pesan dalam ilmu komunikasi, juga berperan sebagai alat propaganda atas sebuah tujuan, yang pada akhirnya disadari atau tidak akan membawa pengaruh
yang kuat terhadap pola pikir suatu masyarakat. Film sebagai media komunikasi merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar
yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu pesan yang ingin disampaikan kepada
khalayak film Susanto, 1982 Sebagai salah satu betuk media massa, film dinilai paling berpengaruh
terhadap kejiwaan para penontonnya. Film yang baru muncul pada akhir abad ke-19 lebih berperan sebagai penyebar hiburan. Kendatipun demikian, karena
film dipandang memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang lebih, pada perkembangannya film pun dimanfaatkan sebagai
alat propaganda. Fenomena film sebagai alat propaganda, meskipun pada sebagian kasus terjadi secara kebetulan, mampu menyebabkan terjadinya krisis
sosial di beberapa negara Mc.Quail, 1987:13.
2.3. Fungsi Film
Fungsi film secara garis besar yaitu ada 3 yang disebut dengan trifungsi film, yaitu fungsi mendidik, fungsi hiburan, fungsi penerangan Effendy 1993.
Menurut Ron Moam ada 3 fungsi film yaitu fungsi artistik, fungsi industrial, dan fungsi komunikatif. Sebagai seni
art
sebuah film mempunyai fungsi narasi
narative structures
karena ia menghadirkan suatu rangkaian peristiwa yang saling berkaitan secara kausal yang mengkonstruksi sebuah kisah. Yang lainnya
adalah non narasi
non narrative
yang mengorganisasikan materinya untuk fungsi yang bersifat informasional, retoris atau murni estetika. Sebagai industri,
film adalah sesuatu yang merupakan bagian dari produksi ekonomi suatu masyarakat dan ia mesti dipandang dalam hubungannya dengan produk-produk
lainnya. Sebagai komunikasi, film merupakan bagian penting dari sistem yang
digunakan oleh para individu dan kelompok untuk mengirim dan menerima pesan
send and receive message
. Saat ini pertimbangan ketiga fungsi itu amat menonjol dalam proses penciptaan sebuah karya sinematografi. Ketiga fungsi itu
artistik, industrial, dan komunikatif ini saling berhubungan dan tertanam dalam konteks budaya, ekonomi, dan teknologi dalam arti yang seluas-luasnya
Ibrahim, 2007:171.
2.4. Perempuan Sebagai Tanda
Karya Griselda Pollock, “What’s Wrong with Images of Women?”
menunjuk tidak memadainya fokus terhadap “citra” dan stereotip media. Gagasan bahwa “citra perempuan” selalu mencerminkan makna yang bersumber
dari tempat lain yakni keinginan produsen media atau struktur sosial, menyiratkan suatu penyejajaran dua unsur yang dapat dipisahkan atau suatu
entitas nyata, yakni perempuan, dipertentangkan dengan pandangan laki-laki yang keliru dan terdistorsi atas perempuan. Kesalahpahaman yang umum terjadi
adalah ketika melihat berbagai citra perempuan sebagai suatu cerminan yang baik atau buruk, dan membandingkan “citra” yang buruk mengenai perempuan
ditampilkan dalam foto-foto majalah yang mengkilap, iklan fashion, dsb dengan “citra yang baik mengenai perempuan foto-foto “realis”, tentang
perempuan yang bekerja, ibu-ibu rumah tangga, perempuan tua, dll.. Konsepsi ini ditentang dan digantikan oleh pengertian perempuan sebagai sebuah tanda
dalam suatu wacana ideologis Pollock, 1997:26. Pada dasarnya, perempuan merupakan suatu pesan yang dikomunikasikan
dalam budaya patria rki. Perempuan “dituliskan” melalui pembentukan stereotip
dan mitos bahwa ia adalah suatu tanda yang dipertukarkan; begitulah akhirnya perempuan berfungsi dalam bentuk-bentuk budaya dominan. Karena itu, dalam
bidang seni dan juga dalam teks film, representasi perempuan terutama bukanlah suatu tema atau persoalan sosiologis, seperti sering dipikirkan, melainkan sebuah
tanda yang sedang dikomunikasikan Johnston, 1975:124.
2.5. Ketidakadilan Gender