Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera Utara

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

LISA LESTARI 080304010

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH : LISA LESTARI

080304010

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh GelarSarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Dr.Ir. Satia Negara Lubis, MEc )

2012

( Ir. M. Jufri , M.Si )

NIP : 196304021997031001 NIP : 196411021989032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Lisa Lestari (080304010) dengan judul skripsi “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera Utara” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai Ketua Pembimbing dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi sebagai Anggota Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah : untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara dan untuk mengetahuhi faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi pangan strategi (beras dan cabai) di Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive(sengaja). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui instansi-instansi yang terkait seperti BPS, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara, dan Departemen dan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian antara lain: Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras. Ketersediaan cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras dan Konsumsi beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita.Konsumsi cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, harga cabai, dan produksi cabai.

Kata kunci : Ketersediaan pangan (beras dan cabai), konsumsi pangan (beras dan cabai), dan pangan strategis.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmaanir rahiim

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pencipta alam Semesta yang dengan limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari penelitian ini adalah

“ Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera Utara “.Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada Kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Sukarman & Ibunda saya Dahliani Siregar atas jerih payah dan do’anya selama ini kepada penulis, serta kakakku Santi Lestari SE dan kedua adikku yang kusayangi, Tiara Lestari dan Dinda Lestari yang menjadi motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan perkulihan ini. Selanjutnya atas bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai Ketua pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

2. Bapak Ir. M. Jufri, MSi selaku Anggota pembimbing yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah MSi, selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis MEc, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam hal kuliah dan administrasi kegiatan organisasi di kampus.

4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis FP USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Seluruh pegawai di FP USU khususnya pegawai Program Studi Agribisnis.

Terima kasih juga penulis ucapkan khususnya kepada Ega yang telah banyak membantu penulis baik susah maupun senang, juga teman-teman saya yakniSuci Rahmadani, Mila Zulfa, Rizky Ramadani, Mayang Jile, Helmi Mawaddah, Wiwied Hartanti, Annisa Khairina, Nur Meyti Utari, dan teman-teman di Program Studi Agribisnis angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 11

Identifikasi Masalah ... 15

Tujuan Penelitian ... 16

Kegunaan Penelitian ... 16

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 17

Landasan Teori ... 18

Kerangka Pemikiran ... 23

Hipotesis Penelitian ... 26

METODE PENELITIAN Metode Penelitian Daerah Penelitian ... 27

Metode Penentuan Sampel ... 27

Metode Pengumpulan Data ... . 27

Metode Analisis Data ... 28

DefinisiOperasional ... 36


(7)

DESKRIPSI WILAYAH

Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 38 Iklim ... 39 Jumlah Penduduk ... 40

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang

MempengaruhiKetersediaan Pangan strategis (beras dan

cabai) ... 42 Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang

MempengaruhiKonsumsi Pangan strategis (beras dan cabai) ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 64 Saran. ... .64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1. Produksi bahan pangan pokok stategis yang mendukung ketersediaan

pangan tahun 2004-2010 di Propinsi Sumatera Utara ... 13

2. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras Sumatera Utara ... 43

3. Hasil uji F ketersediaan beras ... 44

4. Uji multikolinieritas ketersediaan beras ... 46

5. Uji Autokorelasi pada ketersediaan beras ... 47

6. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan cabai Sumatera Utara ... 48

7. Hasil uji F ketersediaan cabai ... 49

8. Uji multikolinieritas ketersediaan cabai ... 51

9. Uji Autokorelasi pada ketersediaan cabai ... 52

10. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras SumateraUtara ... 54

11. Hasil uji F konsumsi beras ... 55

12. Uji multikolinieritas konsumsi beras ... 57

13. Uji Autokorelasi pada konsumsi beras ... 58

14. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi cabai SumateraUtara ... 59


(9)

16. Uji multikolinieritas konsumsicabai ... 62 17. Uji Autokorelasi pada konsumsicabai ... 63

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 25 2. Aturan membandingkan Uji DW dengan Tabel Durbin-Watson ... 35


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan

1. Ketersediaan pangan (beras dan cabai) penduduk Sumatera Utara tahun 2001-2010

2. Konsumsi pangan (beras dan cabai) penduduk Sumatera Utara tahun 2001-2010

3. Hasil regresi linear berganda menggunakan SPSS dengan variabel bebas, luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras di Sumatera Utara tahun 2001-2010

4. Hasil regresi linear berganda menggunakan SPSS dengan variabel bebas,produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras di Sumatera Utara tahun 2001-2010

5. Hasil regresi linear berganda menggunakan SPSS dengan variabel bebas, jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan di Sumatera Utara tahun 2001-2010

6. Hasil regresi linear berganda menggunakan SPSS dengan variabel bebas,pendapatan, harga cabai, dan produksi cabai di Sumatera Utara tahun 2001-2010


(11)

ABSTRAK

Lisa Lestari (080304010) dengan judul skripsi “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Sumatera Utara” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai Ketua Pembimbing dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi sebagai Anggota Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah : untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara dan untuk mengetahuhi faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi pangan strategi (beras dan cabai) di Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive(sengaja). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui instansi-instansi yang terkait seperti BPS, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara, dan Departemen dan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian antara lain: Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras. Ketersediaan cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras dan Konsumsi beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita.Konsumsi cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, harga cabai, dan produksi cabai.

Kata kunci : Ketersediaan pangan (beras dan cabai), konsumsi pangan (beras dan cabai), dan pangan strategis.


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia dianggap penting, hal ini dapat dilihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, dan penyumbang devisa negara dengan mengekspor komoditi pertanian. Oleh karena itu, wajar kalau biaya pembangunan untuk sektor pertanian selalu berada di urutan ketiga besar diantara pembiayaan sektor-sektor lain (Soekartawi, 1995).

Kecukupan pangan manusia dapat didefenisikan secara sederhana sebagai kebutuhan harian yang paling sedikit memenuhi kebutuhan gizi, yaitu sumber kalori atau energi yang dapat berasal dari semua bahan pangan tetapi biasanya sebagaian besar diperoleh dari karbohidrat dan lemak,sumber protein untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan penggantian jaringan dan sumber vitamin serta mineral(Buckle dkk,1987).

Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dalam pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Secara nasional ketahanan pangan tidak identik dengan ketahanan rumah tangga sebab tanpa memperhatikan unsur-unsur produksi, distribusi, harga dan pendapatan, mustahil ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat terwujud. Sungguhpun demikian, rumah tangga sebagai unit masyarakat terkecil, merupakan penguat utama pilar


(13)

ketahanan pangan nasional. Karenanya, membangun ketahanan pangan rumah tangga merupakan bagian penting dari program ketahanan pangan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, Pemerintah bertanggungjawab bersama-sama masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui suatu kebijakan yang mampu mengatur, membina, mengendalikan, mengawasi terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ketahanan pangan merupakan salah satu prasyarat untuk pemenuhan hak asasi manusia di bidang pangan dan juga merupakan salah satu pilar bagi eksistensi dan kedaulatan bangsa (BKP Sumut, 2010).

Pada sisi kebutuhan pangan penduduk, ketersediaan pangan berhubungan terutama dengan faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya. Jumlah penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang dibutuhkan atau yang perlu disediakan. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk (Anonimus ͨ, 2010).

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara dimana pertumbuhannya mencapai 1,9 % per tahun selama 5 (lima) tahun terakhir maka peningkatan kebutuhan bahan pokok strategis merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Pada saat ini penambahan jumlah penduduk yang bersinergi dengan penyusutan lahan sawah dan perladangan akibat ahli fungsi lahan menjadi non sawah


(14)

secara nyata telah menimbulkan ancaman penurunan produksi pangan. Ketersediaan bahan pangan pokok-pokok stategis di Propinsi Sumatera Utara tahun 2010 secara umum cukup tersedia. Untuk beras, jagung, kacang tanah, cabai merah, daging, telur, ikan dan minyak goreng sebagian besar ketersediaan yang ada diperoleh dari produksi lokal, sedangkan impor atau dari propinsi lain hanya untuk memperkuat ketersediaan yang ada. Namun kedelai, bawang merah dan gula pasir sebagian besar ketersediaan dipasok dari impor maupun masukan dari daerah/propinsi lain (BKP Sumut, 2010).

Tabel 1. Produksi bahan pangan pokok stategis yang mendukung ketersediaan pangan tahun 2004-2010 di Propinsi Sumatera Utara.

No Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*) Pert

(%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I Pangan Nabati

1. Beras 1.936.243 1.952.447 1.703.390 1.849.621 1.892.075 1.964.985 1.807.509 -1,10

2. Jagung 712.560 735.456 682.042 804.850 1.098.969 1.190.822 801.888 2,08

3. Kedelai 12.333 15.793 7.042 4.345 11.647 16.495 58.104 61,8

4.Ubi kayu 464,962 509.796 452.450 438.573 736.771 887.987 420.240 -1,60

5.Kacang tanah 28.708 21.042 20.119 20.329 19.316 19.150 54.240 14,8

6. Cabe merah 126.711 93.170 84.293 112.843 95.034 97.885 52.320 -9,7

7. Bawang merah 23.664 9.222 7.120 11.005 24.808 25.552 9.120 -10,24

8. Minyak goreng 1.889.814 1.949.036 1.976.026 2.115.244 2.115.244 2.157.548 288.000 -14,7

9. Gula pasir 12.300 47.000 71.000 38.000 45.559 63.674 218.000 287

II Pangan hewani

10. Daging 124.569,17 115.533,35 127.489 126.065 121.962,31 144.103 156.186 4,23 11. Telur 153.775,48 82.417,37 83.685 104.004 87.005,84 137.712 87.900 -7,13 12. Ikan 372.780 406.553 421.297 526.464 558.953,96 457.138 42.951 -14,7 *) Angka sementara


(15)

Perkembangan produksi bahan nabati di Sumatera Utara yaitu beras selama 7(tujuh) tahun terakhir turun -1,10% per tahun dimana pada tahun 2004 produksi beras mencapai 1.936.243 ton dan tahun 2010 sebesar 1.807.509. Produksi jagung naik 2,08% per tahun dimana pada tahun 2004 mencapai 712.560 ton dan tahun 2010 sebesar 801.888 ton, demikian juga kedelai mengalami kenaikan 61,8% per tahun dimana pada tahun 2004 mencapai 12.333 ton dan tahun 2010 sebesar 58.104 ton. Untuk komoditas palawija terutama ubikayu produksi selama 7 (tujuh) tahun terakhir turun -1,60% tahun dimana pada tahun 2004 mencapai 464.962 ton dan tahun 2010 mencapai 420.240 ton, sementara kacang tanah produksi mengalami kenaikan 14,80% dimana pada tahun 2004 mencapai 28.708 ton dan sebesar 52.240 ton.

Perkembangan produksi komoditas hortikultura terutama cabai merah dan bawang merah selama 7 (tujuh) tahun terakhir berfluktuasi dimana untuk cabai merah produksi mengalami penurunan 9,7% yaitu tahun 2004 sebesar 126.711 ton turun menjadi 52.320 ton pada tahun 2010 sementara untuk bawang merah produksi mengalami penurunan 10,24% yaitu tahun 2004 sebesar 23.664% ton turun menjadi 9.120 ton pada tahun 2010. Untuk produksi minyak goreng mengalami penurunan 14,7% yaitu tahun 2004 sebesar 1.889.814 ton turun menjadi 288.000 ton pada tahun 2010 dan gula pasir mengalami peningkatan 287% yaitu produksi tahun 2004 sebesar 12.300 ton naik menjadi 218.000 pada tahun 2010. Untuk pangan hewani perkembangan produksi daging dari tahun 2004-2010 naik 4,23% yaitu dari 124.569,17 ton pada tahun 2004 naik menjadi 156.186 ton pada tahun 2010. Sedangkan ikan mengalami penurunan 14,7% yaitu dari 372.780 ton pada tahun 2004


(16)

turun menjadi 42.951 ton pada tahun 2010, demikian juga telur turun 7,13% per tahun yaitu dari 153.775,48 ton pada tahun 2004 menjadi 87.900 ton pada tahun 2010 (BKP Sumut,2010 ).

Rata-rata konsumsi pangan penduduk Sumatera Utara untuk tujuh tahun terakhir 2004 s/d 2010 (gram/kap/hari). Pada tahun 2004 rata-rata konsumsi beras yakni mencapai 333,6 gram/kap/hari untuk konsumsi jagung mencapai 317,6 gr/kap/hari kedele yakni mencapai1,8 gr/kap/hari ubi kayu mencapai sebesar 54,6 gr/kap/hari kacang tanah yakni 9,1 gr/kap/hari bumbu mencapai 14,3 gr/kap/hari minyak goreng mencapai sebesar 12,4 gr/kap/hari konsumsi rata-rata gula pasir mencapai 26,1 gr/kap/hari untuk konsumsi rata-rata daging yakni sebesar 4,6 gr/kap/hari telur mencapai 15, 2 gr/kap/hari dan ikan mencapai 83,2 gr/kap/hari.

Ketahanan pangan diindikasikan oleh terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas maupun kuantitas, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan juga merupakan suatu sistem sehingga faktor-faktor yang mempengaruhinya perlu dikendalikan. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :


(17)

1) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara?

2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut : 1. Bagi penulis, menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

2. Bagi Akademis, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian dalam kasus yang sama.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan kajian bagi pemerintah khususnya dalam pengambilan keputusan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


(18)

ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Klasifikasi pangan sangat berguna dalam perencanaan produksi, ketersediaan pangan, dan konsumsi pangan penduduk. Sementara, zat gizi diklasifikasikan ke dalam enam kelas utama dan paling sedikit terdiri dari 45 jenis zat gizi. Secara umum, pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan hewani dan pangan nabati. Pangan hewani meliputi daging, ikan, kerang, telur, susu dan hasil susu. Sementara, pangan nabati meliputi 1) serelia/biji dari famili Cranineae, 2) kacang-kacangan/biji dari famili Leguminoseae, 3) sayuran dalam bentuk akar-akaran, daun-daunan, pucuk-pucuk, labu dan sayur buah, 4) biji-bijian, semua biji yang tidak serealia dan kacang-kacangan, 5) buah-buahan segar dan kering, bumbu dan rempah, serta 6) pangan lainnya seperti madu, gula dan jamur (Farida dkk, 2010).

Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat yang diwakili oleh parlemen dan organisasi non-pemerintah, sepakat bahwa ketahanan pangan harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Paling tidak ada tiga alasan penting yang melandasi


(19)

kesadaran semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan. Pertama, akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia. Kedua, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat (Suryana, 2004).

Ketersediaan beras di Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 2.236.899 ton, sementara kebutuhan konsumsi dan lain-lain 1.785.882 ton, untuk jagung sebesar 1.210.901 ton, sementara kebutuhan konsumsi dan industri pakan ternak ± 755.717 ton, ketersediaan kedelai sebesar 58.104 ton untuk konsumsi dan lain-lain adalah sebesar 56.613 ton, ketersediaan ubi kayu adalah 866.975 ton sedangkan untuk konsumsi dan lain-lain adalah 56,613 ton, ketersediaan kacang tanah sebesar 55.232 ton, sementara untuk konsumsi adalah 54.777 ton. Ketersediaan cabai merah adalah 52.320 ton, sementara konsumsi adalah 47.827 ton. Ketersediaan daging adalah mencapai 156.186 ton, sementara konsumsi adalah 141.180 ton. Untuk ketersediaan telur mencapai 87.900 ton, sementara konsumsi adalah 45.408 ton. Untuk ketersediaan ikan adalah sebesar 172.237 ton, sementara untuk konsumsi adalah 129.286 ton. Minyak goreng mempunyai ketersediaan mencapai 2.296.710 ton, sementara konsumsi adalah 2.008.710 ton serta gula pasir mencapai sebesar 218.000 ton, sementara konsumsi adalah 181.624 ton ( BKP Sumut, 2010).


(20)

Ketersediaan Pangan

Dalam perkembangannya, ketersediaan pangan bermakna dua, yaitu terdapat barangnya dan dapat dibeli dengan harga murah. Dengan demikian dalam hal pangan diletakkan dalam konteks politik adalah pemerintah akan berusaha mempertahankan ketersediaan pangan dalam jumlah cukup (bahkan kalau perlu melimpah) dan dengan harga yang murah (bukan sekedar terjangkau) (Sumodiningrat, 2001).

Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangakan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung. Pada kasus ini dimana terdapat permasalahan meledaknya jumlah penduduk dikota yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan pun berkurang, hal ini merupakan pertimbangan yang kurang menguntungkan. Jika kita kembali kepada teori Malthus, Teori Malthus menghendaki produksi pangan harus lebih besar dibandingkan jumlah dan pertumbuhan penduduk. Sehingga berdasarkan teori ini diperkirakan suatu saat daerah di Indonesia tidak memiliki lahan pertanian lagi, sebab perkembangan yang pesat terjadi pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk kawasan permukiman penduduk. Namun ketersediaan lahan yang semakin terbatas telah menimbulkan biaya yang tinggi bagi penduduk untuk mendapatkannya. Hal ini berdampak kepada biaya investasi yang tinggi untuk membangun kawasan produktif yang strategis (Wicaksono, 2009).

Ketersediaanpanganadalahketersediaanpangansecara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan


(21)

bantuan pangan. Ketersediaanpangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (Anonimusᵇ, 2009).

Ketersediaan pangan merupakan kondisi pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (bierarchial systems) mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Sistem ketahanan pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu katersediaan dan stabilitas pangan (food availability and stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility), dan pemanfaatan pangan (food ultilization). Hal ini berarti bahwa faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga komponen ketahanan pangan.

Komponen ketersediaan dan stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumber daya (alam, manusia, dan sosial) dan produksi pangan (on farm da off farm). Akses pangan menunjukan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan produksi pangan. Hal ini tergantung pada harga pangan maupun tingkat sumberdaya yang terdapat dalam keluarga, yaitu meliputi tenaga


(22)

kerja (labur) dan modal (capital). Ketersedian tenaga kerja merupakan dimensi fisik dari sumberdaya keluarga yang diperlukan untuk proses produksi. Selain itu, juga tergantung pada pengetahuan dan dimensi sumberdaya manusia (human capital) serta sumberdaya sosial. Pemanfaatan pangan mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan mengubahnya kedalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari atau disimpan. Dimensi pemanfaatan pangan meliputi konsumsi pangan dan status gizi. Untuk mewujudkan katahanan pangan rumah tangga dan individu perlu memperhatikan faktor ketersediaan pangan, daya beli, dan pengetahuan gizi (Farida dkk, 2010).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi, serta kekuatan dan kekuasaaan. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu tertentu. Pola konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter pola pangan harapan (PPH) (Farida dkk, 2010).

Tingkat konsumsi penduduk mencerminkan tingkat kesejahteraan. Konsumsi meliputi pangan dan non pangan, meliputi jenis dan jumlah tak terbatas, namun


(23)

aktivitas konsumsi dibatasi oleh pendapatan yang dapat dibelanjakan. Dalam hal ini tingkat pendapatan penduduk yang rendah menjadi pembatas tingkat konsumsi atau kesejahteraan petani. Merujuk kepada hukum Engel bahwa pada pendapatan rendah konsumsi bahan pangan menyerap sebagian besar anggaran belanja rumah tangga (Suwarto, 2007).

Faktor-faktor yang tampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan di mana saja di dunia adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi. Hal ini menyebabkan keadaan kesehatan buruk dan produktivitas rendah tidak hanya pada tingkat lokal tetapi juga pada tingkat nasional. Apabila jumlah pangan ditanam tidak cukup untuk memberikan makan penduduk suatu negara, maka risiko kurang gizi akan tinggi dan ganguan gizi meningkat. Kalau diberikan petunjuk yang cukup untuk memperbesar produksi pertanian dan petunjuk itu diikuti, maka jumlah dan jenis pangan yang tersedia untuk dikonsumsi rumah tangga dan untuk pendapatan petani dapat ditingkatkan. Produksi pangan yang lebih banyak dan jenis yang lebih beragam, merupakan langkah

pertama menuju penyediaan pangan yang cukup untuk penduduk (Suhardjo dkk,1986).

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio-budaya. Faktor ekonomi dan harga merupakan keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk


(24)

memenuhi kebutuhan makanan. Dua peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga(baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar).

Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Selain pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan harga barang nonpangan. Perubahan harga dapat berpengaruh terhadap besarnya permintaan pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini mengakibatkan konsumsi pangan berkurang.

Faktor sosio-budaya dan religi merupakan kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Aspek sosio pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut (Farida dkk, 2010).

Kerangka Pemikiran

Ketersediaan pangan tergantung pada cukup lahan untuk menanam tanaman pangan, penduduk untuk menyediakan tenaga, uang untuk menyediakan modal pertanian yang diperlukan, tenaga ahli terampil untuk membantu meningkatkan baik


(25)

produksi pertanian maupun distribusi pangan yang merata. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan yakni luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras. Pada sisi kebutuhan pangan penduduk, ketersediaan pangan berhubungan terutama dengan faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya. Jumlah penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang dibutuhkan atau yang perlu disediakan.

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu. Faktor-faktor yang tampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan di mana saja di dunia adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio-budaya. Faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan harga barang nonpangan sedangkan faktor sosio-budaya dan religi merupakan kesosio-budayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi.

Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dalam pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Secara nasional ketahanan pangan tidak identik dengan ketahanan rumah tangga sebab tanpa memperhatikan unsur-unsur produksi, distribusi, harga dan pendapatan,


(26)

mustahil ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat terwujud. Oleh karena itu ketersediaan dan konsumsi pangan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan.

Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

: Menyatakan pengaruh : Menyatakan hubungan

Ketersediaan Pangan Faktor ketersediaan beras:

- Luas panen padi - Harga beras - Jumlah penduduk - Konsumsi beras Faktor ketersediaan cabai:

- Produksi cabai - Harga cabai - Harga ikan - Konsumsi beras

Konsumsi Pangan

Faktor konsumsi beras: - Jumlah penduduk - Harga beras - Produksi beras - Pendapatan Faktor konsumsi cabai:

- Pendapatan - Harga cabai - Produksi cabai


(27)

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :

1. Ada pengaruh luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras terhadap ketersediaan beras baik secara parsial maupun secara agregat.

2. Ada pengaruh produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras terhadap ketersediaan cabai baik secara parsial maupun secara agregat. 3. Ada pengaruh jumlah penduduk, harga beras, produksi beras, dan

pendapatan terhadap konsumsi beras baik secara parsial maupun secara agregat.

4. Ada pengaruh pendapatan, harga cabai dan produksi cabai terhadap konsumsi cabai baik secara parsial maupun secara agregat.


(28)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah yang prosfektif untuk mengetahui ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai).

Metode Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range tahun 2001-2010 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science) dan berupa Data Sekunder.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah menggunakan data sekunder. Menurut Sugiyono (2010), sumber data Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis data sekunder


(29)

yang diperoleh peneliti dari Badan Ketahanan Pangan, Biro Pusat Statistik, Departemen dan Dinas Pertanian dan berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan segera ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) yang di Sumatera Utaramodel regresi linear berganda.

Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Menurut Nawari (2010), Model regresi linier berganda yang memiliki variebel penduga lebih dari satu, yaitu Xi sampai dengan Xk. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialah sebagai berikut :


(30)

Untuk menguji identifikasi masalah (1) akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan :

Ketersediaan Beras

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + µ

Keterangan :

Y = Ketersediaan beras (Kg) a0 = Konstanta intersep X1 = Luas panen padi (Ha) X2 = Harga beras (Rp/kg)

X3 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X4 = Konsumsi beras (Kg/kap/tahun) µ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras berpengaruh terhadap ketersediaan beras.

H1 : Luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras tidak ber pengaruh terhadap ketersediaan beras.


(31)

H0 : Luas panen padi tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H1 : Luas panen padi berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H0 : Harga beras tidakberpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H1 : Harga berasberpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras.

H0 : Jumlah penduduk tidakberpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H1 : Jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H0 : Konsumsi beras tidakberpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. H1 : Konsumsi beras berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. Jika th ≤ t table, tidak diterima H1 ; terima HO

Jika th > t table, tidak diterima HO ; terima H1

Ketersediaan Cabai

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + µ Keterangan :

Y = Ketersediaan cabai (Kg) a0 = Konstanta intersep X1 = Produksi cabai (Kg) X2 = Harga cabai (Rp/kg) X3 = Harga ikan (Rp/kg)

X4 = Konsumsi beras (Kg/kap/tahun) µ = Random error


(32)

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras berpengaruh terhadap ketersediaan cabai.

H1 : Produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras tidak berpengaruh terhadap ketersediaan cabai.

Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Produksi cabai tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H1 : Produksi cabaiberpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H0 : Harga cabai tidakberpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H1 : Harga cabaiberpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H0 : Harga ikan tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H1 : Harga ikanberpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai.

H0 : Konsumsi beras tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. H1 : Konsumsi berasberpengaruh nyata terhadap ketersediaan cabai. Jika th ≤ t table, tidak diterima H1 ; terima HO

Jika th > t table, tidak diterima HO ; terima H1

Dan untuk menguji identifikasi masalah (2) akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan :


(33)

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + µ

Keterangan :

Y = Konsumsi beras (Kg/kapita/tahun) b0 = Konstanta intersep

X1 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X2 = Harga beras (Rp/kg)

X3 = Produksi beras (Kg) X4 = Pendapatan perkapita (Rp) µ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi beras.

H1 : Jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh terhadap konsumsi beras.

Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Jumlah penduduk tidakberpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. H1 : Jumlah pendudukberpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. H0 : Harga beras tidakberpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. H1 : Harga beras berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras.


(34)

H1 : Produksi beras berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras.

H0 : Pendapatan perkapita tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. H1 : Pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. Jika th ≤ t table, tidak diterima H1 ; terima HO

Jika th > t table, tidak diterima HO ; terima H1

Konsumsi Cabai

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + µ

Keterangan :

Y = Konsumsi cabai (Kg/kapita/tahun) b0 = Konstanta intersep

X1 = Pendapatan perkapita (Rp) X2 = Harga cabai (Rp/kg) X3 = Produksi cabai (Kg) µ = Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Pendapatan perkapita, harga cabai dan produksi cabai berpengaruh terhadap konsumsi cabai.


(35)

H1 : Pendapatan perkapita, harga cabai dan produksi cabai tidak berpengaruh terhadap konsumsi cabai.

Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Pendapatan perkapita tidakberpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai. H1 : Pendapatan perkapitaberpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai. H0 : Harga cabai tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai. H1 : Harga cabaiberpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai.

H0 : Produksi cabai tidakberpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai. H1 : Produksi cabaiberpengaruh nyata terhadap konsumsi cabai. Jika th ≤ t table, tidak diterima H1 ; terima HO

Jika th > t table, tidak diterima HO ; terima H1

Interpretasi Hasil

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linear antar variable bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat :

 Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10.

 Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8. (Gujarati, 2007).


(36)

Uji Autokorelasi

Autokolerasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai objek atau ruang (spatial correlation). Uji autokorelasi terutama digunakan untuk data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin-Waston.

Korelasi Ragu-ragu Tidak ada Ragu-ragu Kolerasi negatif Positif kolerasi

0 dL dU 4-dU 4-dL

Gambar 2 : Aturan membandingkan Uji DW dengan Tabel Durbin-Watson

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokolerasi :

 Bila DW terletak antara batas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokolerasataui sama dengan nol, berarti tidak ada autokolerasi.


(37)

 Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokolerasi lebih besar dari pada nol, berarti ada autokolerasi positif.

 Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokolerasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokolerasi negatif.

 Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-dl) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Defenisi Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Ketersediaan beras adalah jumlah beras yang tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

2. Luas panen padi merupakan luas areal persawahan yang akan dipanen pada musim tertentu.

3. Harga beras adalah harga beras yang berada di Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara.


(38)

4. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk.

5. Ketersediaan cabai adalah jumlah produksi pangan (cabai) yang tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

6. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

7. Harga cabai adalah harga cabai yang beradadi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara.

8. Harga ikan adalah harga ikan yang berada di Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara.

9. Konsumsi beras adalah sejumlah beras yang akan dimakan oleh masyarakat Sumatera Utara dengan tujuan memenuhi kebutuhan hayati.

10.Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan.

11.Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

12.Pangan strategis adalah bahan pangan dengan kriteria dikonsumsi dan dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat (massal), produksi yang ada cukup besar serta pasokan atau pemantauan berfluktuasi secara signifikan


(39)

Batasan Operasional

1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 2001 sampai 2010 meliputi ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) di Sumatera Utara.

2. Penelitian dilakukan dalam wilayah Sumatera Utara. 3. Waktu penelitian dimulai tahun 2012.

DESKRIPSI WILAYAH

Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia terletak pada garis1º-4º Lintang Utara dan 98º-100º Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan provinsi Aceh, sebelah timur dengan Negara Malaysia di selat malaka, sebelah selatan bebatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km², sebagian besar berada di daratan pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut Kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten


(40)

Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km² atau sekitar 9,24% dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29km² atau 8,74%, Kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km² atau sekitar 6,09%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km² atau sekitar 0,02% dari total luas wialyah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara di bagi dalam 3 kelompok wilayah/kawasan yaitu pantai barat, daratan tinggi dan pantai timur. Kawasan pantai barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kota Sibolga, dan Kota Gunung Sitoli. Kawasan daratan tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Samosir dan Kota Pematang Siantar. Kawasan pantai timur meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai.

Iklim

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera


(41)

Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34,2ºC sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedangkan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang satu minimalnya bisa mencapai 20,0ºC.

Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni-September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselangi oleh musim pancaroba.

Jumlah Penduduk

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10.26 juta jiwa dan hasil Sensus Penduduk 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilihan dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil sensus penduduk pada bulam Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan tahun 2000


(42)

meningkat menjadi 161 jiwa per km² dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 188 jiwa per km². Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20% per tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22% per tahun.

Penduduk laki-laki di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari perempuan. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah sekitar 6.483.354 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.498.850 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar 99,76. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak yang tinggal di daerah perdesaan dari pada daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di daerah pedesaan adalah 6,60 juta jiwa (50,84%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,38 juta jiwa (49,16 %). Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami perubahan dari tahun 1999-2010. Akibat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 16,74% dari total penduduk Sumatera Utara yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolute maupun secara persentase, yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau sekitar 15,89%, Sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93%. Kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,84% juta jiwa (14,68 %), namun akibat dampak kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66 %). Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak 1,61 juta jiwa atau 12,55%. Pada tahun 2009


(43)

angka kemiskinan ini kembali turun menjadi 1,50 juta jiwa 11,51%. Selanjutnya pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara menjadi 1,49 juta jiwa atau 11,31 jiwa (BPS Sumut, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Pangan strategis (beras dan cabai)

Ketersediaan beras

Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan beras adalah luas panen padi (X1), harga beras (X2), jumlah penduduk (X3), dan konsumsi beras (X4) dari variabel- variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan beras sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara adalah luas panen padi, harga


(44)

beras, jumlah penduduk, dan konsumsi beras. Setelah melihat F hitung diketahui bahwa variabel bersifat linear, sehingga dapat dibentuk persamaan sebagai berikut:

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + µ

Keterangan :

Y = Ketersediaan beras (Kg) a0 = Konstanta intersep

a1-a4 = Koefisien variable regresi X1 = Luas panen padi (Ha) X2 = Harga beras (Rp/kg)

X3 = Jumlah penduduk ( juta jiwa) X4 = Konsumsi beras (kg/kap/tahun) µ = Random error

Berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah yang akan diteliti adalah masalah 1 dan 2 dan hipotesis yang sudah ditentukan.

Tabel 2. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara.

Variabel Koefisien Standar T-hitung Signifikan


(45)

Constant 5,549E81,283E9 2,433 .002 X1= Luas panen padi 4876,733 456,02810,694 .000X2= Harga beras 111971,380 21159,089 5,292 .003 X3= Jumlah penduduk 33,416 73,085 3,457 .007X4= Konsumsi beras 155231,484

3,970E62,039.005 R-Square= 0,966

F-Hitung= 35,355 0,001a

F-Tabel= 5,19 T-Tabel= 2,015

Persamaan yang diperoleh dari hasil analisis tabel 2 adalah :

Y = 5,549E8 + 4876,733X1 + 111971,380X2 + 33,416X3 + 155231,484X4 +µ

Dari model diatas dihasilkan nilai Koefisien Determinasi sebesar 0,966. Hal ini menunjukkan bahwa 96,6% variasi variabel ketersediaan beras di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras. Sedangkan 3,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar dari model persamaan diatas.

Secara serempak pengaruh variabel ketersediaan beras di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk, dan konsumsi. Hal ini dapat ditunjukkan dari Uji F, yaitu F-Hitung=35,355>F-Tabel=5,19 dan nilai signifikansi 0,001. Dari persyaratan untuk melihat apakah persamaan dilakukan uji F dengan kriteria penilaian adalah jika F-Hitung>F-Tabel adalah signifikan, dan didapat F-Hitung=35,355dan F-Tabel=5,19, sehingga


(46)

persamaan yang digunakan adalah Linear. Nilai hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Hasil uji F ketersediaan beras

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.610E17 4 6.525E16 35.355 .001a

Residual 9.228E15 5 1.846E15

Total 2.702E17 9

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, luas panen padi , harga beras, jumlah penduduk

b. Dependent Variable: ketersediaan beras

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 3)

Secara parsial, variabel luas panen padi berpengaruh terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel luas panen padi sebesar 4.876,733 menunjukkan jika luas panen padi naik sebesar 1 Ha maka akan menaikkan ketersediaan beras di Sumatera Utara sebesar 4.876,733 Kg. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel harga beras berpengaruh terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel harga beras sebesar 111.971,380 menunjukkan jika harga beras naik sebesar Rp 1.000 perkilogram maka akan


(47)

menaikkan ketersediaan beras di Sumatera Utara sebesar 111.971,380 kg. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, jumlah penduduk berpengaruh terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel jumlah penduduk sebesar 33,416 menunjukkan jika jumlah penduduk naik sebesar 1 juta jiwa maka akan menaikkan ketersediaan beras di Sumatera Utara sebesar 33,416 kg. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, konsumsi beras berpengaruh terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel konsumsi beras sebesar 155.231,484 menunjukkan jika konsumsi beras naik sebesar 1 kg/kap/tahun maka akan menaikkan ketersediaan beras di Sumatera Utara sebesar 155.231,484 kg. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Uji Gejala Multikolinearitas

Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing variabel mempunyai nilai<10 dan nilai Tolerance>0,1 (lampiran 3), Selain itu pada tabel correlation diketahui bahwa tidak ada nilai person correlation yang mendekati 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala multikolineritas tidak terdapat dalam persamaan ini, uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(48)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficients

T Sig.

Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 5.549E8 1.283E9 2.433 .002

luas panen padi

4876.733 456.028 1.141 10.694 .000 .504 .979 .884 .599 1.668

harga beras 111971.380 21159.089 1.161 5.292 .003 .369 .921 .437 .142 7.049

jumlah penduduk

33.416 73.085 .109 3.457 .007 .320 .200 .038 .121 8.252

konsumsi beras

155231.484 3.970E6 .006 2.039 .005 -.393 .017 .003 .290 3.449

a. Dependent Variable: ketersediaan beras

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 3)

Uji Gejala Autokolerasi

Uji autokolerasi dilihat dari nilai Durbin-Waston yang bernilai 1,743 (lampiran 3) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokolerasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 4 yakni autokolerasi tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin-Waston (1,743) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dl) yakni 1,5863<1,743<3,624 dengan nilai dU


(49)

sebesar 2,4137 dan nilai dL sebesar 0,3760, uji autokorelasii dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Uji Autokorelasi pada ketersediaan beras

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F

Change df1 df2 Sig. F Change

1 .983a .966 .939 4.296E7 .966 35.355 4 5 .001 1.743

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, luas panen padi , harga beras, jumlah penduduk

b. Dependent Variable: ketersediaan beras

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 3)

Ketersediaan cabai

Berbagai variabel produksi cabai, harga cabai, harga ikan, dan konsumsi beras yang dikaji pengaruhnya terhadap ketersediaan cabai masyarakat Sumatera Utara (Y) didasarkan atas kerangka pemikiran. Variabel-variabel bebas tersebut adalah :

X1 = Produksi cabai (Kg) X2 = Harga cabai (Rp/kg) X3 = Harga ikan (Rp/kg)


(50)

Tabel 6. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan cabai di Sumatera Utara.

Variabel Koefisien Standar T-hitung Signifikan

Bebas Regresi Error

Constant 6,863E91,366E9 5,023 .004 X1= Produksi cabai4,034 0,9184,394.007

X2= Harga cabai 12913,956 2897,080 4,458 .007 X3= Harga ikan -27234,187 13516,264 -2,015 .003 X4= Konsumsi beras -5,218E7 1,624E7 -5,097.004

R-Square= 0,973

F-Hitung= 44,328 0,000a

F-Tabel= 5,19 T-Tabel= 2,015

Persamaan yang diperoleh dari hasil analisis tabel 3 adalah :

Y = 6,863E9 + 4,034X1 + 12913,956X2 – 27234,187X3 – 5,218E7X4 +µ

Dari model diatas dihasilkan nilai Koefisien Determinasi sebesar 0,973. Hal ini menunjukkan bahwa 97,3% variasi variabel ketersediaan cabai di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras. Sedangkan 2,7% dijelaskan oleh variabel lain diluar dari model persamaan diatas.

Secara serempak pengaruh variabel ketersediaan cabai di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas produksi cabai, harga cabai, harga ikan, dan konsumsi beras. Hal ini dapat ditunjukkan dari Uji F, yaitu


(51)

F-Hitung=44,328>F-Tabel=5,19 dan nilai signifikansi 0,000. Dari persyaratan untuk melihat apakah persamaan dilakukan uji F dengan kriteria penilaian adalah jika F-Hitung>F-Tabel adalah signifikan, dan didapat F-Hitung= 44,328 dan F-Tabel=5,19, sehingga persamaan yang digunakan adalah Linear. Nilai hasil uji F dapat dilihat tabel berikut:Tabel 7. Hasil uji F ketersediaan cabai

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.982E17 4 1.496E17 44.328 .000a

Residual 1.687E16 5 3.374E15

Total 6.151E17 9

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, Produksi cabai, harga cabai, harga ikan

b. Dependent Variable: Ketersediaan cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 4)

Secara parsial, variabel produksi cabai berpengaruh terhadap ketersediaan cabai di Sumatera Utara. Nilai koefisien variabel produksi cabai sebesar 4,034 menunjukkan produksi cabai naik sebesar 1 Kg maka akan menaikkan ketersediaan cabai di Sumatera Utara sebesar 4,034 kg. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel harga cabai berpengaruh terhadap ketersediaan cabai di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel harga cabai sebesar 12.913,956 menunjukkan harga cabai naik sebesar Rp 1000 perkilogram maka akan menaikkan


(52)

ketersediaan cabai di Sumatera Utara sebesar 12.913,956 kg Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel harga ikan tidak berpengaruh terhadap ketersediaan cabai di Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan oleh nilai t-hitung harga ikan yang lebih kecil dibandingkan t-tabel, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H1 dan terima H0. Namun apa bila dilihat dari nilai koefisien harga ikan sebesar -27234,187 dan konsumsi beras -5,218E7 yakni sama-sama bernilai negatif.

Secara parsial, konsumsi beras berpengaruh terhadap ketersediaan cabai di Sumatera Utara. Nilai koefisien variabel konsumsi beras -5,218E7 menunjukkan jika variabel konsumsi beras naik sebesar 1 kg/kap/tahun maka akan menurunkan ketersediaan cabai di Sumatera Utara sebesar 5,218E7 ton. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Uji Gejala Multikolinearitas

Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing variabel mempunyai nilai<10 dan nilai Tolerance>0,1 (lampiran 4), Selain itu pada tabel correlation diketahui bahwa tidak ada nilai person correlation yang mendekati 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala multikolineritas tidak terdapat dalam persamaan ini, uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(53)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 6.863E9 1.366E9 5.023 .004

Produksi cabai 4.034 .918 .421 4.394 .007 .198 .891 .325 .597 1.676

harga cabai 12913.956 2897.080 .523 4.458 .007 .674 .894 .330 .399 2.506

harga ikan -27234.187 13516.264 -.598 -2.015 .003 .822 -.669 -.149 .162 6.065

konsumsi beras

-5.218E7 1.024E7 -1.337 -5.097 .004 .894 -.916 -.378 .180 2.549

a. Dependent Variable: Ketersediaan cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 4)

Uji Gejala Autokolerasi

Uji autokolerasi dilihat dari nilai Durbin-Waston yang bernilai 2,110 (lampiran 4) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokolerasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 4 yakni autokolerasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin-Waston (2,110) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dl) yakni 1,5863< 2,110<3,624 dengan nilai dU sebesar 2,4137 dan nilai dL sebesar 0,3760, uji autokolerasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(54)

Tabel 9. Hasil Uji autokolerasi pada ketersediaan cabai

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .986a .973 .951 5.808E7 .973 44.328 4 5 .000 2.110

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, Produksi cabai, harga cabai, harga ikan

b. Dependent Variable: Ketersediaan cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 4)

Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan strategis (beras dan cabai)

Konsumsi Beras

Dari bab III dalam persamaan di metode analisis data diketahui variabel bebas yang digunakan terdiri dari, jumlah penduduk (X1), harga beras (X2), produksi beras (X3), dan pendapatan perkapita (X4). Dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap konsumsi beras masyarakat Sumatera Utara sebagai variabel dependen (variabel terikat). Setelah variabel terikat dan


(55)

variabel bebas dimasukkan dalam bentuk persamaan, maka akan muncul persamaan sebagai berikut:

Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + µ

Keterangan :

Y = Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) b0 = Konstanta intersep

X1 = Jumlah penduduk (Juta jiwa) X2 = Harga beras (Rp/kg)

X3 = Produksi beras (Kg) X4 = Pendapatan perkapita (Rp) µ = Random error

a1-a4 = Koefisien variable regresi

Tabel 10. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsiberas di Sumatera Utara.

Variabel Koefisien Standar T-hitung Signifikan

Bebas Regresi Error

Constant 259,00989,545 2,892 .004

X1= Jumlah penduduk 5,304 0,2042,224.005

X2= Harga beras 2,003 0,4123,494 .003

X3= Produksi beras 4,112 0,394 2,740 .007 X4= Pendapatan perkapita 6,014 0,279 4,503.002


(56)

F-Hitung= 3,261 0,013a F-Tabel= 5,19

T-Tabel= 2,015

Model persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut :

Y = 259,009 + 5,304X1 + 2,003X2+ 4,112X3 + 6,014X4

Dari tabel dihasilkan nilai konstanta sebesar 259,009 artinya jika jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan nilainya 0, maka konsumsi beras nilainya sebesar 259,009. Dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,723. Analisis ini menunjukkan variabel jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan secara bersama-sama mampu menerangkan variasi variabel konsumsi beras sebesar 72,3 %, dan sisanya sebesar 27,7 % dipengaruhi oleh variabel lain.

Berdasarkan uji F yang dilakukan, diperoleh nilai F hitung yang disignifikasi (signifikasi sebesar 0,000<0,05). Artinya variabel jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabelkonsumsi beras, nilai hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Hasil uji F konsumsi beras

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 292.063 4 73.016 3.261 .013a


(57)

Total 404.000 9

a. Predictors: (Constant), pendapatan, produksi beras, jumlah penduduk, harga beras

b. Dependent Variable: Konsumsi beras

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 5)

Berdasarkan uji t yang dilakukan, diperolehh nilai t yang disignifikasi (signifikasi sebesar 0,000<0,05). Artinya secara parsial variabel jumlah penduduk yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel konsumsi beras. Nilai koefisien regresi variabel jumlah penduduk diperoleh sebesar 5,304 artinya apabila jumlah penduduk meningkat satu juta jiwa maka konsumsi beras akan meningkat sebesar 5,304 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel harga beras berpengaruh terhadap konsumsi beras di Sumatera Utara. Nilai koefisien variabel harga beras sebesar 2,003 menunjukkan harga beras naik sebesar Rp 1000 perkilogram maka akan menaikkan konsumsi beras di Sumatera Utara sebesar 2,003 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, produksi beras berpengaruh terhadap konsumsi beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel produksi beras sebesar 4,112 menunjukkan produksi beras naik sebesar 1 kg maka akan mengalami peningkatan konsumsi beras di Sumatera Utara sebesar 4,112 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.


(58)

Secara parsial, pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi beras di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel pendapatan 6,014 menunjukkan jika variabel pendapatan naik sebesar Rp 1.000.000 maka akan mengalami peningkatan konsumsi beras di Sumatera Utara sebesar 6,014 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Uji Gejala Multikoliniearitas

Setelah melihat tabel Coefficient terdapat VIF untuk masing-masing variabel mempunyai nilai<10 dan nilai>0,1 (lampiran 5), sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala multikoliniearitas tidak terdapat dalam persamaan ini. Nilai uji multikolinieritas dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 12. Uji multikolinieritas pada konsumsi beras

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 259.009 89.545 2.892 .004

jumlah penduduk

5.304 .204 1.096 2.224 .005 .831 .480 .288 .169 4.451


(59)

produksi beras 4.112 .394 .288 2.740 .007 .393 .314 .174 .367 2.728

pendapatan 6.014 .279 1.262 4.503 .002 .799 .220 .119 .209 3.371

a. Dependent Variable: Konsumsi beras

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 5)

Uji Gejala Autokolerasi

Uji autokolerasi dilihat dari nilai Durbin-Waston yang bernilai 1,735 (lampiran 3) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokolerasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 4 yakni autokolerasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin-Waston (1,735) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dl) yakni 1,5863<1,735<3,624 dengan nilai dU sebesar 2,4137 dan nilai dL sebesar 0,3760.Nilai autokolerasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 13. Uji autokolerasi konsumsi beras

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .850a .723 .501 4.732 .723 3.261 4 5 .013 1.735

a. Predictors: (Constant), pendapatan, produksi beras, jumlah penduduk, harga beras

b. Dependent Variable: Konsumsi beras


(60)

Konsumsi cabai

Berbagai variabel pendapatan, harga cabai, dan produksi cabai yang dikaji pengaruhnya terhadap konsumsi cabai masyarakat Sumatera Utara (Y) didasarkan atas kerangka pemikiran. Variabel-variabel bebas tersebut adalah :

X1 = Pendapatan perkapita (Rp) X2 = Harga cabai (Rp/kg) X3 = Produksi cabai (Kg)

Tabel 14. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi cabai di Sumatera Utara.

Variabel Koefisien Standar T-hitung Signifikan

Bebas Regresi Error

Constant 6,3104,982 2,367 .002

X1= Pendapatan perkapita 2,957 0,4132,380.001

X2= Harga cabai 2,755 0,270 3,266 .009 X3= Produksi cabai 4,903 0,221 2,329 004

R-Square= 0,857

F-Hitung= 8,120 0,045a


(61)

T-Tabel= 1,943

Persamaan yang diperoleh dari hasil analisis tabel 5 adalah : Y = 6,310 + 2,957X1 + 1,755X2 + 4,903X3 + µ

Dari model diatas dihasilkan nilai Koefisien Determinasi sebesar 0,857. Hal ini menunjukkan bahwa 85,7% variasi variabel konsumsi cabai di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas pendapatan perkapita, harga cabai dan produksi cabai. Sedangkan 14,3% dijelaskan oleh variabel lain diluar dari model persamaan diatas.

Secara serempak pengaruh variabel konsumsi cabai di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebas pendapatan, harga cabai dan produksi cabai. Hal ini dapat ditunjukkan dari Uji F, yaitu F-Hitung=8,120>F-Tabel=4,76 dan nilai signifikansi 0,045. Dari persyaratan untuk melihat apakah persamaan dilakukan uji F dengan kriteria penilaian adalah jika F-Hitung>F-Tabel adalah signifikan, dan didapat F-Hitung=8,120 dan F-Tabel=4,76 (lampiran 6), sehingga persamaan yang digunakan adalah Linear. Nilai uji F dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 15. Hasil uji konsumsi cabai

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .340 3 .113 8.120 .045a


(62)

Total 6.000 9

a. Predictors: (Constant), Produksi cabai, Pendapatan/kapita, Harga cabai

b. Dependent Variable: Konsumsi cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 6)

Secara parsial, pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi cabai di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel pendapatan 2,957 menunjukkan jika variabel pendapatan naik sebesar Rp 1.000.000 maka akan mengalami peningkatan konsumsi cabai di Sumatera Utara sebesar 2,957 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel harga cabai berpengaruh terhadap konsumsi cabai di Sumatera Utara. Nilai koefisien variabel harga cabai sebesar 2,755 menunjukkan harga cabai naik sebesar Rp 1000 perkilogram maka akan menaikkan konsumsi cabai di Sumatera Utara sebesar 2,755 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.

Secara parsial, variabel produksi cabai berpengaruh terhadap konsumsi cabai di Sumatera Utara.Nilai koefisien variabel produksi cabai sebesar 4,903 menunjukkan produksi cabai naik sebesar 1 kg maka akan menaikkan konsumsi cabai di Sumatera Utara sebesar 4,903 kg/kapita/tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H0 dan terima H1.


(63)

Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing variabel mempunyai nilai<10 dan nilai Tolerance>0,1 (lampiran 6), Selain itu pada tabel correlation diketahui bahwa tidak ada nilai person correlation yang mendekati 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala multikolineritas tidak terdapat dalam persamaan ini, nilai uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 16. Hasil uji multikolinearitas konsumsi cabai

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Correlations

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 6.310 4.982 2.367 .002

Pendapatan/kapita 2.957 .413 .302 2.380 .001 .190 .153 .151 .248 4.025


(64)

Produksi cabai 4.903 .221 .164 2.329 .004 .182 .133 .130 .632 1.582

a. Dependent Variable: Konsumsi cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 6)

Uji Gejala Autokolerasi

Uji autokolerasi dilihat dari nilai Durbin-Waston yang bernilai 2,618 (lampiran 6) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokolerasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 4 yakni autokolerasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin-Waston (2,618) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dl) yakni 1,9837<2,618<3,4747 dengan nilai dU sebesar 2,0163 dan nilai dL sebesar 0,5253. Nilai autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 17. Hasil uji autokorelasi konsumsi cabai

Model Summaryb

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .838a .857 .815 7.971 .857 8.120 3 6 .045 2.618

a. Predictors: (Constant), Produksi cabai, Pendapatan/kapita, Harga cabai


(65)

Model Summaryb

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .838a .857 .815 7.971 .857 8.120 3 6 .045 2.618

b. Dependent Variable: Konsumsi cabai

Sumber : Hasil Regresi Data Sekunder (Lampiran 6)

KESIMPULAN DAN SARAN


(66)

- Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras.

- Ketersediaan cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi oleh produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras. - Konsumsi beras di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh jumlah penduduk, harga beras, produksi beras dan pendapatan perkapita. - Konsumsi cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial dipengaruhi

oleh pendapatan perkapita, harga cabai, dan produksi cabai.

Saran

Kepada pemerintah

Pemerintah agar lebih memperhatikan distribusi ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai) dan segala pihak-pihak yang terkait dengan penyalurannya. Dimana tidak terbukanya pihak-pihak yang terkait dengan pengadaan dan distribusi ketersediaan (beras dan cabai) dan konsumsi (beras dan cabai) tentang data-data yang mendukung penelitian ini dan banyak dinas-dinas yang seharusnya memiliki data-data terkait penelitian ini tidak mempunyai data kearsipan yang lengkap karena pergantian posisi/jabatan dan perpindahan lokasi dinas tersebut sehingga penelitian ini terhambat


(67)

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melanjutkan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi pangan untuk komoditi lainnya serta kebijakan-kebijakan apa yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan dan konsumsi pangan strategis (beras dan cabai).


(68)

Anonimus (a), 2008. Regresi Linear Berganda. Dikutip:

Pada 13 Maret 2012 Pukul :10.00 wib.

Anonimus (b), 2009. Ketersediaan Pangan. Dikutip:

Kerentanan-pangan-Indonesia/bab2-ketersediaan-pangan. Dikutip : Pada 13 Maret 2012 Pukul : 10.30 wib.

Anonimus (c), 2010.Ketahanan Pangan. Dikutip :

pangan%E2%80%90I. Dikutip : Pada 14 Maret 2012 Pukul: 14.02 wib. BKP Sumatera Utara.2010.Pemantauan Ketersediaan Kebutuhan dan Cadangan

Pangan di Propinsi Sumatera Utara.

Buckle, R.A.Edwards, G.H.Fleet, M.Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah:Hari Purnomo Adiono. UI Press. Jakarta.

BPS Sumatera Utara.2011.Lokasi dan Keadaan Geografis Propinsi Sumatera Utara. Farida, dkk. 2010 .Pengantar Pangan dan Gizi.Penebar Swadaya. Jakarta.

Gujarati. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Nawari, 2010. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta.

Soekartawi, 1995 .Pembangunan Pertanian. Manajemen PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantatif, Kualitatif dan R&D, Bandung.


(69)

Press). Jakarta.

Sumodiningrat, Gunawan.2001. Menuju Swasembada Pangan. RBI. Jakarta. Suryana, Ahmad. 2004. Kapita Selekta Ketahanan Pangan. BPFE-Yogyakarta. Suwarto.2007.Pengaruh kelembagaan lahan dan tenaga kerja pada usahatani

terhadap konsumsi pangan dan non-pangan petani dikabupaten gunung Dikutip

Wicaksono, Tito raditya arya. 2009 . Pertumbuhan penduduk vs ketersediaan pangan. Dikuti

Lampiran 1

Ketersediaan Pangan strategis (beras dan cabai) Penduduk Sumatera Utara Tahun 2001-2010


(70)

A. Ketersediaan Beras

Tahun Ketersediaan

Beras (Kg) Luas Panen Padi (Ha) Harga Beras (Rp/kg) Jumlah penduduk (Juta jiwa) Konsumsi beras (Kg/kap/tahun)

Y X1 X2 X3 X4

2001 1.832.426.000 801.948 2.523 11.647.958 132,1

2002 1.992.889.000 765.161 2.913 11.783.503 119,2

2003 2.150.743.000 825.188 2.894 11.991.182 117,8

2004 2.160.669.000 826.091 3.052 12.160.536 116,4

2005 2.301.265.000 822.073 3.701 12.326.678 117,40

2006 2.156.550.000 705.023 4.807 12.643.494 115,9

2007 2.296.073.000 750.232 5.474 12.834.371 114,5

2008 2.383.030.000 748.540 6.028 13.042.317 114,07

2009 2.016.709.000 768.407 6.194 13.248.386 108,7

2010 2.063.335.000 754.674 7.830 12.982.204 108,33

B. Ketersediaan Cabai

Tahun Ketersediaan Cabai (Kg) Produksi Cabai (Kg) Harga Cabai (Rp/kg) Harga ikan (Rp/kg) Konsumsi beras (kg/kap/tahun)

- Y X1 X2 X3 X4

2001 580.464.000 128.173.000 8.246 11.300 132,1

2002 635.089.000 65.849.000 6.283 12.142 119,2

2003 1.066.722.000 135.778.000 10.185 12.685 117,8

2004 1.100.514.000 126.711.000 11.290 12.357 116,4

2005 1.058.023.000 93.170.000 15.750 13.095 117,40

2006 1.185.057.000 84.293.000 23.250 14.214 115,9

2007 1.128.792.000 112.843.000 12.230 14.931 114,5

2008 1.153.060.000 95.034.000 29.371 19.411 114,07

2009 1.378.727.000 97.885.000 18.758 17.831 108,7

2010 1.328.864.000 52.320.000 39.802 20.927 108,33

(Sumber : BKP dan BPSProvinsi Sumatera Utara).

Lampiran 2

Konsumsi Pangan strategis (beras dan cabai) Penduduk Sumatera Utara Tahun 2001-2010


(71)

A. Konsumsi Beras

Tahun Konsumsi

Beras (Kg/kap/tahun) Jumlah penduduk (Juta Jiwa) Harga beras (Rp/kg) Produksi beras (Kg) Pendapatan/ kap (Rp)

Y X1 X2 X3 X4

2001 132,1 11.647.958 2.523 3.291.515.000 6.123.457

2002 119,2 11.783.503 2.913 3.153.305.000 6.227.408

2003 117,8 11.991.182 2.894 3.403.075.000 6.300.265

2004 116,4 12.160.536 3.052 3..418.782.000 6.648.423

2005 117,40 12.326.678 3.701 3.447.393.000 6.885.535

2006 115,9 12.643.494 4.807 3.007.636.000 7.070.876

2007 114,5 12.834.371 5.474 3.256.833.000 7.422.254

2008 114,07 13.042.317 6.028 3.340.796.000 7.950.282

2009 108,7 13.248.386 6.194 3.527.899.000 8.005.165

2010 108,33 12.982.204 7.830 3.582.302.000 8.516.999

B. Konsumsi Cabai

Tahun Konsumsi Cabai

(Kg/kap/tahun) Pendapatan/kap (Rp) Harga Cabai (Rp/kg) Produksi Cabai (Kg)

Y X1 X2 X3

2001 4,7 6.123.457 8.246 128.173.000

2002 5,2 6.227.408 6.283 65.849.000

2003 5,6 6.300.265 10.185 135.778.000

2004 6,1 6.648.423 11.290 126.711.000

2005 6,5 6.885.535 15.750 93.170.000

2006 5,2 7.070.876 23.250 84.293.000

2007 5,7 7.422.254. 12.230 112.843.000

2008 6,2 7.950.282 29.371 95.034.000

2009 4,41 8.005.165 18.758 97.885.000

2010 4,43 8.516.999 39.802 52.320.000

(Sumber : BKP dan BPS Sumatera Utara).

Lampiran 3. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS dengan Variabel Bebas, luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras di Sumatera Utara Tahun 2001-2010


(72)

Correlations

ketersediaan beras

luas panen

padi harga beras

jumlah penduduk

konsumsi beras

Pearson

Correlation

ketersediaan beras 1.000 .504 .369 .320 .393

luas panen padi .504 1.000 .603 .554 .363

harga beras .369 .603 1.000 .918 .778

jumlah penduduk .320 .554 .918 1.000 .831

konsumsi beras .393 .363 .778 .831 1.000

Sig. (1-tailed) ketersediaan beras . .069 .147 .184 .130

luas panen padi .069 . .033 .048 .152

harga beras .147 .033 . .000 .004

jumlah penduduk .184 .048 .000 . .001

konsumsi beras .130 .152 .004 .001 .

N ketersediaan beras 10 10 10 10 10

luas panen padi 10 10 10 10 10

harga beras 10 10 10 10 10

jumlah penduduk 10 10 10 10 10

konsumsi beras 10 10 10 10 10

Model Summaryb

Model R

R Adjusted R Std. Error of


(73)

Square Square the Estimate R Square Change

F

Change df1 df2 Sig. F Change

1 .983a .966 .939 4.296E7 .966 35.355 4 5 .001 1.743

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, luas panen padi , harga beras, jumlah penduduk

b. Dependent Variable: ketersediaan beras

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.610E17 4 6.525E16 35.355 .001a

Residual 9.228E15 5 1.846E15

Total 2.702E17 9

a. Predictors: (Constant), konsumsi beras, luas panen padi , harga beras, jumlah penduduk

b. Dependent Variable: ketersediaan beras


(1)

(2)

Lampiran 6. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS dengan

Variabel Bebas, pendapatan, harga cabai, dan produksi cabai di Sumatera

Utara Tahun 2001-2010.

Correlations

Konsumsi cabai

Pendapatan/kapi

ta Harga cabai Produksi cabai

Pearson Correlation

Konsumsi cabai 1.000 .190 .134 .182

Pendapatan/kapita .190 1.000 .867 .517

Harga cabai .134 .867 1.000 .606

Produksi cabai .182 .517 .606 1.000

Sig. (1-tailed) Konsumsi cabai . .030 .056 .007

Pendapatan/kapita .030 . .001 .063

Harga cabai .056 .001 . .032

Produksi cabai .007 .063 .032 .

N Konsumsi cabai 10 10 10 10

Pendapatan/kapita 10 10 10 10

Harga cabai 10 10 10 10


(3)

Model Summaryb

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .838a .857 .815 7.971 .857 8.120 3 6 .045 2.618

a. Predictors: (Constant), Produksi cabai, Pendapatan/kapita, Harga cabai

b. Dependent Variable: Konsumsi cabai

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .340 3 .113 8.120 .045a

Residual 5.660 6 .943

Total 6.000 9

a. Predictors: (Constant), Produksi cabai, Pendapatan/kapita, Harga cabai


(4)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig.

Correlations

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 6.310 4.982 2.367 .002

Pendapatan/kapita 2.957 .413 .302 2.380 .001 .190 .153 .151 .248 4.025

Harga cabai 2.755 .270 .227 3.266 .009 .134 .108 .105 .214 4.664

Produksi cabai 4.903 .221 .164 2.329 .004 .182 .133 .130 .632 1.582


(5)

(6)