IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 20102011

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 2010/2011

Skripsi

Skripsi

Oleh : Haris Ady Saputra

K 2307028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh : Haris Ady Saputra K 2307028

Skripsi Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari

Tanggal

Persetujuan Pembimbing

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari

Tanggal

commit to user

Haris Ady Saputra. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2011.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Penelitian miskonsepsi ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif yang bersifat noneksperimental yaitu metode deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa SMA kelas X. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 3 Surakarta yang terdiri dari 328 siswa dan seluruh siswa kelas X SMAN 5 Surakarta yang terdiri dari 243 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif .

Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa siswa SMA N 3 Surakarta dan siswa SMA N 5 Surakarta teridentiikasi memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 3 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1). Model konsumsi arus, siswa beranggapan bahwa arus berkurang setiap melewati lampu atau hambatan; 2). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 3). Batere dianggap sebagai sumber arus tetap; 4). Adanya pemikiran sequential reasoning; 5). Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 6). Miskonsepsi tentang beda potensial. Sedangkan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 2). Batere dianggap sebagai sumber arus tetap; 3). Adanya pemikiran sequential reasoning; 4). Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 5). Miskonsepsi tentang beda potensial

commit to user

Haris Ady Saputra. IDENTIFICATION OF TENTH HIGH SCHOOL STUDENTS’ MISCONCEPTIONS ABOUT DYNAMICS ELECTRIC

ACADEMIC YEAR 2010/2011. Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011.

The purpose of this research is to identify the ownership of profile student ’s misconceptions on the subject of Dynamics Electric This m isconceptions’s research follows quantitative research paradigm. The population research was the tenth high school student. The research used purposive sampling technique. The sample in this research were all of SMA N 3 Surakarta’s student who were consisted of 328 students and all of SMA N 5 Surakarta’s student who were consisted of 243 students. Research data about

students misconceptions was derived from the research instrument in the form of the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests have been determined whereas data analysis technique which was used is descriptive statistic.

From the test identification of misconceptions results, can be concluded that the students from both SMA N 3 Surakarta and SMA N 5 are identificated having misconceptions about dynamic electricity. The profile of SMA N 3 Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions of each tipe above 30% as follows: 1). Current consumption model, current is consumed by resistors or bulb; 2). Batteries are regarded as current sources; 3). Batteries are constant current sources; 4) Sequential reasoning; 5). Misconceptions about circuit’s model; 6). Misconceptions about voltage’s concept, whereas the profile of SMA N 5 Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions

of each tipe above 30% as follows: 1). Batteries are regarded as current sources; 2). Batteries are constant current sources; 3) Sequential reasoning; 4). Misconceptions about circuit’s model; 5). Misconceptions about voltage’s concept.

commit to user

“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” Jadilah hamba yang selalu bersyukur dan berserah diri pada-Nya. (QS. Ar-Rahman : 13)

Hidup itu Indah, Jalanilah......walaupun sakit dan asa terurai tapi puncak itu pasti

commit to user

PERSEMBAHAN

Makalah Skripsi ini dipersembahkan kepada: Orangtua ku, Ibu Siti Nur Anisah dan Bapak Suyono yang telah memberikan doa dan maaf atas harapan yang tak teraih

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si.,Ph.D. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.

3. Bapak Supurwoko, M.Si. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Y. Radiyono. Selaku Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Ahmad Fauzi, S.Pd., M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan bantuannya.

Penulis menyadari skripsi yang telah dikerjakan ini masih banyak kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

commit to user

1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya........................

2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya.............................................

3. Penelitian yang Relevan............................................……

a. Miskonsepsi tentang Konsumsi Arus.......................

1) Penelitian Shipstone............................................

2) Penelitian Van Den Berg.....................................

3) Penelitian Bryan dan Stuessy..............................

4) Penelitian Huseyin dan Demircy.........................

b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus Konstan......................................................................

1) Penelitian Cohen, Eylon, dan Ganiel……….......

2) Penelitian Van Den Berg.....................…………

3) Peneltian Huseyin dan Sabri................................

c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus...........................................................................

1) Penelitian Engelhardt dan Beichner.……….......

2) Penelitian Purba dan Depari....................………

d. Miskonsepsi tentang Local Reasoning.....................

1) Penelitian Shipstone………................................

2) Penelitian McDermott dan Shaffer......................

e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning.............

4. Teknik Menghilangkan Miskonsepsi Mengenai Listrik...

a. Menyesuaikan Urutan Silabus dengan Cara Berpikir Siswa...........................................................

b. Konflik Kognitif......................................………...

c. Analogi.....................................................………….

5. Identifikasi Miskonsepsi...................……………………

B. Kerangka Pemikiran................................……………………

13

16

16

16

16

16

17

17

17

17

17

18

18

18

18

19

19

19

19

19

20

20

21

22

24

commit to user

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………….……...

1. Tempat Penelitian ………………………………………

2. Waktu Penelitian………………………………..………

B. Jenis dan Desain Penelitian..............…………………..……

C. Sampel Penelitian...........................................................……

D. Teknik Pengumpulan Data……....…………………………..

E. Validitas Instrumen..............………………….……………..

F. Analisis Data..............…………………...........……………..

1. Tahap Persiapan………….………………………….......

2. Tahap Tabulasi Data………………………………….....

3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian.....

G. Prosedur Penelitian ……………………..…………………..

BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………

A. Hasil Analisis Data Penelitian………………………..….......

1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta.............

a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………....

b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi.......

2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta.............

a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………...

b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi........

B. Hasil Analisis Data Penelitian………………………..….......

1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta.............

a. Model Konsumsi Arus................................................

b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus...........

c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...........

d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...................

e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....

f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial.........................

2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta.............

a. Model Konsumsi Arus................................................

25

25

25

25

25

26

26

27

27

28

29

30

32

32

32

32

34

36

36

38

39

39

39

43

46

51

57

60

64

64

commit to user

c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...........

d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...................

e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....

f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial.........................

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …….……………

A. Kesimpulan …………………………..………………..…...

B. Implikasi ……. …………………..……………...................

C. Saran ……………………………………………………..…

DAFTAR PUSTAKA ……………………………..……………………… LAMPIRAN ……………………………..………………………………...

70

75

81

84

89

89

89

90

91

92

commit to user

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep …………………...... 14 Table 2.2 Faktor-faktor Penyebab Miskonsepsi ………………………………. 15 Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ………..... 29 Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan

Paling Rendah..................................................................................... 30 Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Siswa yang Miskonsepsi Tiap Tipe

Soal Miskonsepsi............................................................................... 30

commit to user

Gambar 2.1 Train Analogy yang dikembangkan oleh Duphin & Joshua ……... 21 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Dalam Penelitian ……....................................... 24 Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data ................................. ………….... 27

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian …………………………………………..…… 93 Lampiran 2 Materi Ajar................................................................................... 94 Lampiran 3 Kisi - kisi soal.............................................................................. 103 Lampiran 4 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Listrik Dinamis... ………..... 104 Lampiran 5 Kunci Jawaban …………………………………………........... 118 Lampiran 6 Lemba r Jawaban ………………………………………………. 119 Lampiran 7 Persebaran J awaban Siswa …………………………………….. 120 Lampiran 8 Persentase Jawaban Siswa …………………………………….. 124 Lampiran 9 Surat Perizinan ………………………………………………… 125

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengalaman hidup dan intuisi yang dimiliki anak terhadap fenomena alam tertentu akan membentuk suatu konsepsi yang digunakan oleh anak untuk menafsirkan peristiwa alam yang ada di sekitarnya. Konsepsi bisa dipandang sebagai tafsiran tiap anak terhadap suatu konsep ilmu tertentu. Misalnya, ketika anak TK ditanya mana yang benar : Bumi mengelilingi Matahari atau Matahari mengelilingi Bumi, maka dengan tegas si anak berkata bahwa Mataharilah yang mengelilingi Bumi karena pengalaman hidup si anak dengan mata kepalanya sendiri melihat bahwa Matahari terbit dari timur, terus bergerak di atas Bumi dan akhinya terbenam di barat. Anak selama perkembangan usianya terus membangun dan mengonstruk pengetahuan yang ada di sekitarnya. Selama waktu itu anak sudah membangun konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, cara manusia melihat, dan sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi tersebut merupakan hasil dari sekian tahun perkembangan. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar.

Tampak jelas bahwa siswa dan mahasiswa bukanlah suatu tabula rasa atau kertas kosong yang bersih, yang dalam proses pembelajaran akan ditulisi oleh guru atau dosen mereka. Siswa atau mahasiswa, sebelum mengikuti proses pembelajaran formal di sekolah sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Konsep yang mereka bawa itu dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Di sinilah pentingmya pendidikan formal. (Suparno, 2005: 2-3)

Selanjutnya, kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai miskonsepsi. Istilah miskonsepsi digunakan karena lebih mudah dimengerti baik oleh guru ataupun orang awam

commit to user

pada faktor siswa ataupun guru, bisa saja buku teks yang jadi pegangan penuh dengan miskonsepsi ataupun pengalaman hidup yang sudah mendarah daging.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konsteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik. Konteks, seperti budaya dan bahasa sehari - hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa (Suparno, 2005: 29)

Miskonsepsi terjadi pada semua bidang sains, seperti Bologi, Kimia, Fisika dan Astronomi. Tidak ada bidang sains yang luput dari dalam hal miskonsepsi. Banyak penelitian dilaksanakan untuk mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa. Wandersee, Mintzes, dan Novak, dalam Suparno (2005: 11) menjelaskan bahwa konsep alternative terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam Mekanika, 159 tentang Listrik, 70 tentang Panas, Optika, dan Sifat-sifat materi, 35 tentang Bumi dan Antariksa serta

10 studi mengenai Fisika Modern. Bersamaan dengan gencarnya penelitian mengenai miskonsepsi kelistrikan, Osborne dalam Van den Berg (1991: 63) mewawancarai siswa SD di Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu “arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap ”.

Pada tahun 1983, Cohen, Eylon dan Ganiel dalam Italo Testa (2007: 61) meneliti miskonsepsi siswa dan guru mengenai rangkaian sederhana. Hasil

commit to user

dkk. menemukan bahwa banyak siswa yang salah dalam menafsirkan hubungan antara beda potensial, arus dan hambatan. Siswa beranggapan, “Jika arus sama dengan nol maka beda potensial juga nol”. Selain itu siswa juga beranggapan, “Batere sebagai sumber arus konstan”

Shipstone dalam Italo Testa (2007: 62) menguji pemahaman siswa yang berumur 15 - 17 yang sebelumnya telah mendapatkan pelajaran listrik dengan sampel 1250 siswa dari lima negara di Eropa. Hasilnya sangat mengejutkan hanya 27% yang benar dalam menjawab. Banyak dari siswa yang beranggapan, “Lampu menghabiskan arus listrik”.

Patricia (1992: 259) juga menemukan adanya kebingungan dari guru manakala mereka ditunjukkan rangkaian paralel yang berbeda – beda. Banyak dari guru yang tidak konsisten menentukan lampu yang paling terang manakala posisi rangkaian paralel dimodifikasi. Padahal pengubahan rangkaian paralel tersebut tidak berpengaruh terhadap daya lampu yang diserap

Pada tahun 2007, Husyein dan Sabri (mengembangkan instrument miskonsepsi dengan literatur dari Shipstone) menemukan adanya miskonsepsi siswa di Turki. Banyak dari siswa tersebut yang beranggapan bahwa batere merupakan sumber arus tetap dan arus akan berkurang jika melewati suatu rangkaian (model konsumsi).

Beberapa data penelitian di atas, menunjukkan siswa masih mengalami kesukaran dalam memahami tentang konsep - konsep kelistrikan dan hal inilah yang memicu terjadinya miskonsepsi. McDermort dan Shaffer (1992) menyatakan bahwa siswa sering mendefinisikan konsep antara arus, tegangan, energi dan daya secara tidak tepat dan saling tertukar. Meskipun ada beberapa siswa yang bisa mendifinisikan konsep secara benar namun mereka mengalami kebingungan manakala konsep-konsep tersebut diaplikasikan dalam rangkaian listrik. McDermort juga mengungkapkan bahwa banyak siswa yang sukar memahami konsep kelistrikan karena siswa sendiri jarang diajak bereksperimen di laboratorium, sedangkan guru di dalam pengajaran hanya memberikan contoh rangkaian yang sederhana sehingga tidak ada kesempatan dari siswa untuk

commit to user

adalah pelajaran yang sangat abstrak dan rawan dengan miskonsepsi, guru bisa menggunakan analogi untuk membantu pamahaman siswa mengenai konsep kelistrikan seperti yang dilakukan Dupin & Joshua dalam Italo Testa (2007: 121) dengan train analogi-nya.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa contoh hasil penelitian miskonsepsi pada beberapa konsep fisika yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa adanya kemungkinan miskonsepsi juga terjadi pada siswa SMA di Indonesia. Konsep yang dipilih untuk diteliti adalah Listrik Dinamis sebab konsep arus dan tegangan termasuk dalam penelitian yang mendapat sorotan dari para ahli selain itu Listrik Dinamis merupakan bahan ajar Fisika untuk kelas X SMA sehingga dari hasil peneltian tersebut bisa diketahui sejauh mana konsep tersebut telah dikuasai oleh siswa X SMA mengingat konsep tersebut juga telah diajarkan pada tingkatan SMP

Dengan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis pada siswa SMA kelas X Adapun judul penelitian tersebut adalah “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada

Konsep Listrik Dinamis Kelas X SMA Tahun Ajaran 2010-2011 ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsep yang telah dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.

2. Siswa mengalami kesukaran dalam memahami tentang konsep-konsep kelistrikan dan hal inilah yang memicu terjadinya miskonsepsi

3. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain.

commit to user

penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik

5. Miskonsepsi yang dimiliki siswa harus diungkap.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah mengungkap dan mengidentifikasi profil miskonsepsi yang dimiliki siswa pada konsep Listrik Dinamis

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas, dirumuskan permasalahan tentang : Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA kelas X pada pokok bahasan Listrik Dinamis ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis.

F. Manfaat Penelitian

Sebagai studi alamiah, studi ini memberi sumbangan konseptual utamanya kepada pendidikan Fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran Fisika. Sebagai studi pendidikan Fisika yang aplikatif, studi memberikan urunan substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

commit to user

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran Fisika di sekolah. Perencanaan pembelajaran Fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.

2. Manfaat Praktis Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada guru dan calon guru Fisika agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi.

Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya Fisika.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar

a. Belajar

Pengertian tentang belajar mempunyai makna yang luas. Hal yang demikian ini, disebabkan oleh banyaknya perbuatan-perbuatan yang dapat disebut sebagai belajar. Banyak kegiatan-kegiatan yang hampir setiap orang menyetujui bahwa kegiatan tersebut sebagai belajar, misalnya mendengarkan berita dari radio, menghafalkan puisi, berlatih menari dan sebagainya.

Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut.

Cronbach (1954: 47) dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Jadi menurut Cronbach, belajar yang sebaik- baiknya adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya. Sesuai dengan pendapat ini adalah pendapatnya Harold Spears. Spears (1955: 94) menyatakan bahwa adalah belajar untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengarkan dan mengikuti arah. Senada dengan apa yang dikemukakan Cronbach diatas itu ialah pendapat McGeoh yang menyatakan bahwa belajar adalah hasil dari latihan (Tim Belajar dan Pembelajaran I, 1993: 5)

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual. Perubahan – perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan- perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.

commit to user

dari Slameto (2010: 54-69) sebagai berikut:

a) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor ini berupa: (1) Faktor Jasmaniah

Faktor jasmaniah meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.

(2) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

(3) Faktor Psikologis Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berpikir intelegensi dan lain-lain.

b) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini berupa: (1) Faktor Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

(2) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, metode belajar dan tugas rumah.

(3) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor tersebut berasal dari dalam diri siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Faktor -faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses belajar dan prestasi belajar siswa.

b. Konsep

Van den Berg (1991: 8) menyatakan “Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang

terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol”. Sedangkan Dahar (1989: 80) menyatakan “Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadan-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut- atribut yang sama.” Jadi berdasarkan pengertian di atas

commit to user

mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir.

Mulyati (2005: 53) menyebutkan ada lima tipe konsep yaitu konsep afirmatif, konjungtif, disjungtif, kondisional, dan bikondisional. Kelimanya menjadi dasar bagi belajar konsep. Tiga konsep pertama sering dijumpai dalam kehidupan sehari - hari sedangkan dua konsep terakhir lebih sulit dipahami. Kelima tipe konsep tersebut yaitu :

1) Konsep afirmatif adalah konsep yang menunjukkan bahwa suatu obyek atau peristiwa memiliki suatu nilai spesifik dalam suatu dimensi partikuler. Misalnya, konsep angka rata - rata adalah “suatu angka atau sembarang angka yang tepat dibagi oleh dua”

2) Konsep konjungtif adalah konsep yang mempertemukan dua kondisi simultan, misalnya konsep kelaikan umur agar dapat dipilih menjadi seorang presiden

3) Konsep disjungtif adalah konsep yang satu atau lain kriteria, tetapi tidak keduanya harus dipertemukan. Misalnya, konsep peraturan beberapa tingkat sekolah menggunakan ketentuan pelamaran

4) Konsep kondisional adalah konsep yang dapat dikenali dari susunan

g ramatikal “jika..., maka...”. Misalnya, konsep seorang pramubakti yang penuh perhatian adalah “jika sebuah gelas minum telah kosong, maka

pramubakti yang penuh perhatian akan segera mengisi kembali gelas tersebut”

5) Konsep bikondisional adalah konsep yang memiliki obyek ditiadakan dari keanggotaan kategorinya (mengambil kesamaan dari yang berbeda). Misalnya, konsep kepantasan perilaku adalah : “merupakan suatu kepantasan untuk tertawa hanya jika sesuatu lucu dalam perkataan atau

tindakan” Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri tingkatan. Tingkat-

tingkat itu dimulai dari hanya mampu menunjukkan suatu contoh dari suatu konsep hingga dapat menjelaskan sepenuhnya atribut-atribut konsep. Semua konsep tidak dapat dicapai pada tingkat yang sama. Sebagai contoh, sebagian orang dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku. Meskipun penjelasan-penjelasan setiap orang berbeda, namun setiap orang tersebut masih dapat mengkomunikasikan definisi secara kuat mengenai konsep buku. Menurut Dahar (1989: 88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat yaitu :

commit to user

apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, seorang siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus- stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas- batas tertentu itu ekuivalen. Dalam operasi mental ini siswa berusaha untuk mengabstraksi kualitas-kualitas yang sama yang dimilki oleh objek - objek tersebut

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.

c. Belajar Konsep

Siswa sering menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan hubungan antara konsep dengan konsep yang lain. Hal inilah yang membuat konsep baru tersebut tidak masuk dalam jaringan konsep yang telah ada dalam kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya, padahal arti konsep sebenarnya berasal dari hubungan dengan konsep-

konsep lain. Menurut Gagne, belajar konsep merupakan satu bagian dari suatu hierarki dari delapan bentuk belajar. Gagne membedakan tipe belajar ke dalam delapan jenjang dan jenjang keenam serta ketujuh berhubungan dengan belajar konsep. Beberapa butir pemikiran Gagne mengenai belajar konsep dalam Mulyati (2005:62) yang dapat dipaparkan sebagai kesimpulan :

commit to user

tetapi tidak seperti pendapat Pavlov dan teman-temannya.

2) Belajar konsep mengisyaratkan bahwa kelakuan manusia pada dasarnya dikendalikan suatu aturan dan yang berfungsi mengatur adalah intelek atau akal

3) Berhubungan dengan kegiatan mengingat, belajar bersifat merumuskan kembali dan menggunakan dalam situasi baru

elajar konsep, hendaknya diperhatikan bahasa anak-anak atau perkembangan bahasa anak yang dijabarkan ke dalam berbagai tujuan instruksional

Sedangkan Dahar (1989: 82) mengemukakan teori belajar konsep ditinjau dari dua pendekatan, yaitu :

1) Pendekatan Perilaku. Perbedaan utama antara belajar konsep dan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep, anak yang belajar memberikan satu respons terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi bukan memberikan satu respons terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus-stimulus itu mempunyai satu atau lebih atribut yang sama. Tugas anak atau siswa adalah untuk mengasosiakan satu respons dengan atribut - atribut yang sama di antara stimulus-stimulus itu

2) Pendekatan kognitif. Pada pendekatan ini memusatkan pada proses perolehan, sifat dan bagaimana konsep-konsep disajikan dalam struktur kognitif

Sementara itu dalam buku Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi (Van den Berg, 1991: 11) dijelaskan bahwa mengajar konsep agar siswa dapat :

1) Mendefinisikan konsep yang bersangkutan.

2) Menjelaskan perbedaan konsep yang bersangkutan.

3) Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep lain.

4) Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.

commit to user

membantu manusia dalam mempelajari konsep. Nasution (2000: 163) berpendapat bahwa belajar konsep dapat dibantu dan dipercepat dengan bantuan instruksi verbal, diantaranya adalah :

1) Lebih dahulu diajarkan benda-benda yang mengandung konsep yang akan dipelajari. Stimulus itu diberikan berturut-turut dalam waktu yang pendek jaraknya (kontinuitas). Setiap kali guru bertanya, “Apa ini?” sebagai stimulus dengan mengharapkan respons “sudut”

2) Guru menanyakan konsep itu dalam situasi-situasi yang belum dihadapi anak lalu ditanyakan, “Apa ini?” atau “Dimana sudutnya?” Bila respon

salah dapat diperbaiki

3) Kemudian anak dihadapkan pada berbagai situasi yang baru yang mengandung konsep itu dan menanyakan rangkaian verbal yang belum pernah dipelajari siswa. Bila dalam situasi-situasi baru ini anak dapat memberikan respons yang tepat, maka ini merupakan bukti bahwa siswa tersebut telah memahami konsep yang diberikan

4) Dalam proses belajar diperlukan reinforcement, yakni anak diberitahukan bila jawabannya benar.

d. Pentingnya Belajar Konsep

Belajar akan sangat terhambat jika tidak dilandasi oleh suatu konsep, misalnya hanya dengan beberapa contoh, anak dapat memahami suatu konsep yang kemudian dapat dipergunakannya dalam situasi yang tidak terbatas jumlahnya. Anak tidak lagi terikat pada stimulus tertentu. Anak dengan perantaraan intruksi verbal baik lisan ataupun tertulis dapat berkomunukasi dengan orang lain melalui perantaraan konsep yang menimbulkan konsep yang sama di antara pendengarnya. Dahar dalam Mulyati (2005: 59) menyebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari belajar konsep, yaitu :

1) Mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam mengkategorisasikan berbagai stimulus terbatas

2) Konsep-konsep merupakan batu - batu (building blocks) pembangun berpikir

3) Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses - proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip - prinsip dan generalisasi - generalisasi

4) Konsep-konsep diperlukan untuk memecahkan masalah

commit to user

a. Konsepsi

Van den Berg (1991: 10) menyatakan “Konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misalnya, inti konsep dari proses rotasi dan revolusi bumi yang benar adalah bumi mengelilingi matahari. Tetapi, banyak anak yang mempunyai konsepsi yang berbeda, mereka dengan tegas menjawab bahwa Mataharilah yang mengelilingi Bumi karena tiap hari mereka melihat bahwa Matahari terbit dari timur, terus bergerak ke atas Bumi dan akhirnya terbenam di barat dan hal ini terus-menerus terjadi. Anak dengan tegas meyimpulkan bahwa Matahari mngelilingi bumi sedangkan Bumi ini diam. Padahal, menurut teori ilmiah konsepsi tersebut tidak benar

b. Prakonsep

Van den Berg (1991: 10) menyatakan, “Prakonsep adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan

pelajaran formal”. Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa sebelum mengikuti pelajaran Listrik Dinamis, mereka sudah berpengalaman dengan peristiwa-peristiwa kelistrikan (arus, hambatan, tegangan ataupun tersetrum listrik). Oleh karena itu, mereka sudah mengembangkan banyak konsepsi misalnya mengenai arah arus ataupun kecepatan arus listrik yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsepsi yang tidak benar jika tidak diperhatikan guru maka akan mengganggu dalam proses pembelajaran

c. Miskonsepsi

1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya

Suparno (2005: 8) menyatakan, “Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli”. Misalnya, siswa

berpendapat bahwa pada saat seseorang mendorong mobil dan mobil tersebut belum bergerak maka tidak ada gaya yang bekerja pada mobil tersebut. Padahal tidak demikian, meskipun mobil tidak bergerak pada mobil tersebut tetap terjadi gaya yang diakibatkan oleh orang tersebut

commit to user

“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konsep” (Van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep

(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa terdapat hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep sehingga menimbulkan respon yang yang salah. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan pengertian akan konsep, penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Abraham, Grzybosky, Renner dan Marek (1992: 112) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kategori yaitu kategori tidak memahami, kategori miskonsepsi, dan kategori memahami. Pengelompokan tersebut secara lengkap pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep No. Kategori

Derajat Pemahaman

Kriteria 1.Tidak memahami

2. Miskonsepsi

- tidak ada respon - tidak memahami

e. - miskonsepsi

f. - memahami sebagian

g. dengan miskonsepsi

a. tidak ada jawaban / kosong

b. menjawab “saya tidak tahu”

c. menjawab “saya tidak mengerti”

d. mengulang pertanyaan

e. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan atau tidak jelas

a. menjawab dengan penjelasan tidak logis

b. menjawab dengan penjelasan yang bertentangan dengan konsepsi para ahli

c. jawaban menunjukkan

commit to user

3. Memahami

- memahami sebagian - memahami konsep

adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi

a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar

Sedangkan sebab-sebab terjadinya miskonsepsi secara lebih lengkap, Suparno (2005: 53) menyatakan faktor penyebab miskonsepsi fisika dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Faktor - Faktor Penyebab Miskonsepsi

Sebab Utama

Sebab Khusus

Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa

Pengajar Tidak menguasai bahan, tidak memberi waktu siswa untuk mengungkapkan gagasan, relasi guru - siswa jelek

Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, buku teks tidak disertai pedoman penggunaan, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep sebagai daya tarik belajar

Konteks Pengalaman siswa keliru, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)

Cara mengajar

Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat

commit to user

Van den Berg (1991: 17) mengungkapkan berbagai fakta mengenai miskonsepsi yaitu : Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki, seringkali siswa mengalami

miskonsepsi terus-menerus, soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali, sering terjadi regresi yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi, dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari, siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi, siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi.

Berdasarkan fakta tersebut, Van den Berg (1991: 22) juga menyimpulkan beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain : Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa dari literatur dan

pekerjaan siswa, menyadari dalam diri pengajar ada miskonsepsi atau tidak, mencoba menggunakan demonstrasi, menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain, mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.

3. Penelitian yang Relevan

a. Miskonsepsi tentang Konsumsi Arus

1) Penelitian Shipstone

Shipstone dalam Italo Testa (2007: 61) meneliti pemahaman siswa mengenai usia 15 - 17 tahun yang telah mendapat palajaran dasar - dasar konsep listrik. 1250 siswa dari lima negara Eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan Jerman Barat) dengan teknik kuesioner. Hasi penelitian menunjukkan profil miskonsepsi siswa masih sama meskipun ada perbedaan bahasa dan sistem pendidikan. Hanya 27% yang menjawab benar. Kebanyakan siswa masih menganggap bahwa arus dikonsumsi dalam suatu rangkaian.

2) Penelitian Van Den Berg

Van Den Berg (1991: 63) meneliti miskonsepsi mengenai arus dan tegangan listrik di Salatiga. Sampel yang diambil terdiri siswa 110 siswa SMA dan 66 mahasiswa dengan instrumen pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan banyak siswa dan mahasiswa yang menganggap bahwa arus berkurang manakala

commit to user

dan 35%.

3) Penelitian Bryan dan Stuessy

Bryan dan Stuessy dalam Italo Testa (2007: 63) meneliti miskonsepsi tentang konsep listrik dengan mengambil sampel 51 guru fisika. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan suatu “hukum” yang merupakan pemikiran guru.

Banyak guru yang menganggap bahwa terangnya suatu lampu bergantung dari jumlah lampu dalam rangkaian tersebut, tanpa memperhatikan secara detail

rangkaian lampu yang digunakan.

4) Penelitian Huseyin dan Demircy

Huseyin dan Demircy (2007: 733) meneliti profil miskonsepsi tentang konsep listrik guru fisika di Turki. Sampel yang diambil 25 guru fisika dari berbagai provinsi ( 22 pria dan 3 wanita) dengan usia 26 - 49 tahun dan dengan pengalaman mengajar 5 sampai 24 tahun. Instrumen miskonsepsi yang digunakan adalah tes objektif dengan alasan terbuka. Hasilnya sangat mengecewakan hanya

17 orang yang menjawab dengan alasan benar sementara itu 6 orang menjawab tanpa menuliskan alasan dan 1 orang menjawab salah

b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus Konstan

1) Penelitian Cohen, Eylon dan Ganiel

Cohen dkk. dalam Italo Testa (2007: 60) meneliti kepemilikan miskonspsi guru dan siswa tentang rangkaian listrik sederhana. Sampel yang diambil yaitu 25 guru fisika dan 145 murid SMA dengan instrumen tes objektif dan wawancara. Guru dan siswa ditanya mengenai dua lampu yaitu lampu A dan lampu B dan satu batere yang masing - masing dipasang paralel satu sama lain, kemudian lampu A dicabut. Banyak guru dan siswa yang beranggapan bahwa lampu B menjadi lebih terang karena arus yang semula menuju ke lampu A mengalir ke B. Persentasi jawaban benar hanya 10 % untuk siswa dan 4% untuk guru

2) Penelitian Van Den Berg

Van Den Berg (1991: 65) dalam penelitian di Salatiga juga mendapatkan hasil yang sama. Banyak siswa dan mahasiswa yang menganggap bahwa arus

commit to user

lampu dan batere yang dipasang paralel satu sama lain kemudian salah satu lampu dicabut maka lampu yang masih berada dalam rangkaian akan lebih terang karena mendapatkan arus lebih banyak

3) Penelitian Huseyin dan Sabri

Huseyin dan Sabri (2007: 103), membuat instrumen test miskonsepsi tentang listrik dengan nama CAT (Conceptual Understanding Test), menggunakan literatur soal dari Shipstone (1988). Sampel yang diambil sebanyak 76 siswa SMA di Balikesir, Turki. Dalam penelitiannya, sekitar 36.8 % siswa beranggapan bahwa batere sebagai sumber arus tetap dan berkurang pada setiap percabangan rangkaian paralel

c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus

1) Penelitian Engelhardt dan Beichner

Pada tahun 2004, Engelhardt dan Beichner meneliti kepemilikan miskonspsi siswa dan mahasiswa tentang rangkaian listrik DC sederhana. Sampel yang diambil yaitu 1135 siswa yang terdiri dari 454 siswa SMA dan 681 mahasiswa dengan instrumen tes objektif. Hasil penelitian menunjukkan baik siswa maupun mahasiswa beranggapan bahwa batere yang dipasang paralel mempunyai daya lebih besar karena menghasilkan arus yang lebih besar. Persentasi jawaban yang miskonsepsi yaitu 32% dari jumlah total sampel. Van den Berg (1991) dalam penelitiannya di Salatiga juga menyimpulkan bahwa banyak siswa dan mahasiswa yang beranggapan bahwa batere yang dipasang paralel menghasilkan arus lebih besar. Persentase jawaban benar hanya sedikit yaitu 36% siswa SMA dan 36% untuk mahasiswa

2) Penelitian Purba dan Depari

Pada tahun 2008, Purba dan Depari (2008) dengan mengembangkan instrumen literatur Van den Berg, menemukan hampir 68% mahasiswa D3 Teknik Elektro UPI menganggap bahwa arus listrik akan bertambah manakala batere disambung secara paralel. Sampel yang diambil adalah 22 mahasiswa tingkat I tahun akademik 2007/2008.

commit to user

1) Penelitian Shipstone

Penelitian Shipstone dalam Italo Testa (2007: 72) tentang local reasoning dari 1250 siswa dari lima negara eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan Jerman Barat) menyimpulkan banyak siswa yang beranggapan bahwa rangkaian paralel selalu identik dengan bentuknya yang geometri, sehingga manakala ditampakkan bentuk modifikasi rangkaian paralel yang lain, siswa tampak bingung. Lokal reasoning berhubungan dengan kecenderungan siswa untuk fokus pada suatu titik tertentu dalam rangkaian listrik sehingga mengabaikan pengaruh perubahan terhadap seluruh komponen dalam rangkaian.

2) Penelitian McDermott dan Shaffer

Penelitian McDermott (1992: 999) dalam upaya perbaikan kurikulum fisika, menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang kesulitan dalam memahami tipe rangkaian paralel, karena siswa cenderung fokus pada titik percabangan rangkaian paralel yang simetri. Istilah paralel lebih dianggap sebagai bentuknya yang simetri daripada konsep Listrik Dinamisnya

e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning