115
6.1.2. Struktur dan Komposisi Vegetasi Kaindea
Vegetasi merupakan kumpulan semua spesies tumbuhan yang ada di suatu wilayah. Vegetasi dibentuk oleh individu-individu tumbuhan yang
beragam serta memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu. Penganalisaan vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies tumbuhan dan
bentuk struktur vegetasi di wilayah yang dianalisis. Pendeskripsian menurut komposisi floristik adalah mempelajari komposisi susunan dan struktur
bentuk vegetasi yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi, dan penutupan tajuk atau luas bidang dasar. Metode
yang terakhir ini digunakan didalam menganalisis vegetasi di kawasan Kaindea Nto’oge, dan hasilnya disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Keragaman spesies tumbuhan dalam kategori pohon di kawasan
Kaindea Nto’oge di Mandati Kecamatan Wangi-Wangi Selatan
Nama daerah dan Ilmiah
Ind DB
cm LBD
m
2
K ha
KR F
FR D
m
2
ha DR
INP Kenari Canarium
amboinense 5
106 4.48
25 23.81
1.0 29.41
22.41 45.18
98.40
Cempedak Artocarpus
champeden 3
89 1.97
15 14.29
0.6 17.65
9.86 19.87
51.81
Ngonga Laportae ardens
2 110
0.95 10
9.52 0.2
5.88 4.75
9.58 24.98
Enau Arenga pinnata
3 38
0.33 15
14.29 0.6
17.65 1.67
3.37 35.30
Dawi-dawi Ficus variegata Bl
2 51
0.20 10
9.52 0.2
5.88 1.02
2.06 17.46
Raea Alastonia acuminata
2 86
0.54 10
9.52 0.2
5.88 2.70
5.45 20.86
Mangga Mangifera indica
2 72
0.40 10
9.52 0.2
5.88 2.04
4.10 19.51
Tokulo
2 81
1.03 10
9.52 0.4
11.76 5.15
10.39 31.68
Jumlah 9.91
105 3.4
49.60
Keterangan: Ind: individu, DB: diameter batang, LBD: luas bidang dasar, K: kepadatan, KR: kepadatan relativ, F: frekuensi, FR: frekuensi relativ, D: dominansi, DR: dominansi
relativ, INP: indeks nilai penting.
Tabel 13 menunjukkan bahwa di kawasan Kaindea terdapat 8 spesies dalam kategori pohon dengan tingkat kepadatan 10-25 individuha.
Kepadatan individu pohon tertinggi ditemukan pada spesies kenari yaitu 25 individuha, Tabel 13 juga menunjukkan bahwa kayu kenari merupakan
spesies yang mendominasi kawasan Kaindea, dimana ditunjukkan oleh
116
frekuensinya yang sangat tinggi yaitu mencapai 100 F=1,0, yang berarti pula bahwa spesies ini terdapat di seluruh kawasan Kaindea. Apabila
dibandingkan dengan distribusi dari keseluruhan spesies yang ada, maka tampak jelas bahwa spesies kenari jauh lebih luas FR=22,41.
Nilai dominansi spesies kenari menunjukkan luas 22,41 m
2
ha, yang bila dibandingkan dengan dominansi keseluruhan spesies mencapai 45,18,
yang berarti mengungguli spesies lainnya hampir 50 luas wilayah Kaindea. Hal ini tercermin pula pada nilai INP yang mencapai 98,40. Dipertegas pula
dari rataan diameter batang dan luas bidang basalnya LBD yang menunjukkan luas penutupannya terhadap lahan.
Dominansi memberikan gambaran penguasaan suatu daerah vegetasi oleh setiap spesies tumbuhan. Nilai dominansi relatifnya DR akan
menggambarkan penguasaannya terhadap spesies lainnya, sedangkan spesies dengan nilai INP tertinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut
merupakan penyusun utama tipe hutan. Jika suatu spesies mempunyai NIP tertinggi berarti menunjukkan spesies yang mempunyai masyarakat
tumbuhan di tempat tersebut, dimana nilai maksimum INP adalah 300 Curtis dan McIntose, 1951 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2002.
Spesies lainnya yang mempunyai kepadatan yang tinggi adalah cempedak dan enau masing-masing 15 individuha, sedangkan 5 lima
spesies lainnya hanya memiliki kepadatan 5 individuha. Spesies cempedak dan enau juga menunjukkan kerapatan relatif yang cukup tinggi, dan
terdistribusi 60 luas kawasan Kaindea F=0,6. Akan tetapi, spesies cempedak tampak lebih dominan dibanding enau yang terlihat dari nilai
dominansi maupun INP-nya yaitu berturut-turut 9,86 dan 51,81. Fenomena ini berarti bahwa cempedak merupakan spesies terpenting kedua setelah
kenari, dan kemudian enau dalam kawasan Kaindea. Selanjutnya hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang diameter batang
10-35 cm menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies dengan tingkat kepadatan antara 12-27 individuha disajikan pada Tabel 14.
117
Tabel 14 Keragaman spesies tumbuhan dalam kategori tiang di kawasan
Kaindea Nto’oge Mandati Kecamatan Wangi-Wang Selatan
Nama daerah dan Ilmiah
Ind DB
cm LBD
m
2
K ha
KR F
FR D
m
2
ha DR
INP Raea
Alastonia acuminata
6 26
0.16 30
16.67 0.6
17.65 1.64
26.22 60.53
Enau Arenga pinnata
6 20
0.11 30
16.67 0.6
17.65 1.12
17.89 52.20
Tafalili 4
18 0.05
20 11.11
0.4 11.76
0.52 8.35
31.22
Ngonga Laportae
ardens 6
15 0.05
30 16.67
0.6 17.65
0.54 8.63
42.95
Pojafia 2
14 0.01
10 5.56
0.2 5.88
0.15 2.46
13.90
Vondila Alastonia
scholaris 2
18 0.02
10 5.56
0.2 5.88
0.25 4.05
15.49
Kaniu-Niu 4
19 0.05
20 11.11
0.2 5.88
0.55 8.73
25.72
Bambu Bambusa
vulgaris 4
12 0.02
20 11.11
0.2 5.88
0.23 3.61
20.60
Tokulo
2 27
0.06 10
5.56 0.4
11.76 0.57
9.13 26.45
Mandoulu 2
20 0.07
10 5.56
0.4 11.76
0.69 10.93
28.25
Jumlah 0.63
180 3.4
6.27
Keterangan: Ind: individu, DB: diameter batang, LBD: luas bidang dasar, K: kepadatan, KR: kepadatan relativ, F: frekuensi, FR: frekuensi relativ, D: dominansi, DR: dominansi
relativ, INP: indeks nilai penting.
Tabel 14 menunjukkan bahwa spesies Raea, enau, dan Ngonga mempunyai tingkat kepadatan spesies K tertinggi pada ukuran tiang yaitu
masing-masing 30 individuha maupun kepadatan relatifnya yaitu bila dibandingkan dengan kepadatan seluruh spesies KR=16,67. Akan tetapi
apabila dilihat dari nilai dominansi, dominansi relative maupun INPnya, tampak bahwa Raea lebih tinggi. Fenomena ini mengindikasikan bahwa
spesies ini lebih menguasai wilayah Kaindea dibanding enau dan Ngonga. Tabel 14 juga memperlihatkan bahwa tujuh spesies lainnya mempunyai
kepadatan, distribusifrekuensi, dominansi maupun INP yang hampir sama. Suatu fenomena bahwa spesies-spesies tersebut memiliki sebaran maupun
penguasaan wilayah yang relatif sama. Analisis terhadap komposisi vegetasi pada tingkat sapihan dan semai
tidak dilakukan karena hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlahnya relatif sangat sedikit. Selanjutnya, dari hasil pengamatan stratifikasi vegetasi
menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang lebih dominan dalam ukuran tinggi pohonnya. Kanopi pohon saling bersambung atau bertajuk kontinu,
118
dimana sebagian besar pohon-pohon dalam stratum rendah, kecil dan banyak bercabang. Tumbuhan bawah relatif sedikit didominasi enau.
Vegetasi di kawasan Kaindea Nto’oge di Mandati yang masih tetap dipertahankan keutuhannya oleh masyarakat setempat, sehingga pohon-
pohon yang besar masih ada. Pada kawasan Kaindea di Wanci sudah mengalami kerusakan yang parah, yaitu hilangnya spesies-spesies dominan
awal seperti kenari, mangga, enau dan bambu. Contohnya di kawasan Kaindea Teo yang telah dikonversi menjadi lahan perladangan oleh
masyarakat setempat menjadi vegetasi kebun. Sedangkan vegetasi liar yang muncul hanya spesies-spesies pioneer antara lain Macaranga, Komba-
komba, dan beberapa spesies tumbuhan merambat Tabel 15. Tabel 15 Vegetasi utama Kaindea Teo Wanci Kecamatan Wangi-Wangi yang
telah dikonversi menjadi perladangan
Nama vegetasi Nama ilmiah
Keterangan
Ubi kayu Manihot utilissima
Tanaman utama yang dominan Kelapa
Cocos nucifera Sengaja ditanami di kebun. Pohon
ini sebagai penanda milik individu Jambu mete
Anacardium occidentale L Tanaman sela. Pada lokasi Kaindea
lainnya tanaman ini dominan. Pisang
Musa paradiaceae Tanaman sela
Mangga Mangifera indica
Tanaman sela Ubi jalar
Ipomea batatas Tanaman sela
Jambu biji Psidium Guajava L
Tanaman sela pagar Bambu
Bambusa vulgaris Sisa anakan yang tumbuh liar
Makaranga Macaranga triloba
Tumbuhan pioneer Komba-komba
Piper spp Tumbuhan pioneer
Sumber : wawancara dan pengamatan lapangan 2008.
Vegetasi di kawasan Kaindea Teo ini tidak akan mungkin kembali kepada bentuk semula sebagai hutan dengan komposisi vegetasi yang
beragam, karena senantiasa dikelola sepanjang tahun, terkecuali dibiarkan untuk berkembang dan menjalankan proses suksesinya secara alamiah. Saat
ini Kaindea sudah ada ancaman perambahan walaupun pada beberapa tempat di wilayah Sara Mandati masih tetap terjaga.
91
Umumnya perambahan tersebut dilakukan tanpa izin mencuri.
Vegetasi dalam Kaindea terdapat pohon-pohon tua dan pohon yang berumur muda, pohon yang memiliki cabang ada yang patah akibat
91
Wawancara Musni Oktober 2008; Maliki Oktober 2008.
119
persinggungan dengan cabang lain pada saat tertiup angin dan pohon yang tidak produktif atau yang rebah dapat dimanfaatkan. Namun demikian, pada
jarak 15 meter ke dalam hutan umumnya memiliki keutuhan vegetasi yang baik, akan tetapi tidak sedikit bagian depannya yang telah dikonversi menjadi
lahan pertanian. Bahkan di hutan milik Sara Wanci seperti Kaindea Teo sudah nyaris punah menjadi kebun Gambar 14. Perambahan lebih parah
juga terjadi pada Kaindea milik keluarga.
92
Hampir semua lahannya telah konversi menjadi kebun dan dimiliki individu. Kejadian seperti ini sudah
berlangsung sejak tahun 1980-an, namun puncaknya setelah reformasi.
Gambar 14 Perbandingan kondisi Kaindea pada bekas dua wilayah adat.
Kaindea Nto’oge di Mandati yang masih baik foto kiri dan Kaindea Teo di Wanci yang sebagian sudah menjadi kebun
foto kanan sumber: Nur Arafah 2008.
Masyarakat menyayangkan kerusakan hutan yang terjadi di Wangi- Wangi khususnya pada Kaindea di Wanci. Apalagi kerusakan yang terjadi
justru karena tidak adanya antisipasi pemerintah pada kegiatan pertanian dan kebutuhan kayu. Haji Mansur mengungkapkan bahwa masalah penting yang
dihadapi dalam pengelolaan hutan adalah disamping konversi hutan menjadi lahan pertanian, juga penebangan kayu secara liar illegal logging.
Pelakunya justru
dilakukan atas
nama masyarakat,
akan tetapi
sesungguhnya untuk kepentingan pribadi. Perambahan hutan di Mandati cepat dicegah dan dilaporkan kepada kepala desa atau Sara.
93
Pemerintah diharapkan dapat menguatkan revitalisasi lembaga adat dan menetapkan
92
Wawancara La Ode Baniru 2008; La Ode Masihu 2008.
93
Sara Mandati sangat peduli dengan keberadaan Kaindea di wilayahnya dan tidak akan membiarkan pelanggaran wawancara dengan La Ode Moane, Desember 2008.
120
status perlindungan kawasan Kaindea agar tetap lestari. Haji Mansur mengatakan :
“ara ta humarapu’ako’e i pamarenta u’desa, kecamatan kene ke polisi, dhari te motikanto lumeama meana’e amohalimo ta merapi’e araya’e na
hempo ta tumaha’ako’e” Kalau hanya mengandalkan pemerintah desa, kecamatan dan polisi, maka hutan yang masih baik sekarang sangat
sukar untuk dipertahankan jika tidak ada langkah-langkah perlindungan
6.2.3. Karakteristik Kaindea