Peranan Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah bagi perkembangan tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG

JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II,

YOGYAKARTA.Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan akan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) sebagai sarana pembentuk pribadi siswa belum dapat mencapai hasil yang maksimal. Kenyataan menunjukkan bahwa sering kali Pendidikan Agama Katolik dipandang sebelah mata, dimana para siswa terkadang acuh tak acuhdan menganggap Pendidikan Agama Katolik hanya sebagaipemenuhan nilai. Moral anak juga mengalami kemerosotan yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kurangnya penghayatan para siswa terhadap materi yang telah diterima mengakibatkan perkembangan pribadi dan imannya belum terbentuk secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh Pendidikan Agama Katolik di sekolah belum mampu menjawab tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik belum berhasil membentuk para siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Peranan guru dalam Pendidikan Agama Katolik juga dituntut untuk dapat mendampingi para siswa mencapai tujuan bersama, dimana kreatifitas dan variasi dalam mengelola materi menjadi faktor yang sangat mendukung bagi para siswa dalam mengembangkan pribadi.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah memberikan penjelasan tentang peranan Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk menjawab masalah ini penulis mengumpulkan data yang akurat dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Penelitian tersebut sudah dilaksanakan dan kemudian hasilnya dijabarkan dalam pembahasan.

Hasil akhir menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di SMA Stella Duce II Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan membantu peserta didik dalam mengembangkan diri menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Pendidikan Agama Katolik itu sendiri tidak luput dari kekurangan yakni hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hal ini nampak pada kesadaran para siswa masih belum berkembang dengan baik. Peran guru Pendidikan Agama Katolik menentukan dalam pembentukan para siswa sehingga guru harus mempersiapkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

.


(2)

ABSTRACT

The title of the writing is THE ROLE OF THE CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION IN THE DEVELOPMENT OF THE SENSE OF RESPONSIBILITY OF THE CLASS XI STUDENTS OF STELLA DUCE II HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA. The bacground behind the title chosen is because of the whole learning process of the Catholic Religious Education as medium individual formation is not reaching the maximum outcome yet as it should be.

The fact we are facing is that the Catholic Religious Education is oftenly looked as an unimportance subject by the students. It is just for their school grade fullfilment. The consequence is the students lack of in giving their attention when the subject is taught. And of course, it will continue to the lack of their comprehension in life. When it is lacking in comprhension it will also affect faith and individual development. At the end of these serial consequences, the problem of morality is found, that the students tend to commit bad deeds.

The situation above shows us that the goal of the learning process of the Catholic Religious Education needs improving to make the students become more responsible. And for that, the role of a teacher is also demanded in order to gain the common goal. Here, creativity and variation of teaching become a main factor to support the students to develop their personality.

The main problem in this writing is to explain the role of the role of the Catholic Religious Education in the development the sense of responsibility of the Class XI Students of Stella Duce II High School of Yogyakarta. Thus, to find the answer of the problem, the accurate data were strongly needed. And for this reason, the questionnairs were given to the students class XI of Stella Duce II High School of Yogyakarta. After that, the data were analyzed. Other resources used were books related. This study was to get the informations and ideas of teaching for the teachers.

The result show that Catholic Religious Education is like a bridge of formal education at school, where the students are taught to fully comprehend of Biblical values, so that they will have moral consciousness, responsible for their life. All aspects of the school must build a good relationship and cooperation, so that the whole process of Catholic Religious Education will go smoothly and the main goal of the education can be achieved.


(3)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI

SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Benny Kusumawati NIM: 081124015

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014


(4)

ii


(5)

iii


(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada: almarhum ayahku tercinta Petrus Sukapjo,

ibuku Monica Partinah, teman-teman angkatan 2008,


(7)

v

MOTTO

“Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia”.


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Juli 2014 Penulis


(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Benny Kusumawati

NIM : 081124015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Juli 2014 Yang menyatakan,


(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA.Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan akan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) sebagai sarana pembentuk pribadi siswa belum dapat mencapai hasil yang maksimal. Kenyataan menunjukkan bahwa sering kali Pendidikan Agama Katolik dipandang sebelah mata, dimana para siswa terkadang acuh tak acuhdan menganggap Pendidikan Agama Katolik hanya sebagaipemenuhan nilai. Moral anak juga mengalami kemerosotan yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kurangnya penghayatan para siswa terhadap materi yang telah diterima mengakibatkan perkembangan pribadi dan imannya belum terbentuk secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh Pendidikan Agama Katolik di sekolah belum mampu menjawab tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik belum berhasil membentuk para siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Peranan guru dalam Pendidikan Agama Katolik juga dituntut untuk dapat mendampingi para siswa mencapai tujuan bersama, dimana kreatifitas dan variasi dalam mengelola materi menjadi faktor yang sangat mendukung bagi para siswa dalam mengembangkan pribadi.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah memberikan penjelasan tentang peranan Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk menjawab masalah ini penulis mengumpulkan data yang akurat dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Penelitian tersebut sudah dilaksanakan dan kemudian hasilnya dijabarkan dalam pembahasan. Hasil akhir menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di SMA Stella Duce II Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan membantu peserta didik dalam mengembangkan diri menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Pendidikan Agama Katolik itu sendiri tidak luput dari kekurangan yakni hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hal ini nampak pada kesadaran para siswa masih belum berkembang dengan baik. Peran guru Pendidikan Agama Katolik menentukan dalam pembentukan para siswa sehingga guru harus mempersiapkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

.


(11)

ix

ABSTRACT

The title of the writing is THE ROLE OF THE CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION IN THE DEVELOPMENT OF THE SENSE OF RESPONSIBILITY OF THE CLASS XI STUDENTS OF STELLA DUCE II HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA. The bacground behind the title chosen is because of the whole learning process of the Catholic Religious Education as medium individual formation is not reaching the maximum outcome yet as it should be.

The fact we are facing is that the Catholic Religious Education is oftenly looked as an unimportance subject by the students. It is just for their school grade fullfilment. The consequence is the students lack of in giving their attention when the subject is taught. And of course, it will continue to the lack of their comprehension in life. When it is lacking in comprhension it will also affect faith and individual development. At the end of these serial consequences, the problem of morality is found, that the students tend to commit bad deeds.

The situation above shows us that the goal of the learning process of the Catholic Religious Education needs improving to make the students become more responsible. And for that, the role of a teacher is also demanded in order to gain the common goal. Here, creativity and variation of teaching become a main factor to support the students to develop their personality.

The main problem in this writing is to explain the role of the role of the Catholic Religious Education in the development the sense of responsibility of the Class XI Students of Stella Duce II High School of Yogyakarta. Thus, to find the answer of the problem, the accurate data were strongly needed. And for this reason, the questionnairs were given to the students class XI of Stella Duce II High School of Yogyakarta. After that, the data were analyzed. Other resources used were books related. This study was to get the informations and ideas of teaching for the teachers.

The result show that Catholic Religious Education is like a bridge of formal education at school, where the students are taught to fully comprehend of Biblical values, so that they will have moral consciousness, responsible for their life. All aspects of the school must build a good relationship and cooperation, so that the whole process of Catholic Religious Education will go smoothly and the main goal of the education can be achieved.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena limpah berkat dan

kasihNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA.

Skripsi ini ditulis sebagai bentuk keterlibatan penulis akan perkembangan

proses pembelajaran pendidikan agama katolik di jaman sekarang dan masa yang

akan datang. Tujuan pendidikan agama katolik adalah agar siswa memiliki

kemampuan membangun hidup yang semakin beriman, sehingga mampu

menghayati imannya dalam kehidupan sehari-hari, di dalam maupun di luar

sekolah. Dengan memiliki iman yang utuh, maka pribadi siswa tersebut akan

terbentuk dengan baik. Selain itu, skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

seluruh bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis dengan rendah hati mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang telah menyetujui penulisan skripsi ini.

2. Dra. Y. Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang selalu


(13)

xi

saran yang sangat berguna selama proses penyelesaian skripsi dan dengan

penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen wali dan sekaligus dosen penguji

kedua yang sudah mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi

ini.

4. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum. selaku dosen penguji ketiga yang

memberikan perhatian serta dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata

Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada

penulis.

6. Kepada Ayah (Almarhum) dan Ibu tersayang, kakak, teman-teman angkatan

2008, semua pihak dan segenap keluarga yang turut memberikan cinta,

semangat dan doanya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para

pembaca yang berguna demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Yogyakarta, 18 Juli 2014

Penulis


(14)

xii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penulisan ... 6

F. Manfaat Penulisan ... 7

G. Metode Penulisan... 7

H. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA ... 10

A. Pendidikan Agama Katolik ... 10

1. Pendidikan... 11

a. Pengertian Pendidikan pada Umumnya ... 11

b. Tujuan Pendidikan ... 14


(15)

xiii

2. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17

a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17

b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 21

c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik ... 22

d. Konteks Pendidikan Agama Katolik di Sekolah... ... 23

e. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 25

f. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 27

B. Perkembangan Tanggung Jawab ... 30

1. Perkembangan ... 30

a. Pengertian Perkembangan ... 30

b. Ciri-ciri Perkembangan ... 31

2. Tanggung Jawab dan Kepribadian ... 32

a. Pengertian Tanggung Jawab ... 32

b. Jenis Tanggung Jawab... 34

c. Pengertian Kepribadian ... 37

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian... 38

e. Hubungan Tanggung Jawab dan Kepribadian ... 39

f. Kesadaran Moral yang Terbentuk ... 41

g. Kepribadian yang Matang ... 43

h. Kepribadian yang Bertanggung Jawab ... 44

C. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah bagi Perkembangan Tanggung Jawab Siswa ... 46

1. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Kedewasaan Iman ... 46

2. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Tanggung Jawab ... 48

D.Gambaran Keadaan SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 49

1. Sejarah Singkat SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 49

2. Tujuan, Visi dan Misi SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 52

3. Keadaan Siswi SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 54

4. Kegiatan Belajar Mengajar PAK di SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 55


(16)

xiv

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA SMA

STELLA DUCE II YOGYAKARTA ... 57

A. Latar Belakang Penelitian ... 57

B. Tujuan Penulisan ... 58

C. Manfaat Penulisan ... 59

D. Jenis Penelitian ... 59

E. Metode Penulisan... 60

F. Tempat dan Waktu Penelitian ... 60

G. Responden Penelitian... 60

H. Instrumen Penelitian ... 61

I. Variabel Penelitian... 62

J. Hasil Penelitian ... 63

K. Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

L. Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB IV. UPAYA PENINGKATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNGJAWABSISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA ... 80

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 81

B. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 82

BAB V. PENUTUP ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN ... 99

Lampiran 1: Surat Persetujuan dari Kaprodi ... (1)

Lampiran 2: Surat Penelitian dari Sekolah ... (2)

Lampiran 3: Kuesioner Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 1 ... (7)

Lampiran 5: Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 2... (8)


(17)

xv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Ams : Amsal

B. Singkatan Resmi Dokumen-dokumen Gereja

GE : Gravissimum Education, Dekrit Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristiani, tanggal 4 Desember 1963

C. Singkatan Lain-lain

Art : Artikel

BPS : Buku Panduan Sekolah

CB : Carolus Borromeus

DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

ESDC : English Speaking and Debet Club

HCS : Hollandsch Chinneses School

Komkat : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

OSIS : Organisasi Siswa Intra Sekolah

PAK : Pendidikan Agama Katolik

RI : Republik Indonesia

RPP : Rencana Program Pembelajaran


(18)

xvi SD : Sekolah Dasar

SK : Surat Keputusan

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMAK : Sekolah Menengah Atas/Kejurusan

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPG : Sekolah Pendidikan Guru

Sr : Suster


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena pendidikan Indonesia saat ini terkadang merisaukan bagi para

pemerhati pendidikan. Pendidikan sering kali disepelekan. Pendidikan dalam arti

sepenuhnya sangat sulit dicapai. Bahkan kenyataannya, pendidikan yang baik dan

berkesinambungan saat ini jarang sekali diselenggarakan baik dalam pendidikan

formal maupun non formal.

Sekolah Katolik merupakan bagian dari tugas penyelamatan Gereja,

khususnya untuk pendidikan iman. Namun dalam kenyataannya, sekolah

mengalami begitu banyak masalah dalam proses pendidikan. Banyaknya pengaruh

dalam masa remaja itu sendiri cukup membahayakan proses pembentukan

kepribadian, khususnya tanggung jawab peserta didik tersebut seperti mencontek,

tawuran atau perkelahian antar sekolah, membuat kelompok geng dalam sekolah,

mengkonsumsi narkoba, minum-minuman keras, nonton video porno yang

berakibat pada seks bebas, pergaulan tidak sehat, dll. Padahal sekolah mempunyai

tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja,

tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Itu berarti

pendidikan tidak hanya berkutat pada pengetahuan tetapi juga mencakup mendidik

pribadi.

Dalam hal ini guru tidak hanya mengajar tetapi juga berperan sebagai

pembentuk kepribadian. Guru atau pendidik dituntut untuk lebih memperhatikan


(20)

berarti. Dalam pengertian ini, berarti proses pendidikan merupakan penciptaan

penyesuaian antara pengetahuan dan nilai-nilai yang harus dimiliki tiap individu

untuk menjadi pribadi yang matang. Karena itu, harus tetap dijaga keseimbangan

antara pengetahuan dan nilai-nilai yang diberikan.

Pendidikan agama wajib menyalurkan pengetahuan yang mampu

memotivasi peserta didik untuk menjalin dan mengembangkan hubungan dengan

Tuhan. Pengajaran agama juga harus memberi peluang kepada pembentukan sikap

dalam diri siswa tersebut. Bagi sekolah katolik, Pendidikan Agama Katolik di

sekolah merupakan bagian dari pelayanan sabda. Hidup dan iman peserta didik

yang menerima Pendidikan Agama Katolik di sekolah haruslah ditandai dengan

perubahan yang terus menerus. Perubahan yang terus menerus ini akan menentukan

bagaimana kualitas diri dan mutu kepribadian seseorang, sehingga keberhasilan

dalam hidup dapai dicapai dengan baik (Riberu, 2004: 24).

Sekolah seharusnya mampu membimbing peserta didik untuk dapat

mengerti, mendalami serta mewujudnyatakan nilai-nilai moral yang menjadi

penunjang dalam pembentukan diri peserta didik tersebut. Tanggung jawab

merupakan salah satu nilai moral yang sangat penting dalam kehidupan ini.

Tanggung jawab berarti melaksanakan sebuah pekerjaan atau kewajiban dalam

keluarga, di sekolah, maupun di tempat bekerja dengan sepenuh hati dan

memberikan yang terbaik (Lickona, 2012: 72).

Tanggung jawab dan kesadaran yang dimiliki oleh seseorang akan

menentukan bagaimana seseorang dapat mempertanggungjawabkan sikap dan

tindakan yang dilakukannya. Kesadaran yang tinggi tentu menandakan seseorang


(21)

menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

damai dan bermartabat. Pendidikan agama mengusahakan pengembangan sikap

hidup orang beriman. Puncak pengembangan ini adalah terbentuknya hati nurani

dengan kesadaran moral tinggi. Dalam silabus Pendidikan Agama Katolik juga

mengatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia

serta peningkatan potensi spiritual (Komkat KWI, 2007: 11). Karena itu

pelajaran-pelajaran yang diberikan dalam pendidikan kiranya sanggup menjawab tuntutan

ini.

Gravissimum Educationis juga menegaskan bahwa sekolah memiliki makna

istimewa tersendiri dari segala upaya pendidikan yang ada. Sekolah Katolik

memiliki tujuan yang khas yakni menciptakan lingkungan hidup bersama di

sekolah yang dijiwai semangat Injil, kebebasan dan cinta kasih, serta membantu

peserta didik dalam mengembangkan kepribadian mereka secara lebih utuh (GE,

art. 5).

Menjadi pribadi matang dan mandiri berarti pribadi yang mengenal

kemampuan dan kewajiban sosialnya, sehingga kelak dapat berperan aktif sebagai

warga masyarakat yang bertanggung jawab. Perwujudan semua hal diatas tentunya

menjadi hal mendasar yang dimiliki oleh sekolah Katolik yang mengusahakan

pendidikan yang bersifat utuh, yang memperkembangkan seluruh aspek hidup

manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan (Heryatno Wono

Wulung, 2008: 12). Sekolah Katolik wajib menyelenggarakan Pendidikan Agama

Katolik yang bervisi spiritual, yakni dengan mengedepankan hal yang berhubungan


(22)

Sekolah SMA Stella Duce II Yogyakarta merupakan sekolah Katolik yang

memiliki pendidikan yang bervisi spiritual. Pendidikan yang bervisi spiritual

berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha

memperkembangkan kedalaman hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri

atau inti hidup mereka. SMA Stella Duce II Yogyakarta memiliki visi untuk

menjadi lembaga pendidikan yang didasari oleh relasi yang berbelarasa untuk

membantu para siswa membentuk diri menjadi pribadi yang utuh, bermoral baik,

berkemampuan intelektual memadai, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, memiliki

wawasan kebangsaan dan semangat berbelarasa terhadap sesama manusia terutama

yang miskin, tersisih, dan menderita.

Visi yang dimiliki oleh SMA Stella Duce II Yogyakarta diatas ingin

memaparkan pentingnya mempersiapkan peserta didik yang memiliki kepribadian

utuh dan beriman. Selain itu, para siswa juga dibantu untuk memiliki watak yang

baik, bersikap jujur, adil, dan berbudi pekerti luhur dengan memberikan perhatian

khusus terhadap pendidikan nilai khususnya nilai-nilai Kristiani, sehingga mampu

ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian dalam keadilan,

perdamaian, dan penyelamatan lingkungan hidup.

Pendidikan Agama Katolik berperan penting dalam menciptakan

penyesuaian antara pengetahuan dan nilai-nilai yang harus dimiliki. Karena itu,

kedudukan Pendidikan Agama Katolik pun harus mendapat tempat dan tidak dapat

digantikan. Pertanyaannya, apakah Pendidikan Agama Katolik saat ini masih

sanggup menjawab tuntutan pendidikan pada umumnya? Dengan dapat menjawab

pertanyaan ini, Pendidikan Agama Katolik memperlihatkan kedudukannya dalam


(23)

bukan hanya pengetahuan melainkan juga sanggup membentuk kematangan pribadi

bagi peserta didik secara utuh. Dan tentunya keberhasilan ini sangat bergantung

pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam mencapai tujuan

tersebut. Berdasarkan gambaran Pendidikan Agama Katolik dan perkembangan

kepribadian di SMA Stella Duce II Yogyakarta, maka penulis merasa tertarik untuk

memberi judul karya ilmiah ini PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA.

B. Identifikasi Masalah

Pendidikan Agama Katolik masih sering dipandang sebelah mata, peserta

didik terkadang lebih suka fokus ke mata pelajaran tertentu dan menomorduakan

Pendidikan Agama Katolik. Pendidikan Agama Katolik hanya dianggap sebagai

permenuhan nilai semata. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

terkadang kurang bahkan menjauh dari tujuan Pendidikan Agama Katolik,

sehingga proses itu tidak berhasil menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang

matang dan bertanggung jawab. Moral anak mengalami kemerosotan bukan dalam

pengetahuan melainkan perilaku, khususnya tanggung jawab peserta didik tersebut

seperti mencontek, tawuran atau perkelahian antar sekolah, membuat kelompok

geng dalam sekolah, mengkonsumsi narkoba, minum-minuman keras, nonton video

porno yang berakibat pada seks bebas, pergaulan tidak sehat, dll. Peran guru dan

proses Pendidikan Agama Katolik terkadang masih kurang mampu menyentuh dan

menyapa diri peserta didik dengan masih ditemukan banyak sikap dan perilaku


(24)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dalam skripsi ini, maka penulis

tidak membahas semua permasalahan yang ada. Oleh karena itu, penulis

membatasi masalah yang akan difokus pada PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan pokok dapat

dirumuskan dalam pertanyaan penulisan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Katolik?

2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan tanggung jawab?

3. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMA Stella Duce II

Yogyakarta mampu membentuk tanggung jawab siswa dalam kegiatan, baik di

sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari?

E. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Memaparkan apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Katolik.

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan tanggung jawab.

3. Memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik

dalam mengembangkan tanggung jawabnya sebagai siswa di SMA Stella Duce


(25)

F. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan gagasan dan hasil penulisan bagi dalam

meningkatkan tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah bagi

perkembangan tanggung jawab dirinya dalam kegiatan di sekolah maupun di

luar sekolah.

2. Menemukan dampak positif Pendidikan Agama Katolik dalam pengembangan

tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta.

3. Mendapatkan pemahaman pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan

perkembangan yang dialami oleh siswa dalam tanggung jawabnya sebagai

siswa secara lebih utuh.

G. Metode Penulisan

Metode dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode survey, yaitu

metode yang menganalisis suatu data yag ditinjau dari dua hal antara kenyataan

dan ketentuan yang ada. Metode ini digunakan untuk memahami peranan PAK

dalam hubungannya dengan perkembangan tanggung jawab ini Dengan metode ini

pula, maka akan diperoleh gambaran sejauh mana siswa kelas XI SMA Stella Duce

II Yogyakarta dapat menemukan peranan Pendidikan Agama Katolik (PAK) demi

pengembangan kematangan pribadi mereka. Dalam karya ini juga mencoba

memahami apa yang menjadi hambatan para siswi untuk dapat menemukan

peranan PAK dalam mengembangkan pribadi mereka yang utuh dan bertanggung


(26)

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan

pokok-pokok sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab pendahuluan terdiri dari latar

belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Dalam bab II penulis akan menguraikan empat bagian, pada bagian pertama

mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang mencakup

pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan, unsur-unsur pendidikan,

pengertian, tujuan, ruang lingkup, peranan, konteks, proses Pendidikan Agama

Katolik di sekolah dan peranan guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua

mengenai perkembangan tanggung jawab yang mencakup pengertian

perkembangan, ciri-ciri perkembangan, pengertian tanggung jawab, pengertian

kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, jenis-jenis tanggung

jawab, hubungan tanggung jawab dengan kepribadian, kesadaran moral yang

terbentuk, kepribadian yang matang, kepribadian yang bertanggung jawab. Bagian

ketiga menguraikan gambaran keadaan SMA Stella Duce II Yogyakarta yang

mencakup sejarah singkat, tujuan, visi dan misi, keadaan siswi, kegiatan belajar

mengajar PAK di SMA Stella Duce II Yogyakarta. Dan bagian ke empat

menguraikan latar belakang penelitian.

Bab III menguraikan metodologi penelitian yang mencakup tujuan

penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan

waktu, responden, instrumen, variabel, hasil penelitian, pembahasan penelitian


(27)

Bab IV menguraikan upaya peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama

Katolik (PAK) di sekolah bagi perkembangan tanggungjawab siswa kelas XI SMA

Stella Duce II Yogyakarta yang memuat usulan program berupa RPP untuk

meningkatkan pemahaman bahwa Pendidikan Agama Katolik memiliki peranan

yang sangat penting bagi perkembangan tanggung jawab remaja menuju pribadi

yang lebih utuh, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari

Bab V sebagai bab penutup akan menguraikan kesimpulan dan saran bagi


(28)

BAB II

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA

A. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Pendidikan Agama Katolik merupakan hal pokok yang memiliki pengaruh

besar di dalam lingkup sekolah, khususnya dalam membantu peserta didik

meningkatkan iman dan kepribadiannya menjadi dewasa, baik dalam lingkup

sekolah, masyarakat maupun keluarga. Dewasa dalam pengertian menyeluruh

yakni dewasa dalam usianya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, sehingga

bertingkah laku dewasa serta memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam setiap

perkataan dan tingkah lakunya. Pendidikan Agama Katolik sebagai pendidikan

iman juga diharapkan mampu menjadi jembatan untuk menanamkan nilai-nilai

kehidupan sekaligus menjadi solusi pemecahan masalah yang dihadapi para siswa.

Pemahaman lebih luas mengenai Pendidikan Agama Katolik akan lebih

jelas dalam pembahasan lebih lanjut. Pada bab ini akan diuraikan dalam dua

bagian, bagian pertama mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik yang

mencakup pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan, pengertian,

tujuan, ruang lingkup, peranan, proses Pendidikan Agama Katolik di sekolah dan

peranan guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua mengenai perkembangan

tanggung jawab yang mencakup pengertian perkembangan, pengertian tanggung

jawab, pengertian kepribadian, hubungan tanggung jawab dengan kepribadian,

kesadaran moral yang terbentuk, kepribadian yang matang, kepribadian yang


(29)

1. Pendidikan pada Umumnya

a. Pengertian Pendidikan pada Umumnya

Pada dasarnya, setiap pendidikan merupakan sebuah proses yang memiliki

tujuan untuk membantu seseorang dalam mempersiapkan dirinya berkembang di

tengah-tengah masyarakat serta meningkatkan hubungannya dengan Sang Pencipta.

Makna sejati dari sebuah pendidikan itu sendiri adalah sebuah usaha bersama

dalam proses yang terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dirinya

dan menyiapkan diri dalam mengambil bagian dari masyarakat dan di hadapan

Tuhan (Mardiatmadja, 1986: 19).

Tilaar (1999: 28) juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu

proses berkesinambungan. Proses tersebut mengimplikasikan bahwa di dalam

setiap peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai makhluk yang

hidup di tengah-tengah masyarakat. Kemampuan-kemampuan tersebut misalnya

berupa dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang ada pada diri manusia

tersebut. Proses ini merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus bersamaan

dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan yang terus

berjalan ini tidak boleh mengesampingkan sesama manusia serta lingkungan di

sekitar. Karena proses pendidikan yang berkesinambungan dari seorang manusia

tidak pernah akan selesai.

Pendidikan tidak akan berhenti ketika seseorang telah melewati masa-masa

pendidikan di sekolah, dibangku kuliah maupun menjadi seorang yang dewasa.

Akan tetapi, proses itu akan terus berkembang selama ada interaksi antara manusia

dengan sesamanya serta lingkungan alamnya. Dalam proses itu juga seseorang


(30)

harus dimengerti, dimanfaatkan, dihargai dan dicintai, serta menyadari apa yang

telah menjadi tugas-tugas serta kewajiban yang harus dilakukannya sehingga

mampu membawanya pada lingkungan sekitar, sesamanya manusia dan Tuhan,

sebagai pedoman dalam hidupnya.

Manusia memiliki dunia yang tak terbatas, ia tidak terikat pada

lingkungannya, tetapi terbuka terhadap dunia, ia bisa memiliki

pengalaman-pengalaman baru. Hampir seluruh tata kelakuan manusia merupakan hasil dari

proses belajar, pilihan dan kebiasaan. Hal ini mengharuskan seorang manusia untuk

dapat membangun dunianya, budayanya, pengalamannya, perilakunya dan tata

perilakunya sendiri. Semuanya ditentukan oleh kemanusiaanya sendiri sebagai

seorang manusia. Dalam arti luas, maka pendidikan merupakan sebuah proses

belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunianya dan membangun dunianya atau

kebudayaannya.

Alam dan manusia merupakan satu kesatuan yang struktural. Melalui

kebudayaan, manusia membudayakan alam dan melalui alam seorang manusia

diduniakan. Relasi manusia dengan lingkungannya atau dunianya itu menjadi relasi

yang diperantarakan pada saat manusia menciptakan alat-alat untuk menguasai dan

mengendalikan lingkungannya. Kebudayaan tidak hanya mengatur tingkah laku

manusia, tetapi juga membatasi kemungkinan-kemungkinan manusia sehingga

manusia tetap bisa menciptakan kebudayaan bagi dunianya sendiri.

Tujuan dari pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat

menyerap kebudayaan, dimana sebuah kebudayaan harus terus menerus dihasilkan

dan dihasilkan kembali oleh manusia. Pendidikan bukan merupakan sebuah


(31)

Pendidikan yang otentik adalah pendidikan dalam kebebasan, pendidikan yang

membuka peluang sebesar-besarnya bagi seorang peserta didik, sehingga peserta

didik dapat mengeksplorasikan sendiri dan memilih untuk ambil bagian di dalam

pendidikan (Sastrapratedja, 2001: 10).

Tilaar (1999: 28) mengutip pandangan Ki Hadjar Dewantara dalam salah

satu pidatonya pada Kongres Pendidikan Antar Indonesia Tahun 1949 mengatakan

bahwa pendidikan dan pengajaran adalah usaha kebudayaan semata-mata, bahwa

perguruan itu ialah persemaian benih-benih kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini

mengartikan bahwa lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan

orang pintar, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam

kehidupan agar menjadi manusia berpribadi beradab dan bersusila.

Pelaksanaan pendidikan itu sendiri berlangsung di dalam keluarga,

perguruan dan masyarakat luas. Dari sudut pandang perguruan, ada pendidikan

formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal berlangsung di

lembaga-lembaga perguruan. Pendidikan informal berlangsung sebagai kursus-kursus, di

luar sistem persekolahan resmi. Sedangkan pendidikan nonformal adalah

pendidikan-pendidikan yang secara umum dilakukan oleh lembaga-lembaga

nonperguruan dalam masyarakat misalnya televisi, radio, dan sebagainya

(Mardiatmaja, 1986: 50).

Dalam proses perkembangan hidup manusia diberi kebebasan menemukan

siapa dirinya secara tepat, dimana mereka selalu berhubungan dengan segala hal

yang ada di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Dengan demikian pendidikan

tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena proses pendidikan merupakan


(32)

b. Tujuan pendidikan

Semua orang dari suku, kondisi atau usia mana pun, berdasarkan martabat

mereka selaku pribadi, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atas

pendidikan. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II menegaskan bahwa tujuan

pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembinaan pribadi manusia

dalam perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok

masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah

dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya (GE, art. 1).

Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, anak-anak dan kaum

remaja perlu dibantu untuk menumbuhkan secara laras-serasi bakat pembawaan

fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak

akan mencapai kesadaran bertanggung jawab yang kian penuh, dan kesadaran itu

akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan seksama mengembangkan

hidup mereka sendiri (GE, art. 1).

Pada dasarnya tujuan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari pendidikan

yang berada dalam konteks kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan

pendidikan merupakan kongruen dengan visi masyarakat di mana pendidikan itu

berada. Karena proses pendidikan mengandalkan nilai-nilai hidup di dalam

masyarakat, dengan sendirinya bahwa pendidikan itu merupakan perwujudan dan

penghayatan dari nilai-nilai tersebut (Tilaar, 1999: 30).

Mardiatmadja (1986: 51) mengutip pandangan menurut GBHN, bahwa

tujuan pendidikan ada empat: yaitu pengembangan pribadi, pengembangan warga

negara, perkembangan kebudayaan dan pengembangan bangsa. Dari keempat


(33)

kognitif, segi afektif, dan segi konatif. Dari masing-masing segi harus terus

dikembangkan agar budi peserta didik lebih mampu berkembang agar sikap hatinya

semakin tumbuh seimbang dan kehendak dalam tingkah lakunya semakin baik.

Dengan demikian tujuan pendidikan tidak hanya melulu pada menyalurkan

pengetahuan semata, akan tetapi sekaligus berperan dalam mengembangkan

potensi-potensi dalam diri peserta didik untuk belajar terus menerus.

Arah pendidikan sering kali memakai istilah sebagai pemberdayaan

manusia. Pemberdayaan atau empowerment berkaitan dengan pengertian power

yang berarti kekuatan. Di dalam istilah empowerment, power diartikan sebagai

daya untuk berbuat, kekuatan bersama, dan kekuatan dari dalam. Pendidikan

bertujuan membentuk diri peserta didik menurut ketiga kekuatan tersebut. Daya

untuk berbuat merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu, sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,

memecahkan masalah-masalah, bekerja dan mampu membangun ketrampilan dan

pengetahuan yang ada di dalam dirinya.

Pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun kekuatan

bersama, agar peserta didik membangun solidaritas atas dasar tujuan dan

pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna

menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pendidikan mampu

membangun suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan

semua pihak. Kekuatan spiritual yang muncul dari dalam diri seseorang merupakan

hal yang paling penting karena kekuatan inilah yang mampu membuat manusia

lebih manusiawi. Dalam hal ini pembentukan harga diri dan penghargaan terhadap


(34)

c. Unsur-unsur Pendidikan

Pendidikan yang dilaksanakan tentu memiliki unsur-unsur penting yang

saling berhubungan satu dengan lainnya. Unsur-unsur pendidikan itu sendiri antara

lain:

1) Peserta Didik

Peserta didik adalah subjek didik yang akan diproses untuk menjadi

manusia dewasa yang memiliki kepribadian dan watak yang diharapkan, yaitu

watak yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Seorang pendidik harus

mampu memahami setiap karakteristik peserta didik agar dapat membawa peserta

didik ke arah yang lebih dewasa. Setiap peserta didik memiliki potensi untuk

mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya (Mohamad Surya, 2010: 28).

2) Pendidik

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

pendidikan. Sebagai seorang pendidik harus memiliki kewibawaan yang mampu

memberikan pancaran untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh

pengertian. Pendidik memiliki peran untuk membantu perkembangan peserta didik

itu sendiri, karena mereka menjadi salah satu faktor utama dalam menentukan

baik-buruknya proses pelaksanaan di sekolah (Mohamad Surya, 2010: 28).

3) Materi dan Alat Pendidikan

Materi atau bahan menjadi faktor utama dalam mencapai tujuan pendidikan


(35)

yang diterima dan dipahami oleh peserta didik harus menggunakan alat atau

metode dalam melakukan komunikasi antara pendidik dan peserta didik (Mohamad

Surya, 2010: 28).

4) Situasi Pendidikan

Situasi berlangsungnya proses pendidikan sangat menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan pendidikan. Proses berlangsungnya pendidikan perlu memiliki

lingkungan yang mendukung, yakni lingkungan yang nyaman sehingga proses

pendidikan tidak terganggu. Situasi pendidikan yang dimaknai secara fisik, antara

lain: gedung sekolah, halaman, tempat tinggal, teman sebaya, kelompok belajar,

dan sebagainya. Secara psikologis seperti: suasana hening, tidak bising, nyaman

dan perasaan gembira (Mohamad Surya, 2010: 28).

2. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Agama merupakan suatu pedoman hidup yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, dimana agama membantu seseorang menemukan makna hidup

yang lebih mendalam. Dalam tujuan pendidikan tidak hanya ditekankan pada segi

agama seperti hukum, ajaran-ajarannya, upacara dan lain sebagainya, namun juga

dapat menghayati relasi yang terjalin dengan Tuhan. Oleh karena itu sekolah

memiliki peranan dalam membantu mewujudkan tujuan hidup seseorang dalam hal

iman. Heryatno Wono Wulung (2008: 23) menuliskan bahwa Pendidikan Agama

Katolik dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan


(36)

peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga

nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup mereka.

Dalam silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah

Atas/Kejuruan (SMA/SMK) menegaskan bahwa:

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan persatuan nasional (Komkat KWI, 2007: 11).

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Pendidikan Agama Katolik

merupakan upaya sadar dan terencana untuk membantu siswa berkembang menjadi

dewasa dalam semua segi kehidupannya. Pendidikan agama dimaksudkan untuk

membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti yang baik dan peningkatan dalam imannya.

Seseorang tidak akan memiliki iman yang kuat hanya dengan memiliki buku-buku

pengetahuan agama, doa-doa permohonan, kitab suci, atau pun teori-teori agama

yang telah diterima, namun dengan menghayati pengalaman-pengalaman dalam

hidupnya maka akan semakin mampu mendalami tujuan hidupnya.

Seorang yang beriman adalah orang yang mampu melihat, menyadari,

menghayati kehadiran Allah dalam hidupnya, dan berusaha melaksanakan

kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Iman merupakan pusat hidup

kepribadian seseorang dimana semakin dalam iman yang dimiliki akan semakin

mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Seseorang yang beriman dewasa akan

memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi di dalam hidupnya serta berani


(37)

hal-hal penting dan yang tidak penting dalam hidupnya. Misalnya memiliki

kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan mampu untuk memaafkan.

Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk

membantu peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan, dan

penghayatan iman dalam konteks hidup sehari-hari. Proses semacam ini diharapkan

semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik. Peran Pendidikan

Agama Katolik sebagai jembatan, jalan bagi para peserta didik untuk sampai pada

penghayatan iman mereka dalam kenyataan hidup seahri-hari. Iman yang dewasa

diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh karena

mencakup segi pemikiran, hati dan praksis (Komkat KWI, 2007: 11).

Pendidikan iman di sekolah merupakan proses pendewasaan iman

diharapkan mampu membantu memperkembangkan iman peserta didik secara

seimbang. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Katolik juga tidak pernah

membatasi perhatiannya hanya kepada kegiatan rohani yang terpisah dari

kenyataan hidup lainnya. Sebaliknya Pendidikan Agama Katolik harus mampu

mendorong peserta didik untuk mengambil bagian di dalam penindasan serta

ketidakadilan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu mempelopori

terwujudnya kebebasan agar para peserta didik dapat dibantu mengambil keputusan

hidup yang sungguh-sungguh keluar dari hati nuraninya.

Yan Riberu (2004: 25) juga menulis bahwa pendidikan agama ini juga

mengusahakan pengembangan sikap hidup orang beriman. Puncak pengembangan

ini berupa terbentuknya hati nurani dengan kesadaran moral yang tinggi. Para

pendidik agama wajib mendorong para peserta didik melalui proses demi proses


(38)

kebiasaan melainkan menurut kesadaran yang berasal dari diri sendiri. Pendidikan

agama dikatakan berhasil bukan karena mampu mengalihkan ajaran-ajaran pokok

agama, melainkan pendidikan agama yang mampu mengembangkan sikap-sikap

hidup seseorang yang senantiasa dibimbing hati nuraninya melakukan sesuatu

dengan penuh kesadaran moral tinggi.

Pendidikan agama di sekolah hendaknya tampil sebagai mata pelajaran

yang penting, dengan tuntutan dan kepentingan yang sama dengan

pelajaran-pelajaran yang lainnya. Pendidikan agama harus mampu menyampaikan pesan dan

peristiwa Kristiani dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama dengan apa

yang disampaikan oleh disiplin lainnya. Pendidikan agama hendaknya tidak hanya

ditempatkan sebagai pelajaran tambahan di sekolah, melainkan sebagai hal dasar

yang memiliki peran sangat penting di dalam kegiatan sekolah yang mampu

membentuk kepribadian para peserta didik. Melalui cara ini, penyajian pesan-pesan

Kristiani mampu mempengaruhi cara memahami asal mula dunia, pengertian

sejarah, dasar nilai-nilai etis, fungsi agama dalam budaya, tujuan manusia dan

hubungannya dengan alam.

Pendidikan agama di sekolah dikembangkan dalam konteks sekolah yang

berbeda-beda, hal ini tergantung dari pandangan pribadi masing-masing guru

namun tetap mempertahankan sifat khas pendidikan agama sehingga tetap mampu

menanggapi tujuannya (Sutarjo Adisusilo, 2012: 40). Hidup dan iman peserta didik

yang menerima pendidikan agama di sekolah ditandai dengan perubahan yang

terus-menerus. Pendidikan agama disekolah juga perlu memperhitungkan

fakta-fakta untuk dapat mencapai tujuannya. Bagi peserta didik yang percaya, pendidikan


(39)

Bagi peserta didik yang sedang mencari atau yang ragu-ragu, juga dapat

menemukan pendidikan agama kemungkinan untuk menemukan apa artinya iman

yang tepat kepada Yesus Kristus, dan memberikan mereka kesempatan untuk

menguji pilihan mereka sendiri secara lebih dalam. Sedangkan bagi peserta didik

yang tidak percaya, pendidikan agama hanya bersifat pewartaan missioner injil,

dimana katekese akan mendewasakan iman mereka.

b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Dalam buku silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah

Atas/Kejuruan (SMA/SMK) menjabarkan bahwa Pendidikan Agama Katolik pada

dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan membangun hidup

yang semakin beriman. Tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah untuk membantu

naradidik menghayati imannya di dalam hidup sehari-hari, sehingga mereka

sungguh-sungguh menjadi orang Katolik yang imannya dewasa (Heryatno Wono

Wulung, 2008: 23). Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri tidak dapat

dibatasi dalam lingkup sekolah, tetapi juga menyangkut bagaimana memberikan

pendidikan iman di tengah-tengah masyarakat.

Tujuan Pendidikan Agama Katolik yang diterapkan di sekolah maupun di

luar sekolah haruslah bersifat utuh yang mampu mencakup seluruh aspek hidup

beriman peserta didik, baik itu segi kognitif, afeksi dan praksis. Pendidikan di

dalam iman membantu memperkembangkan seluruh aspek secara seimbang

sehingga memiliki arah pendidikan yang bersifat konatif. Bersifat konatif berarti,

tujuan pendidikan di dalam iman sudah diolah dan dipertimbangkan


(40)

supaya semakin setia serta konsisten mewujudkannya di dalam kenyataan hidup

sehari-hari. Pendidikan bertujuan untuk membantu peserta didik memiliki

kesadaran kritis yang reflektif dan mampu berpikir sendiri, juga menolong mereka

untuk menjadi lebih peka pada kebutuhan komunitas dan lingkungannya sehingga

memiliki wawasan yang luas (Heryatno Wono Wulung, 2008: 23).

Ignatia Esti Sumarah (2003: 39) juga menulis pandangan Konsili Vatikan II

bahwa pendidikan agama yang diberikan di sekolah Katolik bertujuan

menanamkan pendidikan moral menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai oleh

semangat injil, kebebasan dan cinta kasih sehingga membantu peserta didik dalam

mengembangkan kepribadiannya. Cita-cita Pendidikan Agama Katolik menurut

iman Katolik adalah sebagai arah menuju jalan keselamatan di tengah-tengah

segala masalah dan pergumulan hidup sehari-hari seseorang (GE art. 7 dan 8).

Konsili Vatikan II juga menegaskan bahwa sekolah Katolik merupakan

sebuah lembaga pendidikan resmi demi mengembangkan bakat, minat, dan

kemampuan peserta didik agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang matang

dan mandiri. Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri mencakup

pengembangan pribadi yang utuh, membentuk kesadaran etis dan sosial, lebih

bertanggung jawab, mampu memilih secara bebas dan benar, serta menyiapkan

para peserta didik untuk membuka diri terhadap kenyataan hidup dan semakin

mampu memaknai hidup.

c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik

Komkat KWI (2007: 12) membagi ruang lingkup pembelajaran PAK


(41)

1) Pribadi Siswa

Dalam aspek pribadi siswa dibahas tentang pemahaman diri sebagai laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam hal berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.

2) Yesus Kristus

Dalam aspek Yesus Kristus dibahas bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Dengan meneladani Yesus, diharapkan para peserta mampu menjadi pribadi yang lebih baik dalam bertingkah laku dan bertutur kata.

3) Gereja

Dalam aspek Gereja dibahas arti dan makna Gereja, yang sebagai persekutuan murid-murid Yesus dipanggil serta diutus menjadi pewarta, saksi dan pelaksana karya keselamatan Allah, serta bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari.

4) Kemasyarakatan

Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam hidup bersama dalam masyarakat sesuai dengan Firman/Sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja, atas dasar keyakinan, bahwa kehadiran Yesus dan Gereja-Nya di dunia bukan hanya untuk Gereja tetapi untuk semua orang.

d. Konteks Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Konteks Pendidikan Agama Katolik akan menjabarkan dua pendekatan

yaitu sosialisai dan edukasi. Sosialisasi merupakan proses dimana kita menjadi diri

sendiri dengan berinteraksi dengan orang lain, dengan aturan dan nilai hidup yang

diikuti, serta pola tingkah laku yang diharapkan oleh lingkungan sosial itu sendiri.

Sedangkan edukasi adalah sebagai proses dimana kita dengan sadar mendidik diri

sendiri dan peserta didik agar secara bersama mengalami perkembangan hidup

yang utuh. Sosialisasi dan edukasi itu sendiri antara lain:

1) Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang

Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup di mana


(42)

kita diajak untuk bisa beradaptasi pada sistem nilai yang dianut dan norma-norma

hidup yang berlaku di masyarakat (Heryatno Wono Wulung, 2008: 44). Manusia

tetap berperan sebagai subyek yang bebas dalam berpikir, mengambil keputusan

dan bertindak menurut hati nuraninya. Di dalam Pendidikan Agama Katolik di

sekolah kesadaran diri sebagai subyek perlu ditegaskan dan ditekankan. Selain hal

itu, perlunya meningkatkan hubungan yang berkaitan dengan masyarakat dan

individu, antara kenyataan sosial dan kesadaran perseorangan.

2) Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa

Untuk menjadi orang beriman kristiani yang mantap dan dewasa kita perlu

berinteraksi dan bersosialisasi dengan hidup sesama jemaat lainnya (Heryatno

Wono Wulung, 2008: 46). Melalui interaksi tersebut iman seseorang akan dibentuk

dan dikembangkan. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus

bertitik tolak pada kebutuhan peserta didik sehingga mampu mengarahkan mereka

menjadi orang Katolik yang sungguh beriman.

3) Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis

Pendidikan Agama Katolik bukan hanya proses sosialisasi, tetapi juga

proses edukasi yang kritis yang memberdayakan. Pendidikan Agama Katolik juga

berusaha supaya dapat meningkatkan hubungan yang bersifat dialektis antara

jemaatnya dengan warga dan begitu pula sebaliknya. Perkembangan iman juga

merupakan proses dialektis. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik yang

diselenggarakan di sekolah perlu meningkatkan proses sosialisasi yang bersifat


(43)

e. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Setiap sekolah Katolik wajib menyelenggarakan Pendidikan Agama Katolik

yang bervisi spiritual, yakni dengan mengedepankan hal-hal yang berhubungan

dengan inti hidup manusia. Pendidikan yang bervisi spiritual itu dapat terwujud

apabila suasana sekolah Katolik juga dijiwai oleh cinta kasih dan kebebasan injili.

Kebebasan injili merupakan kebebasan sejati, dimana mengalir dari hati nurani

seseorang dengan berani mengatakan “ya” baik kepada sabda Allah, kehidupan sesama maupun dirinya sendiri. Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya

mengejar prestasi akademis dan berhenti pada pengetahuan saja, melainkan secara

utuh memperkembangkan nilai-nilai kejujuran, kepekaan, kepedulian,

kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik.

Pendidikan diharapkan tidak hanya menyebarkan informasi, akan tetapi

juga memberikan inspirasi hidup kepada para peserta didik antara lain bagaimana

menghadapi kenyataan hidup di masa sekarang dan menjawab tantangan di masa

depan. Pendidikan Agama Katolik diharapkan mampu membantu para peserta

didik semakin terampil dalam menemukan makna hidup dari kenyataan sehari-hari.

Elemen dasariah dari pendidikan itu sendiri adalah perkembangan atau perwujudan

diri yang terus menerus. Sikap dasar terus menerus belajar dan

memperkembangkan diri ini perlu ditekankan karena sifat manusia yang terus

berkembang, sejarah hidup manusia yang tidak pernah berhenti dengan ada

perubahan-perubahan pada dunia dan globalisasi pada masa sekarang (Heryatno

Wono Wulung, 2008: 15).

Simon Rachmadi (2001: 84) menulis bahwa refleksi merupakan komunikasi


(44)

secara lebih mendalam. Proses refleksi itu sendiri merupakan cara membaca

pengalaman hidup nyata, agar para peserta didik mampu melihat sisi-sisi angugerah

ilahi yang membangkitkan iman di dalam dirinya. Untuk sampai pada komunikasi

pengalaman iman itu sendiri, orang membutuhkan kemampuan berefleksi dan

ketrampilan dalam memaknai kenyataan hidup yang dialami sehari-hari.

Dengan adanya komunikasi tentu akan saling memperkaya dan

meneguhkan pengalaman iman para peserta yang lain pula. Namun semua

penilaian tersebut tidak semata-mata menghitung seberapa banyak informasi yang

bisa dihafal, melainkan bagaimana kesungguhan hati para peserta didik di dalam

melakukan refleksi dan terus menerus mendalaminya secara lebih mendalam lagi

komunikasinya dengan Allah di dalam hidup sehari-hari. Sebagai komunikasi

iman, Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang menekankan

pada tindakan menuju penghayatan iman yang lebih “baik”.

Pendidikan Agama Katolik menekankan proses perkembangan iman,

peneguhan serta perwujudan cinta kasih. Sehingga suasana kebersamaan,

kesalingan serta penghargaan pada masing-masing pribadi sangat penting untuk

diciptakan di dalam kelas atau pun dalam kegiatan pembinaan yang lain. Suasana

sekolah semacam ini mampu membuat peserta didik merasa martabatnya

dihormati, permasalahan hidupnya dipahami, pertanyaan dan keluhannya

diperhatikan. Selain itu, mereka juga dibantu menemukan identitas diri dan

perannya di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Di samping itu, suasana

kelas yang menggembirakan perlu ditekankan agar tidak membosankan dan

menekan. Dengan memiliki visi dan suasana semacam ini, maka tujuan Pendidikan


(45)

f. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Kelayakan pendidikan dapat diukur dari ketersediaan sarana dan prasarana

belajar, media dan sumber belajar, serta guru yang professional. Guru adalah orang

yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dalam lembaga

pendidikan formal, yaitu sekolah. Untuk menjadi guru yang professional, guru

harus mampu menjalankan tugasnya secara professional, mampu membelajarkan

peserta didiknya baik dalam materi maupun praktek tentang pengetahuan yang

dikuasainya dengan baik. Beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai

tenaga pendidik, antara lain:

a) sebagai pekerja professional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, b) sebagai pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, c) sebagai petugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru seperti ini menuntut pribadi guru harus memiliki kemampuan manajemen kelas yang baik, teknis, serta keikhlasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain (Mohamad Surya, 2010: 8).

Guru merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan formal di

sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi tokoh, teladan dan identifikasi

bagi para peserta didik dan lingkungannya. Masyarakat menempatkan guru pada

tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi

teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan

motivasi (ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani).

Kedudukan seperti itu merupakan tantangan untuk para guru, bukan saja di depan

kelas melainkan juga di tengah masyarakat. Oleh karena itu, guru harus memiliki

kualitas pribadi yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin


(46)

Memahami peserta didik, cara mereka berkembang dan cara mereka belajar

merupakan hal yang sangat penting agar pengajaran yang dilaksanakan oleh guru

menjadi efektif. Pengetahuan guru tentang tumbuh kembang peserta didik

membantu guru dalam mengatur kelas agar efektif, membantu dalam memilih

latihan-latihan yang tepat untuk peserta didik, mengarahkan proses pembelajaran,

dan menjaga agar siswa tetap termotivasi untuk belajar. Guru harus memiliki

pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi dari berbagai aspek, yakni aspek

fisik, sosial, emosional, kognisi dan linguistik. Guru yang demikian tahu

bagaimana cara membantu peserta didik agar mereka dapat belajar tentang hal yang

tepat pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat, sehingga mereka dapat

mencapai kemajuan yang maksimal (Linda, 2009: 14)

Menjadi seorang guru berarti mendampingi peserta didik secara total dalam

berproses menjadi pribadi yang utuh. Yustiana (2012: 33) beliau juga menulis

bahwa guru Katolik dipanggil untuk membentuk pribadi peserta didik sehingga

peserta didik siap berperan dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian

dalam perubahan dan perbaikan struktur sosial agar tercipta peradaban manusia

yang bermartabat. Guru secara terus menerus berdaya upaya dalam pembentukan

pribadi peserta didik secara utuh dan mengembangkan sikap tanggung jawab dan

kepedulian terhadap masyarakat terutama masyarakat yang kurang diperhitungkan.

Guru menjadi penggerak dalam perubahan sosial yang diwujudkan melalui

pembinaan utuh peserta didik sehingga mampu mengemban tanggung jawab,

menggunakan kebebasan secara tepat, dan terlibat aktif dalam kehidupan

masyarakat. Para guru juga perlu mengetahui cara menciptakan kelas yang penuh


(47)

Memiliki profesi sebagai guru agama Katolik bukanlah tugas yang mudah,

tugas ini merupakan suatu panggilan dariNya yang mempercayakan diri kita untuk

mendampingi peserta didik menemukan imannya yang utuh dalam hidupnya

sehingga mampu mengantar peserta didik menuju kematangan iman yang sejati.

Melalui sikap meneguhkan, menyemangati, mengasihi, memperhatikan serta

mendampingi merupakan sikap yang harus kita miliki sebagai bentuk tanggapan

kita terhadap panggilan menjadi seorang guru agama Katolik. Menjadi seorang

guru agama Katolik tentunya harus memiliki spiritualitas dalam diri sehingga lebih

mudah bagi kita masuk dalam kehidupan peserta didik.

Spiritualitas seorang guru itu sendiri nampak dalam semangat, sikap dasar

dan gaya hidup sebagai murid-murid-Nya berakar pada relasi yang intim dan

mendalam diri kita dengan hidup Yesus Kristus. Relasi penuh kepercayaan dan

persahabatan pribadi dengan Yesus Kristus merupakan dasar dan sumber

spiritualitas guru agama Katolik (Heryatno Wono Wulung, 2008: 103).

Pengalaman dikasihi dan mengasihi Yesus Kristus inilah yang menjadi dorongan

bagi guru agama Katolik dalam mengembangkan sikap mengasihi para peserta

didik yang memiliki masalah dalam hidup pribadinya. Kehebatan Yesus dalam

menghadapi para murid dapat menjadi contoh dalam menjalin interaksi dan

komunkasi dengan peserta didik.

Proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik menjadi sarana

komunikasi pengalaman bahwa peserta didik dicintai oleh Yesus dan menjadi

sarana untuk bersama-sama semakin menyadari dan menghayati kehadiran kasih

Yesus di dalam kehidupannya. Membantu para peserta didik menemukan makna


(48)

agama Katolik harus mampu memberikan dirinya serta melayani siapa saja yang

membutuhkan, terutama para peserta didik yang memiliki masalah serta banyak

kesulitan dalam hidupnya. Dengan demikian, guru agama Katolik semakin mampu

menyadari cinta kasih Yesus Kristus yang berlimpah dalam hidup sehari-hari.

B. Perkembangan Tanggung Jawab

1. Perkembangan

a. Pengertian Perkembangan

Monks, dkk (1984: 1) mengatakan bahwa perkembangan menunjukkan

suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak begitu

saja dapat diulang kembali. Dalam perkembangan pribadi terjadi

perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.

Perkembangan memiliki kesamaan dengan istilah pertumbuhan. Hal ini ingin

menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang

bermacam-macam, bahwa ia lebih mengalami perubahan-perubahan dalam

hidupnya. Istilah perkembangan itu sendiri lebih dapat mencerminkan sifat-sifat

yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang nampak.

Perkembangan itu sendiri dapat diartikan juga sebagai “Suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik secara fisik (jasmani) maupun

non fisik (rohani) menuju pada tingkat kedewasaan atau kematangan yang

berlangsung secara berkesinambungan (Syamsu Yusuf, 2011: 1). Perkembangan

juga berhubungan dengan proses belajar, khususnya mengenai isinya. Isi itu sendiri

mengenai apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Selain itu


(49)

perkembangan itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa perkembangan merupakan proses yang kekal dan tetap

yang menuju ke arah suatu struktur tingkah laku yang lebih tinggi, berdasarkan

proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar.

b. Ciri-ciri Perkembangan

Perkembangan dalam diri manusia sangat mempengaruhi pada aspek fisik

maupun non fisik, kedua aspek ini merupakan hal yang berhubungan satu sama lain

(Syamsu Yusuf, 2011: 3). Perkembangan itu sendiri memiliki beberapa ciri seperti

berikut ini:

1) Terjadinya perubahan ukuran dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya; dan (b) aspek psikis: semakin bertambahnya penbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasinya. Perkembangan fisik dan psikis turut mempengaruhi perkembangan dalam diri manusia itu sendiri.

2) Terjadinya perubahan proporsi dalam (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia dewasa; dan (b) aspek psikis: perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain, khususnya kepada teman sebaya. Perubahan-perubahan ini mengacu pada perkembangan sosialnya dengan lingkungan sekitar .

3) Lenyapnya tanda-tanda lama dalam (a) aspek fisik: lenyapnya kelenjar anak-anak yang terletak di bagian dada, rambut halus, dan gigi susu; dan (b) aspek psikis: lenyapnya masa mengoceh, bentuk gerak-gerik kanak-kanak seperti merangkak dan perilaku impulsif (melakukan sesuatu sebelum berpikir). Perkembangan ini mengarah pada perubahan bentuk badan dan juga perkembangan manusia dari tahun ke tahun

4) Munculnya tanda-tanda baru dalam (a) aspek fisik: tumbuh dan pergantian gigi dan matangnya organ-organ seksual pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) maupun sekunder (membesarnya payudara dan pinggul pada wanita serta tumbuhnya kumis serta perubahan suara pada pria) ; dan (b) aspek psikis: berkembangnya rasa ingin rahu, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, lingkungan alam, nilai-nilai moral dan agama. Perkembangan ini akan berjalan dengan baik dengan adanya dukungan dari beberapa aspek seperti keluarga, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat sekitar.


(50)

Pada prinsipnya perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau

arah tertentu karena setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan

tahap sebelumnya, dan merupakan prasyarat untuk perkembangan selanjutnya.

Namun perkembangan itu sendiri memiliki pencapaian kematangannya pada waktu

dan tempo yang berbeda-beda, ada pribadi yang mengalami tempo cepat dan ada

juga dalam tempo yang lambat. Perkembangan dalam diri manusia itu merupakan

proses yang berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah berhenti di titik

manapun. Seorang manusia terus berkembang dengan segala pengalaman yang

dialami dalam perjalanan hidupnya sampai mencapai pada kematangan. Setiap

aspek perkembangan dalam diri manusia baik secara fisik maupun non fisik saling

mempengaruhi satu sama lain. Contohnya: apabila seorang anak pertumbuhan

fisiknya mengalami gangguan (cacat, sakit-sakitan) maka secara otomatis akan

mempengaruhi perkembangan mentalnya. Demikian pula apabila seorang anak

kurang dalam perkembangan spiritualitas keagamaannya, maka akan

mempengaruhi anak tersebut juga memiliki kepribadian dan karaktek yang kurang

baik.

2. Tanggung Jawab dan Kepribadian

a. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan salah satu nilai moral yang utama yang ada di

dalam hukum moral, karena memiliki tujuan, nilai yang nyata, di mana mereka

mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang, baik sebagai individu maupun

sebagai bagian dari masyarakat. Tanggung jawab sangat diperlukan untuk


(51)

kepedulian akan hubungan interpersonal dan menjadi masyarakat yang humanis.

Tanggung jawab merupakan dasar landasan sekolah yang tidak hanya

memperbolehkan, tetapi mengharuskan para guru untuk memberikan pendidikan

tersebut untuk membangun manusia-manusia yang mampu memposisikan diri

mereka sebagai bagian dari masyarakat yang bertanggung jawab (Lickona, 2012:

72).

Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk menyelesaikan tugas

yang telah diterimanya secara tuntas dengan ikhlas dan sungguh-sungguh melalui

usaha yang maksimal serta berani menanggung segala akibatnya. Bersedia

menanggung segala resiko dari apa yang akan dilakukan merupakan wujud dari

orang yang memiliki tanggung jawab itu sendiri. Individu yang bertanggung jawab

adalah individu yang dapat memenuhi tugas dan kebutuhan dirinya sendiri, serta

dapat memenuhi tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya dengan baik

(Rintyastini, 2006: 49).

Tanggung jawab berarti melaksanakan sebuah pekerjaan atau kewajiban

dengan sepenuh hati dan memberikan yang terbaik. selain itu dengan bertanggung

jawab berarti seseorang mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan integritas.

Integritas berarti mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh

sehingga mewakili potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan

kejujuran seseorang. Orang yang menjalankan tanggung jawab dengan penuh

integritas berarti melibatkan segala kemampuan untuk mencapai usaha yang

maksimal guna terpenuhinya tanggung jawab. Hal ini tentu memberikan suatu

kepuasan tersendiri bagi orang yang melakukan tanggung jawab karena ia dapat


(52)

Seseorang yang mau memikul tanggung jawab adalah cara kehidupan dunia

ini berjalan sekaligus merupakan ujian bagi kematangan seseorang. Seseorang

tidak akan begitu saja melepaskan tanggung jawabnya jika ia sudah cukup matang

untuk bersikap dan cukup kuat untuk memikul tanggung jawab. Sikap bertanggung

jawab sudah bisa memberikan daya tarik dan kedamaiannya sendiri. Orang yang

dipercaya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bertanggung jawab akan lebih

siap menerima pengembangan mental penuh atau kedewasaan daripada orang yang

tidak bisa dipercaya. Julian (2008: 148) mengatakan bahwa di dalam orang yang

bertanggung jawab akan secara bertahap tumbuh berbagai jenis unsur kepribadian.

Mengembangkan tanggung jawab bisa berasal dari dua hal: kebiasaan atau

latihan sejak usia dini. Tanggung jawab harus dilatihkan dan dibebankan pada

kaum muda sejak usia sedini mungkin, karena usia muda merupakan periode yang

harus dimanfaatkan untuk mengembangkan tanggung jawabnya seseorang akan

lebih merasa bermanfaat selama hidupnya. Ketika kebiasaan tanggung jawab sudah

terbentuk, seseorang tidak akan pernah mengerjakannya setengah-setengah, tetapi

akan bertanggung jawab mengerjakannya sampai tuntas. Jadi, rasa tanggung jawab

adalah sikap baik sebagaimana sikap-sikap lain yang bisa membentuk kepribadian

baik seseorang (Julian, 2008: 149).

b. Jenis Tanggung Jawab

Tanggung jawab seorang manusia tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri,

melainkan juga untuk hal lainnya. Wujud tanggung jawab ada bermacam-macam,

tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan kepada


(53)

1) Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata

hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab terhadap

diri sendiri merupakan hal dasar dalam melakukan kewajiban-kewajiban lainnya

sebagai tuntutan dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.

Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai

dirinya sendiri. Pada dasarnya manusia adalah makhluk bermoral, tetapi manusia

juga seorang pribadi yang memiliki pendapat sendiri dalam berbuat dan bertindak.

Bertanggung jawab pada diri sendiri tentu akan mampu bertanggung jawab pada

hal-hal lainnya pula. Dengan berani bertanggung jawab berarti kita sudah mampu

melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan diri sendiri sehari-hari

secara rutin. Misalnya, ketika seorang peserta didik ingin menjadi ketua OSIS

namun peserta didik tersebut tidak memiliki sikap yang patut dicontoh sebagai

ketua, sehingga bagaimana peserta didik yang lain mau memilih peserta didik

tersebut sebagai ketua OSIS (Rintyastini, 2006: 52).

2) Tanggung Jawab Sebagai Anggota Keluarga

Setiap keluarga membutuhkan anggotanya untuk melaksanakan tugas dan

peran dengan baik agar keharmonisan dalam keluarga tetap terjalin dengan baik

pula. Segala tugas yang dilakukan dengan ikhlas akan menunjukkan kepedulian

kita akan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh anggota keluarga yang lainnya.

Sebagai contoh: sebagai seorang anak kita harus belajar dengan baik dan

membantu meringankan tugas orang tua ketika berada di rumah. Dengan


(1)

(4) c. Tidak Senang

d. Sangat tidak senang

6. Setujukah Anda bahwa Pendidikan Agama Katolik turut membantu perkembangan kepribadian dan iman Anda?

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju

7. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik yang Anda terima di sekolah, apakah Anda merasa terbantu untuk memahami ajaran mengenai iman katolik?

a. Sangat terbantu b. Terbantu c. Tidak terbantu d. Sangat tidak terbantu

8. Apakah metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik membuat Anda semakin semangat dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik?

a. Sangat semangat b. Semangat

c. Tidak semangat d. Sangat tidak semangat

9. Apakah Anda aktif bertanya kepada guru atau teman ketika Anda mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar di kelas?

a. Selalu bertanya b. Sering bertanya c. Jarang bertanya d. Tidak pernah bertanya

10.Menurut Anda, apakah Pendidikan Agama Katolik berperan penting dalam mengembangkan kepribadian Anda, misalnya proses pembelajaran, metode, materi dan sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran? a. Ya

b. Ragu-ragu c. Tidak

d. Tidak sama sekali

11.Apakah sarana dan fasilitas yang ada di sekolah mendukung proses kegiatan belajar khususnya pelajaran Agama?

a. Sangat Mendukung b. Mendukung

c. Kadang-kadang mendukung d. Tidak sama sekali

12.Apakah selama proses pembelajaran pendidikan agama katolik metode yang digunakan guru selalu bervariasi?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak


(2)

(5) d. Tidak sama sekali

13.Apakah dalam proses belajar mengajar Anda diberi kesempatan untuk berdiskusi untuk membahas materi yang diberikan oleh guru?

a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

14.Apakah guru menyediakan waktu luang bagi Anda untuk menyampaikan permasalahan yang Anda alami dalam pelajaran?

a. Selalu b. Sering c. Jarang

d. Tidak pernah

15.Apakah guru menyediakan waktu luang bagi Anda untuk menyampaikan permasalahan pribadi dan memberikan bimbingan untuk menyelesaikan masalah yang Anda alami?

a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

16.Apakah Anda selalu memulai dan mengakhiri kegiatan belajar khususnya pelajaran agama katolik dengan berdoa bersama?

a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

17.Berapa kali Anda mengikuti perayaan ekaristi harian dalam seminggu? a. 1 Kali

b. 2 Kali c. 3 Kali

d. Tidak Pernah

18.Apakah Anda pernah mengikuti salah satu kegiatan kerasulan digereja seperti: Misdinar, Mudika?

a. Selalu mengikuti b. Sering mengikuti c. Jarang mengikuti d. Tidak pernah mengikuti

19.Apakah Anda pernah mengikuti kegiatan pendalaman iman, sharing kitab suci atau katekese di lingkungan?

a. Selalu mengikuti b. Sering mengikuti c. Jarang mengikuti d. Tidak pernah mengikuti

20.Berapa kali Anda mengikuti kegiatan doa Rosario selama bulan maria? a. Selalu mengikuti


(3)

(6) c. Jarang mengikuti

d. Tidak pernah mengikuti

21.Apakah Anda mengikuti kegiatan kerohanian di sekolah yang merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti oleh siswa?

a. Selalu mengikuti b. Sering mengikuti c. Jarang mengikuti d. Tidak pernah mengikuti

22.Apakah Anda mengerjakan tugas pribadi maupun tugas kelompok di sekolah dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya?

a. Selalu mengerjakan b. Sering mengerjakan c. Jarang mengerjakan d. Tidak pernah mengerjakan

23.Apakah Anda memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta mendukung proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik?

a. Sangat Memanfaatkan b. Memanfaatkan

c. Kadang-kadang memanfaatkan d. Tidak sama sekali

24.Apakah Pendidikan Agama Katolik, semakin mendorong Anda untuk menolong dan peduli terhadap sesama yang ada di sekitar Anda?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

d. Tidak sama sekali

25.Apakah Pendidikan Agama Katolik, semakin mendorong Anda untuk melestarikan dan peduli terhadap lingkungan?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak


(4)

(7)

Lampiran 5 : Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 1

No Urut

No Induk

NAMA SISWA XI IPS 1

1 3547 Ade Utami 2 3575 Adella Diaz

3 3578 Agata Christy Sekar Pradini 4 3579 Agatha Mega Ardita

5 3585 Amazia W Yudha

6 3588 Angelina Maya Prihandini 7 3589 Anindita Dipo Renoati

8 3590 Antonetta Tina Endah Cahyani 9 3591 Aprilia Ertanto

10 3594 Audrey Christabel Angela Nauli 11 3596 Ayu Tri Arganing Tyas

12 3598 Azila Zalwa Zuraeda

13 3599 Balissa Rosarina Suryaprasetya 14 3601 Benedicta Songga Devi

15 3602 Benedith Maria Pasaribu 16 3607 Brigitta Senja Anindruya N 17 3612 Delfina Hanna Chrisyandra 18 3614 Elisabeth Dyah Ayu Damayanti 19 3617 Elok Putrid Irianti

20 3621 Eva Angelita Siahaan 21 3622 Felisitas Marvelia Anggi 22 3625 Fransisca Avea Rena Regita 23 3631 Giofani Anggita

24 3632 Gracecilia Paula Siwabessy

25 3633 Heliana Maria Anggreani Paying R 26 3634 Ivana Gita Natalie Ginting

27 3641 Eldina Dwiutama 28 3645 Lucia Benasita

29 3646 Ludovica Vania Wandita D 30 3649 Maria Ayu Dwi Lestari


(5)

(8)

Lampiran 6: Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 2

No Urut

No Induk

NAMA SISWA XI IPS 2

1 3652 Maria Goreti Firman Swasti 2 3654 Maria Nadia Sri Lestari

3 3658 Matea Ave Hardyanita Dewantri 4 3662 Meliana Kristin

5 3663 Messa Novita

6 3666 Monica Simanihuruk 7 3671 Niken Ayu Agustiani 8 3672 Olivia Lauwira 9 3673 Paskalia Clarita 10 3674 Patricia Tyasrinestu 11 3681 Rita Theresia

12 3684 Raden Roro L. Braniati Ayuningtyas SP 13 3687 Sarah Anwiska

14 3689 Sinta Debi Dianingsih 15 3691 Sri Dewi Ayu Indah Lestari 16 3695 Stella Moris Deo Vani 17 3696 Stella Savira

18 3597 Stevany Claresta Maurend 19 3700 Teresia Belawati Sugiarto 20 3702 Valeria Vela Herawati 21 3703 Vanesya Gabriella 22 3704 Vaulika Ardi Rinjani 23 3708 Yacinta Dinda Oktaviani 24 3710 Yefta Rachel

25 3712 Yoharinafeliaana Feby 26 3713 Yosephine Woro Purnamasari 27 3715 Yustien Lay

28 3716 Yustina Dini Putranti 29 3718 Esther Gracia Andries 30 3876 Angelina Devi A 31 3877 Grecelia Maharani 32 3878 Dewi Megasari


(6)

(9)