PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG

BAB II PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG

JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA A. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Pendidikan Agama Katolik merupakan hal pokok yang memiliki pengaruh besar di dalam lingkup sekolah, khususnya dalam membantu peserta didik meningkatkan iman dan kepribadiannya menjadi dewasa, baik dalam lingkup sekolah, masyarakat maupun keluarga. Dewasa dalam pengertian menyeluruh yakni dewasa dalam usianya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, sehingga bertingkah laku dewasa serta memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam setiap perkataan dan tingkah lakunya. Pendidikan Agama Katolik sebagai pendidikan iman juga diharapkan mampu menjadi jembatan untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan sekaligus menjadi solusi pemecahan masalah yang dihadapi para siswa. Pemahaman lebih luas mengenai Pendidikan Agama Katolik akan lebih jelas dalam pembahasan lebih lanjut. Pada bab ini akan diuraikan dalam dua bagian, bagian pertama mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik yang mencakup pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan, pengertian, tujuan, ruang lingkup, peranan, proses Pendidikan Agama Katolik di sekolah dan peranan guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua mengenai perkembangan tanggung jawab yang mencakup pengertian perkembangan, pengertian tanggung jawab, pengertian kepribadian, hubungan tanggung jawab dengan kepribadian, kesadaran moral yang terbentuk, kepribadian yang matang, kepribadian yang bertanggung jawab. 11 1. Pendidikan pada Umumnya a. Pengertian Pendidikan pada Umumnya Pada dasarnya, setiap pendidikan merupakan sebuah proses yang memiliki tujuan untuk membantu seseorang dalam mempersiapkan dirinya berkembang di tengah-tengah masyarakat serta meningkatkan hubungannya dengan Sang Pencipta. Makna sejati dari sebuah pendidikan itu sendiri adalah sebuah usaha bersama dalam proses yang terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dirinya dan menyiapkan diri dalam mengambil bagian dari masyarakat dan di hadapan Tuhan Mardiatmadja, 1986: 19. Tilaar 1999: 28 juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan. Proses tersebut mengimplikasikan bahwa di dalam setiap peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Kemampuan-kemampuan tersebut misalnya berupa dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang ada pada diri manusia tersebut. Proses ini merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus bersamaan dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan yang terus berjalan ini tidak boleh mengesampingkan sesama manusia serta lingkungan di sekitar. Karena proses pendidikan yang berkesinambungan dari seorang manusia tidak pernah akan selesai. Pendidikan tidak akan berhenti ketika seseorang telah melewati masa-masa pendidikan di sekolah, dibangku kuliah maupun menjadi seorang yang dewasa. Akan tetapi, proses itu akan terus berkembang selama ada interaksi antara manusia dengan sesamanya serta lingkungan alamnya. Dalam proses itu juga seseorang dibantu untuk menyadari kenyataan-kenyataan di dalam hidupnya, bagaimana ia 12 harus dimengerti, dimanfaatkan, dihargai dan dicintai, serta menyadari apa yang telah menjadi tugas-tugas serta kewajiban yang harus dilakukannya sehingga mampu membawanya pada lingkungan sekitar, sesamanya manusia dan Tuhan, sebagai pedoman dalam hidupnya. Manusia memiliki dunia yang tak terbatas, ia tidak terikat pada lingkungannya, tetapi terbuka terhadap dunia, ia bisa memiliki pengalaman- pengalaman baru. Hampir seluruh tata kelakuan manusia merupakan hasil dari proses belajar, pilihan dan kebiasaan. Hal ini mengharuskan seorang manusia untuk dapat membangun dunianya, budayanya, pengalamannya, perilakunya dan tata perilakunya sendiri. Semuanya ditentukan oleh kemanusiaanya sendiri sebagai seorang manusia. Dalam arti luas, maka pendidikan merupakan sebuah proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunianya dan membangun dunianya atau kebudayaannya. Alam dan manusia merupakan satu kesatuan yang struktural. Melalui kebudayaan, manusia membudayakan alam dan melalui alam seorang manusia diduniakan. Relasi manusia dengan lingkungannya atau dunianya itu menjadi relasi yang diperantarakan pada saat manusia menciptakan alat-alat untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya. Kebudayaan tidak hanya mengatur tingkah laku manusia, tetapi juga membatasi kemungkinan-kemungkinan manusia sehingga manusia tetap bisa menciptakan kebudayaan bagi dunianya sendiri. Tujuan dari pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat menyerap kebudayaan, dimana sebuah kebudayaan harus terus menerus dihasilkan dan dihasilkan kembali oleh manusia. Pendidikan bukan merupakan sebuah kebiasaan bagi seseorang untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tertentu. 13 Pendidikan yang otentik adalah pendidikan dalam kebebasan, pendidikan yang membuka peluang sebesar-besarnya bagi seorang peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan sendiri dan memilih untuk ambil bagian di dalam pendidikan Sastrapratedja, 2001: 10. Tilaar 1999: 28 mengutip pandangan Ki Hadjar Dewantara dalam salah satu pidatonya pada Kongres Pendidikan Antar Indonesia Tahun 1949 mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah usaha kebudayaan semata-mata, bahwa perguruan itu ialah persemaian benih-benih kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini mengartikan bahwa lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan orang pintar, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam kehidupan agar menjadi manusia berpribadi beradab dan bersusila. Pelaksanaan pendidikan itu sendiri berlangsung di dalam keluarga, perguruan dan masyarakat luas. Dari sudut pandang perguruan, ada pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal berlangsung di lembaga- lembaga perguruan. Pendidikan informal berlangsung sebagai kursus-kursus, di luar sistem persekolahan resmi. Sedangkan pendidikan nonformal adalah pendidikan-pendidikan yang secara umum dilakukan oleh lembaga-lembaga nonperguruan dalam masyarakat misalnya televisi, radio, dan sebagainya Mardiatmaja, 1986: 50. Dalam proses perkembangan hidup manusia diberi kebebasan menemukan siapa dirinya secara tepat, dimana mereka selalu berhubungan dengan segala hal yang ada di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Dengan demikian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena proses pendidikan merupakan proses pembudayaan, begitu juga sebaliknya Tilaar, 1999: 32. 14 b. Tujuan pendidikan Semua orang dari suku, kondisi atau usia mana pun, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atas pendidikan. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II menegaskan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya GE, art. 1. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, anak-anak dan kaum remaja perlu dibantu untuk menumbuhkan secara laras-serasi bakat pembawaan fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak akan mencapai kesadaran bertanggung jawab yang kian penuh, dan kesadaran itu akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan seksama mengembangkan hidup mereka sendiri GE, art. 1. Pada dasarnya tujuan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari pendidikan yang berada dalam konteks kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan pendidikan merupakan kongruen dengan visi masyarakat di mana pendidikan itu berada. Karena proses pendidikan mengandalkan nilai-nilai hidup di dalam masyarakat, dengan sendirinya bahwa pendidikan itu merupakan perwujudan dan penghayatan dari nilai-nilai tersebut Tilaar, 1999: 30. Mardiatmadja 1986: 51 mengutip pandangan menurut GBHN, bahwa tujuan pendidikan ada empat: yaitu pengembangan pribadi, pengembangan warga negara, perkembangan kebudayaan dan pengembangan bangsa. Dari keempat bidang ini, perlu juga diusahakan 3 segi yang tidak boleh dilupakan yakni segi 15 kognitif, segi afektif, dan segi konatif. Dari masing-masing segi harus terus dikembangkan agar budi peserta didik lebih mampu berkembang agar sikap hatinya semakin tumbuh seimbang dan kehendak dalam tingkah lakunya semakin baik. Dengan demikian tujuan pendidikan tidak hanya melulu pada menyalurkan pengetahuan semata, akan tetapi sekaligus berperan dalam mengembangkan potensi-potensi dalam diri peserta didik untuk belajar terus menerus. Arah pendidikan sering kali memakai istilah sebagai pemberdayaan manusia. Pemberdayaan atau empowerment berkaitan dengan pengertian power yang berarti kekuatan. Di dalam istilah empowerment, power diartikan sebagai daya untuk berbuat, kekuatan bersama, dan kekuatan dari dalam. Pendidikan bertujuan membentuk diri peserta didik menurut ketiga kekuatan tersebut. Daya untuk berbuat merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah-masalah, bekerja dan mampu membangun ketrampilan dan pengetahuan yang ada di dalam dirinya. Pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun kekuatan bersama, agar peserta didik membangun solidaritas atas dasar tujuan dan pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pendidikan mampu membangun suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Kekuatan spiritual yang muncul dari dalam diri seseorang merupakan hal yang paling penting karena kekuatan inilah yang mampu membuat manusia lebih manusiawi. Dalam hal ini pembentukan harga diri dan penghargaan terhadap martabat manusia tersebut mulai dibangun Sastrapratedja, 2001: 11. 16 c. Unsur-unsur Pendidikan Pendidikan yang dilaksanakan tentu memiliki unsur-unsur penting yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Unsur-unsur pendidikan itu sendiri antara lain: 1 Peserta Didik Peserta didik adalah subjek didik yang akan diproses untuk menjadi manusia dewasa yang memiliki kepribadian dan watak yang diharapkan, yaitu watak yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Seorang pendidik harus mampu memahami setiap karakteristik peserta didik agar dapat membawa peserta didik ke arah yang lebih dewasa. Setiap peserta didik memiliki potensi untuk mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya Mohamad Surya, 2010: 28. 2 Pendidik Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan. Sebagai seorang pendidik harus memiliki kewibawaan yang mampu memberikan pancaran untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian. Pendidik memiliki peran untuk membantu perkembangan peserta didik itu sendiri, karena mereka menjadi salah satu faktor utama dalam menentukan baik- buruknya proses pelaksanaan di sekolah Mohamad Surya, 2010: 28. 3 Materi dan Alat Pendidikan Materi atau bahan menjadi faktor utama dalam mencapai tujuan pendidikan untuk disampaikan kepada peserta didik agar dapat dikuasai dan dipahami. Materi 17 yang diterima dan dipahami oleh peserta didik harus menggunakan alat atau metode dalam melakukan komunikasi antara pendidik dan peserta didik Mohamad Surya, 2010: 28. 4 Situasi Pendidikan Situasi berlangsungnya proses pendidikan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Proses berlangsungnya pendidikan perlu memiliki lingkungan yang mendukung, yakni lingkungan yang nyaman sehingga proses pendidikan tidak terganggu. Situasi pendidikan yang dimaknai secara fisik, antara lain: gedung sekolah, halaman, tempat tinggal, teman sebaya, kelompok belajar, dan sebagainya. Secara psikologis seperti: suasana hening, tidak bising, nyaman dan perasaan gembira Mohamad Surya, 2010: 28. 2. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Agama merupakan suatu pedoman hidup yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana agama membantu seseorang menemukan makna hidup yang lebih mendalam. Dalam tujuan pendidikan tidak hanya ditekankan pada segi agama seperti hukum, ajaran-ajarannya, upacara dan lain sebagainya, namun juga dapat menghayati relasi yang terjalin dengan Tuhan. Oleh karena itu sekolah memiliki peranan dalam membantu mewujudkan tujuan hidup seseorang dalam hal iman. Heryatno Wono Wulung 2008: 23 menuliskan bahwa Pendidikan Agama Katolik dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan oleh Gereja, sekolah, keluarga, dan kelompok jemaat lainnya untuk membantu 18 peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga nilai- nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup mereka. Dalam silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah AtasKejuruan SMASMK menegaskan bahwa: Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan persatuan nasional Komkat KWI, 2007: 11. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan upaya sadar dan terencana untuk membantu siswa berkembang menjadi dewasa dalam semua segi kehidupannya. Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti yang baik dan peningkatan dalam imannya. Seseorang tidak akan memiliki iman yang kuat hanya dengan memiliki buku-buku pengetahuan agama, doa-doa permohonan, kitab suci, atau pun teori-teori agama yang telah diterima, namun dengan menghayati pengalaman-pengalaman dalam hidupnya maka akan semakin mampu mendalami tujuan hidupnya. Seorang yang beriman adalah orang yang mampu melihat, menyadari, menghayati kehadiran Allah dalam hidupnya, dan berusaha melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Iman merupakan pusat hidup kepribadian seseorang dimana semakin dalam iman yang dimiliki akan semakin mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Seseorang yang beriman dewasa akan memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi di dalam hidupnya serta berani berbagi pengalaman hidup dengan orang lain, sehingga mampu membedakan mana 19 hal-hal penting dan yang tidak penting dalam hidupnya. Misalnya memiliki kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan mampu untuk memaafkan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk membantu peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan, dan penghayatan iman dalam konteks hidup sehari-hari. Proses semacam ini diharapkan semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik. Peran Pendidikan Agama Katolik sebagai jembatan, jalan bagi para peserta didik untuk sampai pada penghayatan iman mereka dalam kenyataan hidup seahri-hari. Iman yang dewasa diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh karena mencakup segi pemikiran, hati dan praksis Komkat KWI, 2007: 11. Pendidikan iman di sekolah merupakan proses pendewasaan iman diharapkan mampu membantu memperkembangkan iman peserta didik secara seimbang. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Katolik juga tidak pernah membatasi perhatiannya hanya kepada kegiatan rohani yang terpisah dari kenyataan hidup lainnya. Sebaliknya Pendidikan Agama Katolik harus mampu mendorong peserta didik untuk mengambil bagian di dalam penindasan serta ketidakadilan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu mempelopori terwujudnya kebebasan agar para peserta didik dapat dibantu mengambil keputusan hidup yang sungguh-sungguh keluar dari hati nuraninya. Yan Riberu 2004: 25 juga menulis bahwa pendidikan agama ini juga mengusahakan pengembangan sikap hidup orang beriman. Puncak pengembangan ini berupa terbentuknya hati nurani dengan kesadaran moral yang tinggi. Para pendidik agama wajib mendorong para peserta didik melalui proses demi proses sehingga para peserta didik mampu berpegang pada paham dan nilai bukan karena 20 kebiasaan melainkan menurut kesadaran yang berasal dari diri sendiri. Pendidikan agama dikatakan berhasil bukan karena mampu mengalihkan ajaran-ajaran pokok agama, melainkan pendidikan agama yang mampu mengembangkan sikap-sikap hidup seseorang yang senantiasa dibimbing hati nuraninya melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran moral tinggi. Pendidikan agama di sekolah hendaknya tampil sebagai mata pelajaran yang penting, dengan tuntutan dan kepentingan yang sama dengan pelajaran- pelajaran yang lainnya. Pendidikan agama harus mampu menyampaikan pesan dan peristiwa Kristiani dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama dengan apa yang disampaikan oleh disiplin lainnya. Pendidikan agama hendaknya tidak hanya ditempatkan sebagai pelajaran tambahan di sekolah, melainkan sebagai hal dasar yang memiliki peran sangat penting di dalam kegiatan sekolah yang mampu membentuk kepribadian para peserta didik. Melalui cara ini, penyajian pesan-pesan Kristiani mampu mempengaruhi cara memahami asal mula dunia, pengertian sejarah, dasar nilai-nilai etis, fungsi agama dalam budaya, tujuan manusia dan hubungannya dengan alam. Pendidikan agama di sekolah dikembangkan dalam konteks sekolah yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari pandangan pribadi masing-masing guru namun tetap mempertahankan sifat khas pendidikan agama sehingga tetap mampu menanggapi tujuannya Sutarjo Adisusilo, 2012: 40. Hidup dan iman peserta didik yang menerima pendidikan agama di sekolah ditandai dengan perubahan yang terus-menerus. Pendidikan agama disekolah juga perlu memperhitungkan fakta- fakta untuk dapat mencapai tujuannya. Bagi peserta didik yang percaya, pendidikan agama mampu membantu mereka memahami dengan lebih baik pesan Kristiani. 21 Bagi peserta didik yang sedang mencari atau yang ragu-ragu, juga dapat menemukan pendidikan agama kemungkinan untuk menemukan apa artinya iman yang tepat kepada Yesus Kristus, dan memberikan mereka kesempatan untuk menguji pilihan mereka sendiri secara lebih dalam. Sedangkan bagi peserta didik yang tidak percaya, pendidikan agama hanya bersifat pewartaan missioner injil, dimana katekese akan mendewasakan iman mereka. b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dalam buku silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah AtasKejuruan SMASMK menjabarkan bahwa Pendidikan Agama Katolik pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan membangun hidup yang semakin beriman. Tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah untuk membantu naradidik menghayati imannya di dalam hidup sehari-hari, sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi orang Katolik yang imannya dewasa Heryatno Wono Wulung, 2008: 23. Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri tidak dapat dibatasi dalam lingkup sekolah, tetapi juga menyangkut bagaimana memberikan pendidikan iman di tengah-tengah masyarakat. Tujuan Pendidikan Agama Katolik yang diterapkan di sekolah maupun di luar sekolah haruslah bersifat utuh yang mampu mencakup seluruh aspek hidup beriman peserta didik, baik itu segi kognitif, afeksi dan praksis. Pendidikan di dalam iman membantu memperkembangkan seluruh aspek secara seimbang sehingga memiliki arah pendidikan yang bersifat konatif. Bersifat konatif berarti, tujuan pendidikan di dalam iman sudah diolah dan dipertimbangkan matang- matang, sehingga diyakini kebenarannya, dan selanjutnya mendorong semua pihal 22 supaya semakin setia serta konsisten mewujudkannya di dalam kenyataan hidup sehari-hari. Pendidikan bertujuan untuk membantu peserta didik memiliki kesadaran kritis yang reflektif dan mampu berpikir sendiri, juga menolong mereka untuk menjadi lebih peka pada kebutuhan komunitas dan lingkungannya sehingga memiliki wawasan yang luas Heryatno Wono Wulung, 2008: 23. Ignatia Esti Sumarah 2003: 39 juga menulis pandangan Konsili Vatikan II bahwa pendidikan agama yang diberikan di sekolah Katolik bertujuan menanamkan pendidikan moral menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai oleh semangat injil, kebebasan dan cinta kasih sehingga membantu peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya. Cita-cita Pendidikan Agama Katolik menurut iman Katolik adalah sebagai arah menuju jalan keselamatan di tengah-tengah segala masalah dan pergumulan hidup sehari-hari seseorang GE art. 7 dan 8. Konsili Vatikan II juga menegaskan bahwa sekolah Katolik merupakan sebuah lembaga pendidikan resmi demi mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri. Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri mencakup pengembangan pribadi yang utuh, membentuk kesadaran etis dan sosial, lebih bertanggung jawab, mampu memilih secara bebas dan benar, serta menyiapkan para peserta didik untuk membuka diri terhadap kenyataan hidup dan semakin mampu memaknai hidup. c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik Komkat KWI 2007: 12 membagi ruang lingkup pembelajaran PAK SMASMK ke dalam empat aspek, yaitu: 23 1 Pribadi Siswa Dalam aspek pribadi siswa dibahas tentang pemahaman diri sebagai laki- laki dan perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam hal berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya. 2 Yesus Kristus Dalam aspek Yesus Kristus dibahas bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Dengan meneladani Yesus, diharapkan para peserta mampu menjadi pribadi yang lebih baik dalam bertingkah laku dan bertutur kata. 3 Gereja Dalam aspek Gereja dibahas arti dan makna Gereja, yang sebagai persekutuan murid-murid Yesus dipanggil serta diutus menjadi pewarta, saksi dan pelaksana karya keselamatan Allah, serta bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari. 4 Kemasyarakatan Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam hidup bersama dalam masyarakat sesuai dengan FirmanSabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja, atas dasar keyakinan, bahwa kehadiran Yesus dan Gereja- Nya di dunia bukan hanya untuk Gereja tetapi untuk semua orang. d. Konteks Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Konteks Pendidikan Agama Katolik akan menjabarkan dua pendekatan yaitu sosialisai dan edukasi. Sosialisasi merupakan proses dimana kita menjadi diri sendiri dengan berinteraksi dengan orang lain, dengan aturan dan nilai hidup yang diikuti, serta pola tingkah laku yang diharapkan oleh lingkungan sosial itu sendiri. Sedangkan edukasi adalah sebagai proses dimana kita dengan sadar mendidik diri sendiri dan peserta didik agar secara bersama mengalami perkembangan hidup yang utuh. Sosialisasi dan edukasi itu sendiri antara lain: 1 Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup di mana seseorang memasukkan diri dalam persekutuan hidup bersama. Dalam proses ini 24 kita diajak untuk bisa beradaptasi pada sistem nilai yang dianut dan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat Heryatno Wono Wulung, 2008: 44. Manusia tetap berperan sebagai subyek yang bebas dalam berpikir, mengambil keputusan dan bertindak menurut hati nuraninya. Di dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah kesadaran diri sebagai subyek perlu ditegaskan dan ditekankan. Selain hal itu, perlunya meningkatkan hubungan yang berkaitan dengan masyarakat dan individu, antara kenyataan sosial dan kesadaran perseorangan. 2 Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa Untuk menjadi orang beriman kristiani yang mantap dan dewasa kita perlu berinteraksi dan bersosialisasi dengan hidup sesama jemaat lainnya Heryatno Wono Wulung, 2008: 46. Melalui interaksi tersebut iman seseorang akan dibentuk dan dikembangkan. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus bertitik tolak pada kebutuhan peserta didik sehingga mampu mengarahkan mereka menjadi orang Katolik yang sungguh beriman. 3 Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis Pendidikan Agama Katolik bukan hanya proses sosialisasi, tetapi juga proses edukasi yang kritis yang memberdayakan. Pendidikan Agama Katolik juga berusaha supaya dapat meningkatkan hubungan yang bersifat dialektis antara jemaatnya dengan warga dan begitu pula sebaliknya. Perkembangan iman juga merupakan proses dialektis. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik yang diselenggarakan di sekolah perlu meningkatkan proses sosialisasi yang bersifat dialektis Heryatno Wono Wulung, 2008: 51. 25 e. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Setiap sekolah Katolik wajib menyelenggarakan Pendidikan Agama Katolik yang bervisi spiritual, yakni dengan mengedepankan hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Pendidikan yang bervisi spiritual itu dapat terwujud apabila suasana sekolah Katolik juga dijiwai oleh cinta kasih dan kebebasan injili. Kebebasan injili merupakan kebebasan sejati, dimana mengalir dari hati nurani seseorang dengan berani mengatakan “ya” baik kepada sabda Allah, kehidupan sesama maupun dirinya sendiri. Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis dan berhenti pada pengetahuan saja, melainkan secara utuh memperkembangkan nilai-nilai kejujuran, kepekaan, kepedulian, kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik. Pendidikan diharapkan tidak hanya menyebarkan informasi, akan tetapi juga memberikan inspirasi hidup kepada para peserta didik antara lain bagaimana menghadapi kenyataan hidup di masa sekarang dan menjawab tantangan di masa depan. Pendidikan Agama Katolik diharapkan mampu membantu para peserta didik semakin terampil dalam menemukan makna hidup dari kenyataan sehari-hari. Elemen dasariah dari pendidikan itu sendiri adalah perkembangan atau perwujudan diri yang terus menerus. Sikap dasar terus menerus belajar dan memperkembangkan diri ini perlu ditekankan karena sifat manusia yang terus berkembang, sejarah hidup manusia yang tidak pernah berhenti dengan ada perubahan-perubahan pada dunia dan globalisasi pada masa sekarang Heryatno Wono Wulung, 2008: 15. Simon Rachmadi 2001: 84 menulis bahwa refleksi merupakan komunikasi yang berguna untuk menggali dan menghayati pengalaman hidup peserta didik 26 secara lebih mendalam. Proses refleksi itu sendiri merupakan cara membaca pengalaman hidup nyata, agar para peserta didik mampu melihat sisi-sisi angugerah ilahi yang membangkitkan iman di dalam dirinya. Untuk sampai pada komunikasi pengalaman iman itu sendiri, orang membutuhkan kemampuan berefleksi dan ketrampilan dalam memaknai kenyataan hidup yang dialami sehari-hari. Dengan adanya komunikasi tentu akan saling memperkaya dan meneguhkan pengalaman iman para peserta yang lain pula. Namun semua penilaian tersebut tidak semata-mata menghitung seberapa banyak informasi yang bisa dihafal, melainkan bagaimana kesungguhan hati para peserta didik di dalam melakukan refleksi dan terus menerus mendalaminya secara lebih mendalam lagi komunikasinya dengan Allah di dalam hidup sehari-hari. Sebagai komunikasi iman, Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang menekankan pada tindakan menuju penghayatan iman yang lebih “baik”. Pendidikan Agama Katolik menekankan proses perkembangan iman, peneguhan serta perwujudan cinta kasih. Sehingga suasana kebersamaan, kesalingan serta penghargaan pada masing-masing pribadi sangat penting untuk diciptakan di dalam kelas atau pun dalam kegiatan pembinaan yang lain. Suasana sekolah semacam ini mampu membuat peserta didik merasa martabatnya dihormati, permasalahan hidupnya dipahami, pertanyaan dan keluhannya diperhatikan. Selain itu, mereka juga dibantu menemukan identitas diri dan perannya di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Di samping itu, suasana kelas yang menggembirakan perlu ditekankan agar tidak membosankan dan menekan. Dengan memiliki visi dan suasana semacam ini, maka tujuan Pendidikan Agama Katolik bisa tercapai dengan baik Heryatno Wono Wulung, 2008: 18. 27 f. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Kelayakan pendidikan dapat diukur dari ketersediaan sarana dan prasarana belajar, media dan sumber belajar, serta guru yang professional. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dalam lembaga pendidikan formal, yaitu sekolah. Untuk menjadi guru yang professional, guru harus mampu menjalankan tugasnya secara professional, mampu membelajarkan peserta didiknya baik dalam materi maupun praktek tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. Beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: a sebagai pekerja professional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, b sebagai pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, c sebagai petugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru seperti ini menuntut pribadi guru harus memiliki kemampuan manajemen kelas yang baik, teknis, serta keikhlasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain Mohamad Surya, 2010: 8. Guru merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan formal di sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi tokoh, teladan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Kedudukan seperti itu merupakan tantangan untuk para guru, bukan saja di depan kelas melainkan juga di tengah masyarakat. Oleh karena itu, guru harus memiliki kualitas pribadi yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin Isjoni, 2008: 23. 28 Memahami peserta didik, cara mereka berkembang dan cara mereka belajar merupakan hal yang sangat penting agar pengajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi efektif. Pengetahuan guru tentang tumbuh kembang peserta didik membantu guru dalam mengatur kelas agar efektif, membantu dalam memilih latihan-latihan yang tepat untuk peserta didik, mengarahkan proses pembelajaran, dan menjaga agar siswa tetap termotivasi untuk belajar. Guru harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi dari berbagai aspek, yakni aspek fisik, sosial, emosional, kognisi dan linguistik. Guru yang demikian tahu bagaimana cara membantu peserta didik agar mereka dapat belajar tentang hal yang tepat pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat, sehingga mereka dapat mencapai kemajuan yang maksimal Linda, 2009: 14 Menjadi seorang guru berarti mendampingi peserta didik secara total dalam berproses menjadi pribadi yang utuh. Yustiana 2012: 33 beliau juga menulis bahwa guru Katolik dipanggil untuk membentuk pribadi peserta didik sehingga peserta didik siap berperan dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian dalam perubahan dan perbaikan struktur sosial agar tercipta peradaban manusia yang bermartabat. Guru secara terus menerus berdaya upaya dalam pembentukan pribadi peserta didik secara utuh dan mengembangkan sikap tanggung jawab dan kepedulian terhadap masyarakat terutama masyarakat yang kurang diperhitungkan. Guru menjadi penggerak dalam perubahan sosial yang diwujudkan melalui pembinaan utuh peserta didik sehingga mampu mengemban tanggung jawab, menggunakan kebebasan secara tepat, dan terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat. Para guru juga perlu mengetahui cara menciptakan kelas yang penuh dengan informasi dan mendorong terciptanya kerja sama dengan lingkungan. 29 Memiliki profesi sebagai guru agama Katolik bukanlah tugas yang mudah, tugas ini merupakan suatu panggilan dariNya yang mempercayakan diri kita untuk mendampingi peserta didik menemukan imannya yang utuh dalam hidupnya sehingga mampu mengantar peserta didik menuju kematangan iman yang sejati. Melalui sikap meneguhkan, menyemangati, mengasihi, memperhatikan serta mendampingi merupakan sikap yang harus kita miliki sebagai bentuk tanggapan kita terhadap panggilan menjadi seorang guru agama Katolik. Menjadi seorang guru agama Katolik tentunya harus memiliki spiritualitas dalam diri sehingga lebih mudah bagi kita masuk dalam kehidupan peserta didik. Spiritualitas seorang guru itu sendiri nampak dalam semangat, sikap dasar dan gaya hidup sebagai murid-murid-Nya berakar pada relasi yang intim dan mendalam diri kita dengan hidup Yesus Kristus. Relasi penuh kepercayaan dan persahabatan pribadi dengan Yesus Kristus merupakan dasar dan sumber spiritualitas guru agama Katolik Heryatno Wono Wulung, 2008: 103. Pengalaman dikasihi dan mengasihi Yesus Kristus inilah yang menjadi dorongan bagi guru agama Katolik dalam mengembangkan sikap mengasihi para peserta didik yang memiliki masalah dalam hidup pribadinya. Kehebatan Yesus dalam menghadapi para murid dapat menjadi contoh dalam menjalin interaksi dan komunkasi dengan peserta didik. Proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik menjadi sarana komunikasi pengalaman bahwa peserta didik dicintai oleh Yesus dan menjadi sarana untuk bersama-sama semakin menyadari dan menghayati kehadiran kasih Yesus di dalam kehidupannya. Membantu para peserta didik menemukan makna hidup di dalam proses belajar merupakan suatu hal yang sangat penting. Guru 30 agama Katolik harus mampu memberikan dirinya serta melayani siapa saja yang membutuhkan, terutama para peserta didik yang memiliki masalah serta banyak kesulitan dalam hidupnya. Dengan demikian, guru agama Katolik semakin mampu menyadari cinta kasih Yesus Kristus yang berlimpah dalam hidup sehari-hari. B. Perkembangan Tanggung Jawab 1. Perkembangan a. Pengertian Perkembangan Monks, dkk 1984: 1 mengatakan bahwa perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Dalam perkembangan pribadi terjadi perubahan- perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Perkembangan memiliki kesamaan dengan istilah pertumbuhan. Hal ini ingin menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang bermacam-macam, bahwa ia lebih mengalami perubahan-perubahan dalam hidupnya. Istilah perkembangan itu sendiri lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang nampak. Perkembangan itu sendiri dapat diartikan juga sebagai “Suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik secara fisik jasmani maupun non fisik rohani menuju pada tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara berkesinambungan Syamsu Yusuf, 2011: 1. Perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar, khususnya mengenai isinya. Isi itu sendiri mengenai apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Selain itu juga bagaimana hal sesuatu itu dipelajari juga turut menentukan proses 31 perkembangan itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan merupakan proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu struktur tingkah laku yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar. b. Ciri-ciri Perkembangan Perkembangan dalam diri manusia sangat mempengaruhi pada aspek fisik maupun non fisik, kedua aspek ini merupakan hal yang berhubungan satu sama lain Syamsu Yusuf, 2011: 3. Perkembangan itu sendiri memiliki beberapa ciri seperti berikut ini: 1 Terjadinya perubahan ukuran dalam a aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya; dan b aspek psikis: semakin bertambahnya penbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasinya. Perkembangan fisik dan psikis turut mempengaruhi perkembangan dalam diri manusia itu sendiri. 2 Terjadinya perubahan proporsi dalam a aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia dewasa; dan b aspek psikis: perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain, khususnya kepada teman sebaya. Perubahan-perubahan ini mengacu pada perkembangan sosialnya dengan lingkungan sekitar . 3 Lenyapnya tanda-tanda lama dalam a aspek fisik: lenyapnya kelenjar anak-anak yang terletak di bagian dada, rambut halus, dan gigi susu; dan b aspek psikis: lenyapnya masa mengoceh, bentuk gerak-gerik kanak-kanak seperti merangkak dan perilaku impulsif melakukan sesuatu sebelum berpikir. Perkembangan ini mengarah pada perubahan bentuk badan dan juga perkembangan manusia dari tahun ke tahun 4 Munculnya tanda-tanda baru dalam a aspek fisik: tumbuh dan pergantian gigi dan matangnya organ-organ seksual pada usia remaja, baik primer menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki maupun sekunder membesarnya payudara dan pinggul pada wanita serta tumbuhnya kumis serta perubahan suara pada pria ; dan b aspek psikis: berkembangnya rasa ingin rahu, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, lingkungan alam, nilai-nilai moral dan agama. Perkembangan ini akan berjalan dengan baik dengan adanya dukungan dari beberapa aspek seperti keluarga, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat sekitar. 32 Pada prinsipnya perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu karena setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan tahap sebelumnya, dan merupakan prasyarat untuk perkembangan selanjutnya. Namun perkembangan itu sendiri memiliki pencapaian kematangannya pada waktu dan tempo yang berbeda-beda, ada pribadi yang mengalami tempo cepat dan ada juga dalam tempo yang lambat. Perkembangan dalam diri manusia itu merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah berhenti di titik manapun. Seorang manusia terus berkembang dengan segala pengalaman yang dialami dalam perjalanan hidupnya sampai mencapai pada kematangan. Setiap aspek perkembangan dalam diri manusia baik secara fisik maupun non fisik saling mempengaruhi satu sama lain. Contohnya: apabila seorang anak pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan cacat, sakit-sakitan maka secara otomatis akan mempengaruhi perkembangan mentalnya. Demikian pula apabila seorang anak kurang dalam perkembangan spiritualitas keagamaannya, maka akan mempengaruhi anak tersebut juga memiliki kepribadian dan karaktek yang kurang baik. 2. Tanggung Jawab dan Kepribadian a. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab merupakan salah satu nilai moral yang utama yang ada di dalam hukum moral, karena memiliki tujuan, nilai yang nyata, di mana mereka mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Tanggung jawab sangat diperlukan untuk mengembangkan jiwa yang sehat, membentuk kepribadian yang memiliki 33 kepedulian akan hubungan interpersonal dan menjadi masyarakat yang humanis. Tanggung jawab merupakan dasar landasan sekolah yang tidak hanya memperbolehkan, tetapi mengharuskan para guru untuk memberikan pendidikan tersebut untuk membangun manusia-manusia yang mampu memposisikan diri mereka sebagai bagian dari masyarakat yang bertanggung jawab Lickona, 2012: 72. Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk menyelesaikan tugas yang telah diterimanya secara tuntas dengan ikhlas dan sungguh-sungguh melalui usaha yang maksimal serta berani menanggung segala akibatnya. Bersedia menanggung segala resiko dari apa yang akan dilakukan merupakan wujud dari orang yang memiliki tanggung jawab itu sendiri. Individu yang bertanggung jawab adalah individu yang dapat memenuhi tugas dan kebutuhan dirinya sendiri, serta dapat memenuhi tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya dengan baik Rintyastini, 2006: 49. Tanggung jawab berarti melaksanakan sebuah pekerjaan atau kewajiban dengan sepenuh hati dan memberikan yang terbaik. selain itu dengan bertanggung jawab berarti seseorang mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan integritas. Integritas berarti mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga mewakili potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran seseorang. Orang yang menjalankan tanggung jawab dengan penuh integritas berarti melibatkan segala kemampuan untuk mencapai usaha yang maksimal guna terpenuhinya tanggung jawab. Hal ini tentu memberikan suatu kepuasan tersendiri bagi orang yang melakukan tanggung jawab karena ia dapat menyumbangkan sesuatu. 34 Seseorang yang mau memikul tanggung jawab adalah cara kehidupan dunia ini berjalan sekaligus merupakan ujian bagi kematangan seseorang. Seseorang tidak akan begitu saja melepaskan tanggung jawabnya jika ia sudah cukup matang untuk bersikap dan cukup kuat untuk memikul tanggung jawab. Sikap bertanggung jawab sudah bisa memberikan daya tarik dan kedamaiannya sendiri. Orang yang dipercaya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bertanggung jawab akan lebih siap menerima pengembangan mental penuh atau kedewasaan daripada orang yang tidak bisa dipercaya. Julian 2008: 148 mengatakan bahwa di dalam orang yang bertanggung jawab akan secara bertahap tumbuh berbagai jenis unsur kepribadian. Mengembangkan tanggung jawab bisa berasal dari dua hal: kebiasaan atau latihan sejak usia dini. Tanggung jawab harus dilatihkan dan dibebankan pada kaum muda sejak usia sedini mungkin, karena usia muda merupakan periode yang harus dimanfaatkan untuk mengembangkan tanggung jawabnya seseorang akan lebih merasa bermanfaat selama hidupnya. Ketika kebiasaan tanggung jawab sudah terbentuk, seseorang tidak akan pernah mengerjakannya setengah-setengah, tetapi akan bertanggung jawab mengerjakannya sampai tuntas. Jadi, rasa tanggung jawab adalah sikap baik sebagaimana sikap-sikap lain yang bisa membentuk kepribadian baik seseorang Julian, 2008: 149. b. Jenis Tanggung Jawab Tanggung jawab seorang manusia tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri, melainkan juga untuk hal lainnya. Wujud tanggung jawab ada bermacam-macam, tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan kepada Tuhan. Jenis-jenis tanggung jawab itu sendiri antara lain: 35 1 Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri Tanggung jawab terhadap diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab terhadap diri sendiri merupakan hal dasar dalam melakukan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai tuntutan dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri. Pada dasarnya manusia adalah makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi yang memiliki pendapat sendiri dalam berbuat dan bertindak. Bertanggung jawab pada diri sendiri tentu akan mampu bertanggung jawab pada hal-hal lainnya pula. Dengan berani bertanggung jawab berarti kita sudah mampu melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan diri sendiri sehari-hari secara rutin. Misalnya, ketika seorang peserta didik ingin menjadi ketua OSIS namun peserta didik tersebut tidak memiliki sikap yang patut dicontoh sebagai ketua, sehingga bagaimana peserta didik yang lain mau memilih peserta didik tersebut sebagai ketua OSIS Rintyastini, 2006: 52. 2 Tanggung Jawab Sebagai Anggota Keluarga Setiap keluarga membutuhkan anggotanya untuk melaksanakan tugas dan peran dengan baik agar keharmonisan dalam keluarga tetap terjalin dengan baik pula. Segala tugas yang dilakukan dengan ikhlas akan menunjukkan kepedulian kita akan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh anggota keluarga yang lainnya. Sebagai contoh: sebagai seorang anak kita harus belajar dengan baik dan membantu meringankan tugas orang tua ketika berada di rumah. Dengan melaksanakan tanggung jawab sebagai anak, maka hal tersebut tentunya menjadi 36 suatu kebanggaan bagi kedua orang tua kita. Apabila dalam hal-hal kecil kita abaikan, maka semakin sulit bagi kita untuk membangun rasa tanggung jawab dalam diri kita maupun untuk orang lain Rintyastini, 2006: 53. 3 Tanggung Jawab Sebagai Peserta Didik di Sekolah Tanggung jawab sebagai siswa ditunjukkan melalui kecintaannya pada sekolah dengan selalu berusaha disiplin, baik dalam perkataan maupun tingkah lakunya. Hal tersebut akan nampak dari cara berhadapan dengan guru, keseriusan dalam mengikuti setiap mata pelajaran, selalu mengerjakan pekerjaan rumah, berpakaian yang rapi dan bersih serta dapat berhubungan baik dengan teman atau warga sekolah yang lain. Dengan terbiasa melaksanakan tanggung jawab dengan baik, maka akan membantu diri sendiri menjadi lebih tertib Rintyastini, 2006: 55. 4 Tanggung Jawab Sebagai Anggota Masyarakat Pada dasarnya seorang manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Seorang manusia dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai anggota masyarakat tentu harus memiliki tanggung jawab sehingga dapat melangsungkan hidup yang baik ditengah-tengah masyarakat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada masyarakat. Bertanggung jawab terhadap masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial, bisa berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara, dan lain-lain. Bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat akan melatih seseorang menjadi pribadi yang lebih matang, dimana kita akan memiliki wawasan yang lebih luas Rintyastini, 2006: 57. 37 5 Tanggung Jawab Sebagai Umat Beragama Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma- norma agama, misalnya perasaan berdosa. Perubahan tanggung jawab kaum muda dalam beragama masih mudah terpegaruh, namun kesadaran diri sudah mengalami peningkatan yang baik. Misalnya: aktif dalam kegiatan menggereja dan lingkungan misalnya seperti menjadi misdinar, lektor, mengikuti komunitas doa, Rosario, doa lingkungan atau katekese di lingkungan dan lain sebagainya Rintyastini, 2006: 57. c. Pengertian Kepribadian Sjarkawi 2006: 25 menegaskan bahwa kepribadian adalah khas bagi setiap pribadi. Kepribadian itu sendiri meliputi tingkah laku, cara berpikir, perasaan, gerak, hati, usaha, aksi, tanggapan terhadap kesempatan, tekanan dan cara sehari- hari dalam berinteraksi dengan orang lain. Suprihadi Sastrosupono 1979: 6 juga mengungkapkan bahwa kata kepribadian sering kali berhubungan dengan keadaan seseorang atau karakter seseorang. Kepribadian sering menyangkut masalah watak, sifat, tetapi itu semua tercermin dalam perbuatan dan nampak dalam tindakan seseorang. Arti kepribadian sendiri adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, mental, rohani, emosionil maupun yang sosial. Pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana dikehendakinya. Heuken 1981: 15 juga mengungkapkan hal yang sama diatas, bahwa kepribadian bukanlah tumpukan sifat-sifat yang terpisah-pisah. Kepribadian merupakan suatu satu kesatuan yang harmonis. Hal ini menunjukkan bahwa 38 kepribadian bukan hanya tingkah laku yang baik, kecerdasan, perasaan yang dewasa, kemampuan bergaul atau bercita-cita luhur semata-mata. Kepribadian ialah gabungan harmonis dari sifat-sifat yang sebanyak itu. Keunikan manusia di dalam kepribadiannya merupakan hasil dari komunikasi intensif unsur-unsur anggotanya, yang mempunyai taraf yang berbeda- beda. Sebaliknya, masing-masing unsur yang menjadi anggota dalam diri manusia juga mempribadikan pola kontras atau kepribadian manusia sebagai satu subyek, sehingga kepribadian tersebut juga dicerminkan di dalam unsur-unsur tersebut. Dengan demikian, dari satu pihak kepribadian merupakan hasil interaksi bagian- bagian yang merupakan anggota dalam diri manusia, dan dari pihak lain bagian- bagian diresapi oleh kepribadian keseluruhan manusia Hardono Hadi, 1996: 98. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Kepribadian seseorang dapat dipengaruhi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut: 1 Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri orang tua itu sendiri. Faktor ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan, biasanya berupa bawaan sejak lahir dan merupakan keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orang tuanya atau yang bisa jadi gabungan atau kombinasi dari keduanya. Hal ini membuktikan bahwa sikap atau kepribadian seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan. Misalnya: sifat ceria, periang yang dimiliki oleh seorang ibu akan menurun pada anaknya Sjarkawi, 2006: 19. 39 2 Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang, seperti keluarga, teman, tetangga maupun dari berbagai media audiovisual seperti televisi, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya. Lingkungan keluarga menjadi faktor pertama dan utama dalam membentuk pribadi seorang anak. Karena orang tua memiliki peran dalam memberikan teladan kepada anak, sehingga secara tidak langsung baik atau buruknya sifat yang dimiliki seorang anak merupakan ciri dari apa yang diterapkan oleh orang tua. Misalnya: orang tua yang sering marah di depan anak akan membawa anak pada pribadi yang mudah marah juga. Selain faktor keluarga, sering kali perngaruh teman sebaya maupun sekelompok manusia lain yang memiliki pengaruh bagi seseorang. Hal ini disebabkan karena manusia tidak dapat hidup seorang diri Sjarkawi, 2006: 19. e. Hubungan Tanggung Jawab dan Kepribadian Hati, moral dan tanggung jawab merupakan hal yang berhubungan satu sama lain. Hati berfungsi untuk mendorong, moral untuk melakukan dan tanggung jawab sebagai kesediaan menanggung segala resiko, entah baik atau buruk. Sehingga bertanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian seseorang untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan karena hal itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga resiko atau sanksi apapun akan diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan Umar Tirtaraharja, 2008: 8. Tanggung jawab dan kepribadian merupakan dua hal berbeda namun saling berhubungan satu sama lain, dengan memiliki tanggung jawab berarti kita melatih 40 diri untuk berproses sebagai orang yang memiliki kepribadian baik, begitu juga sebaliknya. Tanggung jawab dan seluruh nilai lainnya yang berasal dari landasan nilai terpenting ini memberikan muatan moral yang dapat dan harus diajarkan oleh sekolah. Sekolah memerlukan suatu konsep karakter dan komitmen untuk mengembangkan konsep tersebut dalam diri para peserta didiknya. Sjarkawi 2006: 23 menegaskan bahwa kepribadian yang berkembang dapat dilihat melalui gambaran diri seseorang, cara berinteraksi dan pandangan serta harapan terhadap orang lain yang berkaitan dengan perilaku sosialnya yang terbentuk melalui riwayat perkembangan hidupnya. Riwayat hidup seseorang bisa diwujudkan sebagai suatu perubahan yang melewati tiga tahap. Tahap pertama mengakui kewibawaan, tahap kedua mengatur bagaimana bergaul dengan teman sebayanya, dan tahap ketiga memantapkan gaya hidup tertentu yang hendak direalisasikannya. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, etika dan estetika seseorang ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Semua nilai-nilai tersebut akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang tersebut. Kepribadian itu sendiri merupakan karakteristik atau gaya dan sifat khas diri seseorang yang mengacu pada bagaimana individu tersebut tampil dan menimbulkan kesan bagi individu lainnya Sjarkawi, 2006: 34. Thomas Lickona 2012: 84 menegaskan bahwa dalam pribadi dengan karakter yang baik, nilai moral secara umum bekerja sama untuk saling mendukung satu sama lain. Namun hal tersebut terkadang tidak selalu sama, terkadang orang 41 baik sering gagal dalam melakukan perbuatan moral mereka yang terbaik. Namun dengan seiring kita mengembangkan kepribadian yang berproses seumur hidup, kehidupan moral yang kita jalani secara bertahap mengarah pada penilai, perasaan dan pola pelaksanaan perbuatan yang baik. Sjarkawi 2006: 26 mengatakan bahwa tindakan moral sebagai penafsiran diri di mana perkembangan moral diletakkan dalam konteks perkembangan pribadi sebagai suatu keseluruhan. Orientasi moral yang dianut seseorang, yaitu cara ia bereaksi terhadap aturan, harapan-harapan orang lain, bahkan wawancara yang menyangkut pertimbangan moral, pada dasarnya berhubungan dengan struktur kepribadian orang yang bersangkutan. Struktur kepribadian mencerminkan perkembangan moral seseorang. Seseorang yang mampu melibatkan diri dengan otoritas, dengan harapan kelompok sebayanya, atau dengan kewajiban keluarga dan pekerjaannya, akan banyak tergantung pada tingkatan usia dan moralitas yang bersangkutan. Peningkatan pertimbangan moral pada diri seseorang yang dirancang secara sengaja melalui pendidikan di sekolah maupun di rumah, dapat membantu pembentukan kepribadian seseorang karena dengan terbentuknya pertimbangan moralnya, seseorang akan berperilaku sesuai dengan cara berpikir moral yang ada padanya. Perilaku yang ada pada diri seseorang berlandas pada pertimbangan- pertimbangan moral kognitif, yakni mengakui bahwa kepribadian seseorang dapat dibentuk melalui pertimbangan moral yang melandasi cara berpikirnya. f. Kesadaran Moral yang Terbentuk Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah segala hal yang berurusan dengan sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket 42 atau sopan santun. Kepribadian yang dimiliki oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh cara berpikir moral seseorang. Moral yang baik, yang dimiliki oleh seseorang akan mengasilkan kepribadian yang baik pula, demikian juga sebaliknya. Pendidikan moral yang didapat oleh seseorang akan dapat membantu orang tersebut dalam pembentukan kepribadian yang baik dan moralitasnya Sjarkawi, 2006: 34. Perkembangan moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu hubungan timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dan orang tua, antara peserta didik dengan pendidik, dan seterusnya. Hal ini sangat penting karena hanya dengan interaksi berbagai aspek dalam diri seseorang dengan sesamanya atau dengan lingkungan sekitarnya sehingga seseorang dapat berkembang menjadi semakin dewasa baik secara fisik, spiritual dan moral Sutarjo Adisusilo, 2012: 4. Widyarta 1971: 6 mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kesadaran moral, dalam segala situasi hidup ia mampu menilai secara konsekuen apa yang benar atau salah, baik atau buruk. Ada kalanya orang yang memiliki pribadi yang matang pun menghadapi situasi konflik atau situasi moral yang kurang jelas, akan tetapi pribadi yang matang dalam menghadapi kesulitan dapat mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan tersebut dengan menerima segala konsekuensinya. Pada pribadi yang bermoral matang, kewajiban dihayati sebagai suatu tuntunan dari inti kepribadiannya sendiri, sebagai tuntunan intern yang erat berhubungan dengan harga atau martabat dirinya. Bagi orang bermoral matang, tindakan yang dilakukan merupakan suatu hal dipandang dari sudut konsekuensi untuk diri sendiri dan sesama. Tanpa moral yang baik, karakter segala bentuk apapun tidak akan bisa dibentuk. 43 g. Kepribadian yang Matang Kematangan seseorang berhubungan erat dengan perkembangan mental. Orang yang sudah matang akan memiliki kemampuan membedakan situasi dan kondisi tertentu kemudian menilai pentingnya hal tersebut berdasarkan kebutuhan yang utama dalam hidupnya. Semakin matang seseorang maka ia akan semakin tenang dan mampu menjaga dirinya saat menghadapi cobaan maupun masalah dalam hidupnya. Hal ini akan memberikan cermin bagi kepribadian seseorang sehingga membuatnya menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dapat membantu kualitas diri yang lain berkembang secara utuh Julian, 2008: 153. Kematangan bergantung pada beberapa perkembangan atas identifikasi dan kualitas personal seseorang. Cara untuk mengembangkan kematangan adalah dengan terus mengembangkan mentalnya untuk melihat akhir dari suatu pekerjaan yang ia lakukan atau tanggung jawab yang ia pikul. Hal kedua yang diharapkan adalah memiliki mental yang kuat untuk menghadapi setiap gangguan. Orang yang matang tidak akan pernah meninggalkan segala tanggung jawabnya karena itu yang membuatnya menjadi manusia yang bertanggung jawab dan membantu kualitas- kualitas lain dalam diri untuk berkembang secara maksimal Julian, 2008: 151. Widyarta 1971: 1 mengatakan bahwa pada dasarnya pribadi yang matang adalah pribadi yang sudah tidak lagi menjadi tanggungan atau berlindung di bawah naungan orang tuanya. Bagi orang yang matang, hidup mempunyai tujuan, mempunyai makna yang patut dikejar. Oleh karenanya, hidup pribadi yang matang pun memperlihatkan rencana dan “keterarahan”, keutuhan dan integrasi. Kematangan adalah kesiapan untuk menyelesaikan tugas hidup atas tanggung jawab sendiri. Perlu diingat bahwa dalam kenyataannya nilai-nilai insani 44 yang membuat manusia menjadi pribadi, tidak selalu cukup diakui dalam suatu gambaran manusia. Dimana suatu nilai insani yang hakiki itu ditentang, disitu pula kematangan insan akan lebih sukar dicapai. Demikian misalnya, apabila suatu gambaran manusia kurang menghargai martabat individu atau kurang mengakui segi spiritual manusia, disitu perkembangan kepribadian ke arah kematangannya akan dihambat Widyarta, 1971:19. Kedewasaan berisi karakter yang turut memikul tanggung jawab. Saat seorang bertanggung jawab, ada sejumlah kebaikan lainnya yang tumbuh dalam dirinya sebagai sifat tambahan. Itu antara lain ia memiliki respek terhadap ucapannya sendiri dan ucapan orang lain. Dengan tidak mementingkan diri sendiri dan sanggup menepati janji adalah syarat utama dari sifat bertanggung jawab Julian, 2008: 230. h. Kepribadian yang Bertanggung Jawab Meadow 1989: 140 menegaskan bahwa seorang pribadi merupakan karunia yang berasal dari Sang Pencipta kehidupan. Sebagai pribadi yang bertumbuh menjadi remaja yang dewasa, hendaknya mampu menyadari hal tersebut dan semakin memiliki tanggung jawab sebagai bagian dari masyarakat. Bertanggung jawab atas diri sendiri berarti bahwa seseorang mau mengakui berbagai responsnya terhadap situasi hidup sungguh-sungguh sebagai responsnya sendiri. Kendati respons tersebut didasarkan pada stimulus tertentu, namun tetap memiliki corak khas pribadi yang bersangkutan. Trauma-trauma kehidupan, yakni pelbagai realitas pahit yang harus dialami seseorang sejak di dalam kandungan, akan berkesempatan menunjukkan pengaruhnya ketika yang bersangkutan 45 mengaktifkan sifat-sifat negatifnya. Namun, ia dapat keluar dari cengkeraman kebiasaan yang lahir dari sifat-sifat negatif tersebut apabila ia mampu bertanggung jawab atasnya. Separuh jalan ke arah perubahan telah ditempuh bila seseorang mengakui bahwa sifat-sifat negatif yang ditunjukkannya selama ini merupakan sifat-sifat esensinya, yang bisa dikendalikan oleh dirinya. Seseorang yang bertanggung jawab atas dirinya akan mampu berkata. “Saya adalah saya”. Seseorang yang bertanggung jawab atas dirinya tidak hanya menjaga kesehatan fisiknya, melainkan juga kesehatan mental, psikologis dan spiritualitasnya. Seorang remaja yang bertanggung jawab berarti ia sekaligus mampu menerima dirinya sendiri, baik di tengah-tengah keluarga, teman bergaul dan masyarakat. Seseorang dapat mengenal kekurangan-kekurangannya dengan benar, mengusahakan untuk mengatasinya tetapi bersama itu merelativir kekurangan-kekurangan tersebut. Orang yang menerima diri sendiri memiliki keutuhan batin. Ia tidak memusuhi diri sendiri, tidak selalu menentang atau mencaci maki dirinya sendiri Widyarta, 1971:14. Pribadi remaja yang penuh tanggung jawab digambarkan memiliki pandangan moral berdasarkan peraturan-peraturan, ia dapat memutuskan suatu tindakan dengan memperhatikan motif-motif dan kemungkinan hasilnya. Ia telah menentukan cita-citanya melalui usaha yang keras dan berat. Ia sangat kritis terhadap dirinya sendiri sehubungan dengan usaha yang tengah dilakukannya. Ia memiliki kesadaran yang sungguh-sungguh tentang pedoman-pedoman yang telah ditetapkan bagi dirinya, dan bukan sekedar melakukan apa yang dianjurkan oleh orang lain. Pribadi yang bertanggung jawab memandang hubungannya dengan orang lain berdasarkan cita-cita dan perasaannya terhadap orang tersebut, seorang 46 teman adalah tempat berbagi pikiran mengenai tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki, tidak hanya sekedar teman untuk bermain bola gelinding atau menonton film. Ia sangat menyadari pemahaman-pemahaman yang telah dimiliki melalui upaya yang gigih bahwa dirinya harus berarti bagi orang lain dan mungkin berusaha untuk menanamkannya pada diri orang lain sekaligus agar orang lain mengatahui nilai- nilai yang dianutnya Meadow, 1989: 73. Pribadi yang bertanggung jawab menanamkan keyakinan bahwa dirinya memiliki sesuatu yang berharga untuk diberikan kepada orang lain dan orang lain merasakan hal yang sama terhadap dirinya. Menjadi pribadi yang bertanggung jawab tidak muncul secara otomatis, namun harus dipupuk dan dibina selama masa pertumbuhan karena setiap pribadi mengalami tugas perkembangannya masing- masing dan berbeda-beda pula. Untuk meningkatkan kesadaran dalam bertanggung jawab itu sendiri diperlukan pendidikan, keteladanan dan takwa kepada Tuhan. Dengan menunjukkan kualitas diri yang baik, maka ia akan tumbuh dengan semangat memikul pertanggung jawaban yang besar pula. C. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah bagi Perkembangan Tanggung Jawab Siswa 1. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Kedewasaan Iman Pendidikan iman dalam arti khusus yakni usaha manusia untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman sedemikian rupa, hingga membantu dan mempermudah perkembangan iman. Pendidikan Agama Katolik merupakan suatu usaha untuk membantu dan mempermudah perkembangan iman peserta didik. Perkembangan iman yang terjadi pada setiap peserta didik merupakan rahmat dari 47 Allah yang diberikan secara cuma-cuma. Perkembangan hidup iman seseorang tidak pernah lepas dari perkembangan manusiawi. Kedewasaan Kristiani dan kedewasaan manusiawi memiliki perkembangan yang seimbang. Kedewasaan manusiawi menuntut suatu taraf kedewasaan Kristiani dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang yang memiliki iman yang dewasa akan mempengaruhi kedewasaan pribadi seseorang dan keduanya akan berkembang secara bersama-sama. Iman yang dewasa diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat utuh karena mencakup segi pemikiran, hati dan praksis. Iman Kristiani mencakup tindakan meyakini believing, mempercayai trusting dan melakukan kehendak Allah doing God’s will. Iman yang dewasa menempati tempat yang sentral dalam kepribadian. Sikap iman seseorang dikatakan dewasa ketika terintegrasi dengan keseluruhan kepribadian sebagai titik pusat seluruh aspek kehidupan dan tindakan. Sikap iman yang dewasa merupakan hasil proses integrasi, yang mengkoordinir dan menyelaraskan semua nilai dan motivasi seseorang menuju ke sikap iman. Iman yang dewasa membuat seorang beriman mampu membuat perbedaan dan pertimbangan. Seorang beriman dewasa adalah seorang yang dianugerahi kemampuan membeda-bedakan. Anugerah ini membuat seseorang mampu mengartikulasikan perasaan religious, merevisi dan mengadaptasi perwujudan iman. Demikian halnya dengan kedewasaan atau kematangan pribadi seseorang. Orang yang sudah dewasa dan matang sudah memiliki kemampuan untuk bisa membedakan situasi dan objek tertentu lalu menilai pentingnya hal-hal itu berdasarkan prioritas. Kedewasaan seseorang berisi karakter turut memikul tanggung jawab. 48 Mencapai suatu kematangan atau kedewasaan diperlukan suatu kesadaran, karena kebanyakan orang dalam dunia sekarang ini tidak mampu menyesuaikan tugas yang dituntut dari mereka oleh situasi dunia dan oleh Gereja. Melampaui masa kanak-kanak dan remaja bukanlah merupakan sesuatu yang luar biasa, melainkan kebutuhan mutlak bagi siapapun juga yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan hendak menempatkan dirinya dalam masyarakat umum dan dalam umat Kristiani. Kedewasaan merupakan suatu arah hidup seorang manusia dan untuk mencapai kedewasaan Krisitiani segala sesuatu disesuaikan dengan kemampuan manusia. Pendidikan Agama Katolik di sekolah diharapkan dapat membantu memperkembangkan iman peserta didik secara seimbang dan integratif sehingga iman dan pribadinya menjadi semakin matang, dan mampu mewujudkannya secara nyata di dalam hidupnya sehari-hari. 2. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Tanggung Jawab Seorang manusia diberikan kebebasan masing-masing dalam bersikap dan bertingkah laku. Kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Di dalam suasana hati yang bebas, manusia dapat sungguh menghayati dan mewujudkan imannya. Iman yang sungguh dihayati berdasarkan pemikiran, hati dan praksis akan membebaskan manusia dan menjadikannya sebagai pribadi yang bebas dan otentik. Iman yang dewasa hanya dapat diwujudkan oleh orang yang benar-benar bebas, karena iman dan kebebasan terdapat kaitan yang sangat erat. Iman dan kebebasan memiliki hubungan simbiotik, saling mengandaikan, saling memberi dan menerima. Kebebasan diartikan sebagai bebas untuk menanggapi cinta kasih Allah di dalam hidupnya, 49 bebas untuk mengasihi sesama, bebas untuk ikut memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Seorang manusia dapat mengalami kebebasan yang penuh apabila dia sungguh mampu bersatu dengan hidup Allah, menempatkan Allah sebagai pusat hidupnya. Ketika seorang manusia bebas dengan Allah, maka dengan sendirinya membuat kita bebas kepada diri sendiri, dan dengan jalan tersebut kita pun bebas untuk berbuat baik dengan sesama. Kebebasan seseorang berarti bebas untuk memilih tanpa paksaan batin apa pun, ia bebas mengatur dirinya sendiri berdasarkan keyakinan, kesadaran pilihan dan keputusan. Begitu pula dengan kebebasan yang diberikan kepada setiap manusia, bagaimana seorang manusia dapat menggunakan kebebasan yang diberikan kepadanya serta mempertanggungjawabkannya dalam setiap sikap dan tingkah lakunya. Pendidikan Agama Katolik di sekolah diharapkan dapat mendorong, membantu peserta didik untuk terus berusaha sampai pada kebebasan sejati. Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga perlu mempelopori terwujudnya kebebasan agar peserta didik dapat dibantu untuk mengambil keputusan hidup yang sungguh-sungguh keluar dari hati nuraninya. Iman Kristiani yang matang dan dewasa yang dihayati di dalam kebebasan menjadi peranan penting dari Pendidikan Agama Katolik di sekolah dan diwujudnyatakan melalui pertobatan yang terus menerus diperbaharui. D. Gambaran Keadaan SMA Stella Duce II Yogyakarta 1. Sejarah Singkat SMA Stella Duce II Yogyakarta Karya pendidikan Yayasan Tarakanita dikelola oleh Konggregasi Suster- suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus Suster CB. Karya pendidikan 50 pertama diawali di Bengkulu, pada 19 Desember 1929 yang dikelola HCS Hollandsch Chinneses School yang pada mulanya dikelola oleh para iman SCJ. Kemudian Sekolah tersebut diserahkan kepada suster CB pada tanggal 6 Januari 1930 dari Pastor Neilen, SCJ. Beberapa tahun kemudian, pada tanggal 11 Juni 1935, para Suster CB juga melayani pendidikan HCS di Lahat dengan menghadirkan 3 Suster CB di sana. Sekolah di Lahat ini diterima dari Pastor Hoogeboom, SCJ yang telah menetap di Lahat sejak tahun 1933. Kedua sekolah di Sumatera tersebut walaupun dilalui dengan penuh perjuangan, namun sampai sekarang cukup berkembang BPS, 2012: 6. Para suster yang menjalankan karya pelayanan pendidikan di Sumatera, sempat harus menjalani hidup di camp tahanan, bahkan beberapa dari mereka meninggal dunia. Namun justru dalam kesendiriannya di camp tahanan 2 orang suster Sr. Laurentia de Sain, CB dan Sr. Catharinia Liedmeier, CB memimpikan adanya sekolah yang dikelola Suster CB di Yogyakarta. Impian tersebut akhirnya terwujud. Setelah proklamasi kemerdekaan, di Yogyakarta mulai didirikan berbagai sekolah, yaitu SMP Stella Duce Dagen, SMAK Stella Duce di Jalan Sumbing 1 Jalan Sabirin dan SMA Stella Duce di Jalan Dr. Sutomo 16. Setelah beberapa sekolah di Yogyakarta mulai berjalan, menyusul kemudian sekolah- sekolah di Jakarta, Magelang, Surabaya, Solo Baru, dan Tangerang. Sekolah- sekolah Tarakanita terpencar di berbagai daerah tersebut, sejak awal berdirinya masing-masing berdiri sendiri dan dikelola para suster yang bertugas di daerah mana mereka diutus untuk berkarya di sekolah tersebut BPS, 2012: 6. Seiring dengan tuntutan zaman, sekolah-sekolah yang ada harus dikelola dengan baik dengan sebuah sistem managemen yang baik, untuk itu diperlukan sebuah lembaga 51 yang mengelolanya, maka dibentuklah Yayasan Tarakanita. Saat ini kantor pusat Yayasan Tarakanita berkedudukan di Jakarta. Oleh karena sekolah Tarakanita tersebar di berbagai daerah, maka demi efisiensi dan efektifitas pengelolaan didirikanlah kantor-kantor wilayah dimana sekolah-sekolah tersebut berada. Yayasan Tarakanita memiliki 7 kantor wilayah yaitu Bengkulu, Lahat, Tangerang, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Surabaya. Kantor wilayah Yogyakarta mengelola TK-SD Tarakanita Bumijo, SD Tarakanita Tritis, SD Tarakanita Ngembesan, SMP Stella Duce 1 Dagen, SMP Stella Duce 2 Suryodiningratan, SMA Stella Duce 1 Sabirin, SMA Stella Duce 2 Trenggono, dan SMA Stella Duce Bantul BPS, 2012: 6. SMA Stella Duce 2 Yogyakarta merupakan sekolah alih fungsi dari SPG Stella Duce yang berdiri sejak 1 April 1949. Berdasarkan SK Kakanwil Propinsi DIY atas nama Mendikbud RI No.0111.13Kpts1989 tanggal 28 Januari 1989, SPG Stella Duce resmi beralih fungsi menjadi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Dengan siswa berjumlah 63 orang yang terbagi dalam 3 kelas, SMA Stella Duce 2 mengawali karyanya dibawah pimpinan Sekolah Th. Sri Artinah. Perjuangan selama 3 tahun akhirnya membuahkan hasil setelah melalui proses akreditasi pada bulan September 1991, status SMA Stella Duce 2 menjadi DISAMAKAN berdasarkan SK No.476CKep1991. Dalam perkembangannnya status akreditasi selalu DISAMAKAN dan pada tahun 2008 Terakreditasi “A”. Di sisi lain kepemimpinan sekolah silih berganti antara lain Th. Sri Artinah, Sr. Yohanita, CB, Ant. Suparjo, Sr. Theresiata, CB, Dra. M. Sri Purwanti, Dra. Sr. Jeanne, CB, Dra. Ch. Rini Suharsih, Dra. Anna Harsanti dan per 1 Juli 2011 diangkatlah Sr. B. Fidelis Budiriastuti, CB, S.Pd. sebagai Kepala Sekolah BPS, 2012: 8. 52 2. Tujuan, Visi dan Misi SMA Stella Duce II Yogyakarta a. Tujuan SMA Stella Duce II Yogyakarta Sekolah SMA Stella Duce II merupakan sekolah Katolik yang memiliki tujuan dan visi misi dalam menyelenggarakan pendidikan. SMA Stella Duce memiliki dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus yang meliputi: UMUM : Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut BPS, 2012: 11. KHUSUS : 1 Memberi pelayanan pendidikan sesuai dengan visi dan misi pendidikan Yayasan Tarakanita. 2 Membantu peserta didik agar dalam dirinya tumbuh semangat berbelarasa tinggi terhadap sesama terutama yang miskin, tersisih, dan menderita. 3 Membantu remaja putri agar mampu mengenali dan mengembangkan potensi dirinya sendiri secara optimal. 4 Mendampingi remaja putri secara optimal dengan mengembangkan komunikasi dan kerjasama yang harmonis antara sekolah, orangtua, dan masyarakat. 5 Mendampingi remaja putri agar terbentuk watak yang baik, bersikap jujur, adil, dan berbudi pekerti luhur dengan memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan nilai khususnya nilai-nilai Kristiani, memiliki semangat persaudaraan sejati, memiliki keterampilan khusus di luar akademik sehingga mampu ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian dalam gerakan penegakan keadilan, perdamaian, dan penyelamatan lingkungan hidup. 6 Menyiapkan remaja putri untuk memiliki kemampuan akademik yang memadai untuk bersaing dalam seleksi masuk perguruan tinggi BPS, 2012: 11. b. Visi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta sebagai bagian dari Yayasan Tarakanita bercita-cita menjadi lembaga pendidikan yang didasari oleh relasi yang berbelarasa untuk membantu peserta didik membentuk diri menjadi pribadi yang utuh, 53 bermoral baik, berkemampuan intelektual memadai, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, memiliki wawasan kebangsaan dan semangat berbelarasa terhadap sesama manusia terutama yang miskin, tersisih, dan menderita BPS, 2012: 9. c. Misi SMA Stella Duce II Yogyakarta memiliki misi dalam menciptakan pendidikan selama proses belajar mengajar di sekolah, yakni sebagai berikut: 1 Membantu peserta didik agar dalam dirinya tumbuh semangat berbelarasa tinggi terhadap sesama terutama yang miskin, tersisih dan menderita. Ini diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari naradidik bukan hanya di dalam ligkungan sekolah namun di dalam hidup bermasyarakat. Sekolah juga memiliki program Live in setiap tahunnya bagi siswi kelas XI agar naradidik semakin mengenal kenyataan kehidupan yang dialami oleh masyarakat sekitarnya. 2 Menciptakan suasana belajar yang kondusif agar peserta didik mampu mengenali dan mengembangkan potensi dirinya sendiri secara optimal. 3 Mengupayakan terjadinya komunikasi dan kerjasama yang harmonis antar sekolah, orangtua, dan masyarakat dalam rangka mengoptimalkan pendampingan terhadap peserta didik. 4 Memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan nilai khususnya nilai- nilai Kristiani agar terbentuk watak baik, sikap jujur, adil, dan berbudi pekerti luhur. 5 Membantu peserta didik agar memiliki kemampuan akademik yang memadai untuk bersaing dalam seleksi masuk perguruan tinggi. 6 Mendampingi peserta didik agar mampu mengembangkan semangat persaudaraan sejati dengan melatih diri untuk mengelola perbedaan di antara mereka. 7 Membantu peserta didik agar memilki keterampilan khusus di luar akademik sehingga mampu ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat. 8 Membantu peserta didik agar mampu ambil bagian dalan gerakan penegakan keadilan, perdamaian, dan penyelamatan lingkungan hidup. Dari Visi dan misi tersebut ditemukan nilai-nilaisemangat dasar yang dihidupi dan diperjuangkan untuk menuju pembentukan pribadi yang utuh yaitu Cc5: Compassion Bela rasa, Credo-Concelebration Kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dalam peristiwa religius, Competence Kompetensi, ConvictionConscience Keyakinan diri dan ketaatan kepada suara hati, Creativity 54 Dan Consistency Kreativitas dan Konsistensi, Community Komunitas. Semboyan : Unggul, Mandiri dan Ceria BPS, 2012: 9-10. 3. Keadaan Siswi SMA Stella Duce II Yogyakarta Siswi merupakan salah satu unsur penting dalam kelangsungan karya pendidikan dalam sekolah yang di kelola yayasan Tarakanita. Salah satunya adalah SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang naradidiknya adalah berjenis kelamin perempuan serta memiliki beraneka suku, agama, dan situasi ekonomi yang berbeda-beda. Pada Tahun Pelajaran 20132014, jumlah siswi SMA Stella Duce 2, Yogyakarta, mengalami peningkatan. Kelas X terdiri dari lima kelas. Sementara itu, terdapat 5 kelas untuk kelas dan terdapat 5 kelas untuk kelas XII. Peserta didik seluruhnya ada 419 siswi yang terdiri atas 158 siswi kelas X, 137 siswi kelas XI, dan 124 siswi kelas XII rincian sebagai berikut: Tabel 1: Jumlah Siswi Setiap Kelas KELAS X KELAS XI KELAS XII X A : 32 siswi XI IPA 1 : 24 siswi XII IPA: 34 siswi X B : 32 siswi XI IPA 2 : 22 siswi XII IPS 1 : 25 siswi X C : 32 siswi XI IPS 1 : 30 siswi XII IPS 2 : 26 siswi X D : 30 siswi XI IPS 2: 32 siswi XII IPS 3 : 24 siswi X E: 32 siswi XI BHS : 29 siswi XII BHS : 15 siswi Jumlah = 158 siswi Jumlah = 137 siswi Jumlah = 124 siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang memiliki para siswi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, SMA Stella 55 Duce 2 Yogyakarta menyediakan fasilitas asrama putri yang terletak di kompleks sekolah. Hal ini bertujuan agar siswi mampu mengenal dan berinteraksi dengan berbagai siswi dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. 4. Kegiatan Belajar Mengajar PAK di SMA Stella II Yogyakarta Kegiatan pelaksanaan proses belajar mengajar untuk materi Pendidikan Agama Katolik [Lampiran 21: 33] di SMA Stella Duce II Yogyakarta sudah terjadwal sebagai berikut: Tabel 2: Jadwal Pendidikan Agama Katolik Kelas X Hari Jam Kelas XI Hari Jam Kelas XII Hari Jam X A Rabu, 8 Kamis, 5 XI IPA 1 Jumat, 6-7 XII IPA Rabu, 6 Kamis, 6 X B Kamis, 7-8 XI IPA 2 Senin, 7 Sabtu, 1 XII IPS 1 Selasa, 8 Sabtu, 3 X C Jumat, 5 Sabtu, 4 XI IPS 1 Senin, 8 Rabu, 4 XII IPS 2 Rabu, 5 Jumat, 1 X D Jumat, 3-4 XI IPS 2 Rabu, 3 Kamis, 4 XII IPS 3 Senin, 6 Selasa, 4 X E Senin, 1 Sabtu, 2 Bahasa Kamis, 1-2 Bahasa Senin, 3-4 Kegiatan proses belajar mengajar setiap pagi selalu diawali dengan memulai renungan dan doa bersama melalui pengeras suara yang dipimpin oleh siswi yang bertugas. Hal ini merupakan hal wajib yang dilakukan oleh seluruh siswi-siswi dan guru SMA Stella Duce II Yogyakarta. Begitu juga pada jam 12.00 Wib seluruh warga SMA Stella Duce II melakukan doa angelus bersama dan di 56 akhir pelajaran juga ditutup dengan doa bersama dengan 4 macam bahasa yaitu Indonesia, Inggris, Jerman dan Jawa. Di luar kegiatan belajar mengajar di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta juga memiliki kegiatan ekstra kurikuler yaitu di bidang pengembangan intelektual seperti kegiatan komputer, English Speaking and Debet Club ESDC, di bidang pengembangan seni dan sastra seperti orkestra, biola dasar, flute, cello, gitar, clarinet, bina volalia, teater dan bidang pegembangan olah fisik dan keterampilan seperti basket, volli, badminton, renang, dance, cheer, taewondo dan keputrian. Kegiatan ekstra kurikuler ini juga dapat membantu naradidik untuk mengembangkan talenta yang dimiliki oleh para naradidik sesuai dengan minat mereka masing-masing.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN TENTANG PERANAN PENDIDIKAN