4.3. Miskonsepsi pada Siswa
39 4.3.1.
Tingkat Kemampuan Siswa 40
4.3.2. Analisis Miskonsepsi Siswa dari Setiap Konsep
41 4.3.3.
Pembahasan 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan 83
5.2. Saran
83
DAFTAR PUSTAKA 84
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep 9
Tabel 2.2. Cara
–Cara Menangani Miskonsepsi 22
Tabel 2.3. Konfigurasi elektron unsur-unsur gas mulia 24
Tabel 3.1. Kriteria Pengelompokkan Tingkat Pemahaman dan Miskonsepsi Siswa
35 Tabel 4.1. Rata-Rata Kemampuan Siswa dan Standar Deviasi
40 Tabel 4.2. Tingkat Kemampuan Siswa
41
Tabel 4.3. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 4 42
Tabel 4.4. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 14 45
Tabel 4.5. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 1 46
Tabel 4.6. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 2 49
Tabel 4.7. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 7 51
Tabel 4.8. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 9 53
Tabel 4.9. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 15 55
Tabel 4.10. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 8 57
Tabel 4.11. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 11 59
Tabel 4.12. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 13 61
Tabel 4.13. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 16 63
Tabel 4.14. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 3 65
Tabel 4.15. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 17 67
Tabel 4.16. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 5 69
Tabel 4.17. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 12 71
Tabel 4.18. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 6 73
Tabel 4.19. Hasil Miskonsepsi Siswa terhadap Soal Nomor 10 75
Tabel 4.20. Persentasi Siswa yang Mengalami Miskonsepsi 77
Tabel 4.21. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran dan Penguasaan Konsep Guru pada Konsep Ikatan Kimia
78
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lukisan ikatan logam 30
Gambar 3.1 Skema penelitian 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus
86 Lampiran 2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP 98
Lampiran 3. Perencanaan Pembelajaran 100
Lampiran 4. Kisi – Kisi
102 Lampiran 5. Miskonsepsi dari Ikatan Kimia
104 Lampiran 6. Angket Penguasaan Guru terhadap konsep ikatan
Kimia 104
Lampiran 7. Tes Diagnostik 106
Lampiran 8. Kunci Jawaban
113 Lampiran 9. Uji Validitas
114 Lampiran 10. Perhitungan Validitas
115 Lampiran 11. Daya Beda
117 Lampiran 12. Perhitungan Taraf Kesukaran Tes
118 Lampiran 13. Perhitungan Daya Beda Tes
119 Lampiran 14. Miskonsepsi Siswa dalam Setiap Sub Konsep
121 Lampiran 15. Tabel Standar Deviasi SMA Negeri 2 Medan
122 Lampiran 16. Tabel Standar Deviasi SMA Negeri 4 Medan
123 Lampiran 17. Tabel Standar Deviasi SMA Harapan 1 Medan
124 Lampiran 18. Tabel Standar Deviasi SMA Negeri 14 Medan
125 Lampiran 19. Tabel Standar Deviasi SMA Muhammadiyah 1 Medan
126 Lampiran 20. Tabel Standar Deviasi SMA Alfatah Medan
127 Lampiran 21. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Negeri 2 Medan
128 Lampiran 22. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Negeri 4 Medan
129 Lampiran 23. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Harapan 1 Medan
130 Lampiran 24. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Negeri 14 Medan
131 Lampiran 25. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Muhamadiyah 1 Medan 132
Lampiran 26. Tabel Tingkat Pemahaman SMA Alfatah Medan 133
Lampiran 27. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA N 2 Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia
134 Lampiran 28. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA N 4
Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia 135
Lampiran 29. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA Harapan 1 Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia
136 Lampiran 30. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA N 1
Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia 137
Lampiran 31. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA Mumammadiyah 1 Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia 138
Lampiran 32. Persentasi Perolehan Penguasaan Guru di SMA Alfatah Medan terhadap Konsep Ikatan Kimia
139 Lampiran 33. Tabel Nilai-Nilai r-Product Moment
140
Lampiran 34. Dokumentasi Penelitian 141
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Selama satu dekade terakhir ini siswa sekolah menengah atas SMA atau yang sederajat di Indonesia merasa sangat khawatir saat akan menghadapi Ujian
Nasional UN. Hal ini dikarenakan Ujian Nasional adalah sebagai penentu hasil kelulusan selama tiga tahun mereka mengenyam pendidikan di SMA Aftulizaliur
dan Nyoman, 2011. Setiap tahunya standar nilai kelulusan untuk jenjang di SMA semakin
meningkat, tahun demi tahun perubahan mengenai UN selalu dilakukan demi menunjang kualitas pendidikan nasional. Selain itu saat ini UN tidak hanya
dijadikan sebagai penentu kelulusan saja melainkan nilai UN akan dipakai seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan.
Keputusan pemerintah yang menetapkan pelaksanaan UN dan menjadikannya untuk dipakai seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur
undangan ini mengakibatkan pola belajar siswa dan metode mengajar guru menjadi sangat berubah. Siswa dimotivasi belajar agar mampu menjawab soal UN
dengan cepat tanpa harus memperhatikan konsep pada mata pelajaran yang diujikan pada UN tersebut. Cara mengajar guru juga sudah menjadi berbeda, guru
menekankan kepada siswa tentang cara menjawab soal secara instan dan cepat. Keadaan demikian membuat siswa menjadi salah konsep dalam menjawab soal
mata pelajaran yang diujikan di UN khususnya mata pelajaran kimia http:edukasi.kompas.com
. Menurut Suparno dalam Isjoni 2010 mengatakan, pembelajaran
bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana imformasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka. Pelajaran
juga harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.
Kimia merupakan cabang ilmu yang paling penting dan di anggap sebagai pelajaran yang sulit untuk peserta didik oleh guru kimia, peneliti dan pendidik
pada umumnya. Meskipun alasanya bervariasi dari sifat konsep-konsep kimia yang abstrak hingga kesulitan penggunaan bahasa kimia. Oleh karena itu agar
tujuan pembelajaran kimia bisa tercapai maka siswa harus mampu menguasai konsep-konsep kimia yang telah dipelajarinya, kemudian siswa diharapkan
mampu mengaitkan konsep-konsep tersebut dan mengaplikasikanya dalam pelajaran kimia. Di dalam proses belajar-mengajar konsep yang diciptakan siswa
dapat berbeda dengan konsep yang sebenarnya sehingga menimbulkan konsep yang menyimpang yang disebut miskonsepsi Purtadi dan Permana, 2009.
Miskonsepsi atau salah konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar
dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep
–konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Novak 1984; dalam Suparno mendefenisikan miskonsepsi
sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Hanya Fowler 1987; dalam Suparno , menjelaskan dengan lebih rinci
arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang
salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep- konsep yang tidak benar.
Miskonsepsi bisa saja terjadi pada siswa, guru bahkan buku sekalipun. Gil- Perez, 1990; Brown,1989, dalam Suparno, 2005 berpendapat bahwa
miskonsepsi menghinggapi semua level siswa, mulai dari siswa sekolah dasar sampai dengan mahasiswa. Bahkan, dari beberapa penelitian, miskonsepsi banyak
terjadi pada guru-guru sehingga menyebabkan miskonsepsi pada siswa lebih besar. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Simamora dan Wayan 2007
terhadap guru kimia pada pokok bahasan struktur atom. Dan didapati guru mengalami miskonsepsi pada konsep-konsep yang kompleks dan abstrak yang
hanya berpatok kepada silabus. Walaupun guru yang mengalami miskonsepsi, tetapi yang banyak menanggung miskonsepsi adalah siswa, karena siswa adalah