. Masih terdapatnya BPTA di Kota Salatiga. pada tahun 2012 masih terdapat 1 kasus BPTA di Kota Salatiga.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif T1 312012046 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam Mewujudkan Hak Anak Memperoleh ASI Eksklusif T1 312012046 BAB II

0 1 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak T1 312009038 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak

0 1 17

T1 Abstract Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Redesign Website Pemerintah Kota Salatiga

0 0 1

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Mas dan Mbak Duta Wisata dalam Mempromosikan Kota Salatiga T1 BAB II

0 1 34

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II

1 5 60

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Paguyuban Drumblek Salatiga dalam Mengembangkan Kesenian Drumblek sebagai Identitas Budaya Kota Salatiga T1 BAB II

0 0 10