PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENYEMPROTAN GA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merril.) 3
PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU
PENYEMPROTAN GA3 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merril)
Oleh
LEONI PEBRIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
Leoni Pebriani
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENYEMPROTAN GA3
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BENIH KEDELAI
(Glycine max (L.) Merril.)
Oleh
Leoni Pebriani
Produktivitas tanaman kedelai di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan
potensi produksinya. Produksi kedelai yang rendah di Indonesia salah satunya
disebabkan oleh iklim tropis yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman
kedelai. Salah satu usaha perbaikan teknik budidaya tanaman untuk meningkatkan
produktivitas kedelai adalah dengan penyemprotan zat pengatur tumbuh (ZPT)
tanaman seperti giberelin (GA3). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan produksi benih
kedelai, untuk mengetahui waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk
pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai, dan untuk mengetahui
kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai. Perlakuan terdiri
atas konsentrasi GA3 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm, dan waktu penyemprotan 3, 6,
dan 9 minggu setelah tanam. Perlakuan disusun secara faktorial pada rancangan
kelompok teracak sempurna. Data dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan
dengan uji BNJ pada taraf nyata 5%.
Leoni Pebriani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi GA3 100 ppm efektif
meningkatkan produksi kedelai melalui jumlah polong bernas dan produksi bobot
biji per tanaman, tetapi konsentrasi GA3 tidak berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku subur, dan bobot kering
berangkasan. Waktu penyemprotan GA3 pada tiga minggu setelah tanam lebih
efektif dari pada enam dan sembilan minggu setelah tanam dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku
subur, jumlah bunga, jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi
bobot biji per tanaman. Penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm pada
waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam lebih efektif meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui tinggi tanaman, sedangkan penyemprotan GA3
dengan konsentrasi 200 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam
efektif meningkatkan produksi kedelai melalui persen bunga jadi polong dan
jumlah polong hampa per tanaman.
Kata kunci: GA3, kedelai, pertumbuhan, dan produksi.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang dan Masalah .......................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................
4
1.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................
5
1.4 Hipotesis .....................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
8
2.1 Botani dan Morfologi Kedelai ....................................................
8
2.2 Peran Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan
Tanaman ......................................................................................
10
2.3 Peran GA3 pada Pertumbuhan Tanaman .....................................
11
BAHAN DAN METODE ..................................................................
13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
13
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................
13
3.3 Metode Penelitian .......................................................................
13
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................
14
3.5 Pengamatan .................................................................................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
20
4.1 Hasil Penelitian ...........................................................................
20
4.2 Pembahasan .................................................................................
30
II.
III.
IV.
vii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
35
5.1 Kesimpulan .................................................................................
35
5.2 Saran ............................................................................................
36
PUSTAKA ACUAN ...................................................................................
37
LAMPIRAN ................................................................................................
39
Gambar 1 ............................................................................................
40
Tabel 6—38 ................................................................................... 41—73
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
1. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap tinggi tanaman kedelai. ...........................................
21
2. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap persen bunga jadi polong per tanaman kedelai. ......
22
3. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap jumlah polong hampa per tanaman kedelai. ...........
23
4. Pengaruh konsentrasi giberelin (GA3) terhadap jumlah daun,
jumlah buku subur, bobot kering berangkasan, jumlah bunga,
jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi bobot
biji per tanaman kedelai. ..................................................................
28
5. Pengaruh waktu penyemprotan giberelin (GA3) terhadap jumlah
daun, jumlah buku subur, bobot kering berangkasan, jumlah bunga,
jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi bobot biji
per tanaman kedelai. ........................................................................
29
Lampiran
6. Deskripsi varietas Burangrang. ........................................................
41
7. Data luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai dari tahun
2003 sampai tahun 2012. .................................................................
42
8. Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai pada lima taraf
konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............................
43
9. Uji homogenitas ragam peubah tinggi tanaman. ..............................
44
10. Analisis ragam peubah tinggi tanaman. ...........................................
45
11. Hasil pengamatan jumlah daun per tanaman kedelai pada lima taraf
konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............................
46
12. Uji homogenitas ragam peubah jumlah daun. ..................................
47
13. Analisis ragam peubah jumlah daun. ...............................................
48
14. Hasil pengamatan jumlah buku subur per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
49
15. Uji homogenitas ragam peubah jumlah buku subur. .......................
50
16. Analisis ragam peubah jumlah buku subur. .....................................
51
ix
17. Hasil pengamatan bobot kering berangkasan tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
52
18. Uji homogenitas ragam peubah bobot kering berangkasan. ............
53
19. Analisis ragam peubah bobot kering berangkasan. ..........................
54
20. Hasil pengamatan jumlah bunga per tanaman kedelai pada lima
taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ......................
55
21. Uji homogenitas ragam peubah jumlah bunga. ................................
56
22. Analisis ragam peubah jumlah bunga. .............................................
57
23. Hasil pengamatan persen bunga jadi polong per tanaman kedelai
pada lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. .....
58
24. Hasil transformasi √x pengamatan persen bunga jadi polong per
tanaman kedelai pada lima taraf konsentrasi dan tiga waktu
penyemprotan GA3. ..........................................................................
59
25. Uji homogenitas ragam peubah persen bunga jadi polong. .............
60
26. Analisis ragam peubah persen bunga jadi polong. ...........................
61
27. Hasil pengamatan jumlah polong bernas per tanaman kedelai pada
taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ......................
lima
62
28. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong bernas. ...................
29. Analisis ragam peubah jumlah polong bernas. ................................
63
64
30. Hasil pengamatan jumlah polong hampa per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
65
31. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong hampa. ...................
66
32. Analisis ragam peubah jumlah polong hampa. ................................
67
33. Hasil pengamatan jumlah polong total per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
68
34. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong total. ......................
69
35. Analisis ragam peubah jumlah polong total. ....................................
70
36. Hasil pengamatan produksi bobot biji per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
71
37. Uji homogenitas ragam peubah produksi bobot biji per tanaman. ...
72
38. Analisis ragam peubah produksi bobot biji per tanaman. ................
73
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Lampiran
1. Tata letak percobaan .....................................................................
Halaman
40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang
sangat penting dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan gizi dalam
kedelai merupakan sumber protein nabati, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang
paling baik. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan
olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan.
Menurut Astawan (2004) dalam Sumarno et al. (2007), dalam 100 gram biji
kedelai mengandung 6,10 gram abu; 46,20 gram protein; 19,10 gram lemak; 28,20
gram karbohidrat; 3,70 gram kalsium; 254,00 miligram kalsium; 781,00 miligram
fosfor; 11,00 miligram besi; 0,48 miligram vitamin B1; 0,15 miligram riboflavin;
0,67 miligram niasin; 430,00 miligram asam pantotenat; 180,00 miligram
piridoksin; 0,20 miligram vitamin B12; 35,00 miligram biotin; dan 17,70 gram
asam amino esensial.
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk tetapi produksi kedelai dalam negeri masih
rendah. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2012), selama 10 tahun terakhir ini
produksi kedelai dalam negeri tidak pernah tembus satu juta ton, sehingga setiap
2
tahunnya pemerintah melakukan impor kedelai guna memenuhi kebutuhan
konsumsi nasional.
Salah satu penyebab rendahnya produksi kedelai di Indonesia adalah rendahnya
produktivitas dibandingkan dengan potensi produksi tanaman kedelai itu sendiri.
Menurut Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2005),
rata-rata potensi produksi varietas kedelai yang dilepas di Indonesia adalah 2,12
ton/ha. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), rata-rata produktivitas kedelai
selama 10 tahun terakhir di Indonesia sekitar 1,30 ton/ha, sehingga
memungkinkan untuk meningkatkan produksi kedelai yang rendah dengan
melakukan usaha perbaikan.
Menurut Sumarno et al. (2007), rendahnya produksi tanaman kedelai di Indonesia
disebabkan oleh iklim tropis yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman
kedelai. Kedelai merupakan tanaman hari pendek yaitu tanaman tidak mampu
berbunga bila panjang hari melebihi 16 jam dan tanaman cepat berbunga bila
panjang hari kurang dari 12 jam. Kedelai yang tumbuh di wilayah subtropika
memiliki panjang hari 14—16 jam, sedangkan di Indonesia yang merupakan
wilayah tropik memiliki panjang hari yang hampir seragam dan konstan sekitar 12
jam. Kondisi ini yang menyebabkan produksi kedelai di Indonesia masih rendah
dibawah produksi kedelai wilayah subtropik, karena iklim di Indonesia bukan
merupakan wilayah dengan iklim yang ideal bagi tanaman kedelai.
Penyemprotan asam giberelin (GA3) merupakan salah satu usaha perbaikan teknik
budidaya tanaman untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Menurut
Wattimena (1988), penyemprotan asam giberelin pada tanaman menyebabkan sel-
3
sel pada tanaman bertambah jumlah dan besarnya sehingga menyebabkan
perpanjangan ruas tanaman. Selain itu, menurut Salisbury dan Ross (1995), asam
giberelin dapat menggantikan panjang hari yang dibutuhkan kedelai untuk proses
pembungaan.
Penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti konsentrasi yang tepat dan waktu penyemprotan. Menurut Salisbury
dan Ross (1995), respons tanaman sebagai akibat pemberian ZPT bergantung pada
bagian tumbuhan, fase perkembangan tanaman, konsentrasi ZPT, interaksi antarZPT, dan faktor lingkungan.
Konsentrasi yang tepat akan menentukan keefektifan GA3 dalam mendorong
pertumbuhan tanaman. Azizi et al. (2012) menyimpulkan bahwa penyemprotan
tanaman kedelai dengan konsentrasi GA3 125 ppm menghasilkan produksi
tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi 250 dan 375 ppm.
Waktu penyemprotan dengan GA3 berhubungan dengan fase pertumbuhan
tanaman. Pada fase pertumbuhan tertentu GA3 dapat mempercepat terjadinya
respon tanaman dalam mendorong pertumbuhan yang optimal. Menurut
Wattimena (1988), stadia pertumbuhan dalam pemberian GA3 merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam penyemprotan GA3 pada tanaman karena
penyemprotan GA3 dari luar akan berbeda pada setiap stadia pertumbuhan.
Respon tanaman terhadap GA3 akan lebih optimal bila konsentrasi dan waktu
penyemprotan diaplikasikan secara bersamaan dibandingkan dengan hanya pada
konsentrasi atau waktu penyemprotan tertentu saja. Hasil penelitian Sumarno
4
et al. (1993) dalam Yennita (2002) menyatakan bahwa pemberian GA3 50 ppm
pada umur tiga dan enam minggu dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan
jumlah biji pada kedelai.
Percobaan ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
(1) Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi GA3 yang efektif diberikan
terhadap pertumbuhan dan produksi benih kedelai?
(2) Bagaimana pengaruh tiga waktu penyemprotan GA3 efektif terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai?
(3) Apakah terdapat interaksi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3
yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih kedelai?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Konsentrasi GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan produksi benih
kedelai.
2. Waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan
produksi benih kedelai.
3. Kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang efektif
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai.
5
1.3 Kerangka Pemikiran
Produksi kedelai yang rendah salah satunya disebabkan oleh iklim tropis yang
kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman kedelai (Sumarno et al., 2007). Hal
ini disebabkan oleh tanaman kedelai merupakan tanaman hari panjang, sedangkan
di Indonesia yang beriklim tropis merupakan wilayah hari pendek.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah
perbaikan teknik budidaya, salah satunya adalah penyemprotan zat pengatur
tumbuh tanaman seperti GA3. Penyemprotan GA3 dapat menggantikan hari
panjang yang dibutuhkan kedelai untuk proses pertumbuhan dan pembungaan.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam pemberian ZPT pada tanaman yaitu
konsentrasi ZPT dan waktu penyemprotan ZPT. Menurut Wattimena (1988),
respon tanaman terhadap zat pengatur tumbuh dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu jenis zat pengatur tumbuh, musim sewaktu pemberian, varietas tanaman,
keadaan lingkungan sewaktu pemberian, stadia pertumbuhan, dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh tersebut.
Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimal akan meningkatkan pertumbuhan
dan produksi benih kedelai. Menurut Gardner et al. (1991), zat pengatur tumbuh
efektif pada jumlah tertentu. Konsentrasi terlalu tinggi dapat menghambat
pertumbuhan, pembelahan sel dan kalus akan berlebihan, dan mencegah
tumbuhnya tunas dan akar; sedangkan konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al. (2011), penyemprotan 20
ppm GA3 pada tanaman cabai dapat mengurangi gugurnya bunga sebesar 18,58%,
6
jumlah bunga per tanaman meningkat 23,76%, jumlah buah per tanaman
bertambah sebesar 36,64%, jumlah biji meningkat 57,37%, bobot biji meningkat
sebesar 59,18%, dan bobot 100 biji juga meningkat sebesar 0,083%; sedangkan
umur berbunga dan umur panen dapat dipercepat dengan pemberian GA3 dengan
konsentrasi 40 ppm.
Waktu penyemprotan juga menentukan keefektifan GA3 yang diaplikasikan. Pada
fase pertumbuhan tertentu GA3 dapat mempercepat terjadinya respon tanaman
dalam mendorong pertumbuhan dan produksi yang optimal. Menurut Wattimena
(1988), stadia pertumbuhan dalam pemberian GA3 merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan dalam penyemprotan GA3 pada tanaman karena penyemprotan
GA3 dari luar akan berbeda pada setiap stadia pertumbuhan.
Aplikasi secara bersamaan antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 akan
lebih mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi benih karena dapat
mempengaruhi mekanisme kerja tanaman. Hasil penelitian Sumarno et al. (1993)
dalam Yennita (2002) menyatakan bahwa pemberian GA3 50 ppm pada umur tiga
dan enam minggu dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan jumlah biji pada
kedelai.
Menurut Lahuti et al. (2003) dalam Azizi et al. (2012), hormon GA3
meningkatkan ukuran sel dengan merangsang dinding sel untuk melepaskan dan
mengirimkan kalsium ke dalam sitoplasma yang menyediakan kondisi untuk
penyerapan air dan pertumbuhan sel. Lebih lanjut dikatakan bahwa GA3 tidak
aktif setelah pertumbuhan dan kalsium pada dinding sel mengeras. Setelah
penyerapan air oleh benih dan diikuti tahap penyerapan aktif, embrio
7
menghasilkan GA3 dan merangsang sel-sel aleuron untuk memproduksi enzim
hidrolitik seperti α- dan β- amilase yang menghidrolisis pati menjadi glukosan
yang dapat diserap oleh embrio. Giberelin mempengaruhi protein yang
menghasilkan mRNA dan senyawa tersebut dapat meningkatkan replikasi DNA
dan menginduksi analisis bahan endospermik dalam benih. Menurut Salisbury
dan Ross (1995), giberelin juga dapat mempercepat fase-fase dalam pembelahan
sel dan selanjutnya berakibat mempercepat perkecambahan. Mekanisme tersebut
diharapkan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diajukan hipotesis sebagai
berikut:
1. Pemberian GA3 dengan konsentrasi berbeda efektif dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
2. Waktu penyemprotan GA3 yang efektif dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi benih kedelai.
3. Pemberian kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang
efektif dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Kedelai
Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja
atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang dapat
diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merril. Menurut
Adisarwanto (2008), klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Famili
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merril
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar
sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga sering kali
membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada
umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air tanah
yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2008).
9
Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak.
Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan
dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari
poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang
terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung
batang (Sumarno et al., 2007).
Kedelai mempunyai empat tipe daun yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai daun
primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer berbentuk oval
dengan tangkai daun sepanjang 1—2 cm, terletak berseberangan pada buku
pertama di atas kotiledon. Tipe daun yang lain terbentuk pada batang utama dan
cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam susunan yang
berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, mulai
bulat hingga lancip (Sumarno et al., 2007).
Bunga tanaman kedelai umumnya muncul atau tumbuh di ketiak daun. Pada
kondisi lingkungan tumbuh dan populasi tanaman optimal, bunga akan terbentuk
mulai dari tangkai daunnya akan berisi 1—7 bunga, tergantung dari karakter
varietas kedelai yang ditanam. Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada
setiap bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga
terjadi pada saat bunga masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang
sangat kecil yaitu hanya 0,1%. Warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih.
Potensi jumlah bunga yang terbentuk bervariasi tergantung dari varietas kedelai,
tetapi umumnya berkisar 40—200 bunga per tanaman (Adisarwanto, 2008).
10
Polong kedelai pertama kali muncul sekitar 10—14 hari masa pertumbuhan yakni
setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau
dan selanjutnya akan berubah menjadi kuning atau coklat pada saat dipanen.
Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang
terbentuk beragam berkisar 2—10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak
daunnya. Sementara jumlah polong yang dapat dipanen berkisar 20—200 polong
per tanaman, tergantung dari varietas kedelai yang ditanam dan dukungan kondisi
lingkungan tumbuh. Warna polong masak dan ukuran biji antara posisi polong
paling bawah dan paling atas akan sama selama periode pemasakan polong
optimal berkisar 50—75 hari. Periode waktu tersebut dianggap optimal untuk
proses pengisian biji dalam polong yang terletak di sekitar pucuk tanaman
(Adisarwanto, 2008).
2.2 Peran Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Tanaman
Zat pengatur tumbuh tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan
nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil (10-6—10-5 mM) yang disintesiskan di
bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman
tempat zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan
morfologis (Wattimena, 1988).
Menurut Gardner et al. (1991), zat pengatur tumbuh efektif pada jumlah tertentu,
konsentrasi terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan, terutama pembelahan
sel dan kalus akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar,
sedangkan konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
11
Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengkontrol proses biologi
dalam jaringan tanaman (Davies, 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh substansi kimia pada
konsentrasi sangat rendah digunakan untuk mengendalikan sekelompok proses
fisiologis dalam produksi tanaman budidaya, termasuk pembungaan, pembuahan,
pembagian hasil asimilasi, dan perkecambahan. Perangsang pertumbuhan sintetik
dalam campuran yang tepat, merangsang kalus (pembentukan massa sel yang
tidak terdeferensiasi), diferensiasi organ, dan morfogenesis seluruh tanaman
(Gardner et al., 1991).
2.3 Peran GA3 pada Pertumbuhan Tanaman
Asam giberelat merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek fisiologis
dapat mempengaruhi diferensiasi kambium dalam proses pembentukan berkas
pengangkut. Pemberian GA dapat meningkatkan jumlah floem yang terbentuk
(Davies, 1995). Menurut Salisbury dan Ross (1995), giberelin dapat
menggantikan panjang hari yang dbutuhkan oleh beberapa spesies tanaman; hal
ini menunjukkan adanya interaksi antara GA3 dan cahaya. Giberelin juga
memenuhi kebutuhan beberapa spesies tanaman akan masa dingin untuk
menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi).
Menurut Wattimena (1988), respon kebanyakan tanaman terhadap giberelin
adalah dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh giberelin terutama di
perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh bertambah besar dan jumlah
sel-sel pada ruas-ruas tersebut. Giberelin juga memperbesar luas daun berbagai
12
jenis tanaman, juga mempengaruhi besar bunga dan buah. Giberelin juga
mendorong pembentukan buah partenokarpi (tanpa biji) pada buah anggur dan
beberapa buah-buahan lainnya. Giberelin dapat mengganti pengaruh suhu dingin
pada tanaman dan dapat mendorong terjadinya pembungaaan. Proses dormansi
beberapa biji dan mata tunas dapat dihilangkan dengan pemberian giberelin.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pemberian GA3 yang diberikan
dengan berbagai cara di bagian tanaman, lebih lanjut GA3 diangkut ke apeks
tajuk, akan terjadi peningkatan pembelahan pembelahan sel dan pertumbuhan
yang mengarah pada pemanjangan batang. Efek tunggal GA3 dalam memacu
pemanjangan batang di seluruh tanaman disebabkan oleh tiga peristiwa yaitu
pembelahan sel terutama di sel meristematik, meningkatkan pembelahan sel
dengan meningkatkan hidrolisis sukrosa menjadi fruktosa sehingga tekanan
osmotik dalam sel naik, dan meningkatkan plastisitas dinding sel.
13
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium
Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari
Januari sampai dengan April 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Burangrang, serbuk GA3,
alkohol 70%, akuades, tanah, air, pupuk Urea, SP36, dan KCL, serta pestisida
niklosamida 250 g/l dan klorpirifos 200 g/l.
Alat yang digunakan adalah polibag, hand spraying, gelas ukur, spatula,
alumunium voil, label, kantong plastik, ember, meteran, pisau, timbangan elektrik,
oven Heraeus, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, penelitian dilaksanakan dengan rancangan perlakuan faktorial (5 x 3)
dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (G) yaitu 0 ppm
(go), 100 ppm (g1), 200 ppm (g2), 300 ppm (g3), dan 400 ppm (g4). Faktor kedua
14
adalah waktu penyemprotan GA3 pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman
kedelai (W) yaitu pada saat umur tanaman 3 (w3), 6 (w6), dan 9 minggu (w9).
Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dengan rancangan kelompok teracak
sempurna (RKTS). Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan
untuk aditivitas ragam data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka
data dilakukan analisis ragam. Pengujian nilai tengah dilakukan dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan media tanam
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan penyiapan media tanam berupa
tanah. Tanah yang digunakan untuk media tanam adalah tanah kebun bagian top
soil. Tanah diaduk hingga homogen yang sebelumnya tanah terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran seperti sisa-sisa akar dan kerikil. Tanah yang telah
homogen dimasukkan ke masing-masing polibag hitam berukuran 10 kg, polibag
diletakkan di bedengan. Polibag disusun berdasarkan jumlah perlakuan yaitu (5 x
3) dengan tiga kali ulangan dan setiap perlakuan terdiri dari tiga polibag sehingga
dalam penelitian ini terdapat 135 polibag. Tata letak percobaan dapat dilihat pada
Gambar 1, Lampiran.
Penanaman benih
Benih kedelai varietas Burangrang ditanam ke dalam polibag sebanyak empat
butir setelah berumur dua minggu dilakukan penjarangan sampai dua tanaman.
15
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pemupukan,
penyiraman, dan penyemprotan pestisida. Penyulaman dilakukan saat umur
tanaman mencapai satu minggu setelah tanam. Pupuk dasar yang diberikan yaitu
N, P, dan K dengan dosis N 200 kg Urea/ha; P 100 kg SP 36/ha; dan K 100 kg/ha
yang diberikan sebanyak satu kali yaitu pada dua minggu setelah tanam. Dosis
yang diberikan pada setiap polibag adalah 0,8 gram Urea yang diperoleh dari
200 kg/ha x (8 kg/ 2x106 kg); 0,4 gram SP36 yang diperoleh dari 100 kg/ha x
(8 kg/ 2x106 kg); dan 0,4 gram KCL yang diperoleh dari 100 kg/ha x (8 kg/ 2x106
kg). Penyiraman tanaman dilakukan setiap sore hari apabila cuaca panas dan
tidak dilakukan penyiraman jika kondisi tanah masih lembab dan cuaca hujan.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual yaitu dengan membuang gulma
yang tumbuh di sekitar pertanaman dengan menggunakan tangan. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan dengan membuang bagian tanaman yang terserang
dan penyemprotan pestisida. Tanaman kedelai disemprotkan dengan pestisida
niklosamida 250 g/l dan klorpirifos 200 g/l pada saat umur tanaman 3, 5, 7, dan 8
minggu dengan dosis 1 ml/liter dan dilakukan peningkatan dosis sampai 2 ml/liter
karena serangan hama terus meningkat dengan menggunakan hand spraying.
Pembuatan larutan GA3
Larutan GA3 dibuat dengan cara melarutkan serbuk GA3 dengan menambahkan
alkohol 70% sekitar dua mililiter sampai serbuk GA3 larut, kemudian tambahkan
akuades sebanyak 998 ml. Konsentrasi larutan GA3 yang diaplikasikan yaitu 0
ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm. Cara membuat konsentrasi GA3
16
yaitu pada konsentrasi GA3 100 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak
100 mg/liter; 200 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 200 mg/liter;
300 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 300 mg/liter; dan 400 ppm
serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 400 mg/liter.
Penyemprotan GA3
Penyemprotan GA3 pada tanaman kedelai dilakukan pada saat tanaman berumur
3, 6, dan 9 minggu yang disemprotkan melalui daun sebanyak 15 ml dengan
metode penyemprotan GA3 yang digunakan berdasarkan penelitian Yennita
(2002) menggunakan hand sprayer dan penyemprotan GA3 dilakukan pada bagian
atas dan bawah daun tanaman dengan cara disemprotkan.
Panen
Panen kedelai dilakukan bila sebagian besar daun sudah menguning (bukan
karena serangan hama dan penyakit) yaitu sekitar 95%, polong mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak (polong tua), dan
batang berwarna kuning agak coklat serta gundul. Panen dilakukan dengan cara
memotong batang kedelai dengan pisau yang tajam. Tanaman kedelai yang sudah
dipanen, kemudian tanaman dipisahkan antara berangkasan tanaman dan
polongnya. Berangkasan tanaman kemudian dioven untuk mengetahui bobot
kering berangkasan tanaman sedangkan polong kedelai dikeringkan dengan cara
dijemur dibawah sinar matahari. Proses selanjutnya dilakukan pembersihan biji
kedelai dengan memisahkan polong kedelai dan biji kedelai. Biji kedelai
selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9—11%. Biji kedelai tersebut
17
ditimbang untuk mengetahui produksi bobot biji per tanaman kedelai dengan
menggunakan timbangan elektrik.
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan
pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan produksi benih kedelai yang
dihasilkan. Komponen pengamatan yang diamati adalah
1. Tinggi tanaman
Tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh batang utama yang
dilakukan sampai dengan tanaman kedelai berbunga. Pengukuran dilakukan
dalam satuan sentimeter pada setiap minggu dengan menggunakan alat pengukur
panjang yaitu meteran.
2. Jumlah daun
Pengamatan dilakukan pada saat daun maksimum dengan menghitung total daun
yang terbentuk pada tanaman. Pengukuran dilakukan dalam satuan helai.
3. Jumlah buku subur
Pengukuran dilakukan pada saat pertumbuhan maksimum, dengan mengukur
batang utama dan cabang tanaman kedelai. Pengukuran dilakukan dalam satuan
buku.
4. Bobot kering berangkasan
Berangkasan tanaman dikeringkan hingga bobotnya konstan dengan
menggunakan oven Heraeus dengan suhu 80oC selama tiga hari. Berangkasan
18
ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik. Pengukuran dilakukan
dalam satuan gram.
5. Jumlah bunga
Pengamatan dilakukan pada saat muncul bunga pertama yaitu pada umur tanaman
lima minggu setelah tanam sampai dengan muncul bunga terakhir. Pengukuran
dilakukan dalam satuan kuntum.
6. Persen bunga jadi polong
Penghitungan persen bunga jadi polong dihitung dengan satuan persen, dengan
rumus:
persen bunga jadi polong = ∑ polong yang terbentuk x 100%
∑ bunga yang terbentuk
7. Jumlah polong bernas per tanaman
Penghitungan jumlah polong bernas per tanaman yaitu polong yang berisi biji
kedelai dilakukan pada saat panen. Pengukuran dilakukan dalam satuan polong
per tanaman.
8. Jumlah polong hampa per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen. Penghitungan jumlah polong hampa per
tanaman yaitu polong yang tidak memiliki biji kedelai. Pengukuran dilakukan
dalam satuan polong.
9. Jumlah polong total per tanaman
Penghitungan jumlah polong total per tanaman yaitu semua polong yang terbentuk
pada tanaman kedelai. Pengukuran dilakukan dalam satuan polong per tanaman.
19
10. Produksi bobot biji per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menimbang benih kedelai yang bagus dan tidak
terserang hama menggunakan timbangan elektrik. Bobot diukur dalam satuan
gram.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pemberian konsentrasi GA3 100 ppm efektif meningkatkan produksi kedelai
melalui jumlah polong bernas dan produksi bobot biji per tanaman, tetapi
konsentrasi GA3 tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang
ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku subur, dan bobot kering berangkasan.
2. Waktu penyemprotan GA3 pada tiga minggu setelah tanam lebih efektif dari
pada enam dan sembilan minggu setelah tanam dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah
buku subur, jumlah bunga, jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan
produksi bobot biji per tanaman.
3. Penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm pada waktu penyemprotan
tiga minggu setelah tanam lebih efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman
melalui tinggi tanaman, sedangkan penyemprotan GA3 dengan konsentrasi
200 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam efektif
meningkatkan produksi kedelai melalui persen bunga jadi polong dan jumlah
polong hampa per tanaman.
36
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan konsentrasi GA3 yang berbeda yaitu dari konsentrasi 50 ppm sampai
dengan 400 ppm sehingga dapat diketahui konsentrasi yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai, untuk meningkatkan
produksi bobot biji per tanaman dapat dilakukan penyemprotan GA3 dengan
konsentrasi 100 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam, dan
untuk mencegah serangan hama pada tanaman kedelai dapat menggunakan jaring
tanaman.
37
PUSTAKA ACUAN
Adisarwanto, T. 2008. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.
Arifin, Z., P. Yudono, dan Toekidjo. 2011. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap
pembungaan dan kualitas benih cabai merah keriting (Capsicum annum L.).
Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 13 hlm.
Azizi Kh., J. Moradii, S. Heidari, A. Khalili, dan M. Feizian. 2012. Effect of
Different Concentrations of Gibberellic Acid on Seed Yield and Yield
Components of Soybean Genotypes in Summer Intercropping. International
Journal of Agriscience. 2 (4): 291—301.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2005. Deskripsi
Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 154 hlm.
Biro Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 154
hlm.
Davies, P.J. 2004. Plant Hormones. Kluwer Academic Publishers. Boston. 776
hlm.
Gardner F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitcheel. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Diterjemahkan oleh Susilo, H. dari buku Physiology of Crop
Plants. UI-PRESS. Jakarta. 428 hlm.
Hassanpouraghdam, M.B., ASL.B. Hajisamadi, dan A. Khalighi. 2011.
Gibberellic Acid Foliar Application Influences Growth, Volatile Oil and Some
Physiological Characteristics of Lavender (Lavandula officinalis Chaix.).
Romanian Biotechnological Letters. 16 (4): 6.322—6.327.
Niknejhad, Y. dan H. Pirdashti. 2012. Effect Of Growth Stimulators On Yield
Components Of Rice (Oryza sativa L.) Ratoon. International Research
Journal of Applied and Basic Sciences. 3 (7): 1.417—1.421.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Diterjemahkan
oleh Lukman, D.R. dan Sumaryono dari buku Plant Physiology. Penerbit
ITB. Bandung. 173 hlm.
38
Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. 2007. Kedelai. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 512 hlm.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat AntarUniversitas, Institut Pertanian Bogor Bekerja Sama dengan Lembaga Sumber
Daya Informasi-IPB. Bogor. 145 hlm.
Yennita. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max) terhadap gibberellic acid
GA3 dan benzyl amino purine (BAP) pada fase generatif. (Tesis). Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 48 hlm.
PENYEMPROTAN GA3 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merril)
Oleh
LEONI PEBRIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
Leoni Pebriani
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENYEMPROTAN GA3
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BENIH KEDELAI
(Glycine max (L.) Merril.)
Oleh
Leoni Pebriani
Produktivitas tanaman kedelai di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan
potensi produksinya. Produksi kedelai yang rendah di Indonesia salah satunya
disebabkan oleh iklim tropis yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman
kedelai. Salah satu usaha perbaikan teknik budidaya tanaman untuk meningkatkan
produktivitas kedelai adalah dengan penyemprotan zat pengatur tumbuh (ZPT)
tanaman seperti giberelin (GA3). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan produksi benih
kedelai, untuk mengetahui waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk
pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai, dan untuk mengetahui
kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai. Perlakuan terdiri
atas konsentrasi GA3 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm, dan waktu penyemprotan 3, 6,
dan 9 minggu setelah tanam. Perlakuan disusun secara faktorial pada rancangan
kelompok teracak sempurna. Data dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan
dengan uji BNJ pada taraf nyata 5%.
Leoni Pebriani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi GA3 100 ppm efektif
meningkatkan produksi kedelai melalui jumlah polong bernas dan produksi bobot
biji per tanaman, tetapi konsentrasi GA3 tidak berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku subur, dan bobot kering
berangkasan. Waktu penyemprotan GA3 pada tiga minggu setelah tanam lebih
efektif dari pada enam dan sembilan minggu setelah tanam dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku
subur, jumlah bunga, jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi
bobot biji per tanaman. Penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm pada
waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam lebih efektif meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui tinggi tanaman, sedangkan penyemprotan GA3
dengan konsentrasi 200 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam
efektif meningkatkan produksi kedelai melalui persen bunga jadi polong dan
jumlah polong hampa per tanaman.
Kata kunci: GA3, kedelai, pertumbuhan, dan produksi.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang dan Masalah .......................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................
4
1.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................
5
1.4 Hipotesis .....................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
8
2.1 Botani dan Morfologi Kedelai ....................................................
8
2.2 Peran Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan
Tanaman ......................................................................................
10
2.3 Peran GA3 pada Pertumbuhan Tanaman .....................................
11
BAHAN DAN METODE ..................................................................
13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
13
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................
13
3.3 Metode Penelitian .......................................................................
13
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................
14
3.5 Pengamatan .................................................................................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
20
4.1 Hasil Penelitian ...........................................................................
20
4.2 Pembahasan .................................................................................
30
II.
III.
IV.
vii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
35
5.1 Kesimpulan .................................................................................
35
5.2 Saran ............................................................................................
36
PUSTAKA ACUAN ...................................................................................
37
LAMPIRAN ................................................................................................
39
Gambar 1 ............................................................................................
40
Tabel 6—38 ................................................................................... 41—73
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
1. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap tinggi tanaman kedelai. ...........................................
21
2. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap persen bunga jadi polong per tanaman kedelai. ......
22
3. Pengaruh antara konsentrasi dan waktu penyemprotan giberelin
(GA3) terhadap jumlah polong hampa per tanaman kedelai. ...........
23
4. Pengaruh konsentrasi giberelin (GA3) terhadap jumlah daun,
jumlah buku subur, bobot kering berangkasan, jumlah bunga,
jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi bobot
biji per tanaman kedelai. ..................................................................
28
5. Pengaruh waktu penyemprotan giberelin (GA3) terhadap jumlah
daun, jumlah buku subur, bobot kering berangkasan, jumlah bunga,
jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan produksi bobot biji
per tanaman kedelai. ........................................................................
29
Lampiran
6. Deskripsi varietas Burangrang. ........................................................
41
7. Data luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai dari tahun
2003 sampai tahun 2012. .................................................................
42
8. Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai pada lima taraf
konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............................
43
9. Uji homogenitas ragam peubah tinggi tanaman. ..............................
44
10. Analisis ragam peubah tinggi tanaman. ...........................................
45
11. Hasil pengamatan jumlah daun per tanaman kedelai pada lima taraf
konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............................
46
12. Uji homogenitas ragam peubah jumlah daun. ..................................
47
13. Analisis ragam peubah jumlah daun. ...............................................
48
14. Hasil pengamatan jumlah buku subur per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
49
15. Uji homogenitas ragam peubah jumlah buku subur. .......................
50
16. Analisis ragam peubah jumlah buku subur. .....................................
51
ix
17. Hasil pengamatan bobot kering berangkasan tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
52
18. Uji homogenitas ragam peubah bobot kering berangkasan. ............
53
19. Analisis ragam peubah bobot kering berangkasan. ..........................
54
20. Hasil pengamatan jumlah bunga per tanaman kedelai pada lima
taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ......................
55
21. Uji homogenitas ragam peubah jumlah bunga. ................................
56
22. Analisis ragam peubah jumlah bunga. .............................................
57
23. Hasil pengamatan persen bunga jadi polong per tanaman kedelai
pada lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. .....
58
24. Hasil transformasi √x pengamatan persen bunga jadi polong per
tanaman kedelai pada lima taraf konsentrasi dan tiga waktu
penyemprotan GA3. ..........................................................................
59
25. Uji homogenitas ragam peubah persen bunga jadi polong. .............
60
26. Analisis ragam peubah persen bunga jadi polong. ...........................
61
27. Hasil pengamatan jumlah polong bernas per tanaman kedelai pada
taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ......................
lima
62
28. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong bernas. ...................
29. Analisis ragam peubah jumlah polong bernas. ................................
63
64
30. Hasil pengamatan jumlah polong hampa per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
65
31. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong hampa. ...................
66
32. Analisis ragam peubah jumlah polong hampa. ................................
67
33. Hasil pengamatan jumlah polong total per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
68
34. Uji homogenitas ragam peubah jumlah polong total. ......................
69
35. Analisis ragam peubah jumlah polong total. ....................................
70
36. Hasil pengamatan produksi bobot biji per tanaman kedelai pada
lima taraf konsentrasi dan tiga waktu penyemprotan GA3. ..............
71
37. Uji homogenitas ragam peubah produksi bobot biji per tanaman. ...
72
38. Analisis ragam peubah produksi bobot biji per tanaman. ................
73
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Lampiran
1. Tata letak percobaan .....................................................................
Halaman
40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang
sangat penting dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan gizi dalam
kedelai merupakan sumber protein nabati, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang
paling baik. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan
olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan.
Menurut Astawan (2004) dalam Sumarno et al. (2007), dalam 100 gram biji
kedelai mengandung 6,10 gram abu; 46,20 gram protein; 19,10 gram lemak; 28,20
gram karbohidrat; 3,70 gram kalsium; 254,00 miligram kalsium; 781,00 miligram
fosfor; 11,00 miligram besi; 0,48 miligram vitamin B1; 0,15 miligram riboflavin;
0,67 miligram niasin; 430,00 miligram asam pantotenat; 180,00 miligram
piridoksin; 0,20 miligram vitamin B12; 35,00 miligram biotin; dan 17,70 gram
asam amino esensial.
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk tetapi produksi kedelai dalam negeri masih
rendah. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2012), selama 10 tahun terakhir ini
produksi kedelai dalam negeri tidak pernah tembus satu juta ton, sehingga setiap
2
tahunnya pemerintah melakukan impor kedelai guna memenuhi kebutuhan
konsumsi nasional.
Salah satu penyebab rendahnya produksi kedelai di Indonesia adalah rendahnya
produktivitas dibandingkan dengan potensi produksi tanaman kedelai itu sendiri.
Menurut Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2005),
rata-rata potensi produksi varietas kedelai yang dilepas di Indonesia adalah 2,12
ton/ha. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), rata-rata produktivitas kedelai
selama 10 tahun terakhir di Indonesia sekitar 1,30 ton/ha, sehingga
memungkinkan untuk meningkatkan produksi kedelai yang rendah dengan
melakukan usaha perbaikan.
Menurut Sumarno et al. (2007), rendahnya produksi tanaman kedelai di Indonesia
disebabkan oleh iklim tropis yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman
kedelai. Kedelai merupakan tanaman hari pendek yaitu tanaman tidak mampu
berbunga bila panjang hari melebihi 16 jam dan tanaman cepat berbunga bila
panjang hari kurang dari 12 jam. Kedelai yang tumbuh di wilayah subtropika
memiliki panjang hari 14—16 jam, sedangkan di Indonesia yang merupakan
wilayah tropik memiliki panjang hari yang hampir seragam dan konstan sekitar 12
jam. Kondisi ini yang menyebabkan produksi kedelai di Indonesia masih rendah
dibawah produksi kedelai wilayah subtropik, karena iklim di Indonesia bukan
merupakan wilayah dengan iklim yang ideal bagi tanaman kedelai.
Penyemprotan asam giberelin (GA3) merupakan salah satu usaha perbaikan teknik
budidaya tanaman untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Menurut
Wattimena (1988), penyemprotan asam giberelin pada tanaman menyebabkan sel-
3
sel pada tanaman bertambah jumlah dan besarnya sehingga menyebabkan
perpanjangan ruas tanaman. Selain itu, menurut Salisbury dan Ross (1995), asam
giberelin dapat menggantikan panjang hari yang dibutuhkan kedelai untuk proses
pembungaan.
Penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti konsentrasi yang tepat dan waktu penyemprotan. Menurut Salisbury
dan Ross (1995), respons tanaman sebagai akibat pemberian ZPT bergantung pada
bagian tumbuhan, fase perkembangan tanaman, konsentrasi ZPT, interaksi antarZPT, dan faktor lingkungan.
Konsentrasi yang tepat akan menentukan keefektifan GA3 dalam mendorong
pertumbuhan tanaman. Azizi et al. (2012) menyimpulkan bahwa penyemprotan
tanaman kedelai dengan konsentrasi GA3 125 ppm menghasilkan produksi
tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi 250 dan 375 ppm.
Waktu penyemprotan dengan GA3 berhubungan dengan fase pertumbuhan
tanaman. Pada fase pertumbuhan tertentu GA3 dapat mempercepat terjadinya
respon tanaman dalam mendorong pertumbuhan yang optimal. Menurut
Wattimena (1988), stadia pertumbuhan dalam pemberian GA3 merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam penyemprotan GA3 pada tanaman karena
penyemprotan GA3 dari luar akan berbeda pada setiap stadia pertumbuhan.
Respon tanaman terhadap GA3 akan lebih optimal bila konsentrasi dan waktu
penyemprotan diaplikasikan secara bersamaan dibandingkan dengan hanya pada
konsentrasi atau waktu penyemprotan tertentu saja. Hasil penelitian Sumarno
4
et al. (1993) dalam Yennita (2002) menyatakan bahwa pemberian GA3 50 ppm
pada umur tiga dan enam minggu dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan
jumlah biji pada kedelai.
Percobaan ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
(1) Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi GA3 yang efektif diberikan
terhadap pertumbuhan dan produksi benih kedelai?
(2) Bagaimana pengaruh tiga waktu penyemprotan GA3 efektif terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai?
(3) Apakah terdapat interaksi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3
yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih kedelai?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Konsentrasi GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan produksi benih
kedelai.
2. Waktu penyemprotan GA3 yang efektif untuk pertumbuhan tanaman dan
produksi benih kedelai.
3. Kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang efektif
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih kedelai.
5
1.3 Kerangka Pemikiran
Produksi kedelai yang rendah salah satunya disebabkan oleh iklim tropis yang
kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman kedelai (Sumarno et al., 2007). Hal
ini disebabkan oleh tanaman kedelai merupakan tanaman hari panjang, sedangkan
di Indonesia yang beriklim tropis merupakan wilayah hari pendek.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah
perbaikan teknik budidaya, salah satunya adalah penyemprotan zat pengatur
tumbuh tanaman seperti GA3. Penyemprotan GA3 dapat menggantikan hari
panjang yang dibutuhkan kedelai untuk proses pertumbuhan dan pembungaan.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam pemberian ZPT pada tanaman yaitu
konsentrasi ZPT dan waktu penyemprotan ZPT. Menurut Wattimena (1988),
respon tanaman terhadap zat pengatur tumbuh dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu jenis zat pengatur tumbuh, musim sewaktu pemberian, varietas tanaman,
keadaan lingkungan sewaktu pemberian, stadia pertumbuhan, dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh tersebut.
Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimal akan meningkatkan pertumbuhan
dan produksi benih kedelai. Menurut Gardner et al. (1991), zat pengatur tumbuh
efektif pada jumlah tertentu. Konsentrasi terlalu tinggi dapat menghambat
pertumbuhan, pembelahan sel dan kalus akan berlebihan, dan mencegah
tumbuhnya tunas dan akar; sedangkan konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al. (2011), penyemprotan 20
ppm GA3 pada tanaman cabai dapat mengurangi gugurnya bunga sebesar 18,58%,
6
jumlah bunga per tanaman meningkat 23,76%, jumlah buah per tanaman
bertambah sebesar 36,64%, jumlah biji meningkat 57,37%, bobot biji meningkat
sebesar 59,18%, dan bobot 100 biji juga meningkat sebesar 0,083%; sedangkan
umur berbunga dan umur panen dapat dipercepat dengan pemberian GA3 dengan
konsentrasi 40 ppm.
Waktu penyemprotan juga menentukan keefektifan GA3 yang diaplikasikan. Pada
fase pertumbuhan tertentu GA3 dapat mempercepat terjadinya respon tanaman
dalam mendorong pertumbuhan dan produksi yang optimal. Menurut Wattimena
(1988), stadia pertumbuhan dalam pemberian GA3 merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan dalam penyemprotan GA3 pada tanaman karena penyemprotan
GA3 dari luar akan berbeda pada setiap stadia pertumbuhan.
Aplikasi secara bersamaan antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 akan
lebih mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi benih karena dapat
mempengaruhi mekanisme kerja tanaman. Hasil penelitian Sumarno et al. (1993)
dalam Yennita (2002) menyatakan bahwa pemberian GA3 50 ppm pada umur tiga
dan enam minggu dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan jumlah biji pada
kedelai.
Menurut Lahuti et al. (2003) dalam Azizi et al. (2012), hormon GA3
meningkatkan ukuran sel dengan merangsang dinding sel untuk melepaskan dan
mengirimkan kalsium ke dalam sitoplasma yang menyediakan kondisi untuk
penyerapan air dan pertumbuhan sel. Lebih lanjut dikatakan bahwa GA3 tidak
aktif setelah pertumbuhan dan kalsium pada dinding sel mengeras. Setelah
penyerapan air oleh benih dan diikuti tahap penyerapan aktif, embrio
7
menghasilkan GA3 dan merangsang sel-sel aleuron untuk memproduksi enzim
hidrolitik seperti α- dan β- amilase yang menghidrolisis pati menjadi glukosan
yang dapat diserap oleh embrio. Giberelin mempengaruhi protein yang
menghasilkan mRNA dan senyawa tersebut dapat meningkatkan replikasi DNA
dan menginduksi analisis bahan endospermik dalam benih. Menurut Salisbury
dan Ross (1995), giberelin juga dapat mempercepat fase-fase dalam pembelahan
sel dan selanjutnya berakibat mempercepat perkecambahan. Mekanisme tersebut
diharapkan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diajukan hipotesis sebagai
berikut:
1. Pemberian GA3 dengan konsentrasi berbeda efektif dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
2. Waktu penyemprotan GA3 yang efektif dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi benih kedelai.
3. Pemberian kombinasi antara konsentrasi dan waktu penyemprotan GA3 yang
efektif dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih kedelai.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Kedelai
Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja
atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang dapat
diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merril. Menurut
Adisarwanto (2008), klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Famili
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merril
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar
sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga sering kali
membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada
umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air tanah
yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2008).
9
Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak.
Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan
dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari
poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang
terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung
batang (Sumarno et al., 2007).
Kedelai mempunyai empat tipe daun yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai daun
primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer berbentuk oval
dengan tangkai daun sepanjang 1—2 cm, terletak berseberangan pada buku
pertama di atas kotiledon. Tipe daun yang lain terbentuk pada batang utama dan
cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam susunan yang
berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, mulai
bulat hingga lancip (Sumarno et al., 2007).
Bunga tanaman kedelai umumnya muncul atau tumbuh di ketiak daun. Pada
kondisi lingkungan tumbuh dan populasi tanaman optimal, bunga akan terbentuk
mulai dari tangkai daunnya akan berisi 1—7 bunga, tergantung dari karakter
varietas kedelai yang ditanam. Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada
setiap bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga
terjadi pada saat bunga masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang
sangat kecil yaitu hanya 0,1%. Warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih.
Potensi jumlah bunga yang terbentuk bervariasi tergantung dari varietas kedelai,
tetapi umumnya berkisar 40—200 bunga per tanaman (Adisarwanto, 2008).
10
Polong kedelai pertama kali muncul sekitar 10—14 hari masa pertumbuhan yakni
setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau
dan selanjutnya akan berubah menjadi kuning atau coklat pada saat dipanen.
Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang
terbentuk beragam berkisar 2—10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak
daunnya. Sementara jumlah polong yang dapat dipanen berkisar 20—200 polong
per tanaman, tergantung dari varietas kedelai yang ditanam dan dukungan kondisi
lingkungan tumbuh. Warna polong masak dan ukuran biji antara posisi polong
paling bawah dan paling atas akan sama selama periode pemasakan polong
optimal berkisar 50—75 hari. Periode waktu tersebut dianggap optimal untuk
proses pengisian biji dalam polong yang terletak di sekitar pucuk tanaman
(Adisarwanto, 2008).
2.2 Peran Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Tanaman
Zat pengatur tumbuh tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan
nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil (10-6—10-5 mM) yang disintesiskan di
bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman
tempat zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan
morfologis (Wattimena, 1988).
Menurut Gardner et al. (1991), zat pengatur tumbuh efektif pada jumlah tertentu,
konsentrasi terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan, terutama pembelahan
sel dan kalus akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar,
sedangkan konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
11
Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengkontrol proses biologi
dalam jaringan tanaman (Davies, 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh substansi kimia pada
konsentrasi sangat rendah digunakan untuk mengendalikan sekelompok proses
fisiologis dalam produksi tanaman budidaya, termasuk pembungaan, pembuahan,
pembagian hasil asimilasi, dan perkecambahan. Perangsang pertumbuhan sintetik
dalam campuran yang tepat, merangsang kalus (pembentukan massa sel yang
tidak terdeferensiasi), diferensiasi organ, dan morfogenesis seluruh tanaman
(Gardner et al., 1991).
2.3 Peran GA3 pada Pertumbuhan Tanaman
Asam giberelat merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek fisiologis
dapat mempengaruhi diferensiasi kambium dalam proses pembentukan berkas
pengangkut. Pemberian GA dapat meningkatkan jumlah floem yang terbentuk
(Davies, 1995). Menurut Salisbury dan Ross (1995), giberelin dapat
menggantikan panjang hari yang dbutuhkan oleh beberapa spesies tanaman; hal
ini menunjukkan adanya interaksi antara GA3 dan cahaya. Giberelin juga
memenuhi kebutuhan beberapa spesies tanaman akan masa dingin untuk
menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi).
Menurut Wattimena (1988), respon kebanyakan tanaman terhadap giberelin
adalah dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh giberelin terutama di
perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh bertambah besar dan jumlah
sel-sel pada ruas-ruas tersebut. Giberelin juga memperbesar luas daun berbagai
12
jenis tanaman, juga mempengaruhi besar bunga dan buah. Giberelin juga
mendorong pembentukan buah partenokarpi (tanpa biji) pada buah anggur dan
beberapa buah-buahan lainnya. Giberelin dapat mengganti pengaruh suhu dingin
pada tanaman dan dapat mendorong terjadinya pembungaaan. Proses dormansi
beberapa biji dan mata tunas dapat dihilangkan dengan pemberian giberelin.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pemberian GA3 yang diberikan
dengan berbagai cara di bagian tanaman, lebih lanjut GA3 diangkut ke apeks
tajuk, akan terjadi peningkatan pembelahan pembelahan sel dan pertumbuhan
yang mengarah pada pemanjangan batang. Efek tunggal GA3 dalam memacu
pemanjangan batang di seluruh tanaman disebabkan oleh tiga peristiwa yaitu
pembelahan sel terutama di sel meristematik, meningkatkan pembelahan sel
dengan meningkatkan hidrolisis sukrosa menjadi fruktosa sehingga tekanan
osmotik dalam sel naik, dan meningkatkan plastisitas dinding sel.
13
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium
Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari
Januari sampai dengan April 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Burangrang, serbuk GA3,
alkohol 70%, akuades, tanah, air, pupuk Urea, SP36, dan KCL, serta pestisida
niklosamida 250 g/l dan klorpirifos 200 g/l.
Alat yang digunakan adalah polibag, hand spraying, gelas ukur, spatula,
alumunium voil, label, kantong plastik, ember, meteran, pisau, timbangan elektrik,
oven Heraeus, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, penelitian dilaksanakan dengan rancangan perlakuan faktorial (5 x 3)
dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (G) yaitu 0 ppm
(go), 100 ppm (g1), 200 ppm (g2), 300 ppm (g3), dan 400 ppm (g4). Faktor kedua
14
adalah waktu penyemprotan GA3 pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman
kedelai (W) yaitu pada saat umur tanaman 3 (w3), 6 (w6), dan 9 minggu (w9).
Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dengan rancangan kelompok teracak
sempurna (RKTS). Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan
untuk aditivitas ragam data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka
data dilakukan analisis ragam. Pengujian nilai tengah dilakukan dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan media tanam
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan penyiapan media tanam berupa
tanah. Tanah yang digunakan untuk media tanam adalah tanah kebun bagian top
soil. Tanah diaduk hingga homogen yang sebelumnya tanah terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran seperti sisa-sisa akar dan kerikil. Tanah yang telah
homogen dimasukkan ke masing-masing polibag hitam berukuran 10 kg, polibag
diletakkan di bedengan. Polibag disusun berdasarkan jumlah perlakuan yaitu (5 x
3) dengan tiga kali ulangan dan setiap perlakuan terdiri dari tiga polibag sehingga
dalam penelitian ini terdapat 135 polibag. Tata letak percobaan dapat dilihat pada
Gambar 1, Lampiran.
Penanaman benih
Benih kedelai varietas Burangrang ditanam ke dalam polibag sebanyak empat
butir setelah berumur dua minggu dilakukan penjarangan sampai dua tanaman.
15
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pemupukan,
penyiraman, dan penyemprotan pestisida. Penyulaman dilakukan saat umur
tanaman mencapai satu minggu setelah tanam. Pupuk dasar yang diberikan yaitu
N, P, dan K dengan dosis N 200 kg Urea/ha; P 100 kg SP 36/ha; dan K 100 kg/ha
yang diberikan sebanyak satu kali yaitu pada dua minggu setelah tanam. Dosis
yang diberikan pada setiap polibag adalah 0,8 gram Urea yang diperoleh dari
200 kg/ha x (8 kg/ 2x106 kg); 0,4 gram SP36 yang diperoleh dari 100 kg/ha x
(8 kg/ 2x106 kg); dan 0,4 gram KCL yang diperoleh dari 100 kg/ha x (8 kg/ 2x106
kg). Penyiraman tanaman dilakukan setiap sore hari apabila cuaca panas dan
tidak dilakukan penyiraman jika kondisi tanah masih lembab dan cuaca hujan.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual yaitu dengan membuang gulma
yang tumbuh di sekitar pertanaman dengan menggunakan tangan. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan dengan membuang bagian tanaman yang terserang
dan penyemprotan pestisida. Tanaman kedelai disemprotkan dengan pestisida
niklosamida 250 g/l dan klorpirifos 200 g/l pada saat umur tanaman 3, 5, 7, dan 8
minggu dengan dosis 1 ml/liter dan dilakukan peningkatan dosis sampai 2 ml/liter
karena serangan hama terus meningkat dengan menggunakan hand spraying.
Pembuatan larutan GA3
Larutan GA3 dibuat dengan cara melarutkan serbuk GA3 dengan menambahkan
alkohol 70% sekitar dua mililiter sampai serbuk GA3 larut, kemudian tambahkan
akuades sebanyak 998 ml. Konsentrasi larutan GA3 yang diaplikasikan yaitu 0
ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm. Cara membuat konsentrasi GA3
16
yaitu pada konsentrasi GA3 100 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak
100 mg/liter; 200 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 200 mg/liter;
300 ppm serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 300 mg/liter; dan 400 ppm
serbuk GA3 yang diberikan yaitu sebanyak 400 mg/liter.
Penyemprotan GA3
Penyemprotan GA3 pada tanaman kedelai dilakukan pada saat tanaman berumur
3, 6, dan 9 minggu yang disemprotkan melalui daun sebanyak 15 ml dengan
metode penyemprotan GA3 yang digunakan berdasarkan penelitian Yennita
(2002) menggunakan hand sprayer dan penyemprotan GA3 dilakukan pada bagian
atas dan bawah daun tanaman dengan cara disemprotkan.
Panen
Panen kedelai dilakukan bila sebagian besar daun sudah menguning (bukan
karena serangan hama dan penyakit) yaitu sekitar 95%, polong mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak (polong tua), dan
batang berwarna kuning agak coklat serta gundul. Panen dilakukan dengan cara
memotong batang kedelai dengan pisau yang tajam. Tanaman kedelai yang sudah
dipanen, kemudian tanaman dipisahkan antara berangkasan tanaman dan
polongnya. Berangkasan tanaman kemudian dioven untuk mengetahui bobot
kering berangkasan tanaman sedangkan polong kedelai dikeringkan dengan cara
dijemur dibawah sinar matahari. Proses selanjutnya dilakukan pembersihan biji
kedelai dengan memisahkan polong kedelai dan biji kedelai. Biji kedelai
selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9—11%. Biji kedelai tersebut
17
ditimbang untuk mengetahui produksi bobot biji per tanaman kedelai dengan
menggunakan timbangan elektrik.
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan
pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan produksi benih kedelai yang
dihasilkan. Komponen pengamatan yang diamati adalah
1. Tinggi tanaman
Tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh batang utama yang
dilakukan sampai dengan tanaman kedelai berbunga. Pengukuran dilakukan
dalam satuan sentimeter pada setiap minggu dengan menggunakan alat pengukur
panjang yaitu meteran.
2. Jumlah daun
Pengamatan dilakukan pada saat daun maksimum dengan menghitung total daun
yang terbentuk pada tanaman. Pengukuran dilakukan dalam satuan helai.
3. Jumlah buku subur
Pengukuran dilakukan pada saat pertumbuhan maksimum, dengan mengukur
batang utama dan cabang tanaman kedelai. Pengukuran dilakukan dalam satuan
buku.
4. Bobot kering berangkasan
Berangkasan tanaman dikeringkan hingga bobotnya konstan dengan
menggunakan oven Heraeus dengan suhu 80oC selama tiga hari. Berangkasan
18
ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik. Pengukuran dilakukan
dalam satuan gram.
5. Jumlah bunga
Pengamatan dilakukan pada saat muncul bunga pertama yaitu pada umur tanaman
lima minggu setelah tanam sampai dengan muncul bunga terakhir. Pengukuran
dilakukan dalam satuan kuntum.
6. Persen bunga jadi polong
Penghitungan persen bunga jadi polong dihitung dengan satuan persen, dengan
rumus:
persen bunga jadi polong = ∑ polong yang terbentuk x 100%
∑ bunga yang terbentuk
7. Jumlah polong bernas per tanaman
Penghitungan jumlah polong bernas per tanaman yaitu polong yang berisi biji
kedelai dilakukan pada saat panen. Pengukuran dilakukan dalam satuan polong
per tanaman.
8. Jumlah polong hampa per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen. Penghitungan jumlah polong hampa per
tanaman yaitu polong yang tidak memiliki biji kedelai. Pengukuran dilakukan
dalam satuan polong.
9. Jumlah polong total per tanaman
Penghitungan jumlah polong total per tanaman yaitu semua polong yang terbentuk
pada tanaman kedelai. Pengukuran dilakukan dalam satuan polong per tanaman.
19
10. Produksi bobot biji per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menimbang benih kedelai yang bagus dan tidak
terserang hama menggunakan timbangan elektrik. Bobot diukur dalam satuan
gram.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pemberian konsentrasi GA3 100 ppm efektif meningkatkan produksi kedelai
melalui jumlah polong bernas dan produksi bobot biji per tanaman, tetapi
konsentrasi GA3 tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang
ditunjukkan jumlah daun, jumlah buku subur, dan bobot kering berangkasan.
2. Waktu penyemprotan GA3 pada tiga minggu setelah tanam lebih efektif dari
pada enam dan sembilan minggu setelah tanam dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai yang ditunjukkan jumlah daun, jumlah
buku subur, jumlah bunga, jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan
produksi bobot biji per tanaman.
3. Penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm pada waktu penyemprotan
tiga minggu setelah tanam lebih efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman
melalui tinggi tanaman, sedangkan penyemprotan GA3 dengan konsentrasi
200 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam efektif
meningkatkan produksi kedelai melalui persen bunga jadi polong dan jumlah
polong hampa per tanaman.
36
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan konsentrasi GA3 yang berbeda yaitu dari konsentrasi 50 ppm sampai
dengan 400 ppm sehingga dapat diketahui konsentrasi yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai, untuk meningkatkan
produksi bobot biji per tanaman dapat dilakukan penyemprotan GA3 dengan
konsentrasi 100 ppm pada waktu penyemprotan tiga minggu setelah tanam, dan
untuk mencegah serangan hama pada tanaman kedelai dapat menggunakan jaring
tanaman.
37
PUSTAKA ACUAN
Adisarwanto, T. 2008. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.
Arifin, Z., P. Yudono, dan Toekidjo. 2011. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap
pembungaan dan kualitas benih cabai merah keriting (Capsicum annum L.).
Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 13 hlm.
Azizi Kh., J. Moradii, S. Heidari, A. Khalili, dan M. Feizian. 2012. Effect of
Different Concentrations of Gibberellic Acid on Seed Yield and Yield
Components of Soybean Genotypes in Summer Intercropping. International
Journal of Agriscience. 2 (4): 291—301.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2005. Deskripsi
Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 154 hlm.
Biro Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 154
hlm.
Davies, P.J. 2004. Plant Hormones. Kluwer Academic Publishers. Boston. 776
hlm.
Gardner F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitcheel. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Diterjemahkan oleh Susilo, H. dari buku Physiology of Crop
Plants. UI-PRESS. Jakarta. 428 hlm.
Hassanpouraghdam, M.B., ASL.B. Hajisamadi, dan A. Khalighi. 2011.
Gibberellic Acid Foliar Application Influences Growth, Volatile Oil and Some
Physiological Characteristics of Lavender (Lavandula officinalis Chaix.).
Romanian Biotechnological Letters. 16 (4): 6.322—6.327.
Niknejhad, Y. dan H. Pirdashti. 2012. Effect Of Growth Stimulators On Yield
Components Of Rice (Oryza sativa L.) Ratoon. International Research
Journal of Applied and Basic Sciences. 3 (7): 1.417—1.421.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Diterjemahkan
oleh Lukman, D.R. dan Sumaryono dari buku Plant Physiology. Penerbit
ITB. Bandung. 173 hlm.
38
Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. 2007. Kedelai. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 512 hlm.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat AntarUniversitas, Institut Pertanian Bogor Bekerja Sama dengan Lembaga Sumber
Daya Informasi-IPB. Bogor. 145 hlm.
Yennita. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max) terhadap gibberellic acid
GA3 dan benzyl amino purine (BAP) pada fase generatif. (Tesis). Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 48 hlm.